“Mama.”
Suara lirih dari sosok mungil itu mengejutkan Jeni dan ia segera menyeka air matanya, memasang wajah seceria mungkin.
“Iya Sayang, bagaimana keadaanmu sekarang?”
“Aik.”
Jeni tersenyum begitu manis dan mencium putri kecilnya.
“Jangan sakit lagi ya Sayang.”
Aluna hanya tersenyum kecil dan tampak mencari seseorang.
“Papa nana?”
“Papa kerja, Aluna sama Mama dulu ya.”
Aluna mengangguk dan ia mengedipkan bulu matanya yang lentik, terlihat begitu menggemaskan dengan pipi chubynya yang putih sedikit kemerahan.
“Anak pintar.” Puji Jeni sambil mengusap rambut Aluna.
Sejenak ia lupa dengan semua masalahnya. Jeni kemudian pergi ke kamar mandi begitu ada suster datang dan menemani Aluna. Pada saat ia keluar dari kamar mandi, Renata muncul dari balik pintu dan itu membuat Jeni berubah sangat dingin.
“Untuk apa
“Apa yang aku lakukan semalam? Bukankah aku berlebihan? dia sudah meminta ijin padaku untuk menghubungiku, tapi kenapa aku menyalahkannya dan justru bertindak seperti orang yang tidak tahu malu. Jeni, aku minta maaf.” Steven bermonolog untuk menyalahkan dirinya sendiri, dia terlihat sangat menyedihkan sekarang.Sesaat setelah itu, dia bersusah payah membuat dirinya bangun dan menyambar ponsel di atas nakas. Steven mengecek ponselnya dan melihat ada banyak panggilan dan pesan dari Jeni, tapi tidak sama sekali di pagi ini.“Apa dia marah padaku?” gumamnya.Steven memijat keningnya dan mencoba untuk duduk, ia menghubungi Jeni namun ternyata nomor Jeni tidak aktif. Dia menghela nafas kasar dan beralih menghubungi Felix, panggilan terhubung dengan sangat cepat.“Felix, tolong ke apartemenku sekarang juga!”“Baik Tuan.”Tak lama kemudian, Felix datang menemui Steven. Sementara Steven masih pada posis
“Renata sudahlah, jangan mempersulit dirimu sendiri. Kita sudah sepakat dari awal kalau pernikahan ini tidak akan mengganggu pekerjaanku.”Louis menutup sambungan telepon setelah itu, dia sangat kesal dan merasa sangat menyesal telah menikahi Renata. Renata orang yang sangat penuntut rupanya, berbeda sekali dengan Jeni yang selalu mengerti keadaannya.“Ah, kenapa aku jadi seperti ini? dulu aku meninggalkan Jeni demi Renata, tapi sekarang kenapa aku jadi muak sekali dengan Renata? Apakah semua karena ini Aluna?”Memikirkan Aluna, membuat Louis semakin ingin bertemu putri kecilnya. Ia berubah jadi selalu merindukannya sekarang.“Pak Louis, kita bisa pergi sekarang! Saya sudah menyiapkan semua agendanya.” Dian, sekretaris Louis yang tiba-tiba datang menarik Louis kembali ke dunia nyata.Ia pun keluar mengikuti Dian dan bersiap pergi ke Surabaya.Malam berlalu dalam sekejap mata, Jeni baru saja tiba di Surabay
Di tempat yang berbeda, Steven hampir gila karena Jeni tidak membalas satupun pesannya atau menerima panggilannya. Hal yang ia bisa lakukan adalah mengusik Tania dan Tamara yang sedang di luar negeri, namun pada Tania, Steven memperoleh makian yang membuatnya bertambah bersalah pada Jeni.Sedangkan Tamara, ia tidak bisa membantunya karena Jeni pun sama sekali tidak menghubunginya.Steven sangat sress di apartemennya, rambutnya berantakan dengan wajah yang kuyu. Pasrah, ia mencoba mengirim satu pesan lagi pada Jeni.[Jen, aku minta maaf. Tolong beritahu aku, apakah kamu baik-baik saja saat ini? aku hanya ingin tahu keadaanmu. Aku janji tidak akan mengganggumu untuk sementara waktu. Aku tahu aku telah membuat kesalahan besar padamu]KirimDi kota yang berbeda, Jeni yang baru saja ingin terlelap begitu terganggu dengan pesan yang dikirim Steven. Akhirnya ia mengalah dan membuka semua pesan yang dikirimkan padanya hari ini.Meski ia masih sangat
Jeni hanya mengangguk dan kemudian sarapan, dua perempuan berbeda generasi itu salig diam dan asik menyelesaikan sarapannya. Pada saat mereka sudah selesai, Fani datang sambil menggendong Aluna.“Mama, tita nana?”Fani dan Nenek tertawa kecil mendengar celotehan Aluna.“Kita di rumah nenek buyut, Sayang. Kalau yang gendong kamu itu Tante Fani.”Aluna langsung memandang Fani dan tersenyum, ia berujar malu-malu, “Ante.”“Hy Aluna.”Aluna kembali tersenyum manis dan menggemaskan.“Sini sama nenek buyut.” Nenek Marina menawarkan menggendongnya dan Aluna tidak keberatan, ia mencondongkan tubuhnya ke depan dan saat ini berpindah ke gendongan nenek buyutnya.“Anak pintar.”Hati Jeni sangat damai saat ini. Ia sangat senang neneknya bisa dekat dengan Aluna, namun di sisi lain pula ia merasa sedih mengingat ibunya hanya bertemu Aluna saat masih bayi, setelahny
Sementara Jeni, ia juga tidak menolak dipeluk oleh Louis seperti itu, Jeni membalas pelukan Louis dan menutup matanya, menangis tanpa suara dalam pelukan Louis, pelukan yang sangat ia rindukan. Mereka pun berpelukan cukup lama.“Jadi apa yang harus aku lakukan untuk menebus semua itu Jen? Tolong beritahu aku, aku benar-benar ingin kamu memaafkanku.”Jeni tercengang dengan pernyataan Louis, ia melepas pelukannya dan menghapus air matanya.“Louis, kamu...”“Jen, tolong beritahu aku!” Louis menangkup wajah Jeni lembut dan menatapnya dengan ketulusan.“Aku hanya.... aku hanya ingin kamu selalu ada untuk Aluna. Kamu tahu hidupku semasa kecil tak ada bedanya dengan Aluna, jadi aku harap kamu....”“Aku tahu Jen, aku akan melakukan apa yang kamu mau, aku janji dan kali ini aku tidak akan sekedar janji. Aku akan benar-benar melakukannya, jika tidak. Biar Tuhan saja yang menghukumku dengan berat.&r
Fani membantunya mengambil minum dan menyerahkannya pada Jeni.“Laki-laki siapa maksudmu Fan?” tanya Jeni begitu ia selesai minum.“Aku tidak tahu, tubuhnya tinggi, tegap dan perawakannya seperti intel. Kamu tidak buronan kan Jen?”Jeni memelototi Fani tidak senang.“Apa maksudmu? Mungkin dia orang suruhan seperti Steven.”“Steven itu siapa?”“Tunanganku.”“Ha?” Fani sangat terkejut.“Aku dan Louis sudah bercerai, Louis pun sudah menikah dua hari yang lalu dengan selingkuhannya, bertepatan dengan hari pertunanganku dengan Steven.”Pupil Fani membesar.“Ya Tuhan, kenapa serumit itu Jen?”“Aku bilang juga apa, hidupku sangat rumit Fan dan kamu tidak percaya.”Jeni kali ini lebih tenang dan memilih melanjutkan sarapannya.“By the way masakan Nenek sangat enak.”“Hmm
Mungkin malam itu hari terakhir Jeni bersembunyi dari Steven, saat ia sedang duduk di teras mengobrol dengan Ardan, ayah Fani. Jeni melihat mobil sedan hitam mewah yang tiba-tiba berhenti di depan rumah neneknya. Ia pikir itu adalah Louis, namun ia ternyata salah besar.“Steven!” seru Jeni terkejut.Tanpa basa-basi Steven langsung menghampiri dan memeluknya.“Aku sangat merindukanmu Jen.”Jeni menolak pelukan Steven dan berusaha melepaskannya, terlebih lagi di sampingnya masih ada Ardan.“Siapa kamu? Datang-datang langsung memeluk keponakan saya. Tidak sopan.”Steven tersadar bahwa ada orang lain selain ia dan Jeni, jadi ia melepas pelukannya dan menengok ke arah sumber suara. Ia begitu kaget saat melihat laki-laki berumur yang terlihat mirip dengan Jeni.“Saya Omnya Jeni, kamu siapa?” tanya Ardan dengan suaranya yang tegas dan dingin.“Saya... tunangan Jeni, Om.” Ujar
Pada saat mereka saling fokus dengan makanan masing-masing, terdengar suara pintu diketuk dari luar. Jeni yang sudah selesai makan, langsung bangkit dan berkata, “Mungkin Fani, aku akan membukakannya.”Steven hanya mengangguk dan membiarkannya.Begitu pintu terbuka, Jeni terbelalak tak percaya. Louis dengan wajah berbinar menenteng keranjang buah dan beberapa makanan sedang berdiri di depannya.Jeni hanya mematung dan memaksakan senyum tak berdaya.“Aluna dimana? Kok sepi?”Tak bisa menjawab, Jeni mendadak pucat saat Louis dengan percaya dirinya langsung masuk dan menerobos Jeni yang masih mematung di depan pintu.“Louis, tunggu! Di dalam ada....”Belum sempat Jeni menyelesaikan kalimatnya, Steven sudah hadir di tengah mereka dan membuat suasana peperangan langsung bergejolak saat itu juga.“Sudah kuduga kamu tahu Jeni ada dimana,” ujar Steven dengan senyumnya yang mencibir pada L