Zaha menjadi panik dan mencemaskan keadaan Kak Nia. Saat ini, cuma ada Virangel, Zulham dan beberapa teman lainnya yang menjaga Nia. Kalau lawannya sesuai seperti informasi yang diberikan oleh Angel, maka mereka semua berada dalam bahaya."Astaga! Kenapa kamu gak bilang informasi segenting itu dari awal?" Ucap Zaha panik. Lalu, buru-buru bangkit dan mengenakan pakaiannya"Semoga saja masih sempat." Bathin Zaha cemas.Tanpa mempedulikan panggilan Angel, Zaha berlari keluar rumah dengan cepat seolah sedang berlomba dengan waktu...."Ah, syukurlah kakak tidak kenapa-kenapa!" Zaha langsung memeluk Nia begitu ia masuk ke dalam rumah dan menemukan kakaknya ternyata baik-baik saja dan sedang duduk santai di dalam rumah. Tidak dipedulikannya tatapan heran dari semua orang yang melihatnya saat itu. Zaha terlihat sangat lega dan senang begitu mendapati kondisi kakaknya baik-baik saja."Ka-kamu kenapa, dek?" Tanya Nia lirih dan juga merasa heran dengan sikap adiknya. Datang-datang langsung saja
Pukul 4.00 dini hari."Mau kemana sih, dek?" Tanya Nia pagi itu saat Zaha membangunkannya dan memintanya untuk sementara waktu tinggal di tempat lain, sampai dirinya benar-benar aman.Zaha menceritakan yang kejadian sebenarnya pada Nia, jika dia telah menghukum Ronal dan Roy karena telah memperkosa diri Nia tempo hari. Walau tidak dijelaskan secara detailnya, biar kakaknya tersebut tidak terlalu syok mendengarnya. Itu membuat Nia sedikit kaget dan kembali terisak sedih, mendengar penjelasan adiknya yang telah mengambil tindakan sejauh itu demi menghukum orang-orang yang telah menyakiti dirinya.Kini, akibat dari kejadian itu, keluarga Ronal akan melakukan pembalasan pada mereka. Karena itu, Zaha meyakinkan Nia untuk sementara waktu harus bersembunyi dulu sampai kedaan benar-benar aman."Kakak percaya padaku, 'kan?" Tanya Zaha sambil memegang tangan Nia lembut.Membuat Nia jadi gugup diperlakukan seperti itu."Iya, tapi kakak gak mau jauh dari kamu, dek. Ada kamu yang jagain kakak, sud
"Jangan bilang kalau kakak olahraganya sambil dorong motor, ya?" Tanya Cintya curiga. "Emang, iya!" Jawabku acuh tak acuh. "Eh, kakak serius?" Tanya Cintya terkejut seakan tidak percaya. "Udah, pegangan yang kuat!" Aku mulai mendorong motornya. "Loh- loh, eh, kaaak!" Teriak Cintya kaget begitu motornya mulai berjalan karena doronganku dari belakang. Aku terengah dan dengan napas silih berganti seperti bunyi gedebong kereta. Aku sengaja memakai motor Cintya sebagai alat bantu untuk latihan, dengan begitu berat pakaian ini tidak terlalu bertumpu pada tubuhku sepenuhnya. Sebagiannya bisa ku salurkan pada daya dorong motornya Cintya. Sehingga tubuhku hanya menanggung beban tujuh persen saja namun tidak mengurangi keefektifan latihan itu sendiri. Tapi, meskipun sudah begitu, otot-otot tubuhku menegang seakan mau meledak. Kaki ku bahkan terasa mulai gemetar karena berat berlebih dari pakaian ini, nafasku terasa mulai berat karena beban yang ku rasakan. "Kak Zaha, istirahat dulu sa
Saat jam istirahat.Sebenarnya, aku lebih memilih untuk tidak keluar dan mengistirahatkan tubuhku. Apalagi, beberapa bagian ototku masih terasa sedikit keram karena latihan ekstrim yang sedang ku jalani akhir-akhir ini.Namun, begitu mengingat bahaya yang akan datang mengancam, terpaksa harus memaksa kembali tubuh ini. Selain itu, saat ini aku sedang berusaha untuk bertemu dengan Anna ataupun Chintya. Tapi, kadang keinginan tidak sejalan dengan kenyataan. Karena pada kenyataannya, justru mereka selalu bisa menemukan diriku, meski aku sudah berusaha untuk menghindar.Aku tidak mau dengan kedekatanku dengan mereka, akan membahayakan nyawa keduanya atau bahkan menjadikan mereka sebagai alat ancaman bagi musuh untuk menekanku nanti.Aku beranjak menuju area belakang sekolah yang berada di samping gudang jadi tempat yang ideal untuk latihan ringan saat jam istirahat. Tempat ini biasanya juga dipakai oleh para siswa nakal untuk merokok ataupun sekedar nongkrong para badboy.Baru saja, sampa
"Lu mau lanjut, Bondan?" Tanyaku dingin sambil menatap mata Bondan yang hanya bisa terpana seakan tidak percaya ketika melihatku berhasil menjatuhkan temannya."Eh, gak- gak, deh. Capek gue! Gue nyerah!" Jawab Bondan dengan napas terengah sambil mengangkat kedua tangannya ke atas."Huft, padahal gue sudah terlanjur berharap jika kalian bisa membantu gue buat olahraga sebentar." Ujarku kecewa."Eh?" Mereka semua tampak kaget mendengar ucapanku. Lalu, tiba-tiba wajah mereka terlihat khawatir. Mungkin dikiranya aku akan menghajar mereka semua."Udah! Gini aja, karena hanya tinggal kalian berlima laki-laki. Gue minta kalian buat mukul perut gue lagi kayak tadi.""Dan kalian.." Ucapku ragu ketika melihat Gea dan Sri.'Duh mau diapain baiknya yah? Gak mungkin disuruh main kekerasan juga kan, yah? Kalau buat mengeraskan mungkin cocok yah, wkwwk.'"Kami bagian mijit lu aja, Zaha. Siapa tahu nanti kamu lelah dan pegal, 'kan? hihihi." Ujar Siska genit.Rully tampak tidak senang menatapnya."Iya
"Kak, mau ke mana?" Tanya Silvi begitu melihat kakaknya yang sudah rapi dan hendak keluar."Mau ke tempatnya Zaha." Jawab Anna singkat."Eh, ke tempat kak Zaha? Aku ikut dong, Kak!" Ucap Silvi bersemangat."Loh-loh, siapa yang mau ngajakin kamu, dek." Ucap Anna protes."Gak mau tahu, pokoknya tungguin! Silvi juga mau ikut." Teriak Silvi dari atas tangga. Dia langsung buru-buru ke kamarnya buat ganti pakaian.Sekarang, jadilah Silvi menempel di sebelahnya Anna, mengikutinya ke tempat Zaha.Padahal Anna berharap akan menemui Zaha sendirian. Tapi saat berangkat tadi, malah adiknya ngotot meminta untuk ikut.Dulunya, Silvi terlihat ilfeel pada Zaha. Entah kenapa, sejak ditolong oleh Zaha tempo hari, Silvi terlihat bersemangat kalau membahas tentang Zaha.Bahkan kalau Anna pulang dari sekolah, pasti Silvi selalu bertanya, "Bagaimana kabar kak Zaha ?", Lalu ia berkomentar tentang perubahan fisik Zaha juga, "Hmn, kak Zaha sudah semakin berisi tubuhnya sekarang loh, kak! Udah gak kurus ceking
Keesokan siangnya.Para petinggi Kelompok Selatan sedang berkumpul di sebuah ruko yang masih dalam tahap pembangunan, tidak jauh dari pasar Tanah Kuda.Tampak para petinggi senior seperti Cak Timbul, Cak Nawi, Hiukali, Jarwo, Kobang, Mang Lipay, dan para pimpinan junior yang sudah mulai memiliki anggotanya masing-masing, ada Virangel, Alex, Acera, Hari, Sam, Indra, Kulup, Inggek, Rio dan Arman (mantan anak buahnya Codet dulu, yang memilih bergabung dengan kelompoknya Zaha. Setelah dikalahkan oleh Zaha, keduanya memutuskan setia pada Zaha. Terakhir, ada Zulham yang mewakili preman di komplek Zaha tinggal. Walau sebenarnya masih ada preman senior lainnya, tapi Zulham dipilih memimpin daerah komplek karena faktor kedekatannya dengan Zaha dan keluarganya."Cak, cerita dong tentang pemimpin pertama di kota ini sebelum terpecah seperti sekarang?" Tanya Acera pada Cak Timbul begitu mereka selesai rapat siang itu."Memang dulu kita gak terpecah-pecah kayak sekarang, bang?" Tanya Inggek penasa
Kring, Kring! Saat mereka sedang asik berdiskusi saat itu, tiba-tiba ponselnya Zulham berdering. Zulham menatap ragu pada para senior, takut dikira lancang jika mengangkat telpon saat mereka sedang bicara. "Udah, angkat aja! Siapa tahu penting." Izin Cak Timbul. Mendapat ijin, Zulham langsung menjawab panggilan telpon tersebut. Entah siapa yang menelponnya, tiba-tiba wajah Zulham terlihat tegang dan emosi. "Bangsat! Kalian tunggu disitu, kami segera kesana!" Kata Zulham dengan penuh emosi, membuat yang lainnya jadi penasaran tentang siapa yang menelpon. "Ada apa, Jul?" Tanya Acera begitu Zulham menutup panggilan telponnya. Napas Zulham terlihat memburu karena emosi yang sedang memenuhi dadanya, ia berkata, "Pos Ronda komplek diserang oleh sekelompok orang tidak dikenal barusan." "Anjing! Siapa yang berani cari gara-gara dengan kita? Bangsat!" Ujar Indra ikut emosi mendengarnya. Indra bahkan sampai langsung berdiri dari tempat duduknya. Begitupun dengan yang lainnya. Komplek p