Saat Anna dan Zaha sedang berjalan keluar dari gerbang sekolah. Di dekat gerbang, ternyata sudah ada Cintya yang menunggunya dengan motor maticnya."Kak Zaha, jadi pulang bareng, 'kan?" Tanya gadis tersebut to the point dengan wajah berseri penuh cinta.Wajah Anna langsung berubah begitu melihat gadis yang tadi pagi mengantar Zaha tersebut, ternyata sudah menunggu Zaha di depan gerbang sekolah.Keduanya saling bertatapan.Suasana hangat yang sempat dirasakan oleh Zaha sebelumnya, langsung berubah panas seketika.Kedua gadis tersebut saling memancarkan hawa permusuhan, seolah saling berebut Zaha untuk jalan bersama dengan mereka."Hmn, itu..." Zaha terlihat kebingungan untuk menjawabnya. Kulit kepalanya terasa gatal dan ia dihadapkan pada posisi sulit.Disaat bersamaan, supir Anna juga baru datang untuk menjemputnya.Cintya tersenyum licik dan berpikir ada kesempatan untuk menjauhkan Anna, "Tuh, supir kakak sudah datang menjemput! Kakak pulang duluan saja sana! karena kak Zaha sudah ja
"Kami sudah sangat dekat untuk mendapat petunjuknya, bos. Namun seseorang sepertinya telah bergerak mendahului kita. Semua nama yang sudah kami dapatkan dan selamat dari kejadian malam itu, semuanya telah dibunuh oleh seseorang.""Mereka sangat ahli dan sangat licin, kami bahkan tidak menemukan petunjuk apapun tentang siapa pelakunya."Wajah Abdi Batubara tampak gelap begitu mendengar laporan anak buahnya."BANGSAT!" Teriak pria berperut buncit tersebut geram, membuat dua anggota yang ada di depannya itu gugu dan bersiap menanti amukan amarah sang big boss.Raut muka Abdi tampak merah padam menahan emosi, begitu mendengar semua saksi kunci untuk bisa menemukan pembunuh kedua anaknya, ternyata telah tewas oleh orang yang tidak dikenal."Bagaimana bisa orang itu selalu mendahului dan menggagalkan rencana kita?" Ujar Abdi, entah bertanya pada siapa.Lalu, tanpa ada yang menduga apa yang akan dilakukannya. Abdi berjalan ke balik meja kerjanya dan mengambil sepucuk senjata api dalam laciny
POV Zaha Aku segera melangkah ke kamar di lantai atas, menyusul Angel. "Angel?" Sapaku pelan sambil menyentuh pundaknya dari belakang. Angel tetap tidak bergeming dan tetap tidur dalam posisi miring membelakangiku. Ia tampak masih marah karena ucapanku sebelumnya. Aku jadi bingung bagaimana harus menghadapi Angel dalam kondisi seperti ini, atau lebih tepatnya bingung bagaimana menghadapi perempuan yang sedang ngambek seperti ini? Mungkin lebih baik bertarung menghadapi seratus orang musuh ketimbang harus menghadapi satu perempuan yang sedang ngambek. Sejenak ku perhatikan Angel yang malam itu hanya mengenakan sebuah lingerie hitam sepaha. 'Astaga! Aku tidak pernah memperhatikan Angel menggunakan pakaian seksi seperti ini jika sedang ada tamu. Apa itu artinya ia sengaja berpenampilan seperti malam ini karena tahu kalau aku akan datang ke sini? dan Aku malah langsung mencercanya dengan pertanyaan seperti tadi!' "Sayang, maaf ya!" Ucapku lembut. Benar saja, Angel tampak mulai ber
"Vina sudah diawasi oleh anak buah Abdi Batubara. Walau kondisi kejiwaannya sedang terguncang, lambat laun mereka akan menemukan cara untuk membuatnya normal kembali, dan itu akan membawa mereka padamu. Begitupun empat wanita lainnya. "Walau mereka tidak mengenalmu, tapi bisa saja kesaksian mereka akan membahayakan dirimu ataupun keluargamu saat ini. Aku tidak bisa membiarkan itu terjadi." Aku bisa merasakan detak jantung Angel sangat tenang, justru itulah yang membuat Angel sangat berbahaya karena itu artinya Angel sangat serius dan jujur dengan ucapannya. "Apa itu artinya, kamu akan melenyapkan kak Nia juga?" Tanyaku dengan perasaan ketar-ketir. Aku tidak bisa membayangkan, jika Angel juga akan berencana seperti itu. "Semula, iya." Jawab Angel sambil menegakkan kepalanya menghadapku. Angel mengucapkannya sambil tersenyum di antara peluh yang membasahi wajahnya. Reflek tanganku membersihkan peluh yang masih menempel di wajah cantiknya, membuat Angel memejamkan matanya menikmati s
Zaha menjadi panik dan mencemaskan keadaan Kak Nia. Saat ini, cuma ada Virangel, Zulham dan beberapa teman lainnya yang menjaga Nia. Kalau lawannya sesuai seperti informasi yang diberikan oleh Angel, maka mereka semua berada dalam bahaya."Astaga! Kenapa kamu gak bilang informasi segenting itu dari awal?" Ucap Zaha panik. Lalu, buru-buru bangkit dan mengenakan pakaiannya"Semoga saja masih sempat." Bathin Zaha cemas.Tanpa mempedulikan panggilan Angel, Zaha berlari keluar rumah dengan cepat seolah sedang berlomba dengan waktu...."Ah, syukurlah kakak tidak kenapa-kenapa!" Zaha langsung memeluk Nia begitu ia masuk ke dalam rumah dan menemukan kakaknya ternyata baik-baik saja dan sedang duduk santai di dalam rumah. Tidak dipedulikannya tatapan heran dari semua orang yang melihatnya saat itu. Zaha terlihat sangat lega dan senang begitu mendapati kondisi kakaknya baik-baik saja."Ka-kamu kenapa, dek?" Tanya Nia lirih dan juga merasa heran dengan sikap adiknya. Datang-datang langsung saja
Pukul 4.00 dini hari."Mau kemana sih, dek?" Tanya Nia pagi itu saat Zaha membangunkannya dan memintanya untuk sementara waktu tinggal di tempat lain, sampai dirinya benar-benar aman.Zaha menceritakan yang kejadian sebenarnya pada Nia, jika dia telah menghukum Ronal dan Roy karena telah memperkosa diri Nia tempo hari. Walau tidak dijelaskan secara detailnya, biar kakaknya tersebut tidak terlalu syok mendengarnya. Itu membuat Nia sedikit kaget dan kembali terisak sedih, mendengar penjelasan adiknya yang telah mengambil tindakan sejauh itu demi menghukum orang-orang yang telah menyakiti dirinya.Kini, akibat dari kejadian itu, keluarga Ronal akan melakukan pembalasan pada mereka. Karena itu, Zaha meyakinkan Nia untuk sementara waktu harus bersembunyi dulu sampai kedaan benar-benar aman."Kakak percaya padaku, 'kan?" Tanya Zaha sambil memegang tangan Nia lembut.Membuat Nia jadi gugup diperlakukan seperti itu."Iya, tapi kakak gak mau jauh dari kamu, dek. Ada kamu yang jagain kakak, sud
"Jangan bilang kalau kakak olahraganya sambil dorong motor, ya?" Tanya Cintya curiga. "Emang, iya!" Jawabku acuh tak acuh. "Eh, kakak serius?" Tanya Cintya terkejut seakan tidak percaya. "Udah, pegangan yang kuat!" Aku mulai mendorong motornya. "Loh- loh, eh, kaaak!" Teriak Cintya kaget begitu motornya mulai berjalan karena doronganku dari belakang. Aku terengah dan dengan napas silih berganti seperti bunyi gedebong kereta. Aku sengaja memakai motor Cintya sebagai alat bantu untuk latihan, dengan begitu berat pakaian ini tidak terlalu bertumpu pada tubuhku sepenuhnya. Sebagiannya bisa ku salurkan pada daya dorong motornya Cintya. Sehingga tubuhku hanya menanggung beban tujuh persen saja namun tidak mengurangi keefektifan latihan itu sendiri. Tapi, meskipun sudah begitu, otot-otot tubuhku menegang seakan mau meledak. Kaki ku bahkan terasa mulai gemetar karena berat berlebih dari pakaian ini, nafasku terasa mulai berat karena beban yang ku rasakan. "Kak Zaha, istirahat dulu sa
Saat jam istirahat.Sebenarnya, aku lebih memilih untuk tidak keluar dan mengistirahatkan tubuhku. Apalagi, beberapa bagian ototku masih terasa sedikit keram karena latihan ekstrim yang sedang ku jalani akhir-akhir ini.Namun, begitu mengingat bahaya yang akan datang mengancam, terpaksa harus memaksa kembali tubuh ini. Selain itu, saat ini aku sedang berusaha untuk bertemu dengan Anna ataupun Chintya. Tapi, kadang keinginan tidak sejalan dengan kenyataan. Karena pada kenyataannya, justru mereka selalu bisa menemukan diriku, meski aku sudah berusaha untuk menghindar.Aku tidak mau dengan kedekatanku dengan mereka, akan membahayakan nyawa keduanya atau bahkan menjadikan mereka sebagai alat ancaman bagi musuh untuk menekanku nanti.Aku beranjak menuju area belakang sekolah yang berada di samping gudang jadi tempat yang ideal untuk latihan ringan saat jam istirahat. Tempat ini biasanya juga dipakai oleh para siswa nakal untuk merokok ataupun sekedar nongkrong para badboy.Baru saja, sampa