Silvia Dwi Annisa, sama seperti kakaknya, walau masih berusia lima belas tahun dan duduk di kelas 9 SLTP, tapi sudah menampakkan kecantikan alami yang mempesona. Bahkan cowok-cowok di sekolahnya sudah banyak yang mengantri untuk menjadikannya pacar.Saat itu, ada salah seorang teman sekelasnya yang juga merupakan ketua kelas dan juga salah satu cowok populer di sekolah tersebut, sampai rela bertahan hanya untuk masuk dalam daftar tunggu dan bisa mendapat cintanya Silvi.Cowok tersebut bernama Romi.Romi di antara banyak cowok lainnya, lebih berpeluang untuk bisa mendapatkan cintanya Silvia. Karena seperti umumnya anak sekolahan dan di usia itu, suka ada mak comblang yang menyatukan para pasangan remaja ini. Apalagi, di antara banyak teman Silvi merupakan anggota OSIS.Sejak kelas dua SLTP, Silvi selalu sekelas dengan Romi.Bahkan Romi sudah terang-terangan menyatakan cintanya pada Silvi. Walau Silvi tidak pernah mengatakan iya ataupun menolaknya. Justru dengan seringnya teman-temannya
Sementara gerombolan siswa STM itu, justru semakin tertawa senang melihat tangisan Silvi yang ketakutan begitu ditinggal pergi oleh cowoknya. Mereka mengelilingi Silvi seolah bersiap untuk menerkamnya."Cowok lu banci banget, masa tega begitu meninggalkan lu sendiri di sini? Hahaha.""Mending sama abang saja, say! Abang akan melindungi kamu, hehehe." "Duh gilaa.. Nih tangan mulus banget, yak!" Ucap yang lainnya sambil memegangi lengan Silvi.Silvi coba menarik tangannya, namun ditahan oleh pria tersebut.Silvi semakin gemetaran ketakutan.Tidak jauh dari sana, Zaha sedang duduk di salah satu toko yang ada di lantai satu, tidak jauh dari taman. Toko itu adalah salah satu gerai yang dimiliki oleh Ncang Ari, seorang pedagang besar yang sebelumnya membantu ibunya Zaha dengan memberikan salah satu ruko kosong sebagai tempat Ibu Zaha berjualan.Siang itu, setelah Zaha dan kakaknya selesai bantu-bantu ibu mereka pindahan. Meski yang terjadi sebanrnya, pekerjaan mereka tidak banyak, karena s
Virangel tersenyum kecil, sepertinya ia hampir berhasil membujuk King untuk menjadi pemimpin mereka."Terus, apa yang harus aku lakukan?" Tanya Zaha penasaran.Pertanyaan Zaha yang tampak mulai tertarik, membuat wajah-wajah yang dari tadi terlihat tegang, kini mulai cerah dan tersenyum senang."Hmn. King cukup bersedia saja. Yang lainnya, biar kami yang urus. Semuanya akan berjalan sebagaimana biasanya. Setiap distrik di wilayah Selatan dan kelompok akan bertanggung jawab langsung dan menyetorkan hasil 'kerja' mereka pada King." Jelas Virangel."Menyetor 'hasil' kerja?" Ujar Zaha mengerutkan keningnya. Ia sudah bisa menduga apa yang dimaksud oleh Virangel tersebut, namun ia ingin lebih memastikannya."Iya, semua uang keamanan daerah ini, termasuk jasa parkir yang tersebar di beberapa titik di daerah kita. Ditambah beberapa unit usaha, secara detailnya nanti bisa saya bikinkan rinciannya untuk anda, King."Zaha hanya diam, coba menganalisa penjabaran Virangel. Tentunya, ia juga sudah m
Saat akhir pertemuan, saat semua orang sudah bubar dan hanya menyisakan Ncang Ari, Zaha, Zulham dan beberapa orang temannya. "Ncang, Aku mau bahas tentang ruko yang dibeli sama ibu kemarin." "Oh itu, hahaha. Gak usah dipikirin, King! Saya memberikan sepenuhnya untuk ibumu, King." Jawab Ncang Ari santai. "Tapi, ibu mikirnya tidak begitu. Kami tidak bisa menerimanya dengan gratis begitu saja. Saya, janji akan segera melunasinya." "King, kamu adalah pemimpin kami di sini. Kalau kamu menolaknya atau membayarnya, sama halnya kamu menghina saya. Lebih baik saya angkat kaki saja dari sini dan tidak akan pernah menampakan diri di daerah selatan ini lagi, kalau begitu ceritanya." Ujar Ncang Ari, raut mukanya terlihat berubah. "Aduh, maksud saya bukan begitu, Ncang." Ucap Zaha merasa tidak enak. "Tolonglah, King! Kasih saya muka, masa hanya pertolongan sekecil itu, kamu sampai harus membayarnya." Ucap Ncang Ari serius. "Tapi..." Zaha masih tampak keberatan. Ia tidak terbiasa berhutang b
POV SilviSaat kami akan pergi, seorang pria datang dengan tergesa dan berbicara dengan kak Zaha, "King, mbak Nia histeris. Kami tidak tahu kenapa!" Lapornya dengan napas masih tersengal."Ada apa dengan kak Nia?" Tanya kak Zaha panik dan tanpa menunggu orang tersebut menjelaskan, Kak Zaha langsung berlalu begitu saja dengan langkah tergesa menuju suatu tempat. Aku pun coba menyusul langkahnya.'Ada apa dengan kak Nia, yah? Sampai-sampai kak Zaha bisa sepanik itu?'Tampak sekali kalau kak Zaha sangat mencemaskan kakaknya itu.Aku, bang Zulham dan beberapa temannya berjalan dengan langkah cepat menyusul kak Zaha dari belakang. Beberapa petak ruko kami lewati, akhirnya langkah kaki kak Zaha baru berhenti pada sebuah ruko dalam blok pasar yang khusus menjual sembako.Aku baru tahu, kalau ibunya kak Zaha itu jualan sembako di pasar ini.Kak Zaha dengan terburu menghampiri kak Nia yang saat itu sedang menangis dan sedang coba ditenangkan oleh Ibunya dan beberapa pedagang wanita lainnya. Be
"Ehem, ehem," Supir taksi yang mengantar Zaha sengaja berdehem untuk menyadarkan Zaha dari kelumpuhannya, akibat ciuman barusan. Hal itu dilakukannya, karena melihat Zaha membeku cukup lama karena ciuman beraninya Silvi."Ini mau kemana lagi tujuannya, dek?""Eh, iya, pak?" Jawab Zaha sedikit tergagap karena masih terkejut, mendapat ciuman kilat Silvi barusan."Mau kemana lagi tujuannya, dek?" Ulang supir taksi sambil menahan senyumnya."Oh, ke daerah puncak, Pak." Jawab Zaha setelah berhasil memulihkan ketenangannya.Tidak lama, mobil taksi itu pun meluncur menuju arah yang disebutkan oleh Zaha...."Kamu dari mana saja sih, dek? Jam segini baru pulang? Malah senyum-senyum begitu?" Cecar Anna begitu melihat Silvi masuk ke dalam rumah.Silvi pulang dengan wajah cerah sambil bersenandung kecil.Mendapat rentetan pertanyaan seperti itu dari kakaknya, Silvi hanya menjawab, "Ada deh.." Jawaban Silvi membuat Anna jadi semakin kesal. "Kamu tuh, yaa! Udah membuat orang cemas karena pulang s
Hari senin, menjadi hari yang paling membosankan bagi sebagian anak sekolah. Tidak terkecuali Zaha, karena kesibukan dengan barunya, belum lagi sebuah tanda tanya besar tentang kabar Angel yang seolah-olah menghilang beberapa hari terakhir, membuat Zaha sedikit malas untuk masuk sekolah hari itu.Untung saja, kakaknya sudah stabil kondisinya dan ia memaksa adiknya tersebut untuk masuk sekolah hari itu. Alasan Zaha sebelumnya dengan alasan mengkhawatirkan keadaan sang kakak, tidak lagi mempan untuk membuatnya bisa libur hari itu. Apalagi, di sana sudah ada Sarah, saudara sepupunya Zulham yang menjaga dan menemani Nia di rumah saat Zaha sekolah dan ibu mereka jualan di pasar nantinya.Teet, teet!Seorang gadis remaja yang mengendarai sepeda motor matic, mengklakson dua kali dan berhenti tepat di dekat Zaha."Kak Zaha, yuk naik!" Ujar seorang gadis dengan seragam putih abu-abu yang sama dengannya, berhenti tepat di sebelah Zaha.Zaha sedikit mendekat, karena merasa belum kenal dengan cew
"Za, bisa bicara sebentar ?" Zaha dikagetkan dengan ucapan Anna yang tiba-tiba saja masuk ke dalam kelasnya saat jam pelajaran terakhirnya hari itu berakhir.Zaha menatap heran Anna yang nekat menghampirinya ke dalam kelas. Tapi, Anna sepertinya tidak peduli dengan bisik-bisik siswa lainnya yang menatap heran pada dirinya.Ini seperti bunga yang datang menghampiri kumbang. Namun melihat dari penampilannya, ini adalah kumbang biasa yang tidak bernilai. Lalu, apa yang terdapat dalam diri kumbang biasa ini? Sampai kembang terindah di sekolah mereka itu datang menghampirinya?"Ya, bisa. Kita bicara diluar, yah!" Jawab Zaha kalem sambil membereskan beberapa bukunya dan memasukannya ke dalam tas cangklungnya.Semua orang di dalam kelas tersebut tercengang. Apa orang ini masih Zaha yang mereka kenal? Zaha yang mereka kenal, orangnya pendiam dan pemalu. Tapi, Zaha yang sekarang terlihat memiliki kepercayaan diri berlebih. Ia bahkan terlihat santai bicara dengan wanita tercantik di sekolah mer