POV Zaha Aku segera melangkah ke kamar di lantai atas, menyusul Angel. "Angel?" Sapaku pelan sambil menyentuh pundaknya dari belakang. Angel tetap tidak bergeming dan tetap tidur dalam posisi miring membelakangiku. Ia tampak masih marah karena ucapanku sebelumnya. Aku jadi bingung bagaimana harus menghadapi Angel dalam kondisi seperti ini, atau lebih tepatnya bingung bagaimana menghadapi perempuan yang sedang ngambek seperti ini? Mungkin lebih baik bertarung menghadapi seratus orang musuh ketimbang harus menghadapi satu perempuan yang sedang ngambek. Sejenak ku perhatikan Angel yang malam itu hanya mengenakan sebuah lingerie hitam sepaha. 'Astaga! Aku tidak pernah memperhatikan Angel menggunakan pakaian seksi seperti ini jika sedang ada tamu. Apa itu artinya ia sengaja berpenampilan seperti malam ini karena tahu kalau aku akan datang ke sini? dan Aku malah langsung mencercanya dengan pertanyaan seperti tadi!' "Sayang, maaf ya!" Ucapku lembut. Benar saja, Angel tampak mulai ber
"Vina sudah diawasi oleh anak buah Abdi Batubara. Walau kondisi kejiwaannya sedang terguncang, lambat laun mereka akan menemukan cara untuk membuatnya normal kembali, dan itu akan membawa mereka padamu. Begitupun empat wanita lainnya. "Walau mereka tidak mengenalmu, tapi bisa saja kesaksian mereka akan membahayakan dirimu ataupun keluargamu saat ini. Aku tidak bisa membiarkan itu terjadi." Aku bisa merasakan detak jantung Angel sangat tenang, justru itulah yang membuat Angel sangat berbahaya karena itu artinya Angel sangat serius dan jujur dengan ucapannya. "Apa itu artinya, kamu akan melenyapkan kak Nia juga?" Tanyaku dengan perasaan ketar-ketir. Aku tidak bisa membayangkan, jika Angel juga akan berencana seperti itu. "Semula, iya." Jawab Angel sambil menegakkan kepalanya menghadapku. Angel mengucapkannya sambil tersenyum di antara peluh yang membasahi wajahnya. Reflek tanganku membersihkan peluh yang masih menempel di wajah cantiknya, membuat Angel memejamkan matanya menikmati s
Zaha menjadi panik dan mencemaskan keadaan Kak Nia. Saat ini, cuma ada Virangel, Zulham dan beberapa teman lainnya yang menjaga Nia. Kalau lawannya sesuai seperti informasi yang diberikan oleh Angel, maka mereka semua berada dalam bahaya."Astaga! Kenapa kamu gak bilang informasi segenting itu dari awal?" Ucap Zaha panik. Lalu, buru-buru bangkit dan mengenakan pakaiannya"Semoga saja masih sempat." Bathin Zaha cemas.Tanpa mempedulikan panggilan Angel, Zaha berlari keluar rumah dengan cepat seolah sedang berlomba dengan waktu...."Ah, syukurlah kakak tidak kenapa-kenapa!" Zaha langsung memeluk Nia begitu ia masuk ke dalam rumah dan menemukan kakaknya ternyata baik-baik saja dan sedang duduk santai di dalam rumah. Tidak dipedulikannya tatapan heran dari semua orang yang melihatnya saat itu. Zaha terlihat sangat lega dan senang begitu mendapati kondisi kakaknya baik-baik saja."Ka-kamu kenapa, dek?" Tanya Nia lirih dan juga merasa heran dengan sikap adiknya. Datang-datang langsung saja
Pukul 4.00 dini hari."Mau kemana sih, dek?" Tanya Nia pagi itu saat Zaha membangunkannya dan memintanya untuk sementara waktu tinggal di tempat lain, sampai dirinya benar-benar aman.Zaha menceritakan yang kejadian sebenarnya pada Nia, jika dia telah menghukum Ronal dan Roy karena telah memperkosa diri Nia tempo hari. Walau tidak dijelaskan secara detailnya, biar kakaknya tersebut tidak terlalu syok mendengarnya. Itu membuat Nia sedikit kaget dan kembali terisak sedih, mendengar penjelasan adiknya yang telah mengambil tindakan sejauh itu demi menghukum orang-orang yang telah menyakiti dirinya.Kini, akibat dari kejadian itu, keluarga Ronal akan melakukan pembalasan pada mereka. Karena itu, Zaha meyakinkan Nia untuk sementara waktu harus bersembunyi dulu sampai kedaan benar-benar aman."Kakak percaya padaku, 'kan?" Tanya Zaha sambil memegang tangan Nia lembut.Membuat Nia jadi gugup diperlakukan seperti itu."Iya, tapi kakak gak mau jauh dari kamu, dek. Ada kamu yang jagain kakak, sud
"Jangan bilang kalau kakak olahraganya sambil dorong motor, ya?" Tanya Cintya curiga. "Emang, iya!" Jawabku acuh tak acuh. "Eh, kakak serius?" Tanya Cintya terkejut seakan tidak percaya. "Udah, pegangan yang kuat!" Aku mulai mendorong motornya. "Loh- loh, eh, kaaak!" Teriak Cintya kaget begitu motornya mulai berjalan karena doronganku dari belakang. Aku terengah dan dengan napas silih berganti seperti bunyi gedebong kereta. Aku sengaja memakai motor Cintya sebagai alat bantu untuk latihan, dengan begitu berat pakaian ini tidak terlalu bertumpu pada tubuhku sepenuhnya. Sebagiannya bisa ku salurkan pada daya dorong motornya Cintya. Sehingga tubuhku hanya menanggung beban tujuh persen saja namun tidak mengurangi keefektifan latihan itu sendiri. Tapi, meskipun sudah begitu, otot-otot tubuhku menegang seakan mau meledak. Kaki ku bahkan terasa mulai gemetar karena berat berlebih dari pakaian ini, nafasku terasa mulai berat karena beban yang ku rasakan. "Kak Zaha, istirahat dulu sa
Saat jam istirahat.Sebenarnya, aku lebih memilih untuk tidak keluar dan mengistirahatkan tubuhku. Apalagi, beberapa bagian ototku masih terasa sedikit keram karena latihan ekstrim yang sedang ku jalani akhir-akhir ini.Namun, begitu mengingat bahaya yang akan datang mengancam, terpaksa harus memaksa kembali tubuh ini. Selain itu, saat ini aku sedang berusaha untuk bertemu dengan Anna ataupun Chintya. Tapi, kadang keinginan tidak sejalan dengan kenyataan. Karena pada kenyataannya, justru mereka selalu bisa menemukan diriku, meski aku sudah berusaha untuk menghindar.Aku tidak mau dengan kedekatanku dengan mereka, akan membahayakan nyawa keduanya atau bahkan menjadikan mereka sebagai alat ancaman bagi musuh untuk menekanku nanti.Aku beranjak menuju area belakang sekolah yang berada di samping gudang jadi tempat yang ideal untuk latihan ringan saat jam istirahat. Tempat ini biasanya juga dipakai oleh para siswa nakal untuk merokok ataupun sekedar nongkrong para badboy.Baru saja, sampa
"Lu mau lanjut, Bondan?" Tanyaku dingin sambil menatap mata Bondan yang hanya bisa terpana seakan tidak percaya ketika melihatku berhasil menjatuhkan temannya."Eh, gak- gak, deh. Capek gue! Gue nyerah!" Jawab Bondan dengan napas terengah sambil mengangkat kedua tangannya ke atas."Huft, padahal gue sudah terlanjur berharap jika kalian bisa membantu gue buat olahraga sebentar." Ujarku kecewa."Eh?" Mereka semua tampak kaget mendengar ucapanku. Lalu, tiba-tiba wajah mereka terlihat khawatir. Mungkin dikiranya aku akan menghajar mereka semua."Udah! Gini aja, karena hanya tinggal kalian berlima laki-laki. Gue minta kalian buat mukul perut gue lagi kayak tadi.""Dan kalian.." Ucapku ragu ketika melihat Gea dan Sri.'Duh mau diapain baiknya yah? Gak mungkin disuruh main kekerasan juga kan, yah? Kalau buat mengeraskan mungkin cocok yah, wkwwk.'"Kami bagian mijit lu aja, Zaha. Siapa tahu nanti kamu lelah dan pegal, 'kan? hihihi." Ujar Siska genit.Rully tampak tidak senang menatapnya."Iya
"Kak, mau ke mana?" Tanya Silvi begitu melihat kakaknya yang sudah rapi dan hendak keluar."Mau ke tempatnya Zaha." Jawab Anna singkat."Eh, ke tempat kak Zaha? Aku ikut dong, Kak!" Ucap Silvi bersemangat."Loh-loh, siapa yang mau ngajakin kamu, dek." Ucap Anna protes."Gak mau tahu, pokoknya tungguin! Silvi juga mau ikut." Teriak Silvi dari atas tangga. Dia langsung buru-buru ke kamarnya buat ganti pakaian.Sekarang, jadilah Silvi menempel di sebelahnya Anna, mengikutinya ke tempat Zaha.Padahal Anna berharap akan menemui Zaha sendirian. Tapi saat berangkat tadi, malah adiknya ngotot meminta untuk ikut.Dulunya, Silvi terlihat ilfeel pada Zaha. Entah kenapa, sejak ditolong oleh Zaha tempo hari, Silvi terlihat bersemangat kalau membahas tentang Zaha.Bahkan kalau Anna pulang dari sekolah, pasti Silvi selalu bertanya, "Bagaimana kabar kak Zaha ?", Lalu ia berkomentar tentang perubahan fisik Zaha juga, "Hmn, kak Zaha sudah semakin berisi tubuhnya sekarang loh, kak! Udah gak kurus ceking
Setahun kemudian.Seorang remaja yang baru saja beranjak dewasa, baru saja keluar dari sebuah gedung milik kepolisian. Posturnya tampak tegap, senada dengan ekspresinya yang terlihat cerah dengan dibalut seragam khas siswa akademi militer.Bagaimana tidak? Ia baru saja dinobatkan sebagai lulusan akademi militer terbaik dari sekian ribu siswa akademi dan masa depan cerah sudah menanrtinya.Tidak hanya masa depan, karena tepat di luar gedung juga ada beberapa orang yang sangat ia kenal, telah menantinya dengan senyum cerah dan tatapan penuh harap, yang membuat dirinya serasa dibanggakan oleh mereka.Di antara mereka, ada seorang wanita cantik dengan wajah ayu yang masih mengenakan almamater mahasiswa kedokteran dari sebuah universitas ternama.Begitu melihat sang pemuda yang telah lama dinantinya keluar, wanita tersebut sudah tidak sabar untuk untuk buru-buru menghampirinya."Anna, kenapa harus terburu-buru begitu? Sampai kamu langsung melupakan masih ada kami di sini!" Ujar sang ayah t
Tepat, di saat Angel berpikir jika Zaha sudah tewas dan berniat untuk menyusulnya, sebuah kenanehan yang tidak lazim terjadi.Midun yang saat itu sudah berhasil bangun, pijakannya tiba-tiba menjadi goyah. Dari dalam mulutnya, keluar darah berwarna kehitaman dalam jumlah yang sangat banyak. Tidak berhenti sampai di situ, pembuluh darahnya meledak dan membuat darahnya menyembur keluar dengan sangat deras.Saat itu, Angel baru menyadari, jika penampilan Midun sudah sangat berantakan.Sampai akhirnya, Midun dengan ekspresi tidak rela jatuh ambruk ke tanah dan selanjutnya tidak lagi bergerak.Apa Midun telah tewas?Angel sulit mempercayai apa yang sedang dilihatnya saat itu.Apa itu artinya, Zaha menang?Lalu, di mana Zaha saat ini?Begitu menyadari situasinya, Angel segera mengedarkan pandangannya dengan liar untuk mencari keberadaan Zaha.Secercah harapan muncul dalam dirinya. Selanjutnya, Angel dengan langkah panik segera menyusuri tempat pertarungan dan mencari keberadaan Zaha.Antara
Angel segera berlari ke arah Bulan dan mendekap tubuhnya. Jika saja ia lebih cepat menyadari tujuan Bulan yang sebenarnya, ia tidak mungkin mau melanjutkan pertarungan yang menyebabkan Bulan dapat kehilangan nyawanya."Gadis bodoh! Apa yang kamu lakukan? Apa yang coba kamu buktikan, hah?" Teriak Angel tidak terima. Kedua tangannya bergetar hebat ketika mendekap tubuh Bulan yang semakin lemah dan mulai terasa dingin. Perasaan Angel menjadi kacau. Dia tidak tahu, apa ini kemenangan yang harus dirayakannya? Kemenangan yang seharusnya membuat dia merasa lega, karena telah menyingkirkan satu orang musuh kekasihnya. Tapi, kenyataannya tidak begitu!Angel justru merasakan rasa sakit dan kehilangan yang sulit untuk dijelaskan. Bahkan, Angel sendiri tidak tahu bagamaina mendeskripsikan perasaannya saat ini."Bulan... katakan, kenapa?" Isak Angel dengan perasaan berantakan.Bulan terbatuk dan kembali memuntahkan darah yang sudah bercampur dengan organ dalam tubuhnya. Tatapannya sendiri sudah m
Di sudut lain yang tidak jauh dari tempat pertarungan antara Zaha dan Midun, terjadi pertarungan yang tidak kalah sengit antara Angel melawan Bulan. Meski pertarungan keduanya tidak seintens pertarungan Zaha dan Midun, karena mereka hanya mengandalkan kemampuan fisik serta kekuatan bathin mereka sendiri. Pertarungan keduanya tetap saja mempertaruhkan hidup dan mati.Sikap Angel yang serius dan tanpa ragu, membuat Bulan tidak bisa memanfaatkan keunggulannya dengan baik. Pertarungan yang semula di dominasi oleh Bulan, perlahan mulai diambil alih oleh Angel dan membuat Bulan kepayahan.Jika pertarungan ini tidak melibatkan Zaha, Angel mungkin tidak akan ragu untuk berpihak ke sisi Bulan dan keluarganya. Bagaimanapun, beberapa waktu yang mereka habiskan bersama, Bulan dan Angel sudah menjadi cukup dekat dan sudah terlihat seperti saudara. Bagi Angel, Bulan adalah parner berlatih yang telah membantunya untuk mengasah kemampuan tenaga dalamnya, serta meningkatkan kemampuannya secara keselu
Maran yang berada di dalam tubuh Midun mendengus dingin, 'Jika Mandigo sudah mengerahkan seluruh kekuatannya, itu artinya ia ingin bertarung habis-habisan dengan kita. Selama ini, kami selalu imbang. Sepertinya, ia berniat memanfaatkan kekuatan anak itu untuk mengalahkan kita.' 'Hehehe., sepertinya ia terlalu meremehkanku. Baiklah, jika ini yang kamu inginkan, aku akan memasang taruhan yang sama denganmu.' Maran tertawa dingin dan keinginan bertarungnya naik berkali-kali lipat. Tentu saja, Maran juga tidak ingin kalah dengan rival abadinya tersebut. Segera, Midun pun merasakan kekuatan penuh Maran mengalir ke dalam tubuhnya dan membuat kekuatannya meningkat secara signifikan. Sekarang, Midun tidak perlu lagi memikirkan kekuatan lawan. Ini adalah pertama kalinya Midun merasakan kekuatan penuh Maran mengalir di dalam tubuhnya. Perasaan itu begitu luar biasa! Selama ini, Maran bahkan tidak pernah menunjukkan kekuatan seperti ini padanya. Wajar saja, Midun menjadi semakin bersemanga
Boom, boom,Dhuaar!Dalam sekejap, Zaha dan Midun sudah bertarung puluhan jurus. Serangan dan kecepatan mereka, tidak bisa diukur dengan mata telanjang. Karena keduanya sudah jauh melampaui level yang bisa diraih oleh manusia biasa.Pertarungan mereka, juga tidak lagi mengedepankan teknik yang tertulis di atas lembaran kertas ilmu beladiri. Di sekitar tempat mereka bertarung, banyak menyisakan lobang yang cukup dalam dan tidak beraturan, yang menunjukkan betapa tinggi intensitas pertarungan keduanya.Saat seperti ini, jurus dan teknik bukan lagi menjadi sesuatu yang penting. Keduanya bergerak dengan kecepatan tinggi dan didominasi oleh naluri bertarung tingkat tinggi yang tidak bisa diukur oleh teknik beladiri manapun.Bagi keduanya, puncak dari ilmu beladiri bukan lagi terletak pada teknik. Tapi pada insting, mental dan kecepatan. Siapa yang memiliki ketiganya akan menjadi penentu akhir kemenangan. Tapi, kerena hasil pertarungan mereka masih berimbang, di mana tidak ada satu pihak
Meski sudah mendapat peringatan dari Mandigo tentang kekuatan Maran, makhluk mistis milik Midun. Zaha masih saja bertindak nekat untuk menghadapinya dengan mengandalkan kekuatannya sendiri. Wus! Baru saja Zaha mengindahkan peringatan Mandigo, Midun sudah menghilang dari tempat ia semula berdiri dan hanya menyisakan kabut bayangan di belakang. Saat itu, Zaha merasakah kegelisahan yang luar biasa. 'Sangat cepat!' Zaha dengan kemampuan barunya, bahkan sama sekali tidak bisa melihat pergerakan mantan gurunya tersebut. Sampai, ketika Midun tiba-tiba sudah muncul tepat di depannya pada detik berikutnya dan melayangkan sebuah pukulan sederhana yang sulit untuk dicegat Zaha. Di saat kritis seperti itu, Zaha hanya sempat mengangkat kedua lengannya ke depan dada untuk menahan serangan Midun. Itu saja, sudah membuat ia terlempar mundur sejauh belasan meter dan terhempas di tanah dalam posisi telentang dengan kondisi cukup buruk. Wus!
Kreek, kreek.Tumpukan batu yang menimbun tubuh Zaha bergerak dan meledak, begitu Zaha dengan tatapan menyala bangkit dari dalamnya.Sungguh luar biasa katahanan tubuhnya!Bahkan setelah tertimbun oleh dinding dan tiang rumah seperti itu, ia tidak terluka sama sekali, selain debu dan pasir yang mengotori tubuh dan pakaiannya. Melihat hal itu, Midun mau tidak mau mulai menganggap serius Zaha sebagai lawan yang pantas untuk menjadi lawannya. Jika pada pertarungan sebelumnya, Midun masih beranggapan Zaha sebagai seorang murid yang masih butuh banyak bimbingan untuk berkembang. Namun tidak setelah mereka bertukar belasan jurus, di mana Zaha mampu mengimbanginya dan bahkan beberapa kali membuatnya terpaksa harus berusaha keras untuk menahan serangannya.Zaha bukan lagi anak kemarin sore yang sedang berkembang. Dia sudah matang!Tingkat kematangan seperti itu adalah tingkat seorang ahli. Ketajaman serta instingnya terbangun seiring dengan pengalamannya. Ditambah, Zaha sekarang memiliki kek
Kehadiran Angel mampu mengalihkan perhatian Bulan. Tidak hanya berhasil memaksa Bulan bertarung satu lawan satu, Angel juga mampu menjauhkan Bulan dari Zaha. Dengan begitu, Zaha bisa fokus sepenuhnya bertarung melawan Midun.Tidak lama setelah keduanya pergi, pertarungan antara Zaha dan Midun pun segera dimulai.Jika melihat dari karakter Zaha, dia bukan karakter yang akan memulai pertarungan terlebih dahulu. Kecuali ia sedang dalam misi yang mengharuskannya untuk bergerak cepat, seperti saat ia masih berkarir di militer dulunya.Sayangnya, kali ini ia harus berhadapan dengan Midun, gurunya sendiri. Mereka memiliki karakter bertarung yang sama. Dalam pertarungan satu lawan satu seperti ini, mereka berdua cenderung menjadi karakter yang pasif di awal. Mengamati dan menganalisa kemampuan lawan adalah kunci dari kemenangan. Itulah yang Zaha pelajari dari Midun.Namun sekarang, situasinya berbeda. Zaha tidak mungkin menunggu Midun untuk menyerangnya lebih dulu. Bagaimanapun, ia sangat me