Juda tak membiarkan Danis menerjemahkan kebingungan di wajah saat Juda kemudian membungkam Danis dengan ciuman di bibir. Di hadapan semua orang yang kini menyaksikan tingkah gilanya.Tidak hanya sampai di situ saja. Setelah mencium Danis—hanya ciuman singkat tanpa benar-benar ia resapi rasa yang mendobrak setiap denyut nadi dalam tubuhnya—Juda membuat Danis terkejut bukan main dan tidak bisa berkata-kata.“Nikah sama aku, Danis,” ujar Juda yang mulai hilang akal.Entah apa yang merasuki diri Juda hingga wanita itu begitu berani bertindak gila saat ada berpuluh-puluh pasang mata memandang. Menjadikan dirinya dan Danis bahan tontonan menarik yang bisa dengan mudah dicemooh dan ditertawakan.“Aku tahu, nggak ada orang yang ngajak mantannya balikan dan langsung ngajak nikah di waktu yang sama. Aku tahu, ini adalah lamaran tergila, yang mungkin akan dianggap murahan bagi banyak orang. Tapi aku nggak peduli.”Danis masih terpatung di tempat. “Ju, kita....”“Ayo, kita nikah, Danis.” Juda sek
“Juju!” Sentakan itu membuat Juda limbung. Ia hampir terjengkang karena kaki yang terbalut high heels. Refleks, ia menggapai lengan Danis dan menggunakannya sebagai tumpuan. Kemudian, setelah yakin bisa berdiri tegak, Juda melepaskan lengan Danis dan mundur satu langkah. Saat satu langkah dirasa belum cukup membuatnya berjarak dengan Danis, Juda mundur lagi satu langkah. Kemudian ia menyeka wajahnya yang basah oleh air mata. “Setelah kamu menciptakan kegilaan di depan teman seangkatan kita, sekarang kamu mau melarikan diri?” tukas Danis dengan mengejutkan. Tenggorokan Juda tercekat. Melihat keterkejutan sudah tidak lagi membayangi wajah Danis, Juda mendadak bisu. “Kenapa diam aja, Ju? Yang itu tadi apa? Apa yang sedang coba kamu mainkan?” cecar Danis dengan lebih keras. “Aku nggak sedang memainkan apa-apa.” “Oh, jadi kamu serius? Kamu mau menikahi laki-laki yang pernah kamu putuskan dengan kejam? Yang kamu tinggalkan begitu saja dan membiarkan hatinya berserakan. Yang harus samp
“Kamu punya pacar dan aku juga dekat dengan laki-laki lain. Itu udah cukup menjadi satu alasan kenapa kita nggak bisa begitu aja mewujudkan skenario gila tadi.” Selain plinplan, Juda juga pandai sekali berbohong hari ini. Dekat dengan laki-laki lain katanya? Bukankah ia baru saja kehilangan sosok yang ternyata seorang penipu hati? “Ini cara kamu supaya bisa kabur setelah bikin masalah?!” sergah Danis. Suaranya keras sekali. “Seperti kamu yang dulu mutusin aku dengan mudahnya, pura-pura bikin taruhan sialan cuma gara-gara kamu terlalu angkuh untuk tanya soal Laras? Kamu selalu mengelak dan selalu menggunakan topeng kejudesan kamu sebagai tameng biar nggak disakiti. Yang sekarang aku lihat, itu cuma alasan. Kamu emang dari dulu jahat, Ju. Sejak dulu kamu pecundang.” Juda seolah ditampar dengan tangan yang tak kasat mata. Ia tidak siap saat Danis menyebut-nyebut soal Laras dan bagaimana mereka berakhir putus. Rasanya ternyata lebih menyakitkan saat orang yang terlibat di dalamnya meny
10 tahun yang lalu… Saat masih duduk di bangku SMA, Danis dan Juda cukup dikenal, setidaknya di kalangan para siswa satu angkatan mereka dan satu tingkat di atas mereka dulu. Yang menjadikan mereka menjadi legenda, yang cukup membekas di memori teman seangkatan mereka adalah karena Juda secara tidak sengaja menyatakan rasa sukanya untuk Danis dengan lantang di hadapan tiga ratus siswa satu angkatan mereka saat mereka sedang melakukan foto bersama untuk buku kenangan. Momen itu berlangsung pada malam hari di pertengahan bulan Februari. Mereka sedang diarahkan kru fotografer untuk membuat sebuah formasi di tengah lapangan, setiap siswa memegang lilin yang sudah dinyalakan. Saat itu, Danis dan Juda memang sudah cukup dekat atau istilah gaulnya mereka sedang PDKT sudah lebih dari satu bulan. Sehingga sejak sore mereka sudah bersama, seperti tak terpisahkan. Saat diberitahu bahwa fotografer yang mereka sewa akan segera melakukan pengambilan foto, Danis dan Juda pun tetap bersama dan bers
Para panitia acara reuni malam itu untung saja langsung cepat tanggap untuk menenangkan massa yang geger karena kehebohan yang lagi-lagi diciptakan oleh Danis dan Juda di momen-momen penting mereka. Terutama Fikri, snag penanggung jawab acara yang susah payah menenangkan massa yang makin heboh setelah Danis membawa Juda keluar. Laki-laki itu naik ke panggung dan meraih mikrofon, lalu dengan suara lantangnya ia mulai bicara. Meminta seluruh massa yang kacau itu untuk mengalihkan perhatiannya kepada dirinya. “Selamat malam, teman-taman. Gue minta waktu sebentar,” ucap Fikri. Menanggalkan bahasa formal yang biasa ia gunakan setiap kali bicara di depan publik. “Gue minta maaf ke kalian semua atas ketidaknyamanan yang terjadi barusan. Atas nama Danis dan Juda, gue mewakili mereka meminta maaf karena menciptakan tontonan di tengah-tengah acara temu kangen kita hari ini. Gue berharap, kalian semua menyikapi kejadian hari ini dengan dewasa. Jadi, gue asumsikan kalau gue dan kalian semua ya
Martin sudah mengomeli Danis hingga mulutnya berbusa sejak ia melihat sahabatnya menyeduh kopi dengan tenang di dapur apartemennya. Itu karena Danis bercerita tentang apa yang telah ia putuskan untuk ia lakukan terkait kehebohan semalam yang tak terkendali.“Lo udah gila,” tukas Martin dengan mata membelalak begitu lebar. “Lo mau ngikutin sandiwara gila Juju?”Danis merenung sejenak sebelum menjawab, “Gue nggak bisa diam aja. Foto sama video gue sama Juda semalam udah nyebar ke mana-mana. Buat gue, ini mungkin nggak terlalu jadi masalah. Karena gue bisa tinggal balik ke Belanda. Tapi gimana sama Juju? Ngebiarin dia nanggung ini sendirian?”“Juju yang bertindak gila. Tentu aja dia yang harus nanggung akibatnya!” geram Martin.“Gue nggak bisa ngebiarin Juju sendirian nanggung masalah ini,” ujar Danis yang kemudian menyeruput kopi hitamnya yang pekat dengan santai.Martin kesal sekali. Tampak tergambar di wajah kuyunya−ia belum sempat cuci muka setelah bangun tidur.“Gue tahu, ini mungki
Juda sama sekali tidak mempersiapkan diri untuk kembali bertemu dengan Danis setelah kegilaannya semalam. Tidak hanya karena apa yang terjadi saat mereka berada di dalan ballroom hotel, tapi juga saat mereka berdua kabur dari acara reuni dan bicara di luar. Saat di dalam ballroom, Juda bisa paham kenapa Danis tidak terang-terangan menolaknya saja saat ia bertindak seenak jidatnya, itu karena Danis tidak ingin membuat dirinya semakin malu.Yang tidak Juda mengerti adalah kekeraskepalaan dan keseriusan Danis menanggapi tingkahnya. Dan Juda tidak paham kenapa Danis semarah itu kepadanya karena dirinya sangat plin-plan. Juda sama sekali tidak mengerti kenapa Danis kukuh ingin melanjutkan kegilaan Juda yang sudah sepatutnya disudahi setelah mereka keluar dari ballroom hotel semalam. Padahal, jika Danis waras, laki-laki itu seharusnya tahu bahwa Juda hanya sedang gila sesaat—kegilaan pertama yang sampai viral ke mana-mana."Ah, teknologi sialan," rutuk Juda untuk yang ke sekian kalinya.Ia
Juda kembali masuk ke dalam kafe untuk memesan minuman dan makanan terlebih dahulu sebelum kemudian berjalan mendekat ke arah Danis dan duduk di kursi yang berseberangan dengan laki-laki itu tanpa berkata-kata. Danis yang menyadari kedatangan Juda langsung mematikan rokoknya, yang sepertinya baru saja disulut karena terlihat masih cukup panjang. Kemudian mendongak, menatap Juda dengan sorot mata tajam seperti elang. Juda sudah lupa jika Danis pernah memiliki tatapan itu. Karena seingat Juda, dulu Danis memiliki tatapan lembut yang membuat Juda betah memandangi mata laki-laki itu. Membuat Juda tak ingin berpaling. Membuat Juda ingin tenggelam di sana. Tatapan yang juga membuat Juda jatuh hati, hanya barawal dari tatap itu. Cukup lama mereka hanya saling berpandangan. Hingga salah satu dari mereka mulai jengah dan memecah kebisuan di antara mereka. "Kita persingkat aja. Kita berdua nggak ada di kondisi yang harmonis buat melanjutkan apa yang kamu putuskan semalam," ujar Juda tanpa b