"Sayang, Kita sudah sampai." Sapa Angel sambil memegang sebelah tanganku lembut. Karena memikirkan kejadian semalam, membuatku tidak sadar jika mobil yang kami kendarai sudah sampai di jalan ujung gang, komplek perumahanku."Eh, iya!""Sayang.." Panggil Angel lagi saat tanganku hendak membuka handel pintu.Dia memberi kode dengan menunjuk pipinya sambil tersenyum mesra padaku.Aku hanya bisa menghela nafas dalam, entah sudah benarkah caraku ini atau tidak? Aku sendiri gamang dengan apa yang akan terjadi ke depannya."Ih, malah melamun? Gak romantis banget sih jadi cowok!" Ucap Angel sambil merengut manja. Membuatku mau tidak mau menuruti keinginannya.CupSebuah senyuman indah terkembang dari bibirnya. Lalu, Angel memiringkan kepalanya sambil menunjuk pipi kirinya.Deg'Tambah manja begini Angel, yah?'Meski begitu, tetap saja aku menuruti keinginannya tersebut. 'Daripada tidak selesai-selesai ini keluar dari mobilnya, hahaha.'CupAku mengusap dagu Hera pelan.Aku akui, kalau aku say
Ini adalah hari ke enam, pasca Zaha menyerang dan membantai Ronal dan komplotannya. Selama itu pula, Nia tidak masuk kuliah sama sekali. Ia tampak masih syok dan masih belum bisa melupakan kejadian pemerkosaan yang dialaminya tempo hari. Walau kondisinya sudah jauh lebih tenang dari sebelumnya, Nia tidak mau berpisah sesaat pun dari Zaha. Ia memaksa Zaha untuk selalu menemaninya, ketika berada di rumah. Kecuali, ketika Zaha sekolah, maka Ibunya yang gantian menemaninya di rumah. Walau untuk itu, ibunya terpaksa tidak jualan di pasar. Hari ke tujuh, saat itu hari jum'at di mana Zaha hanya sekolah setengah hari. Hari ini, ibunya sudah mulai kembali berjualan seperti biasa. Satu hal positif yang dirasakan keluarga Zaha setelah kemenangannya dari Codet, penguasa daerah Selatan adalah perlakuan istimewa dari semua orang di daerah itu. Meski tidak ada pengukuhan secara resmi, namun kemenangan Zaha itu telah menunjukkan bahwa Zaha dan keluargannya layak untuk mendapatkan perlakuan istimew
Silvia Dwi Annisa, sama seperti kakaknya, walau masih berusia lima belas tahun dan duduk di kelas 9 SLTP, tapi sudah menampakkan kecantikan alami yang mempesona. Bahkan cowok-cowok di sekolahnya sudah banyak yang mengantri untuk menjadikannya pacar.Saat itu, ada salah seorang teman sekelasnya yang juga merupakan ketua kelas dan juga salah satu cowok populer di sekolah tersebut, sampai rela bertahan hanya untuk masuk dalam daftar tunggu dan bisa mendapat cintanya Silvi.Cowok tersebut bernama Romi.Romi di antara banyak cowok lainnya, lebih berpeluang untuk bisa mendapatkan cintanya Silvia. Karena seperti umumnya anak sekolahan dan di usia itu, suka ada mak comblang yang menyatukan para pasangan remaja ini. Apalagi, di antara banyak teman Silvi merupakan anggota OSIS.Sejak kelas dua SLTP, Silvi selalu sekelas dengan Romi.Bahkan Romi sudah terang-terangan menyatakan cintanya pada Silvi. Walau Silvi tidak pernah mengatakan iya ataupun menolaknya. Justru dengan seringnya teman-temannya
Sementara gerombolan siswa STM itu, justru semakin tertawa senang melihat tangisan Silvi yang ketakutan begitu ditinggal pergi oleh cowoknya. Mereka mengelilingi Silvi seolah bersiap untuk menerkamnya."Cowok lu banci banget, masa tega begitu meninggalkan lu sendiri di sini? Hahaha.""Mending sama abang saja, say! Abang akan melindungi kamu, hehehe." "Duh gilaa.. Nih tangan mulus banget, yak!" Ucap yang lainnya sambil memegangi lengan Silvi.Silvi coba menarik tangannya, namun ditahan oleh pria tersebut.Silvi semakin gemetaran ketakutan.Tidak jauh dari sana, Zaha sedang duduk di salah satu toko yang ada di lantai satu, tidak jauh dari taman. Toko itu adalah salah satu gerai yang dimiliki oleh Ncang Ari, seorang pedagang besar yang sebelumnya membantu ibunya Zaha dengan memberikan salah satu ruko kosong sebagai tempat Ibu Zaha berjualan.Siang itu, setelah Zaha dan kakaknya selesai bantu-bantu ibu mereka pindahan. Meski yang terjadi sebanrnya, pekerjaan mereka tidak banyak, karena s
Virangel tersenyum kecil, sepertinya ia hampir berhasil membujuk King untuk menjadi pemimpin mereka."Terus, apa yang harus aku lakukan?" Tanya Zaha penasaran.Pertanyaan Zaha yang tampak mulai tertarik, membuat wajah-wajah yang dari tadi terlihat tegang, kini mulai cerah dan tersenyum senang."Hmn. King cukup bersedia saja. Yang lainnya, biar kami yang urus. Semuanya akan berjalan sebagaimana biasanya. Setiap distrik di wilayah Selatan dan kelompok akan bertanggung jawab langsung dan menyetorkan hasil 'kerja' mereka pada King." Jelas Virangel."Menyetor 'hasil' kerja?" Ujar Zaha mengerutkan keningnya. Ia sudah bisa menduga apa yang dimaksud oleh Virangel tersebut, namun ia ingin lebih memastikannya."Iya, semua uang keamanan daerah ini, termasuk jasa parkir yang tersebar di beberapa titik di daerah kita. Ditambah beberapa unit usaha, secara detailnya nanti bisa saya bikinkan rinciannya untuk anda, King."Zaha hanya diam, coba menganalisa penjabaran Virangel. Tentunya, ia juga sudah m
Saat akhir pertemuan, saat semua orang sudah bubar dan hanya menyisakan Ncang Ari, Zaha, Zulham dan beberapa orang temannya. "Ncang, Aku mau bahas tentang ruko yang dibeli sama ibu kemarin." "Oh itu, hahaha. Gak usah dipikirin, King! Saya memberikan sepenuhnya untuk ibumu, King." Jawab Ncang Ari santai. "Tapi, ibu mikirnya tidak begitu. Kami tidak bisa menerimanya dengan gratis begitu saja. Saya, janji akan segera melunasinya." "King, kamu adalah pemimpin kami di sini. Kalau kamu menolaknya atau membayarnya, sama halnya kamu menghina saya. Lebih baik saya angkat kaki saja dari sini dan tidak akan pernah menampakan diri di daerah selatan ini lagi, kalau begitu ceritanya." Ujar Ncang Ari, raut mukanya terlihat berubah. "Aduh, maksud saya bukan begitu, Ncang." Ucap Zaha merasa tidak enak. "Tolonglah, King! Kasih saya muka, masa hanya pertolongan sekecil itu, kamu sampai harus membayarnya." Ucap Ncang Ari serius. "Tapi..." Zaha masih tampak keberatan. Ia tidak terbiasa berhutang b
POV SilviSaat kami akan pergi, seorang pria datang dengan tergesa dan berbicara dengan kak Zaha, "King, mbak Nia histeris. Kami tidak tahu kenapa!" Lapornya dengan napas masih tersengal."Ada apa dengan kak Nia?" Tanya kak Zaha panik dan tanpa menunggu orang tersebut menjelaskan, Kak Zaha langsung berlalu begitu saja dengan langkah tergesa menuju suatu tempat. Aku pun coba menyusul langkahnya.'Ada apa dengan kak Nia, yah? Sampai-sampai kak Zaha bisa sepanik itu?'Tampak sekali kalau kak Zaha sangat mencemaskan kakaknya itu.Aku, bang Zulham dan beberapa temannya berjalan dengan langkah cepat menyusul kak Zaha dari belakang. Beberapa petak ruko kami lewati, akhirnya langkah kaki kak Zaha baru berhenti pada sebuah ruko dalam blok pasar yang khusus menjual sembako.Aku baru tahu, kalau ibunya kak Zaha itu jualan sembako di pasar ini.Kak Zaha dengan terburu menghampiri kak Nia yang saat itu sedang menangis dan sedang coba ditenangkan oleh Ibunya dan beberapa pedagang wanita lainnya. Be
"Ehem, ehem," Supir taksi yang mengantar Zaha sengaja berdehem untuk menyadarkan Zaha dari kelumpuhannya, akibat ciuman barusan. Hal itu dilakukannya, karena melihat Zaha membeku cukup lama karena ciuman beraninya Silvi."Ini mau kemana lagi tujuannya, dek?""Eh, iya, pak?" Jawab Zaha sedikit tergagap karena masih terkejut, mendapat ciuman kilat Silvi barusan."Mau kemana lagi tujuannya, dek?" Ulang supir taksi sambil menahan senyumnya."Oh, ke daerah puncak, Pak." Jawab Zaha setelah berhasil memulihkan ketenangannya.Tidak lama, mobil taksi itu pun meluncur menuju arah yang disebutkan oleh Zaha...."Kamu dari mana saja sih, dek? Jam segini baru pulang? Malah senyum-senyum begitu?" Cecar Anna begitu melihat Silvi masuk ke dalam rumah.Silvi pulang dengan wajah cerah sambil bersenandung kecil.Mendapat rentetan pertanyaan seperti itu dari kakaknya, Silvi hanya menjawab, "Ada deh.." Jawaban Silvi membuat Anna jadi semakin kesal. "Kamu tuh, yaa! Udah membuat orang cemas karena pulang s