Saat akhir pertemuan, saat semua orang sudah bubar dan hanya menyisakan Ncang Ari, Zaha, Zulham dan beberapa orang temannya. "Ncang, Aku mau bahas tentang ruko yang dibeli sama ibu kemarin." "Oh itu, hahaha. Gak usah dipikirin, King! Saya memberikan sepenuhnya untuk ibumu, King." Jawab Ncang Ari santai. "Tapi, ibu mikirnya tidak begitu. Kami tidak bisa menerimanya dengan gratis begitu saja. Saya, janji akan segera melunasinya." "King, kamu adalah pemimpin kami di sini. Kalau kamu menolaknya atau membayarnya, sama halnya kamu menghina saya. Lebih baik saya angkat kaki saja dari sini dan tidak akan pernah menampakan diri di daerah selatan ini lagi, kalau begitu ceritanya." Ujar Ncang Ari, raut mukanya terlihat berubah. "Aduh, maksud saya bukan begitu, Ncang." Ucap Zaha merasa tidak enak. "Tolonglah, King! Kasih saya muka, masa hanya pertolongan sekecil itu, kamu sampai harus membayarnya." Ucap Ncang Ari serius. "Tapi..." Zaha masih tampak keberatan. Ia tidak terbiasa berhutang b
POV SilviSaat kami akan pergi, seorang pria datang dengan tergesa dan berbicara dengan kak Zaha, "King, mbak Nia histeris. Kami tidak tahu kenapa!" Lapornya dengan napas masih tersengal."Ada apa dengan kak Nia?" Tanya kak Zaha panik dan tanpa menunggu orang tersebut menjelaskan, Kak Zaha langsung berlalu begitu saja dengan langkah tergesa menuju suatu tempat. Aku pun coba menyusul langkahnya.'Ada apa dengan kak Nia, yah? Sampai-sampai kak Zaha bisa sepanik itu?'Tampak sekali kalau kak Zaha sangat mencemaskan kakaknya itu.Aku, bang Zulham dan beberapa temannya berjalan dengan langkah cepat menyusul kak Zaha dari belakang. Beberapa petak ruko kami lewati, akhirnya langkah kaki kak Zaha baru berhenti pada sebuah ruko dalam blok pasar yang khusus menjual sembako.Aku baru tahu, kalau ibunya kak Zaha itu jualan sembako di pasar ini.Kak Zaha dengan terburu menghampiri kak Nia yang saat itu sedang menangis dan sedang coba ditenangkan oleh Ibunya dan beberapa pedagang wanita lainnya. Be
"Ehem, ehem," Supir taksi yang mengantar Zaha sengaja berdehem untuk menyadarkan Zaha dari kelumpuhannya, akibat ciuman barusan. Hal itu dilakukannya, karena melihat Zaha membeku cukup lama karena ciuman beraninya Silvi."Ini mau kemana lagi tujuannya, dek?""Eh, iya, pak?" Jawab Zaha sedikit tergagap karena masih terkejut, mendapat ciuman kilat Silvi barusan."Mau kemana lagi tujuannya, dek?" Ulang supir taksi sambil menahan senyumnya."Oh, ke daerah puncak, Pak." Jawab Zaha setelah berhasil memulihkan ketenangannya.Tidak lama, mobil taksi itu pun meluncur menuju arah yang disebutkan oleh Zaha...."Kamu dari mana saja sih, dek? Jam segini baru pulang? Malah senyum-senyum begitu?" Cecar Anna begitu melihat Silvi masuk ke dalam rumah.Silvi pulang dengan wajah cerah sambil bersenandung kecil.Mendapat rentetan pertanyaan seperti itu dari kakaknya, Silvi hanya menjawab, "Ada deh.." Jawaban Silvi membuat Anna jadi semakin kesal. "Kamu tuh, yaa! Udah membuat orang cemas karena pulang s
Hari senin, menjadi hari yang paling membosankan bagi sebagian anak sekolah. Tidak terkecuali Zaha, karena kesibukan dengan barunya, belum lagi sebuah tanda tanya besar tentang kabar Angel yang seolah-olah menghilang beberapa hari terakhir, membuat Zaha sedikit malas untuk masuk sekolah hari itu.Untung saja, kakaknya sudah stabil kondisinya dan ia memaksa adiknya tersebut untuk masuk sekolah hari itu. Alasan Zaha sebelumnya dengan alasan mengkhawatirkan keadaan sang kakak, tidak lagi mempan untuk membuatnya bisa libur hari itu. Apalagi, di sana sudah ada Sarah, saudara sepupunya Zulham yang menjaga dan menemani Nia di rumah saat Zaha sekolah dan ibu mereka jualan di pasar nantinya.Teet, teet!Seorang gadis remaja yang mengendarai sepeda motor matic, mengklakson dua kali dan berhenti tepat di dekat Zaha."Kak Zaha, yuk naik!" Ujar seorang gadis dengan seragam putih abu-abu yang sama dengannya, berhenti tepat di sebelah Zaha.Zaha sedikit mendekat, karena merasa belum kenal dengan cew
"Za, bisa bicara sebentar ?" Zaha dikagetkan dengan ucapan Anna yang tiba-tiba saja masuk ke dalam kelasnya saat jam pelajaran terakhirnya hari itu berakhir.Zaha menatap heran Anna yang nekat menghampirinya ke dalam kelas. Tapi, Anna sepertinya tidak peduli dengan bisik-bisik siswa lainnya yang menatap heran pada dirinya.Ini seperti bunga yang datang menghampiri kumbang. Namun melihat dari penampilannya, ini adalah kumbang biasa yang tidak bernilai. Lalu, apa yang terdapat dalam diri kumbang biasa ini? Sampai kembang terindah di sekolah mereka itu datang menghampirinya?"Ya, bisa. Kita bicara diluar, yah!" Jawab Zaha kalem sambil membereskan beberapa bukunya dan memasukannya ke dalam tas cangklungnya.Semua orang di dalam kelas tersebut tercengang. Apa orang ini masih Zaha yang mereka kenal? Zaha yang mereka kenal, orangnya pendiam dan pemalu. Tapi, Zaha yang sekarang terlihat memiliki kepercayaan diri berlebih. Ia bahkan terlihat santai bicara dengan wanita tercantik di sekolah mer
Saat Anna dan Zaha sedang berjalan keluar dari gerbang sekolah. Di dekat gerbang, ternyata sudah ada Cintya yang menunggunya dengan motor maticnya."Kak Zaha, jadi pulang bareng, 'kan?" Tanya gadis tersebut to the point dengan wajah berseri penuh cinta.Wajah Anna langsung berubah begitu melihat gadis yang tadi pagi mengantar Zaha tersebut, ternyata sudah menunggu Zaha di depan gerbang sekolah.Keduanya saling bertatapan.Suasana hangat yang sempat dirasakan oleh Zaha sebelumnya, langsung berubah panas seketika.Kedua gadis tersebut saling memancarkan hawa permusuhan, seolah saling berebut Zaha untuk jalan bersama dengan mereka."Hmn, itu..." Zaha terlihat kebingungan untuk menjawabnya. Kulit kepalanya terasa gatal dan ia dihadapkan pada posisi sulit.Disaat bersamaan, supir Anna juga baru datang untuk menjemputnya.Cintya tersenyum licik dan berpikir ada kesempatan untuk menjauhkan Anna, "Tuh, supir kakak sudah datang menjemput! Kakak pulang duluan saja sana! karena kak Zaha sudah ja
"Kami sudah sangat dekat untuk mendapat petunjuknya, bos. Namun seseorang sepertinya telah bergerak mendahului kita. Semua nama yang sudah kami dapatkan dan selamat dari kejadian malam itu, semuanya telah dibunuh oleh seseorang.""Mereka sangat ahli dan sangat licin, kami bahkan tidak menemukan petunjuk apapun tentang siapa pelakunya."Wajah Abdi Batubara tampak gelap begitu mendengar laporan anak buahnya."BANGSAT!" Teriak pria berperut buncit tersebut geram, membuat dua anggota yang ada di depannya itu gugu dan bersiap menanti amukan amarah sang big boss.Raut muka Abdi tampak merah padam menahan emosi, begitu mendengar semua saksi kunci untuk bisa menemukan pembunuh kedua anaknya, ternyata telah tewas oleh orang yang tidak dikenal."Bagaimana bisa orang itu selalu mendahului dan menggagalkan rencana kita?" Ujar Abdi, entah bertanya pada siapa.Lalu, tanpa ada yang menduga apa yang akan dilakukannya. Abdi berjalan ke balik meja kerjanya dan mengambil sepucuk senjata api dalam laciny
POV Zaha Aku segera melangkah ke kamar di lantai atas, menyusul Angel. "Angel?" Sapaku pelan sambil menyentuh pundaknya dari belakang. Angel tetap tidak bergeming dan tetap tidur dalam posisi miring membelakangiku. Ia tampak masih marah karena ucapanku sebelumnya. Aku jadi bingung bagaimana harus menghadapi Angel dalam kondisi seperti ini, atau lebih tepatnya bingung bagaimana menghadapi perempuan yang sedang ngambek seperti ini? Mungkin lebih baik bertarung menghadapi seratus orang musuh ketimbang harus menghadapi satu perempuan yang sedang ngambek. Sejenak ku perhatikan Angel yang malam itu hanya mengenakan sebuah lingerie hitam sepaha. 'Astaga! Aku tidak pernah memperhatikan Angel menggunakan pakaian seksi seperti ini jika sedang ada tamu. Apa itu artinya ia sengaja berpenampilan seperti malam ini karena tahu kalau aku akan datang ke sini? dan Aku malah langsung mencercanya dengan pertanyaan seperti tadi!' "Sayang, maaf ya!" Ucapku lembut. Benar saja, Angel tampak mulai ber
Setahun kemudian.Seorang remaja yang baru saja beranjak dewasa, baru saja keluar dari sebuah gedung milik kepolisian. Posturnya tampak tegap, senada dengan ekspresinya yang terlihat cerah dengan dibalut seragam khas siswa akademi militer.Bagaimana tidak? Ia baru saja dinobatkan sebagai lulusan akademi militer terbaik dari sekian ribu siswa akademi dan masa depan cerah sudah menanrtinya.Tidak hanya masa depan, karena tepat di luar gedung juga ada beberapa orang yang sangat ia kenal, telah menantinya dengan senyum cerah dan tatapan penuh harap, yang membuat dirinya serasa dibanggakan oleh mereka.Di antara mereka, ada seorang wanita cantik dengan wajah ayu yang masih mengenakan almamater mahasiswa kedokteran dari sebuah universitas ternama.Begitu melihat sang pemuda yang telah lama dinantinya keluar, wanita tersebut sudah tidak sabar untuk untuk buru-buru menghampirinya."Anna, kenapa harus terburu-buru begitu? Sampai kamu langsung melupakan masih ada kami di sini!" Ujar sang ayah t
Tepat, di saat Angel berpikir jika Zaha sudah tewas dan berniat untuk menyusulnya, sebuah kenanehan yang tidak lazim terjadi.Midun yang saat itu sudah berhasil bangun, pijakannya tiba-tiba menjadi goyah. Dari dalam mulutnya, keluar darah berwarna kehitaman dalam jumlah yang sangat banyak. Tidak berhenti sampai di situ, pembuluh darahnya meledak dan membuat darahnya menyembur keluar dengan sangat deras.Saat itu, Angel baru menyadari, jika penampilan Midun sudah sangat berantakan.Sampai akhirnya, Midun dengan ekspresi tidak rela jatuh ambruk ke tanah dan selanjutnya tidak lagi bergerak.Apa Midun telah tewas?Angel sulit mempercayai apa yang sedang dilihatnya saat itu.Apa itu artinya, Zaha menang?Lalu, di mana Zaha saat ini?Begitu menyadari situasinya, Angel segera mengedarkan pandangannya dengan liar untuk mencari keberadaan Zaha.Secercah harapan muncul dalam dirinya. Selanjutnya, Angel dengan langkah panik segera menyusuri tempat pertarungan dan mencari keberadaan Zaha.Antara
Angel segera berlari ke arah Bulan dan mendekap tubuhnya. Jika saja ia lebih cepat menyadari tujuan Bulan yang sebenarnya, ia tidak mungkin mau melanjutkan pertarungan yang menyebabkan Bulan dapat kehilangan nyawanya."Gadis bodoh! Apa yang kamu lakukan? Apa yang coba kamu buktikan, hah?" Teriak Angel tidak terima. Kedua tangannya bergetar hebat ketika mendekap tubuh Bulan yang semakin lemah dan mulai terasa dingin. Perasaan Angel menjadi kacau. Dia tidak tahu, apa ini kemenangan yang harus dirayakannya? Kemenangan yang seharusnya membuat dia merasa lega, karena telah menyingkirkan satu orang musuh kekasihnya. Tapi, kenyataannya tidak begitu!Angel justru merasakan rasa sakit dan kehilangan yang sulit untuk dijelaskan. Bahkan, Angel sendiri tidak tahu bagamaina mendeskripsikan perasaannya saat ini."Bulan... katakan, kenapa?" Isak Angel dengan perasaan berantakan.Bulan terbatuk dan kembali memuntahkan darah yang sudah bercampur dengan organ dalam tubuhnya. Tatapannya sendiri sudah m
Di sudut lain yang tidak jauh dari tempat pertarungan antara Zaha dan Midun, terjadi pertarungan yang tidak kalah sengit antara Angel melawan Bulan. Meski pertarungan keduanya tidak seintens pertarungan Zaha dan Midun, karena mereka hanya mengandalkan kemampuan fisik serta kekuatan bathin mereka sendiri. Pertarungan keduanya tetap saja mempertaruhkan hidup dan mati.Sikap Angel yang serius dan tanpa ragu, membuat Bulan tidak bisa memanfaatkan keunggulannya dengan baik. Pertarungan yang semula di dominasi oleh Bulan, perlahan mulai diambil alih oleh Angel dan membuat Bulan kepayahan.Jika pertarungan ini tidak melibatkan Zaha, Angel mungkin tidak akan ragu untuk berpihak ke sisi Bulan dan keluarganya. Bagaimanapun, beberapa waktu yang mereka habiskan bersama, Bulan dan Angel sudah menjadi cukup dekat dan sudah terlihat seperti saudara. Bagi Angel, Bulan adalah parner berlatih yang telah membantunya untuk mengasah kemampuan tenaga dalamnya, serta meningkatkan kemampuannya secara keselu
Maran yang berada di dalam tubuh Midun mendengus dingin, 'Jika Mandigo sudah mengerahkan seluruh kekuatannya, itu artinya ia ingin bertarung habis-habisan dengan kita. Selama ini, kami selalu imbang. Sepertinya, ia berniat memanfaatkan kekuatan anak itu untuk mengalahkan kita.' 'Hehehe., sepertinya ia terlalu meremehkanku. Baiklah, jika ini yang kamu inginkan, aku akan memasang taruhan yang sama denganmu.' Maran tertawa dingin dan keinginan bertarungnya naik berkali-kali lipat. Tentu saja, Maran juga tidak ingin kalah dengan rival abadinya tersebut. Segera, Midun pun merasakan kekuatan penuh Maran mengalir ke dalam tubuhnya dan membuat kekuatannya meningkat secara signifikan. Sekarang, Midun tidak perlu lagi memikirkan kekuatan lawan. Ini adalah pertama kalinya Midun merasakan kekuatan penuh Maran mengalir di dalam tubuhnya. Perasaan itu begitu luar biasa! Selama ini, Maran bahkan tidak pernah menunjukkan kekuatan seperti ini padanya. Wajar saja, Midun menjadi semakin bersemanga
Boom, boom,Dhuaar!Dalam sekejap, Zaha dan Midun sudah bertarung puluhan jurus. Serangan dan kecepatan mereka, tidak bisa diukur dengan mata telanjang. Karena keduanya sudah jauh melampaui level yang bisa diraih oleh manusia biasa.Pertarungan mereka, juga tidak lagi mengedepankan teknik yang tertulis di atas lembaran kertas ilmu beladiri. Di sekitar tempat mereka bertarung, banyak menyisakan lobang yang cukup dalam dan tidak beraturan, yang menunjukkan betapa tinggi intensitas pertarungan keduanya.Saat seperti ini, jurus dan teknik bukan lagi menjadi sesuatu yang penting. Keduanya bergerak dengan kecepatan tinggi dan didominasi oleh naluri bertarung tingkat tinggi yang tidak bisa diukur oleh teknik beladiri manapun.Bagi keduanya, puncak dari ilmu beladiri bukan lagi terletak pada teknik. Tapi pada insting, mental dan kecepatan. Siapa yang memiliki ketiganya akan menjadi penentu akhir kemenangan. Tapi, kerena hasil pertarungan mereka masih berimbang, di mana tidak ada satu pihak
Meski sudah mendapat peringatan dari Mandigo tentang kekuatan Maran, makhluk mistis milik Midun. Zaha masih saja bertindak nekat untuk menghadapinya dengan mengandalkan kekuatannya sendiri. Wus! Baru saja Zaha mengindahkan peringatan Mandigo, Midun sudah menghilang dari tempat ia semula berdiri dan hanya menyisakan kabut bayangan di belakang. Saat itu, Zaha merasakah kegelisahan yang luar biasa. 'Sangat cepat!' Zaha dengan kemampuan barunya, bahkan sama sekali tidak bisa melihat pergerakan mantan gurunya tersebut. Sampai, ketika Midun tiba-tiba sudah muncul tepat di depannya pada detik berikutnya dan melayangkan sebuah pukulan sederhana yang sulit untuk dicegat Zaha. Di saat kritis seperti itu, Zaha hanya sempat mengangkat kedua lengannya ke depan dada untuk menahan serangan Midun. Itu saja, sudah membuat ia terlempar mundur sejauh belasan meter dan terhempas di tanah dalam posisi telentang dengan kondisi cukup buruk. Wus!
Kreek, kreek.Tumpukan batu yang menimbun tubuh Zaha bergerak dan meledak, begitu Zaha dengan tatapan menyala bangkit dari dalamnya.Sungguh luar biasa katahanan tubuhnya!Bahkan setelah tertimbun oleh dinding dan tiang rumah seperti itu, ia tidak terluka sama sekali, selain debu dan pasir yang mengotori tubuh dan pakaiannya. Melihat hal itu, Midun mau tidak mau mulai menganggap serius Zaha sebagai lawan yang pantas untuk menjadi lawannya. Jika pada pertarungan sebelumnya, Midun masih beranggapan Zaha sebagai seorang murid yang masih butuh banyak bimbingan untuk berkembang. Namun tidak setelah mereka bertukar belasan jurus, di mana Zaha mampu mengimbanginya dan bahkan beberapa kali membuatnya terpaksa harus berusaha keras untuk menahan serangannya.Zaha bukan lagi anak kemarin sore yang sedang berkembang. Dia sudah matang!Tingkat kematangan seperti itu adalah tingkat seorang ahli. Ketajaman serta instingnya terbangun seiring dengan pengalamannya. Ditambah, Zaha sekarang memiliki kek
Kehadiran Angel mampu mengalihkan perhatian Bulan. Tidak hanya berhasil memaksa Bulan bertarung satu lawan satu, Angel juga mampu menjauhkan Bulan dari Zaha. Dengan begitu, Zaha bisa fokus sepenuhnya bertarung melawan Midun.Tidak lama setelah keduanya pergi, pertarungan antara Zaha dan Midun pun segera dimulai.Jika melihat dari karakter Zaha, dia bukan karakter yang akan memulai pertarungan terlebih dahulu. Kecuali ia sedang dalam misi yang mengharuskannya untuk bergerak cepat, seperti saat ia masih berkarir di militer dulunya.Sayangnya, kali ini ia harus berhadapan dengan Midun, gurunya sendiri. Mereka memiliki karakter bertarung yang sama. Dalam pertarungan satu lawan satu seperti ini, mereka berdua cenderung menjadi karakter yang pasif di awal. Mengamati dan menganalisa kemampuan lawan adalah kunci dari kemenangan. Itulah yang Zaha pelajari dari Midun.Namun sekarang, situasinya berbeda. Zaha tidak mungkin menunggu Midun untuk menyerangnya lebih dulu. Bagaimanapun, ia sangat me