"Udah mau pulang kamu Ben?" Ibu keluar menghampiri mereka yang sudah berada di teras rumah.
"Hehe iya Bu." Benny meraih tangan Ibu dan mencium punggung tangannya."Yawes ati-ati, makasih ya. Sering-sering kesini Ben!" Ben menganggukkan kepala kemudian berjalan menuju mobilnya. Lula pun mengikutinya dari belakang sambil menggendong Raden."Ngantuk ya? bobok lagi sana Nak!" Ben masih memperhatikan Raden yang berada di sebelah pintu mobilnya dalam gendongan Lula dari dalam mobilnya."Ote Om." Raden mengacungkan jempol kecilnya kearah Ben."Lu kabarin gua kalau kesana lagi oke! ntar biar gua jemput lu." Ben mengalihkan pandangannya ke Lula sebentar."Siap! Ati ati lu ya! thank you." Ben menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. Ia kemudian menekan klakson mobilnya sebanyak 2 kali lalu melajukan mobilnya meninggalkan rumah Lula.Setelah mobil Benny hilang dari pandangannya, Lula kembali masuk kedalam rumah bersa"Iya ih, cuma kayak angin lewat doang nih burger. hihihi" Lula meletakkan kembali minumannya ke meja. Ia tak tau diri padahal sudah melenyapkan burger berukuran besar yang Benny bawakan kedalam perutnya."Dih! eh gimana tadi briefing nya?" Ben kembali mengalihkan pembicaraannya ke topik lain karena penasaran."Ya cuma bahas persiapan pendidikan sampe keberangkatannya aja." Lula kembali menyandarkan tubuhnya."Pastiin dulu bisa berangkat gak nya! soalnya lagi pandemi gini. Takutnya lu udah terlanjur masuk pendidikan malah gak jadi berangkat, terkatung-katung disana cuma buang-buang waktu. Sayangkan? daripada waktu lu ke buang sia-sia mending buat ngurus si Volker." Sebagai seorang teman, tentu saja ada rasa khawatir dalam hatinya mengenai Lula."Tadi sih gua udah nanya sama temen Ibuk, katanya pasti bisa berangkat." Lula mengernyitkan keningnya sambil menatap ke sembarang arah seperti sedang memikirkan sesuatu."Temen Ibu kan mar
Ben yang mulai merasa telinganya gatal mendengar ucapan Lina itu kemudian menghentikan langkah kakinya tiba-tiba. Membuat Lina terjingkat karena terkejut dengan Ben yang tiba-tiba membalikkan badannya dan menatapnya."Iya Mba saya dengar. Terima kasih sarannya." Ben tersenyum lebar kearah Lina. Namun, entah mengapa, senyumannya itu membuat Lina bergidik ngeri. Lina seketika bungkam dan tak berani berbicara lagi.Ben kemudian berlalu pergi meninggalkan Lina yang masih tak bergeming dari tempatnya berdiri. Ia kembali duduk bersama Lula."Oh jadi itu si brengsek?" Ben tersenyum pada Jaka yang menatapnya. Ia kemudian kembali duduk ditempatnya."Jangan kenceng-kenceng! ntar dia denger." Lula segera memakai maskernya agar mukanya tak terlihat. Beruntung bentuk tubuh dan penampilannya berbeda, jadi Jaka tak bisa dengan mudah mengenalinya."Udah lu gak usah panik! santai aja napa? anggep aja dia itu buku usang yang harus lu tutup dan lu
"Disini Mas." Ben menjawab pertanyaan Jaka dengan senyum manisnya."Wah sama kalau gitu hehe. Mobilnya yang mana Mas?" Jaka masih berdiri didepan mobil Ben dengan penuh percaya diri."Itu." Ben mengacungkan jari telunjuknya kearah mobilnya yang berada tepat dibelakang Jaka."Aaaahhh hahaha." Jaka memutar kepalanya kebelakang pelan. Ia kemudian terkekeh untuk menutupi rasa malunya, sedangkan Lina yang dari awal sudah tahu bahwa itu mobil Ben terlihat berusaha menyembunyikan wajahnya. Ia ikut malu karena suaminya terlalu antusias untuk melihat mobil itu hingga Lina tak mampu mencegahnya.Ben menganggukkan kepalanya pelan, ia kembali melemparkan senyuman memaksa yang mengisyaratkan agar Jaka segera pergi dari tempatnya berdiri. Sedangkan dalam hati Jaka, ia mengutuki kebodohannya sendiri."Silahkan Mas silahkan hahaha. Saya juga parkir disini hahaha." Jaka bergeser dari tempatnya semula dan mempersilahkan Ben untuk lewat. Namun, Be
"Ah iya hehe." Ben meletakkan piring dan sendok yang sebelumnya ia pegang keatas meja."Ajarin tuh Om nya Nak! hihi." Lula terlihat menahan tawanya melihat ekspresi wajah Ben yang malu."Ayo Om! Alloohumma barik lanaa fiimaa razaqtanaa waqinaa 'adzaa bannar. Amin." Ben mengikuti ucapan do'a Raden sambil tersenyum. Ia takjub melihat Raden yang sangat pintar.Raden mengacungkan kedua jempolnya kearah Ben sambil tersenyum. Setelah selesai berdo'a, Ben kemudian melanjutkan kembali makannya hingga habis."Ma! ntuk." Raden mengucek matanya berkali-kali karena sudah perih menahan kantuk."Oh. Yok bobok! Ben, bentar ya." Ben menganggukkan kepalanya."Sini Om cium dulu!" Ben mencium Raden beberapa kali sebelum akhirnya Lula menggendong Raden kedalam kamarnya meninggalkan Ben diruang tamu. Ibu kemudian menggantikan Lula menemani Ben diruang tamu dan mengobrol.Setelah beberapa saat, Lula keluar dari kamarnya setelah
Mungkin banyak yang tahu bahwa, ada beberapa orang yang ditakdirkan muncul dalam kehidupan seseorang hanya untuk sementara dan tidak untuk selamanya.Entah itu Tuhan atau semesta, menggunakannya hanya untuk mengajarkan beberapa pesan dan tujuan tertentu. Sampai akhirnya mereka sudah berhasil belajar, yang artinya saatnya mereka harus pergi dari kehidupan orang itu. Namun, jika masih menahan kepergian mereka. Itu artinya sedang menahan diri sendiri untuk melanjutkan hidup dihalaman selanjutnya.Ibarat sudah mau naik kelas tapi masih betah berada di level itu, terlalu betah ada dihalaman itu. Tidak mau melanjutkan ke halaman berikutnya.Beruntung Lula tidak terlambat menyadari hal itu. Jadi ia tak sampai seperti itu, Jika saja Lula terlambat menyadarinya, jika ia tidak tahu siapa dan apa yang menunggu dirinya dihalaman berikutnya. Mungkin ia sudah gagal menciptakan kehidupan untuk Raden. Ia harus menerima bahwa jalan hidup memanglah seperti itu, setiap ada p
Enam pria kecil termasuk Raden sedang asik menyaksikan acara animasi anak di televisi yang ada diruang tengah, saat semua orang dewasa sedang sibuk berbincang.Mereka menonton acara animasi kartun The Haunted House yang juga dikenal sebagaiShinbi Apartment, dan telah diterbitkan di Indonesia dengan judulShinbi's House, adalah animasi anak-anak bergenre komedi horor dan petualangan. Karena ceritanya yang horor itulah membuat mereka sangat menyukainya.Inti ceritanya adalah Hari Koo dan adik laki-lakinya Doori Koo yang telah pindah ke Rumah Shinbi dan bertemu dengan Shinbi yang merupakan seorangGoblinatau makhluk yang mempunyai kekuatan luar biasa. Mereka lalu membuat kesepakatan yaitu jika Hari dan Doori bisa membantu Shinbi untuk membebaskan makhluk maka sebagai imbalannya Shinbi akan mengabulkan keinginan mereka. Hari dan Doori sekolah di sekolah Byeolbit. Di sana mereka bertemu dan berteman dengan Gaeun Lee, Hyun-woo Kim, Kang-lim Choi
Lula yang sedang sibuk membersihkan lemarinya, tak sengaja menemukan buku catatan berbentuk lucu miliknya saat ia kecil dulu. Ia kemudian membukanya lembar demi lembar sambil tersenyum membaca isinya.Disitu ada beberapa cerita pendek yang ia tulis. Dan juga berbagai genre, yaitu fiksi, fantasi, roman dan lain sebagainya. Padahal waktu itu Lula masih duduk disekolah dasar.Lula terus tersenyum lantaran tulisan yang ia buat masih sangat berantakan, tapi ia juga sempat mendapat nilai tinggi dari guru bahasa Indonesianya saat mengerjakan tugas membuat sebuah cerita.Lula juga pernah mendapat nilai tertinggi saat mempresentasikan cerita yang ia buat sendiri pada waktu dirinya duduk di bangku SMP karena ia menyampaikannya dengan sangat bagus.Berkat hobbynya itu, akhirnya Lula kembali mengasah hobby menulisnya yang telah lama ia kubur karena kesibukan pendidikan dan pekerjaannya. Ia mulai memberikan tawaran pada beberapa perusahaan dan situs-si
Lula menggerak nggerakkan tangannya dimeja dekat laptopya, ia gelisah menunggu balasan e-mail dari owner. Hingga akhirnya tangannya berhenti saat mendengar bunyi notifikasi yang berasal dari laptop. Ia segera mendekatkan wajahnya didekat layar laptop dan menatapnya lekat.“Hai Kallula,Untuk topiknya boleh kasus pembunuhan dan kejadian aneh yang kamu rekomendasikan. Isi kontennya lebih prefer kasus luar negeri atau kalau pun mau angkat kasus dalam negeri, cari yang udah lewat lama seperti kejadian tahun 90an. Karena kalau angkat kasus dalam negeri agak sensitif. Yang penting infonya valid bukan gossip dan berdasarkan beberapa sumber.Terima kasih.”Lula menghembuskan nafas lega, ini bukanlah hal yang sulit untuk ia kerjakan karena dirinya memang lumayan suka dengan konten-konten seperti itu.“Laaaa ,makan dulu La!” suara teriakan ibunya terdengar hingga kekamarnya. Ia menutup laptopnya dan beranjak dari tempat dudukn
Lula menjalani hidup selama 4 tahun terakhir ini seorang diri tanpa Ben. Ia membesarkan Raden dengan tangannya sendiri. 4 tahun sudah ia melewati semuanya. Ini adalah waktunya Raden masuk ke sekolah."Om? ada berapa uangku sekarang?" Waktunya untuk Lula menarik seluruh investasinya."Sekitar 20 milyar La." ya, investasi yang telah ia diamkan selama 4 tahun itu kini sudah terkumpul sebanyak itu.Hari ini dia datang kekantor tempat Om Dul bekerja untuk mencairkan uangnya. Hasilnya sama sekali tidak mengecewakan. Detik ini juga ia berubah menjadi seorang milyarder.Lula sangat senang karena akhirnya ia siap memasukkan Raden disekolah International terbaik di kotanya. Cita-cita yang selama ini ia impikan, akhirnya berhasil ia wujudkan.Perhitungannya sangat tepat, tanpa meleset sedikitpun. Meskipun selama 4 tahun ini ia hidup dalam kesederhanaan. Selalu menerima hinaan dari keluarga Jaka, tapi kini akhirnya ia bisa terlepas dari sem
Raden tertidur dalam pangkuan Ben dengan sangat nyenyak. Ia mungkin lelah hingga membuatnya tertidur di pangkuannya."Gua balik dulu ya?" Ben pamit pada Lula setelah meletakkan Raden ditempat tidurnya."Iya. Makasih ya Ben." Ben mengusap ujung kepala Lula dengan lembut, ia kemudian berjalan keluar dari kamar Lula."Langsung balik ke kota? gak tidur dirumah?" Ibu berjalan menghampirinya."Iya Buk. Besok pagi saya harus terbang ke Jakarta." Ben mencium tangan Ibu kemudian berjalan keluar dari rumah Lula. Lula pun berjalan mengikutinya dari belakang."Oh gitu? ya udah hati-hati. Makasih banyak ya Le." Ibu menepuk pundak Ben dua kali, mengungkapkan rasa terima kasihnya secara tidak langsung."Berapa lama di Tambun?" Lula memasukkan kepalanya ke pintu mobil Ben yang kacanya masih terbuka."Kenapa? gak mau lama-lama pisah ama gua ya? hahaha." Lula mengerucutkan bibirnya mendengar ucapan Ben. Ben pun mengusap waja
Lula mengerjapkan matanya perlahan, masih menyipitkan matanya menyesuaikan biasnya pantulan sinar matahari yang masuk kedalam kamar Ben. Ia tersenyum saat melihat Ben sedang memperhatikan wajahnya dari dekat."Bangun yuk! sarapan." Ben mengusap wajah Lula pelan. Membuat Lula menyunggingkan senyuman dan segera beranjak dari tempatnya."Gua pengen makan gudeg!" Lula berjalan menjauh dari tempat tidur dan masuk kedalam kamar mandi meninggalkan Ben begitu saja.Sesaat kemudian, ia keluar dari kamar mandi dan segera berjalan ke dapur karena sudah tak melihat keberadaan Ben dikamarnya."Nih diminum!" Ben memberikan segelas susu untuk Lula. Ia kemudian duduk didepan Ben.Tak lama kemudian, terdengar suara bel pintu rumah berbunyi."Bentar gua ambilin makannya dulu." Ben bergegas berjalan ke pintu untuk menerima kiriman makanan yang ia pesan.Sedangkan Lula sudah menyiapkan piring untuk tempat mereka makan. Ben mel
"Ayo sekarang makan!" Ben menarik nafasnya panjang, mencoba menahan emosi dan perasaannya yang sedang campur aduk. Ia juga tak sanggup melihat wajah Lula yang terlihat pucat. Sedangkan Lula terus menangis dan menggelengkan kepalanya, menolak ajakannya.Ben beranjak dari duduknya, ia berdiri dan hendak melangkahkan kakinya keluar dari dalam kamar meninggalkan Lula. Namun Lula segera memegang tangannya erat."Jangan seperti itu." Lula kemudian berdiri dibelakang tubuh Ben dan semakin mengeratkan tangannya. Ben hanya terdiam tak bergeming dari tempatnya."Gua ngandelin lu banget. Gua jadi makin kuat karna lu. Gua gak takut apapun saat memikirkan ada lu dibelakang gua. Gua salah, gua gak akan kayak gitu lagi. Jadi, jangan pernah pergi tanpa bilang apapun sama gua. Sejak Raden hadir, ditinggalkan adalah hal yang paling menakutkan buat gua." Tangis Lula makin pecah, ia membenamkan wajahnya di punggung Ben."Kalau gitu, lu mau makan sekarang?" Be
Lula mengeluarkan SIM dan STNK nya dari dalam dompetnya. Ia kemudian menyerahkannya pada polisi yang menilangnya."Mba tahu apa kesalahannya?" polisi itu menyimpan surat-surat kendaraan Lula."Tau Pak." Lula menganggukkan kepalanya."Mau bayar denda sekarang apa sidang?" polisi itu bertanya tanpa basa basi lagi."Sidang aja Pak." Lula yang saat ini keadaannya sudah kacau, memutuskan untuk menyerah. Ia pasrah, mungkin ia memang tidak ditakdirkan untuk bertemu dengan Ben pikirnya."Ya udah kalau gitu ikut saya kekantor sekarang!" Lula terpaksa mengikuti polisi itu dari belakang karena surat surat kendaraannya sudah ditahan.Lula memasuki kantor kepolisian dengan motor bututnya. Ia kemudian memarkirkannya disebelah motor polisi yang tadi membawanya. Ia melepas jas hujannya yang sama sekali tak melindungi tubuhnya dari guyuran air hujan. Seluruh badannya basah kuyup, ia kedinginan. Sebagian rambutnya juga basah, hanya bag
Setelah kepulangan Tante Nda sekeluarga, Lula terlihat bersantai di sofa empuk yang ada didepan tv dengan sangat nyaman. Ditambah malam itu Raden sudah tidur, mungkin karena lelah seharian bermain bersama yang lain."La! anterin makan buat Ben sana!" Ibu menghampirinya, ia memberikan 1 kotak makan berukiran besar padanya."Aaah malas Bu!" Lula membalikkan badannya, ia menyembunyikan wajahnya."Cepetan sana! kasian dari tadi dia belum makan." Lula seketika beranjak, ia tiba-tiba ingat seharian Ben belum makan. Ia meraih makanan itu dari tangan Ibu dan berjalan keluar dari rumahnya.Lula masih berdiri didepan pintu, ia terlihat ragu-ragu untuk mengetuk pintu rumah Ben.Tok! Tok! Tok!Tak ada sahutan sama sekali, Lula kemudian mencoba untuk membuka pintu yang ternyata tidak terkunci. Ia hanya memasukkan kepalanya saja dan kemudian mengedarkan pandangannya kedalam rumah Ben yang masih tampak gelap itu.Brak!
"Gua tau duit lu banyak! tapi gak usah bayarin semua belanjaan gua juga kali. Sia-sia gua lari-larian nyari diskon. Tau gitu tadi gua pilih semua yang paling mahal aja." Lula terus mengomel sepanjang perjalanan menuju mobil."Hahaha salah sendiri daritadi lu repot." Hari ini Ben benar-benar dipenuhi kebahagiaan, karena bisa menghabiskan waktu bersama Lula yang terus bertingkah lucu.Mereka berdua memasukkan kantung belanjaan satu persatu kedalam mobil dari trolly. Sedangkan Lula yang terlihat kelelahan itu tetap terus menerus mengomel pada Ben."Ayo beli minum dulu!" Ben mengusap keringat di wajah Lula dengan lembut, ia kemudian menarik tangan Lula dan membawanya masuk kembali kedalam mall untuk membeli minuman. Lula yang dari tadi terus mengomel seketika terdiam karena sikap Ben yang tiba-tiba lembut padanya, membuat jantungnya kembali berdegup kencang."Duduk disini ya! gua pesenin hazelnut milk tea large ya?" Ben menarik kursi untuk Lul
"La! Raden tidur tuh!" Benny keluar dari kamarnya, ia kemudian menutup pintu kamarnya pelan agar tak membangunkan Raden."Iya kah? kalau udah mandi terus kenyang pasti langsung ngantuk tuh anak." Lula terlihat duduk di sofa ruang tengah rumah Ben."Kenapa lu nyari gua?" Ben berjalan mendekat dan duduk disebelah Lula. Ia meraih remot tv yang ada dimeja dan menyalakannya untuk menghilangkan keheningan antara mereka berdua."Nih sinyal laptop gua ilang lagi." Lula membuka laptopnya untuk menunjukkannya pada Ben."Oh kayak dulu itu ya? nih laptop penyakitnya emang gini La." Ben meraih laptop yang ada dipangkuan Lula. Ia kemudian fokus memperbaikinya, bukan hal yang sulit baginya karena dulu dialah yang sering memperbaiki kerusakan pada laptop Lula.Mereka berdua fokus menatap layar laptop secara bersamaan. Dalam hati Ben merasa senang karena bisa kembali dekat dengan Lula menjalani kembali masa-masa indah dulu."Ini pasti
Mata Lula masih terpejam. Namun, tangannya sudah bergerak-gerak disampingnya seperti sedang mencari sesuatu. Ia tiba-tiba mengerjapkan matanya ketika sadar tangannya tak menemukan sesuatu. Ia memutar kepalanya kesamping, dan benar saja. Ia tak menemukan Raden ditempatnya."Buuuk! Ibuuuk." ia bergegas keluar dari kamarnya sambil berteriak mencari Ibunya."Kenapa sih teriak-teriak?" Ibu terlihat sedang sibuk memasak di dapur."Raden ilang Buk. Raden mana?" ia benar-benar khawatir karena ini pertama kalinya ia tak menemukan Raden disampingnya saat pertama kali ia membuka matanya."Ngomong apa sih kamu? Raden didepan tuh!" Ibu tak tahan mendengar Lula yang terus-menerus berteriak tak jelas. Mendengar perkataan Ibu, Lula segera berlari keluar mencari keberadaan anaknya."Nak! Raden! Raden!" ia celingukan mencari keberadaan Raden."Mamaaa!" Raden yang sedang berada di punggung Ben terlihat melambaikan tangannya kearah Lula.