Juda disemprot habis-habisan oleh Mami yang tampak sangat marah perkara videonya yang viral hingga keluarga besarnya yang sebagian besar tinggal di Bandung itu meneror Mami, menanyakan tentang kebenaran akan video itu. Juda sampai tidak sempat mengatakan apa pun sebagai pembelaan karena membuat Mami berada di posisi yang cukup sulit.Namun, bukan karena diomeli hingga telinga panas, yang membuat Juda terjaga semalaman penuh hingga paginya ia merasa menjadi zombie yang lupa caranya tidur. Tetapi karena Mami memaksa Juda agar membawa tawanannya—sebutan Mami untuk Danis yang kata Mami terlihat sangat pasrah di dalam video yang telah ditonton Mami—ke rumah.Jadi, begini ceritanya. Setelah hampir satu jam Mami mengomeli Juda dengan nada yang tidak mengenakkan, tiba-tiba Mami mengubah nada suaranya menjadi agak lembut. Mulanya Juda mengira bahwa Mami sudah tidak terlalu kesal akan kelakuan anak gadisnya yang membuat pusing kepala karena bertindak gila tanpa berpikir. Namun, ternyata itu han
Di tempat kerja, seperti yang sudah Juda perkirakan, rekan-rekan kerjanya pun tidak membiarkan Juda melewati hari Senin dengan tenang. Mereka langsung menodong Juda tentang kelanjutan lamaran dadakannya begitu wanita itu muncul di ruang kerja mereka tadi pagi."Lamaran lo nggak ditolak, kan?""Kalian bentar lagi nikah, dong?""Akhirnya Juju nggak perlu lagi dengan terpaksa ketemu laki-laki random yang dipilihin nyokapnya.""Gila, gue salut banget sama lo, Ju. Gede banget nyali lo sampe berani nembak cowok di depan banyak orang.""Pokoknya kita semua ikut seneng kalau lo akhirnya bisa ketemu sama cowok yang beneran lo mau.""Kita-kita dapet traktiran nggak nih? Buat ngerayain status Juju yang udah nggak jomlo lagi setelah dua tahun!""Semoga yang ini nggak gagal di tengah jalan, Ju. Good luck!"Dan masih banyak lagi yang dilontarkan rekan-rekan kerjanya sepanjang pagi hingga waktu makan siang tiba. Juda tidak bisa berkonsentrasi bekerja karena rekan-rekan kerjanya tidak bisa diam. Bena
Pertanyaan Danis awalnya hanya menggema di telinga Juda, lalu perlahan berangsur-angsur masuk memenuhi pikirannya. Juda bisa saja menjawab dengan lantang bahwa dirinya tidak siap. Itu sudah jelas. Dan Juda pun cukup yakin bahwa Danis sesungguhnya tahu akan hal itu. Mereka bicara tentang pernikahan. Sesuatu yang jelas-jelas berhubungan dengan masa depan hidup mereka berdua. Juda tidak perlu ditanya dua kali. Memangnya siapa yang akan langsung siap dan mau menikahi orang asing dengan tiba-tiba? Tidak ada. Kecuali orang itu sudah gila.Ya, meski sudah saling mengenal sejak bertahun-tahun lamanya, tetap saja mereka hanya dua orang asing yang sudah lama tidak berjumpa. Mereka menghabiskan sisa remaja dan melangkah menuju hidup yang lebih dewasa tanpa melibatkan satu sama lain. Hidup mereka, lingkungan mereka, sepenuhnya berbeda. Butuh waktu untuk menyatukan dua orang asing yang memiliki kehidupan yang sama sekali berbeda, bukan?“Danis, kamu tuh sadar nggak sih? Kita baru ketemu lagi hari
“Kemaren aja lo sok-sokan nggak ngebales chat gue. Sekarang lo udah mulai sadar kalau lo masih butuh gue?” cibir Ema saat melihat Juda berdiri lesu di depan pintu apartemennya. Juda masih mengenakan pakaian kerjanya. Riasan tipis di wajahnya sudah luntur. Menampilkan muka kuyu yang membuatnya tampak sangat menyedihkan. “Lo baca deh,” ujar Juda mengabaikan cibiran Ema seraya mengulurkan ponselnya. Kemudian ia masuk ke dalam apartemen Ema bahkan sebelum ditawari untuk masuk. “Kirain lo nyuruh gue baca chat dewasa lo sama Danis,” gumam Ema sambil mengekor di belakang Juda setelah menutup pintu. Matanya terfokus pada layar ponsel Juda yang menyala terang. “Chat dewasa pala lo!” “Gila sih, ternyata tampangnya nggak berbanding lurus sama kelakuan. Ganteng, tapi suka jajan.” Ema bergidik dan menunjukkan raut jijik. “Mana masih ngejar-ngejar lo walaupun udah ketahuan punya bini. Red flag banget.” Juda menjatuhkan tubuh di atas sofa dan berbaring telungkup di atasnya. “Enaknya diapain tu
Meski sudah berpisah sejak beberapa jam yang lalu, Danis masih merasa bersalah karena menanyakan sesuatu yang terlalu dini untuk ia tanyakan kepada Juda. Bisa dibilang malah terdengar seperti pertanyaan yang tidak sopan. Mereka baru saja bertemu kembali setelah bertahun-tahun, meski sudah resmi kembali bersama, sama sekali tidak menempatkan mereka berdua di posisi yang cukup ideal untuk bisa saling bicara tentang siap atau tidak siap menikah.Danis juga semakin disadarkan bahwa mengikat Juda menjadi kekasihnya, sementara berkas perceraiannya dengan Renata saja baru dimasukkan oleh pengacaranya ke pengadilan agama tadi pagi, adalah sesuatu yang sangat salah. Ia membohongi Juda. Membohongi Renata. Dan terutama ia membohongi dirinya sendiri. Tidak akan ada akhir yang baik untuk sesuatu hal yang dimulai dari sebuah kebohongan dan kenekatan. Hal itulah yang membuat pernikahannya dengan Renata berantakan. Bukan tidak mungkin jika hubungannya dengan Juda juga akan gagal suatu hari nanti, unt
Hari keempat setelah Juda dan Danis memutuskan untuk kembali bersama, mereka janjian untuk nonton bareng di bioskop setelah Juda pulang kerja. Juda sedang ingin melepas penat karena pekerjaan menggunung yang tak habis-habis. Karena Juda baru keluar dari kantor saat matahari sudah hampir terbenam di ufuk narat, sementara jadwal tayang film yang dipesan jam enam lebih sedikit, mereka tidak sempat makan terlebih dahulu. “Abis ini makan dulu ya, kasihan cacing-cacing di perutku kalau nggak dikasih asupan gizi,” bisik Juda di tengah-tengah menonton. Meski tidak terlihat jelas karena ruangan bioskop yang gelap, Danis tersenyum sambil menatap Juda. Ini sudah yang ke sekian kalinya Juda mengatakannya. Danis geli sekali melihat Juda yang sama sekali tidak bisa berkonsentrasi penuh pada layar bioskop yang sedang menayangkan film yang berkisah tentang para hero itu karena rasa lapar yang lebih mendominasi. Saat film akhirnya selesai, Juda cepat-cepat mrnarik Danis ke luar gedung bioskop. “Ak
Saat sudah yakin ia tidak akan dihadang lagi, Juda bergegas untuk melangkah kembali. Namun, nasib baik sepertinya sedang tidak menyertainya hari ini. Seseorang yang lain mendadak muncul dan membuat segalanya menjadi semakin tak terkendali.Kejadian terlalu cepat. Sedetik yang lalu Juda sudah akan beranjak pergi, di detik selanjutnya seseorang menyentak pergelangan tangannya, membuat tubuh Juda berputar 180 derajat, lalu pipinya dihantam oleh sebuah tangan. Panas menjalar di pipi kirinya karena tamparan keras itu.“Dasar perempuan murahan! Berani-beraninya lo godain suami gue!” sergah Grita dengan suara melengking. Mengundang perhatian dari setiap mata yang ada di sana.Juda mengepalkan tangan. Menahan gejolak kemarahan yang timbul karena dituduh dengan kata-kata yang sama sekali tidak benar.“Gue nggak godain suami lo,” geram Juda tertahan.Grita tampak tak peduli. Dalam keremangan cahaya di restoran itu, terlihat jelas api kemarahan berkobar di kedua matanya yang bulat. “Jadi, ternya
Juda marah sekali. Tuduhan yang dilayangkan oleh Grita memang menyakitkan. Namun, tidak ada apa-apanya ketimbang tatapan penuh menghakimi yang Danis tujukan terhadap dirinya. Sudah dituduh dan dipermalukan di depan muka umum oleh rivalnya saat masa sekolah dulu, sekarang ditambah dengan sikap menegsalkan Danis yang membuat dirinya seakan terpojok. Tidak memiliki sosok pendukung yang berdiri untuknya.“Lo mending enyah dari hadapan gue sebelum gue meledak,” hardik Juda. Kembali mengempaskan tangan Danis dengan kuat saat laki-laki itu berusaha meraih tangannya.Danis mengeraskan rahang. Ia terlihat susah payah menahan segala ucapan yang ingin tumpah karena perkataan sinis Juda yang mulai menggunakan ‘lo-gue’ seperti yang selalu wanita itu gunakan saat sedang benar-benar marah kepada orang yang bersangkutan.“Gue nyesel udah nyamperin lo dan bikin heboh di reuni. Gue nyesel ngeiyain ajakan balikan lo.”Danis menggeleng. “Kamu cuma lagi emosi.”“Gue benci sama lo, Danis. Dari dulu gue ben