"Hai, kamu benar Juda, kan? Teman kencan saya hari ini?" tanya sosok lelaki yang kini sudah berdiri di dekat meja tempat Juda duduk.Juda mengangguk pasti. Kemudian mengulurkan tangan untuk berjabat tangan dengan Guntur."Betul. Kamu persis dengan yang ada di foto."Guntur tersenyum. "Kamu juga. Menurut saya, kamu lebih cantik aslinya."Gombal abis! gemas Juda dalam hati.Namun, Juda tetap menyukainya. Juda memang cantik dan ia cukup percaya diri hari ini dengan penampilannya. Mendapatkan pujian terang-terangan dari Guntur membuat dirinya semakin percaya diri. Ia sudah merias diri dengan riasan tipis, mengenakan pakaian rapi dan wangi yang sengaja ia bawa ke tempat kerja. Karena tidak mungkin ia bertemu teman kencannya dengan mengenakan pakaian kerja yang pastinya sudah penuh keringat dan apek karena dipakai seharian untuk bekerja."Yang tadi itu teman kamu?"Juda mengangguk. "Maaf kalau itu mengganggu kamu. Saya baru sekali ini kenalan dengan orang lewat dating app, jadi saya sengaja
Meski Ema berkata sejak jauh-jauh hari−sebenarnya hanya berjarak satu minggu sebelum acara−bahwa keduanya akan datang bersama-sama ke reuni dan meminta Juda untuk tidak terlalu memikirkan soal tidak memiliki gandengan, Juda tetap saja kepikiran. Hingga keduanya meninggalkan gerbang indekos Juda dan bergabung dengan kendaraan-kendaraan di jalanan kota metropolitan yang sore itu ramai lancar, wanita itu masih saja tidak bisa tenang. Justru ia malah dilanda kepanikan yang berlipat ganda. Ema, walaupun tidak membawa gandengan tetap bisa tenang karena statusnya jelas. Ia punya pacar−Astu, kekasih Ema adalah seorang offshore engineer yang bekerja di pengeboran minyak lepas pantai yang hanya pulang tujuh bulan sekali−yang sudah bersamanya hampir empat tahun. Jadi, sudah pasti Ema tidak akan menjadi bahan empuk untuk diperbincangkan selama acara. Sedangkan Juda, ia tidak punya pacar. Ia adalah seorang jomblo menyedihkan yang masa depan percintaannya suram. Mengingat track record-nya yang cuk
Karena Danis menutup diri dari teman-teman SMa-nya sejak kuliah di Belanda, terkecuali Martin, sama sekali tidak ada yang tahu kehidupan laki-laki itu selama sepuluh tahun terakhir. Danis menolak saat diundang untuk bergabung di grup angkatan. Bertahan untuk tidak mengikuti perkembangan dengan membuat media sosial meski berkali-kali didorong oleh Martin yang begitu giat meng-update rutinitasnya di Instagram maupun melalui cuitan di Twitter. Saat memutuskan menikah dengan Renata, tanpa restu dari kedua belah pihak keluarga, ia dan Renata hanya menggelar syukuran kecil. Itu pun hanya dengan beberapa kenalan yang tidak sampai sepuluh orang, yang mereka undang untuk makan malam di apartemen lama Danis. Martin juga salah satu yang diundang. Danis yang mengakomodasi tiket PP dari Indonesia ke Belanda untuk sahabatnya itu. Martin adalah teman yang setia, yang bertahun-tahun menjadi penyimpan rahasia yang cukup apik, melindungi privasi sahabat karibnya. Setiap ada kawan yang bertanya tentan
Setelah menyusul Ema memasuki ballroom, ia mendapat sambutan yang cukup heboh dari beberapa teman yang cukup ia kenal yang juga menjadi panitia acara reuni selain Ema. Mereka berpelukan dengan agak dramatis. Namun, tidak ada yang sempat menggodanya karena mereka sedang cukup sibuk mendengarkan briefing dari ketua panitia acara, Fikri sang mantan ketua OSIS pada zamannya. Walaupun tidak ditunjuk menjadi panitia sejak awal, Juda tetap menawarkan diri jika mereka membutuhkan tambahan tenaga untuk menyukseskan acara hari ini. Selepas maghrib, mendekati waktu acara yang dimulai jam tujuh, teman-teman seangkatannya satu per satu datang. Dan seperti yang sudah Juda perkirakan, sebagian besar teman yang dulu menjadi ‘bestie’ di masa SMA mereka yang datang bersama pasangan maupun yang datang sendirian−Juda menjadi sedikit lega karena ternyata cukup banyak yang datang tanpa bersama pasangan−langsung bertanya hal yang sama saat pertama melihat Juda. “Pacar lo sekarang siapa?” Semacam itulah p
“Gila, Man! Gue kira bisik-bisik tetangga yang bilang kalau Danis muncul d reuni cuma halu doang. Ternyata beneran. Welcome home, Bro!”Salah satu kawan menyambutnya dengan sangat ramah. Memberikan pelukan yang sama dengan yang diberikan Fkiri tadi. Kemudian, teman-temannya yang lain juga melakukan hal yang sama.Sambutan hangat itu benar-benar terasa melegakan dan membuat Danis menyesal karena melupakan mereka selama berthun-tahun terakhir.“Lo dikasih pelet apa sama si Martin sampai mau diseret ke sini?”Danis tertawa ringan. Datang ke reuni seolah memberinya ruang yang cukup untuk bernapas, meninggalkan sejenak masalah rumah tangganya yang berantakan. “Gue kebetulan lagi mabil cuti.”“Udah ketemu Juju?”Pertanyaan itu seharusnya tidak boleh dilontarkan.“Tadi udah lihat, lagi ngobrol sama temen-temennya,” jawab Danis jujur. Karena memang hanya itu yang terjadi. Ia hanya melihat Juda drai kejauhan dan memutuskan untuk tidak menyapanya. Lebih tepatnya karena ia tidak tahu harus bersi
Juda tak membiarkan Danis menerjemahkan kebingungan di wajah saat Juda kemudian membungkam Danis dengan ciuman di bibir. Di hadapan semua orang yang kini menyaksikan tingkah gilanya.Tidak hanya sampai di situ saja. Setelah mencium Danis—hanya ciuman singkat tanpa benar-benar ia resapi rasa yang mendobrak setiap denyut nadi dalam tubuhnya—Juda membuat Danis terkejut bukan main dan tidak bisa berkata-kata.“Nikah sama aku, Danis,” ujar Juda yang mulai hilang akal.Entah apa yang merasuki diri Juda hingga wanita itu begitu berani bertindak gila saat ada berpuluh-puluh pasang mata memandang. Menjadikan dirinya dan Danis bahan tontonan menarik yang bisa dengan mudah dicemooh dan ditertawakan.“Aku tahu, nggak ada orang yang ngajak mantannya balikan dan langsung ngajak nikah di waktu yang sama. Aku tahu, ini adalah lamaran tergila, yang mungkin akan dianggap murahan bagi banyak orang. Tapi aku nggak peduli.”Danis masih terpatung di tempat. “Ju, kita....”“Ayo, kita nikah, Danis.” Juda sek
“Juju!” Sentakan itu membuat Juda limbung. Ia hampir terjengkang karena kaki yang terbalut high heels. Refleks, ia menggapai lengan Danis dan menggunakannya sebagai tumpuan. Kemudian, setelah yakin bisa berdiri tegak, Juda melepaskan lengan Danis dan mundur satu langkah. Saat satu langkah dirasa belum cukup membuatnya berjarak dengan Danis, Juda mundur lagi satu langkah. Kemudian ia menyeka wajahnya yang basah oleh air mata. “Setelah kamu menciptakan kegilaan di depan teman seangkatan kita, sekarang kamu mau melarikan diri?” tukas Danis dengan mengejutkan. Tenggorokan Juda tercekat. Melihat keterkejutan sudah tidak lagi membayangi wajah Danis, Juda mendadak bisu. “Kenapa diam aja, Ju? Yang itu tadi apa? Apa yang sedang coba kamu mainkan?” cecar Danis dengan lebih keras. “Aku nggak sedang memainkan apa-apa.” “Oh, jadi kamu serius? Kamu mau menikahi laki-laki yang pernah kamu putuskan dengan kejam? Yang kamu tinggalkan begitu saja dan membiarkan hatinya berserakan. Yang harus samp
“Kamu punya pacar dan aku juga dekat dengan laki-laki lain. Itu udah cukup menjadi satu alasan kenapa kita nggak bisa begitu aja mewujudkan skenario gila tadi.” Selain plinplan, Juda juga pandai sekali berbohong hari ini. Dekat dengan laki-laki lain katanya? Bukankah ia baru saja kehilangan sosok yang ternyata seorang penipu hati? “Ini cara kamu supaya bisa kabur setelah bikin masalah?!” sergah Danis. Suaranya keras sekali. “Seperti kamu yang dulu mutusin aku dengan mudahnya, pura-pura bikin taruhan sialan cuma gara-gara kamu terlalu angkuh untuk tanya soal Laras? Kamu selalu mengelak dan selalu menggunakan topeng kejudesan kamu sebagai tameng biar nggak disakiti. Yang sekarang aku lihat, itu cuma alasan. Kamu emang dari dulu jahat, Ju. Sejak dulu kamu pecundang.” Juda seolah ditampar dengan tangan yang tak kasat mata. Ia tidak siap saat Danis menyebut-nyebut soal Laras dan bagaimana mereka berakhir putus. Rasanya ternyata lebih menyakitkan saat orang yang terlibat di dalamnya meny