Lula menggerak nggerakkan tangannya dimeja dekat laptopya, ia gelisah menunggu balasan e-mail dari owner. Hingga akhirnya tangannya berhenti saat mendengar bunyi notifikasi yang berasal dari laptop. Ia segera mendekatkan wajahnya didekat layar laptop dan menatapnya lekat.
“Hai Kallula,Untuk topiknya boleh kasus pembunuhan dan kejadian aneh yang kamu rekomendasikan. Isi kontennya lebih prefer kasus luar negeri atau kalau pun mau angkat kasus dalam negeri, cari yang udah lewat lama seperti kejadian tahun 90an. Karena kalau angkat kasus dalam negeri agak sensitif. Yang penting infonya valid bukan gossip dan berdasarkan beberapa sumber.Terima kasih.”Lula menghembuskan nafas lega, ini bukanlah hal yang sulit untuk ia kerjakan karena dirinya memang lumayan suka dengan konten-konten seperti itu.“Laaaa ,makan dulu La!” suara teriakan ibunya terdengar hingga kekamarnya. Ia menutup laptopnya dan beranjak dari tempat duduknTok! tok! tok!CeklekHari ini Tante Nda dan keluarganya datang. Raden sangat bahagia karena ke tiga Om kecilnya datang, yang artinya dia tidak akan main sendirian hari ini. Ditambah mereka juga sangat menyayangi Raden sebagai ponakan yang paling kecil."Bu, Te. Kalau misalkan aku bikin KK atas namaku sendiri gimana?" Lula sangat berhati-hati untuk mengatakan hal sensitif itu, keluarganya mungkin saja tersinggung dengan keputusan yang akan Lula buat."Kamu udah yakin bener?" Tante Nda menatapnya lekat untuk memastikan keputusan yang akan Lula ambil."Iya Te, rencana yang kita buat dan baik untukku belum tentu bisa diterima Raden kelak. Kekuatan mental seorang anak itu beda-beda." Lula menganggukkan kepalanya."Maksud kamu gimana La?" Ibu dan Tante Nda tidak begitu mengerti dengan ucapan Lula."Bu, coba deh Ibu baca ini!" Lula menyerahkan laptopnya yang terdapat artikel tentang Ted Bundy pada Ibunya.
Lula menatap lekat wajah putranya yang masih terlelap dalam tidurnya. Ia tersenyum, matanya berkaca-kaca. Masih tidak percaya ada malaikat kecil yang Tuhan percayakan untuknya. Malaikat kecil yang telah memberikan banyak pelajaran untuk hidupnya. Merubah dirinya untuk menjadi manusia lebih baik di setiap langkahnya."Nak! bangun yuk Nak!" Lula mengusap wajah Raden pelan. Ia menciuminya beberapa kali agar anaknya bangun."Nak!" Raden mulai membuka matanya."Ayo mandi! Om Ben udah mau sampe lho." Raden yang ingat ucapan Ben hari sebelumnya, segera beranjak dari tempat tidur dan berlari menuju dapur."Eh udah bangun anak Ibuk." Ibu yang sedang membuatkan susu untuk cucunya itu segera menyelesaikannya untuk kemudian ia berikan pada Raden."Mandi Buk." Raden duduk di kursi tempatnya biasa makan sambil sesekali mengucek matanya yang masih terasa pedih."Iya, nunggu airnya anget. Ini diminum dulu susunya!" Ibu memberikan bot
"E e e eh napa lu nangis dah?" Ben mendekatkan kepala Lula padanya dan menyandarkannya di bahunya."Lu temen terbaik yang gua punya Ben." Lula terlihat nyaman bersandar di bahu Ben."Temen? gua berharap kita gak cuma jadi temen. Gua pengen kita bisa jadi keluarga utuh kayak sekarang." Ben mengeratkan tangannya ditubuh Lula yang sedang bersandar di bahunya."Gua selalu insomnia." Lula mengangkat kepalanya dari bahu Ben dan menatap wajah Ben lekat."Gua gak bisa tidur nyenyak." Ben hanya diam mendengarkan ucapan Lula yang terlihat sangat serius."Kadang gua nangis semalaman kayak orang gila. Kadang, gua gak keluar dari rumah selama beberapa hari. Gua udah bukan orang yang lu kenal dulu. Gua udah hancur Ben." Mendengar ucapan Lula, mulut Ben seketika terkunci. Ia hanya bisa memandang wajah pilu Lula tanpa mampu menjawabnya."Laaa! Laaa!" Suara teriakan Ibu seketika membuyarkan keheningan yang terjadi antara Ben dan Lula.
"Apa aja dah! samain aja kayak elu." Jawaban Ben membuat Lula hanya menganggukkan kepalanya saja."Ibu mau bakso komplit La! yang ada isiannya macem-macem." Ibu menunjukkan gambar yang ada dibuku menu pada Lula."Ya Buk." setelah semuanya memilih, Lula segera pergi untuk memesankan makanannya.Beberapa saat kemudian ia kembali ke tempat duduknya. Ia terus tersenyum melihat Ben, Ibu dan juga Raden yang terlihat bahagia. Lula seketika menyadari, bahkan adegan yang sedang ia lihat itu adalah pemandangan yang sangatlah indah."Silahkan pesanannya! jika ada lagi yang dibutuhkan bisa panggil saya. Selamat menikmati." pelayan datang membawakan makanan membuyarkan lamunan Lula."Ah iya makasih Mba." Lula segera meraih piring spaghetti untuk menyuapi Raden terlebih dahulu."Ayo berdo'a dulu Nak!" setelah berdo'a, Lula mulai menyuapkannya kedalam mulut kecil Raden. Ia terlihat sangat sabar dan telaten memberi makan untuk anakny
Mata Lula masih terpejam. Namun, tangannya sudah bergerak-gerak disampingnya seperti sedang mencari sesuatu. Ia tiba-tiba mengerjapkan matanya ketika sadar tangannya tak menemukan sesuatu. Ia memutar kepalanya kesamping, dan benar saja. Ia tak menemukan Raden ditempatnya."Buuuk! Ibuuuk." ia bergegas keluar dari kamarnya sambil berteriak mencari Ibunya."Kenapa sih teriak-teriak?" Ibu terlihat sedang sibuk memasak di dapur."Raden ilang Buk. Raden mana?" ia benar-benar khawatir karena ini pertama kalinya ia tak menemukan Raden disampingnya saat pertama kali ia membuka matanya."Ngomong apa sih kamu? Raden didepan tuh!" Ibu tak tahan mendengar Lula yang terus-menerus berteriak tak jelas. Mendengar perkataan Ibu, Lula segera berlari keluar mencari keberadaan anaknya."Nak! Raden! Raden!" ia celingukan mencari keberadaan Raden."Mamaaa!" Raden yang sedang berada di punggung Ben terlihat melambaikan tangannya kearah Lula.
"La! Raden tidur tuh!" Benny keluar dari kamarnya, ia kemudian menutup pintu kamarnya pelan agar tak membangunkan Raden."Iya kah? kalau udah mandi terus kenyang pasti langsung ngantuk tuh anak." Lula terlihat duduk di sofa ruang tengah rumah Ben."Kenapa lu nyari gua?" Ben berjalan mendekat dan duduk disebelah Lula. Ia meraih remot tv yang ada dimeja dan menyalakannya untuk menghilangkan keheningan antara mereka berdua."Nih sinyal laptop gua ilang lagi." Lula membuka laptopnya untuk menunjukkannya pada Ben."Oh kayak dulu itu ya? nih laptop penyakitnya emang gini La." Ben meraih laptop yang ada dipangkuan Lula. Ia kemudian fokus memperbaikinya, bukan hal yang sulit baginya karena dulu dialah yang sering memperbaiki kerusakan pada laptop Lula.Mereka berdua fokus menatap layar laptop secara bersamaan. Dalam hati Ben merasa senang karena bisa kembali dekat dengan Lula menjalani kembali masa-masa indah dulu."Ini pasti
"Gua tau duit lu banyak! tapi gak usah bayarin semua belanjaan gua juga kali. Sia-sia gua lari-larian nyari diskon. Tau gitu tadi gua pilih semua yang paling mahal aja." Lula terus mengomel sepanjang perjalanan menuju mobil."Hahaha salah sendiri daritadi lu repot." Hari ini Ben benar-benar dipenuhi kebahagiaan, karena bisa menghabiskan waktu bersama Lula yang terus bertingkah lucu.Mereka berdua memasukkan kantung belanjaan satu persatu kedalam mobil dari trolly. Sedangkan Lula yang terlihat kelelahan itu tetap terus menerus mengomel pada Ben."Ayo beli minum dulu!" Ben mengusap keringat di wajah Lula dengan lembut, ia kemudian menarik tangan Lula dan membawanya masuk kembali kedalam mall untuk membeli minuman. Lula yang dari tadi terus mengomel seketika terdiam karena sikap Ben yang tiba-tiba lembut padanya, membuat jantungnya kembali berdegup kencang."Duduk disini ya! gua pesenin hazelnut milk tea large ya?" Ben menarik kursi untuk Lul
Setelah kepulangan Tante Nda sekeluarga, Lula terlihat bersantai di sofa empuk yang ada didepan tv dengan sangat nyaman. Ditambah malam itu Raden sudah tidur, mungkin karena lelah seharian bermain bersama yang lain."La! anterin makan buat Ben sana!" Ibu menghampirinya, ia memberikan 1 kotak makan berukiran besar padanya."Aaah malas Bu!" Lula membalikkan badannya, ia menyembunyikan wajahnya."Cepetan sana! kasian dari tadi dia belum makan." Lula seketika beranjak, ia tiba-tiba ingat seharian Ben belum makan. Ia meraih makanan itu dari tangan Ibu dan berjalan keluar dari rumahnya.Lula masih berdiri didepan pintu, ia terlihat ragu-ragu untuk mengetuk pintu rumah Ben.Tok! Tok! Tok!Tak ada sahutan sama sekali, Lula kemudian mencoba untuk membuka pintu yang ternyata tidak terkunci. Ia hanya memasukkan kepalanya saja dan kemudian mengedarkan pandangannya kedalam rumah Ben yang masih tampak gelap itu.Brak!