Keesokan harinya, pagi-pagi sekali unit apartemen Jeni sudah didatangi oleh MUA dan beberapa asistennya untuk meriasnya. Mereka adalah orang suruhan Steven untuk menyulap Jeni menjadi sangat cantik di hari special mereka.
Setelah hampir satu jam lamanya, riasan Jeni akhirnya selesai dan ia tampak sangat cantik dengan balutan kebaya modern warna soft blue kesukaannya, Aluna juga pun didandani dengan gaun baby warna senada.
“Kamu sangat cantik Sayang, ayo kita berangkat sekarang!”
Jeni hanya tersenyum simpul dan ia mendongak ke arah Steven dengan tatapan sedih namun ia berusaha sembunyikan, sedari tadi pikiran Jeni tak luput dari Louis yang hari ini juga menggelar pesta pernikahan yang begitu mewah.
Tiba di hotel Victory, pikiran Jeni semakin tak karuan, ia deg-degan dengan pertunangannya juga hatinya hancur mengingat mantan suaminya, hingga Jeni tak hentinya mengalihkan pandangan pada Aluna yang saat itu tertidur dalam gendongan mamanya Steven.
“Bukan Dok, saya ayah sambungnya.” Ujar Steven dengan perasaan kecewa.“Lalu dimana ayah kandungnya?”Jeni dan Steven saling pandang satu sama lain dan enggan menjawab pertanyaan dokter.“Saya minta maaf, tapi sepertinya baby Aluna sedang merindukan ayah kandungnya. Untuk masalah demamnya, saya akan memberikan resepnya, namun saya sarankan baby Aluna diopname untuk mendapatkan perawatan yang lebih intens, mengingat demanya yang begitu tinggi.”“Baik Dok.” Balas Steven sedikit bersemangat.Jeni kembali menggendong baby Aluna yang masih mengigau untuk dipindahkan ke ruang peawatan dengan kursi roda.“Sabar ya Sayang, kita akan bertemu Papa besok,” bisik Jeni.“Papa, papa.” Lirihnya.Jeni jadi semakin bingung, malam ini Louis dan Renata adalah malam pertama sebagai suami istri meski mereka sudah berkali-kali melakukannnya sebelum menikah, tapi tetap saja ini a
“Jaga ucapanmu Mi!” Aditya memelototi Monica dan bangkit dari tidurnya.“Aku juga mau ke rumah sakit untuk menengok Aluna,” lanjutnya.“Aku tidak akan mengijinkanmu Pi.”“Terserah!” Aditya menyunggingkan sudut bibirnya dan menatap M
Tamara tertawa mendengarnya dan ia menjawab, “Kupikir dia malaikat tanpa sayap yang punya stok kebaikan unlimited.”Jeni ikut tertawa getir mendengar celotehan Tamara karena ia juga sempat berpikir Steven seperti itu.“Jadi dia tidak ikut menemani Aluna?”“Tadinya aku dan Steven yang membawa Aluna ke rumah sakit, tapi begitu Louis datang, Steven tiba-tiba pergi entah kemana. Aku bingung harus tidur dimana sekarang karena ada Louis di dalam bersama Aluna.”“Hmm, aku rasa kamu bisa tidur di sofa. Anggap saja untuk menyenangkan hati Aluna bisa ditemani tidur oleh kedua orangtuanya untuk pertama kalinya, meski tidak satu ranjang.”“Kamu benar, tapi entah kenapa aku merasa sangat canggung. Apalagi harusnya malam ini Louis menghabiskan malam pertama dengan Reanata.”“Hahaha, aku hampir saja lupa, Louis baru saja menikah dengan Renata tadi pagi. Aku jadi penasaran Jen, bagaimana murk
“Mama.” Suara lirih dari sosok mungil itu mengejutkan Jeni dan ia segera menyeka air matanya, memasang wajah seceria mungkin.“Iya Sayang, bagaimana keadaanmu sekarang?”“Aik.”Jeni tersenyum begitu manis dan mencium putri kecilnya.“Jangan sakit lagi ya Sayang.”Aluna hanya tersenyum kecil dan tampak mencari seseorang.“Papa nana?”“Papa kerja, Aluna sama Mama dulu ya.”Aluna mengangguk dan ia mengedipkan bulu matanya yang lentik, terlihat begitu menggemaskan dengan pipi chubynya yang putih sedikit kemerahan.“Anak pintar.” Puji Jeni sambil mengusap rambut Aluna.Sejenak ia lupa dengan semua masalahnya. Jeni kemudian pergi ke kamar mandi begitu ada suster datang dan menemani Aluna. Pada saat ia keluar dari kamar mandi, Renata muncul dari balik pintu dan itu membuat Jeni berubah sangat dingin.“Untuk apa
“Apa yang aku lakukan semalam? Bukankah aku berlebihan? dia sudah meminta ijin padaku untuk menghubungiku, tapi kenapa aku menyalahkannya dan justru bertindak seperti orang yang tidak tahu malu. Jeni, aku minta maaf.” Steven bermonolog untuk menyalahkan dirinya sendiri, dia terlihat sangat menyedihkan sekarang.Sesaat setelah itu, dia bersusah payah membuat dirinya bangun dan menyambar ponsel di atas nakas. Steven mengecek ponselnya dan melihat ada banyak panggilan dan pesan dari Jeni, tapi tidak sama sekali di pagi ini.“Apa dia marah padaku?” gumamnya.Steven memijat keningnya dan mencoba untuk duduk, ia menghubungi Jeni namun ternyata nomor Jeni tidak aktif. Dia menghela nafas kasar dan beralih menghubungi Felix, panggilan terhubung dengan sangat cepat.“Felix, tolong ke apartemenku sekarang juga!”“Baik Tuan.”Tak lama kemudian, Felix datang menemui Steven. Sementara Steven masih pada posis
“Renata sudahlah, jangan mempersulit dirimu sendiri. Kita sudah sepakat dari awal kalau pernikahan ini tidak akan mengganggu pekerjaanku.”Louis menutup sambungan telepon setelah itu, dia sangat kesal dan merasa sangat menyesal telah menikahi Renata. Renata orang yang sangat penuntut rupanya, berbeda sekali dengan Jeni yang selalu mengerti keadaannya.“Ah, kenapa aku jadi seperti ini? dulu aku meninggalkan Jeni demi Renata, tapi sekarang kenapa aku jadi muak sekali dengan Renata? Apakah semua karena ini Aluna?”Memikirkan Aluna, membuat Louis semakin ingin bertemu putri kecilnya. Ia berubah jadi selalu merindukannya sekarang.“Pak Louis, kita bisa pergi sekarang! Saya sudah menyiapkan semua agendanya.” Dian, sekretaris Louis yang tiba-tiba datang menarik Louis kembali ke dunia nyata.Ia pun keluar mengikuti Dian dan bersiap pergi ke Surabaya.Malam berlalu dalam sekejap mata, Jeni baru saja tiba di Surabay
Di tempat yang berbeda, Steven hampir gila karena Jeni tidak membalas satupun pesannya atau menerima panggilannya. Hal yang ia bisa lakukan adalah mengusik Tania dan Tamara yang sedang di luar negeri, namun pada Tania, Steven memperoleh makian yang membuatnya bertambah bersalah pada Jeni.Sedangkan Tamara, ia tidak bisa membantunya karena Jeni pun sama sekali tidak menghubunginya.Steven sangat sress di apartemennya, rambutnya berantakan dengan wajah yang kuyu. Pasrah, ia mencoba mengirim satu pesan lagi pada Jeni.[Jen, aku minta maaf. Tolong beritahu aku, apakah kamu baik-baik saja saat ini? aku hanya ingin tahu keadaanmu. Aku janji tidak akan mengganggumu untuk sementara waktu. Aku tahu aku telah membuat kesalahan besar padamu]KirimDi kota yang berbeda, Jeni yang baru saja ingin terlelap begitu terganggu dengan pesan yang dikirim Steven. Akhirnya ia mengalah dan membuka semua pesan yang dikirimkan padanya hari ini.Meski ia masih sangat
Jeni hanya mengangguk dan kemudian sarapan, dua perempuan berbeda generasi itu salig diam dan asik menyelesaikan sarapannya. Pada saat mereka sudah selesai, Fani datang sambil menggendong Aluna.“Mama, tita nana?”Fani dan Nenek tertawa kecil mendengar celotehan Aluna.“Kita di rumah nenek buyut, Sayang. Kalau yang gendong kamu itu Tante Fani.”Aluna langsung memandang Fani dan tersenyum, ia berujar malu-malu, “Ante.”“Hy Aluna.”Aluna kembali tersenyum manis dan menggemaskan.“Sini sama nenek buyut.” Nenek Marina menawarkan menggendongnya dan Aluna tidak keberatan, ia mencondongkan tubuhnya ke depan dan saat ini berpindah ke gendongan nenek buyutnya.“Anak pintar.”Hati Jeni sangat damai saat ini. Ia sangat senang neneknya bisa dekat dengan Aluna, namun di sisi lain pula ia merasa sedih mengingat ibunya hanya bertemu Aluna saat masih bayi, setelahny