“Jadi besok Steven akan melamarmu?”
Jeni mengangguk dengan cepat dan itu membuat Louis semakin tidak senang, ia bangkit dari tempat tidur meninggalkan Aluna dan menghampiri Jeni.
Jeni yang berdiri di tempatnya merasa gemetar, ia takut Louis akan menyakitinya dan bertindak di luar nalarnya.
“Louis, lebih baik kamu pergi dari sini dan jangan berbuat macam-macam padaku!” Jeni mencoba memperingatkan Louis meski dengan suara yang bergetar karena ketakutan.
Louis tidak berkata apapun, ia terus melangkah menghampiri Jeni dan kemudian justru memeluk Jeni begitu erat. Jeni tercengang, sekian lamanya ia merindukan Louis saat dulu, Louis menjauh dan saat ini setelah ia berusaha menata hatinya untuk melupakan Louis, Louis seolah merasa bersalah dan ingin memperbaiki hubungan dengannya. Ya, itulah yang Jeni rasakan akhir-akhir ini.
“Aku minta maaf Jen, aku minta maaf telah menyia-nyiakanmu selama ini dan juga putri kita,” Lou
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali unit apartemen Jeni sudah didatangi oleh MUA dan beberapa asistennya untuk meriasnya. Mereka adalah orang suruhan Steven untuk menyulap Jeni menjadi sangat cantik di hari special mereka.Setelah hampir satu jam lamanya, riasan Jeni akhirnya selesai dan ia tampak sangat cantik dengan balutan kebaya modern warna soft blue kesukaannya, Aluna juga pun didandani dengan gaun baby warna senada.“Kamu sangat cantik Sayang, ayo kita berangkat sekarang!”Jeni hanya tersenyum simpul dan ia mendongak ke arah Steven dengan tatapan sedih namun ia berusaha sembunyikan, sedari tadi pikiran Jeni tak luput dari Louis yang hari ini juga menggelar pesta pernikahan yang begitu mewah.Tiba di hotel Victory, pikiran Jeni semakin tak karuan, ia deg-degan dengan pertunangannya juga hatinya hancur mengingat mantan suaminya, hingga Jeni tak hentinya mengalihkan pandangan pada Aluna yang saat itu tertidur dalam gendongan mamanya Steven.
“Bukan Dok, saya ayah sambungnya.” Ujar Steven dengan perasaan kecewa.“Lalu dimana ayah kandungnya?”Jeni dan Steven saling pandang satu sama lain dan enggan menjawab pertanyaan dokter.“Saya minta maaf, tapi sepertinya baby Aluna sedang merindukan ayah kandungnya. Untuk masalah demamnya, saya akan memberikan resepnya, namun saya sarankan baby Aluna diopname untuk mendapatkan perawatan yang lebih intens, mengingat demanya yang begitu tinggi.”“Baik Dok.” Balas Steven sedikit bersemangat.Jeni kembali menggendong baby Aluna yang masih mengigau untuk dipindahkan ke ruang peawatan dengan kursi roda.“Sabar ya Sayang, kita akan bertemu Papa besok,” bisik Jeni.“Papa, papa.” Lirihnya.Jeni jadi semakin bingung, malam ini Louis dan Renata adalah malam pertama sebagai suami istri meski mereka sudah berkali-kali melakukannnya sebelum menikah, tapi tetap saja ini a
“Jaga ucapanmu Mi!” Aditya memelototi Monica dan bangkit dari tidurnya.“Aku juga mau ke rumah sakit untuk menengok Aluna,” lanjutnya.“Aku tidak akan mengijinkanmu Pi.”“Terserah!” Aditya menyunggingkan sudut bibirnya dan menatap M
Tamara tertawa mendengarnya dan ia menjawab, “Kupikir dia malaikat tanpa sayap yang punya stok kebaikan unlimited.”Jeni ikut tertawa getir mendengar celotehan Tamara karena ia juga sempat berpikir Steven seperti itu.“Jadi dia tidak ikut menemani Aluna?”“Tadinya aku dan Steven yang membawa Aluna ke rumah sakit, tapi begitu Louis datang, Steven tiba-tiba pergi entah kemana. Aku bingung harus tidur dimana sekarang karena ada Louis di dalam bersama Aluna.”“Hmm, aku rasa kamu bisa tidur di sofa. Anggap saja untuk menyenangkan hati Aluna bisa ditemani tidur oleh kedua orangtuanya untuk pertama kalinya, meski tidak satu ranjang.”“Kamu benar, tapi entah kenapa aku merasa sangat canggung. Apalagi harusnya malam ini Louis menghabiskan malam pertama dengan Reanata.”“Hahaha, aku hampir saja lupa, Louis baru saja menikah dengan Renata tadi pagi. Aku jadi penasaran Jen, bagaimana murk
“Mama.” Suara lirih dari sosok mungil itu mengejutkan Jeni dan ia segera menyeka air matanya, memasang wajah seceria mungkin.“Iya Sayang, bagaimana keadaanmu sekarang?”“Aik.”Jeni tersenyum begitu manis dan mencium putri kecilnya.“Jangan sakit lagi ya Sayang.”Aluna hanya tersenyum kecil dan tampak mencari seseorang.“Papa nana?”“Papa kerja, Aluna sama Mama dulu ya.”Aluna mengangguk dan ia mengedipkan bulu matanya yang lentik, terlihat begitu menggemaskan dengan pipi chubynya yang putih sedikit kemerahan.“Anak pintar.” Puji Jeni sambil mengusap rambut Aluna.Sejenak ia lupa dengan semua masalahnya. Jeni kemudian pergi ke kamar mandi begitu ada suster datang dan menemani Aluna. Pada saat ia keluar dari kamar mandi, Renata muncul dari balik pintu dan itu membuat Jeni berubah sangat dingin.“Untuk apa
“Apa yang aku lakukan semalam? Bukankah aku berlebihan? dia sudah meminta ijin padaku untuk menghubungiku, tapi kenapa aku menyalahkannya dan justru bertindak seperti orang yang tidak tahu malu. Jeni, aku minta maaf.” Steven bermonolog untuk menyalahkan dirinya sendiri, dia terlihat sangat menyedihkan sekarang.Sesaat setelah itu, dia bersusah payah membuat dirinya bangun dan menyambar ponsel di atas nakas. Steven mengecek ponselnya dan melihat ada banyak panggilan dan pesan dari Jeni, tapi tidak sama sekali di pagi ini.“Apa dia marah padaku?” gumamnya.Steven memijat keningnya dan mencoba untuk duduk, ia menghubungi Jeni namun ternyata nomor Jeni tidak aktif. Dia menghela nafas kasar dan beralih menghubungi Felix, panggilan terhubung dengan sangat cepat.“Felix, tolong ke apartemenku sekarang juga!”“Baik Tuan.”Tak lama kemudian, Felix datang menemui Steven. Sementara Steven masih pada posis
“Renata sudahlah, jangan mempersulit dirimu sendiri. Kita sudah sepakat dari awal kalau pernikahan ini tidak akan mengganggu pekerjaanku.”Louis menutup sambungan telepon setelah itu, dia sangat kesal dan merasa sangat menyesal telah menikahi Renata. Renata orang yang sangat penuntut rupanya, berbeda sekali dengan Jeni yang selalu mengerti keadaannya.“Ah, kenapa aku jadi seperti ini? dulu aku meninggalkan Jeni demi Renata, tapi sekarang kenapa aku jadi muak sekali dengan Renata? Apakah semua karena ini Aluna?”Memikirkan Aluna, membuat Louis semakin ingin bertemu putri kecilnya. Ia berubah jadi selalu merindukannya sekarang.“Pak Louis, kita bisa pergi sekarang! Saya sudah menyiapkan semua agendanya.” Dian, sekretaris Louis yang tiba-tiba datang menarik Louis kembali ke dunia nyata.Ia pun keluar mengikuti Dian dan bersiap pergi ke Surabaya.Malam berlalu dalam sekejap mata, Jeni baru saja tiba di Surabay
Di tempat yang berbeda, Steven hampir gila karena Jeni tidak membalas satupun pesannya atau menerima panggilannya. Hal yang ia bisa lakukan adalah mengusik Tania dan Tamara yang sedang di luar negeri, namun pada Tania, Steven memperoleh makian yang membuatnya bertambah bersalah pada Jeni.Sedangkan Tamara, ia tidak bisa membantunya karena Jeni pun sama sekali tidak menghubunginya.Steven sangat sress di apartemennya, rambutnya berantakan dengan wajah yang kuyu. Pasrah, ia mencoba mengirim satu pesan lagi pada Jeni.[Jen, aku minta maaf. Tolong beritahu aku, apakah kamu baik-baik saja saat ini? aku hanya ingin tahu keadaanmu. Aku janji tidak akan mengganggumu untuk sementara waktu. Aku tahu aku telah membuat kesalahan besar padamu]KirimDi kota yang berbeda, Jeni yang baru saja ingin terlelap begitu terganggu dengan pesan yang dikirim Steven. Akhirnya ia mengalah dan membuka semua pesan yang dikirimkan padanya hari ini.Meski ia masih sangat
Jeni dan Louis tidak bisa menahan tawa dan mereka berdua mengangguk setuju demi menyenangkan putri kecilnya.“Berhentilah tertawa Ma, Pa. Ayo kita sarapan!” Louis mengerutkan keningnya dan dia menoleh ke arah Jeni. Maksudnya Jeni saja baru bangun tidur, siapa yang menyiapkan sarapannya? Tidak mungkin Aluna sendirian.Seolah mengerti pemikiran Louis, Jeni menjelaskannya, “Aku menyewa Bibi untuk memasak setiap pagi di sini.” “Kenapa tidak kamu sendiri yang memasak?” “Karena aku harus menulis setiap pagi, aku merasa itu waktu yang paling tepat untukku.” Louis tampak tidak setuju.“Lalu bagaimana kalau kita sudah menikah lagi? Apa kamu tidak akan memasak untukku?” tanyanya cemberut.Jeni tersenyum lembut dan ia mengelus wajah Louis dengan gemas, “Itu lain lagi.” Louis berubah senang sehingga ia ingin sekali menarik Jeni dalam pelukannya dan memagut bibirnya seperti semalam.Namun pemikiran itu segera diusir cepat oleh Aluna ya
Jeni dengan cepat menepis tangan Louis, lalu merubah posisinya lagi dan kali ini memunggunginya.Louis tak menyerah, ia justru semakin berulah. Aluna di gendongnya pelan-pelan dan dipindah ke tempatnya dengan guling besar di sisinya agar tidak terjatuh, sementara Louis saat ini menempati posisi Aluna hingga berada sangat dekat dengan Jeni. “L... Louis, tolong jangan macam-macam!” Cegah Jeni dengan suara pelan namun sebenarnya ia sangat ketakutan.Padahal Louis hanya memeluknya dari belakang dan membenamkan kepalanya ke punggung Jeni sambil mencuri aroma khas lily of the valley pada tubuh Jeni yang membuat Louis sangat nyaman.“Louis, lepas!” desis Jeni dengan suara setengah berbisik karena takut membangunkan putrinya.Namun, pelukan Louis semakin erat hingga bokong Jeni bisa merasakan sesuatu yang tegang di tengah Louis. Ia bergidik ketakutan dengan degup jantung tak karuan, ia sudah lama sekali tidak mengalami sentuhan seperti ini karena Steven
“Aluna, apa kamu tidak menyayangi uncle?” Tanya Jeni waktu itu sebelum akhirnya ia benar-benar menyetujui permintaan Steven untuk bercerai.Jeni masih ingin mempertahankannya, meski godaan dari Louis luar biasa. Jeni yang masih sangat mencintai Louis selalu saja hampir goyah dengan perhatian yang Louis berikan selama di Singapura. Tapi ia benar-benar masih meneguhkan hatinya untuk Steven, ia pantang menjanda kedua kalinya, juga karena Steven sudah berbaik hati padanya selama ini saat ia berada di posisi terburuk. Tapi jawaban Aluna membuat seolah dirinya tertampar keras oleh sebuah kenyataan.“Sayang Ma, tapi Aluna lebih sayang sama Papa.”“Kenapa? Uncle juga sangat baik sama Mama dan Aluna.” Aluna mengangguk-angguk membenarkannya, tapi gadis cilik itu memutar otaknya untuk menemukan jawaban yang tepat.“Tapi Aluna ingin Mama dan Papa,” lirihnya.Meski hanya pernyataan singkat dengan menekankan kata ‘ingin’ itu sudah sangat jelas di mata Je
“Ehem...” Deheman Steven sukses membuat keduanya melepas dengan gugup. Terutama Jeni, ia menoleh ke arah Steven dengan pandangan horor, sangat takut sehingga ia mengigit bibir bawahnya, tidak berani mengatakan apapun meski hanya sedikit penjelasan.“Itu tidak seburuk yang kamu lihat Stev.” Perkataan Louis setidaknya sedikit membantunya untuk menjelaskan pada Steven yang saat ini menahan ribuan emosi dengan tatapan tajamnya. Steven mengangkat sudut bibirnya membentuk seringai sinis. Setelahnya ia mengangkat satu tangannya di udara dan berbalik, ia terlihat sangat kecewa.“Jaga Aluna sebentar.” Seru Jeni sambil buru-buru mengejar Steven.Louis hanya diam dan merasa iba dengan Jeni. Jika saja ia tidak meninggalkan Jeni waktu itu, Jeni pasti masih menjadi miliknya sampai sekarang dan tidak perlu mengalami posisi yang sangat sulit seperti ini. Louis menghela nafas sebelum akhirnya menjatuhkan dirinya di sofa dan memijat pelipisnya.Di koridor r
Jeni dan Louis kembali saat Aluna sedang menangis keras. Melihat hal itu Jeni Louis sangat panik dan ia setengah berlari untuk menghampiri Aluna. “Steven, Aluna kenapa?” Jeni bertanya heran sambil memeluk Aluna yang terisak. Steven hanya diam dan menatap Aluna dengan rasa bersalah. “Apakah kamu mencoba bertengkar dengan putri kecilku Stev?” Tuduhan Louis sontak membuat Steven berubah emosi dengan cepat, ia menatap Louis geram. “Una, mau Papa.” Teriak Aluna sebelum Steven bisa menjelaskannya. Louis tersenyum ke arah Steven penuh kemenangan dan langsung menghampiri putrinya. “Ya Sayang, apa uncle menyakitimu?”Steven memelototi Louis tajam dan nafasnya terengah-engah karena terlalu banyak emosi yang ia tahan hanya demi janjinya terhadap Jeni. Menyadari tatapan tajam di balik punggungnya, bibir Louis berkedut membentuk senyum samar, ia sangat senang dengan posisinya saat ini karena Aluna lebih menginginkannya. “Papa, una mau de
Louis datang dengan sekantung belanjaan di kedua tanganny, Jeni yang sangat kelaparan langsung antusias begitu melihatnya. “Beli apa aja?” “Semua kesukaan kamu.” Bibir Jeni berkedut dan membentuk senyuman tipis. Entah kenapa hatinya berbunga-bunga padahal jelas dia istri Steven sekarang. Baru sadar kalau dia istri Steven, Jeni cepat-cepat menepis pemikiran tentang Louis, ia membuka kantung makanan itu dan lagi-lagi hatinya goyah, rasanya ingin melonjak seperti anak kecil yang diperbolehkan makan es krim favorit oleh ibunya. Jeni jadi berubah sangat plin-plan, hatinya terlalu lemah untuk Louis. Louis tersenyum senang mendapati kebahagiaan Jeni. “Lengkap kan? Itu bukti aku tidak sepenuhnya melupakanmu Jen, hanya saja kemarin... Mungkin Renata menyihirku.” Jeni hampir tersedak salivanya sendiri dan ia tidak tahu harus tertawa atau menangis sekarang.“Dan sekarang menurutmu sihir itu sudah hilang?” sahut Jeni menggoda. Louis men
Louis tersenyum tipis dan tidak mengatakan apapun lagi, ia mengikuti Jeni untuk menyandarkan punggungnya ke sofa lebih nyaman sambil menoleh ke samping memperhatikan Jeni yang saat ini tengah tertidur.“Kenapa dia sangat cantik sekarang? Apa karena dulu aku tidak pandai merawatnya?” batinnya.“Aku janji Jen, begitu Tuhan mengijinkanku untuk kembali padamu suatu saat nanti, aku akan menjadikanmu perempuanku selama sisa hidupku.” Lanjutnya.Jeni yang sebenarnya tidak berniat tidur, bisa merasakan tatapan Louis yang begitu intim padanya jadi dia sengaja membuka mata.“Kenapa kamu melihatku seperti itu? Aku sepupu iparmu sekarang.” Jeni mencoba mengingatkan Louis dengan kesal.Louis menarik sudut bibirnya membentuk senyuman jahat yang membuat Jeni bergidik, jadi ia langsung bangkit dan pindah duduk di samping tempat tidur Aluna. Ia membuka ponselnya dan mengecek pesan yang ia kirimkan pada Steven kemarin, masih tidak
Hari ini adalah hari ulang tahun Aluna, meski tanpa perayaan mewah dan resmi seperti ulang tahun sebelumnya, namun Jeni masih berusaha menyenangkan putri kecilnya yang saat ini masih terbaring lemah di rumah sakit.Ia beserta mamanya dan Louis datang dengan membawa kue ulang tahun berlapis dan beberapa kado kecil. Aluna sangat senang dan wajahnya berubah kembali ceria meski masih terlihat pucat.“Selamat ulang tahun Aluna kesayangan Mama, cepat sembuh ya.” Jeni mencium kening Aluna begitu lama dengan air mata yang tiba-tiba mengalir pelan di pipinya.“Una duga cayang Mama. Yup yu.”Jeni terkekeh pelan sambil menyeka air matanya, “Love u too.”“Selamat ulang tahun anak Papa yang cantik, cepat sembuh ya.”Louis yang berada di sebelah lainnya langsung menciumi pipi Aluna. Aluna sangat senang dan wajah anak itu benar-benar berbinar bahagia.“Una cayang Papa,” balasnya.Lou
Steven tidak berani membantah apapun dan langsung menuruti keinginan Jeni untuk membawa ke rumah sakit tempat Aluna dirawat. Meski dalam hatinya ada sedikit kekecewaan mengingat hari ini adalah hari pertamanya dan Jeni sebagai pasangan suami istri.Tentu ia sama dengan laki-laki pada umumnya yang masih menginginkan kebahagiaan sebagai pengantin baru. Untuk itu dia diam-diam mendengus getir saat dalam perjalanan ke rumah sakit.“Stev, cepatlah! Apa kamu sengaja melakukannya?” Jeni berteriak kesal menyadari Steven mengosongkan pikirannya dan melajukan mobilnya dengan malas-malasan.“Aku minta maaf.” Lirih Steven.Setelah itu Lamborghini tiba-tiba melaju seperti mobil pembalap dunia, alhasil mereka tiba di rumah sakit dengan sangat cepat.Begitu Lamborghini baru saja terparkir, Jeni langsung berlari tanpa mempedulikan Steven, di pikirannya hanya ada Aluna dan Aluna.“Bagaimana keadaan Aluna, Ma?” Jeni bertany