Setelah menyusul Ema memasuki ballroom, ia mendapat sambutan yang cukup heboh dari beberapa teman yang cukup ia kenal yang juga menjadi panitia acara reuni selain Ema. Mereka berpelukan dengan agak dramatis. Namun, tidak ada yang sempat menggodanya karena mereka sedang cukup sibuk mendengarkan briefing dari ketua panitia acara, Fikri sang mantan ketua OSIS pada zamannya. Walaupun tidak ditunjuk menjadi panitia sejak awal, Juda tetap menawarkan diri jika mereka membutuhkan tambahan tenaga untuk menyukseskan acara hari ini. Selepas maghrib, mendekati waktu acara yang dimulai jam tujuh, teman-teman seangkatannya satu per satu datang. Dan seperti yang sudah Juda perkirakan, sebagian besar teman yang dulu menjadi ‘bestie’ di masa SMA mereka yang datang bersama pasangan maupun yang datang sendirian−Juda menjadi sedikit lega karena ternyata cukup banyak yang datang tanpa bersama pasangan−langsung bertanya hal yang sama saat pertama melihat Juda. “Pacar lo sekarang siapa?” Semacam itulah p
“Gila, Man! Gue kira bisik-bisik tetangga yang bilang kalau Danis muncul d reuni cuma halu doang. Ternyata beneran. Welcome home, Bro!”Salah satu kawan menyambutnya dengan sangat ramah. Memberikan pelukan yang sama dengan yang diberikan Fkiri tadi. Kemudian, teman-temannya yang lain juga melakukan hal yang sama.Sambutan hangat itu benar-benar terasa melegakan dan membuat Danis menyesal karena melupakan mereka selama berthun-tahun terakhir.“Lo dikasih pelet apa sama si Martin sampai mau diseret ke sini?”Danis tertawa ringan. Datang ke reuni seolah memberinya ruang yang cukup untuk bernapas, meninggalkan sejenak masalah rumah tangganya yang berantakan. “Gue kebetulan lagi mabil cuti.”“Udah ketemu Juju?”Pertanyaan itu seharusnya tidak boleh dilontarkan.“Tadi udah lihat, lagi ngobrol sama temen-temennya,” jawab Danis jujur. Karena memang hanya itu yang terjadi. Ia hanya melihat Juda drai kejauhan dan memutuskan untuk tidak menyapanya. Lebih tepatnya karena ia tidak tahu harus bersi
Juda tak membiarkan Danis menerjemahkan kebingungan di wajah saat Juda kemudian membungkam Danis dengan ciuman di bibir. Di hadapan semua orang yang kini menyaksikan tingkah gilanya.Tidak hanya sampai di situ saja. Setelah mencium Danis—hanya ciuman singkat tanpa benar-benar ia resapi rasa yang mendobrak setiap denyut nadi dalam tubuhnya—Juda membuat Danis terkejut bukan main dan tidak bisa berkata-kata.“Nikah sama aku, Danis,” ujar Juda yang mulai hilang akal.Entah apa yang merasuki diri Juda hingga wanita itu begitu berani bertindak gila saat ada berpuluh-puluh pasang mata memandang. Menjadikan dirinya dan Danis bahan tontonan menarik yang bisa dengan mudah dicemooh dan ditertawakan.“Aku tahu, nggak ada orang yang ngajak mantannya balikan dan langsung ngajak nikah di waktu yang sama. Aku tahu, ini adalah lamaran tergila, yang mungkin akan dianggap murahan bagi banyak orang. Tapi aku nggak peduli.”Danis masih terpatung di tempat. “Ju, kita....”“Ayo, kita nikah, Danis.” Juda sek
“Juju!” Sentakan itu membuat Juda limbung. Ia hampir terjengkang karena kaki yang terbalut high heels. Refleks, ia menggapai lengan Danis dan menggunakannya sebagai tumpuan. Kemudian, setelah yakin bisa berdiri tegak, Juda melepaskan lengan Danis dan mundur satu langkah. Saat satu langkah dirasa belum cukup membuatnya berjarak dengan Danis, Juda mundur lagi satu langkah. Kemudian ia menyeka wajahnya yang basah oleh air mata. “Setelah kamu menciptakan kegilaan di depan teman seangkatan kita, sekarang kamu mau melarikan diri?” tukas Danis dengan mengejutkan. Tenggorokan Juda tercekat. Melihat keterkejutan sudah tidak lagi membayangi wajah Danis, Juda mendadak bisu. “Kenapa diam aja, Ju? Yang itu tadi apa? Apa yang sedang coba kamu mainkan?” cecar Danis dengan lebih keras. “Aku nggak sedang memainkan apa-apa.” “Oh, jadi kamu serius? Kamu mau menikahi laki-laki yang pernah kamu putuskan dengan kejam? Yang kamu tinggalkan begitu saja dan membiarkan hatinya berserakan. Yang harus samp
“Kamu punya pacar dan aku juga dekat dengan laki-laki lain. Itu udah cukup menjadi satu alasan kenapa kita nggak bisa begitu aja mewujudkan skenario gila tadi.” Selain plinplan, Juda juga pandai sekali berbohong hari ini. Dekat dengan laki-laki lain katanya? Bukankah ia baru saja kehilangan sosok yang ternyata seorang penipu hati? “Ini cara kamu supaya bisa kabur setelah bikin masalah?!” sergah Danis. Suaranya keras sekali. “Seperti kamu yang dulu mutusin aku dengan mudahnya, pura-pura bikin taruhan sialan cuma gara-gara kamu terlalu angkuh untuk tanya soal Laras? Kamu selalu mengelak dan selalu menggunakan topeng kejudesan kamu sebagai tameng biar nggak disakiti. Yang sekarang aku lihat, itu cuma alasan. Kamu emang dari dulu jahat, Ju. Sejak dulu kamu pecundang.” Juda seolah ditampar dengan tangan yang tak kasat mata. Ia tidak siap saat Danis menyebut-nyebut soal Laras dan bagaimana mereka berakhir putus. Rasanya ternyata lebih menyakitkan saat orang yang terlibat di dalamnya meny
10 tahun yang lalu… Saat masih duduk di bangku SMA, Danis dan Juda cukup dikenal, setidaknya di kalangan para siswa satu angkatan mereka dan satu tingkat di atas mereka dulu. Yang menjadikan mereka menjadi legenda, yang cukup membekas di memori teman seangkatan mereka adalah karena Juda secara tidak sengaja menyatakan rasa sukanya untuk Danis dengan lantang di hadapan tiga ratus siswa satu angkatan mereka saat mereka sedang melakukan foto bersama untuk buku kenangan. Momen itu berlangsung pada malam hari di pertengahan bulan Februari. Mereka sedang diarahkan kru fotografer untuk membuat sebuah formasi di tengah lapangan, setiap siswa memegang lilin yang sudah dinyalakan. Saat itu, Danis dan Juda memang sudah cukup dekat atau istilah gaulnya mereka sedang PDKT sudah lebih dari satu bulan. Sehingga sejak sore mereka sudah bersama, seperti tak terpisahkan. Saat diberitahu bahwa fotografer yang mereka sewa akan segera melakukan pengambilan foto, Danis dan Juda pun tetap bersama dan bers
Para panitia acara reuni malam itu untung saja langsung cepat tanggap untuk menenangkan massa yang geger karena kehebohan yang lagi-lagi diciptakan oleh Danis dan Juda di momen-momen penting mereka. Terutama Fikri, snag penanggung jawab acara yang susah payah menenangkan massa yang makin heboh setelah Danis membawa Juda keluar. Laki-laki itu naik ke panggung dan meraih mikrofon, lalu dengan suara lantangnya ia mulai bicara. Meminta seluruh massa yang kacau itu untuk mengalihkan perhatiannya kepada dirinya. “Selamat malam, teman-taman. Gue minta waktu sebentar,” ucap Fikri. Menanggalkan bahasa formal yang biasa ia gunakan setiap kali bicara di depan publik. “Gue minta maaf ke kalian semua atas ketidaknyamanan yang terjadi barusan. Atas nama Danis dan Juda, gue mewakili mereka meminta maaf karena menciptakan tontonan di tengah-tengah acara temu kangen kita hari ini. Gue berharap, kalian semua menyikapi kejadian hari ini dengan dewasa. Jadi, gue asumsikan kalau gue dan kalian semua ya
Martin sudah mengomeli Danis hingga mulutnya berbusa sejak ia melihat sahabatnya menyeduh kopi dengan tenang di dapur apartemennya. Itu karena Danis bercerita tentang apa yang telah ia putuskan untuk ia lakukan terkait kehebohan semalam yang tak terkendali.“Lo udah gila,” tukas Martin dengan mata membelalak begitu lebar. “Lo mau ngikutin sandiwara gila Juju?”Danis merenung sejenak sebelum menjawab, “Gue nggak bisa diam aja. Foto sama video gue sama Juda semalam udah nyebar ke mana-mana. Buat gue, ini mungkin nggak terlalu jadi masalah. Karena gue bisa tinggal balik ke Belanda. Tapi gimana sama Juju? Ngebiarin dia nanggung ini sendirian?”“Juju yang bertindak gila. Tentu aja dia yang harus nanggung akibatnya!” geram Martin.“Gue nggak bisa ngebiarin Juju sendirian nanggung masalah ini,” ujar Danis yang kemudian menyeruput kopi hitamnya yang pekat dengan santai.Martin kesal sekali. Tampak tergambar di wajah kuyunya−ia belum sempat cuci muka setelah bangun tidur.“Gue tahu, ini mungki