“Eee, maaf,” ucapku antara malu dan bingung.Apa kalian tahu yang baru saja aku lakukan? Kenapa bisa ada box yang jatuh? Aku tidak merasa menyenggol sesuatu.Ah, satu lagi … apa Keenan memang begitu kuat saat menarikku? Atau aku yang terlalu berlebihan sampai berada di dalam pelukannya?Ah, malu banget!“Aku justru yang harus minta maaf karena tadi aku yang memindahkan dus ini di atas agar mereka punya ruang untuk bekerja. Ternyata posisinya kurang pas. Untung itu dus kosong. Hanya lumayan tebal saja. Kalau kena kepala pasti sakit,” ujar Keenan.“Iya,” jawabku pelan tanpa melihat ke arah Keenan.“Apa kamu baik-baik saja?” tanya Keenan.“Iya, aku baik-baik saja,” jawabku sambil melirik sekilas ke arah Yoan, Lie, dan Zoe yang tersenyum ke arahku.“Ah, aku tiba-tiba ingat … kita kembali ke ruanganku untuk membahas masalah desain, yuk!” ajak Keenan.“Iya,” jawabku singkat.Kami pun berjalan bersama-sama ke ruangan Keenan.“Maaf, hanya ada air mineral,” ujar Keenan sambil memberikan satu b
“Maaf. Baru saja ada orang yang naik sepeda dan hampir mengenaimu,” ujar Keenan melepaskan pelukannya.“Oh, iya,” sahutku buru-buru membenarkan posisiku berdiri sambil mengedarkan pandangan ke sekitar.Benar kata Keenan. Ada orang naik sepeda yang sudah melaju dengan kecepatan tinggi.“Sampai di mana tadi pembicaraan kita?” tanya Keenan.“Itu … kita jadinya makan di mana?” Bukannya menjawab, aku malah balik bertanya.“Kamu mau makan burger?” ajak Keenan.“Boleh,” jawabku sambil tersenyum.Keenan mengangguk. Lalu, kami pun kembali berjalan beriringan.“Jadi, kapan Om Danendra mau mengajak kita makan burger? Minggu ini? Minggu depan?” tanya Keenan.Eee, ternyata Keenan ingat juga. Padahal aku sengaja mengalihkan perhatian dari pembicaraan itu.“Nanti aku akan memberi tahu kalau sudah dapat infonya,” jawabku.Keenan mengangguk sambil tersenyum.“Tempat makan burger yang lezat di mana?” tanyaku.Keenan mengedarkan pandangan, lalu kembali tersenyum, “Itu.”Pandanganku mengikuti arah tangan
Keenan POVAku tertawa geli ketika melihat Lilian salah tingkah dan menunduk setelah mengajukan protes kalau dia tidak sama seperti Mama dan Erina.Aku setuju kalau Lilian berbeda dengan Mama dan Erina. Lilian bahkan berbeda dengan gadis kebanyakan yang pernah aku kenal. Hm, maksudku, Lilian itu gadis yang sangat polos, jujur, dan baik hati. Setidaknya sejauh ini aku mengenalnya sebagai gadis yang seperti itu.Akan tetapi, masih ada sedikit ketakutan di dalam diriku ini untuk menjalin hubungan kembali dengan seorang gadis.Bagaimana caraku menjelaskannya?Aku menyukai Lilian, tetapi aku tidak ingin terburu-buru seperti saat memutuskan untuk mencintai Erina dan ingin menjalin hubungan dengannya.Mungkin aku akan berteman dengannya terlebih dahulu atau mungkin aku akan menjadi sahabatnya … hm, entahlah, aku belum bisa memutuskan apa pun sekarang.Eee, mengenai kerja sama bisnis, ini murni dan tidak ada sangkut pautnya dengan perasaanku. Aku benar-benar mencari seorang yang bisa menggamb
“Cheryl itu seorang gadis yang sangat mandiri dan pandai. Dia juga cantik. Kelihatannya saja cuek, tapi dia sangat perhatian dan kalau sudah sayang … beuh … melebihi orang tua kita.” Lilian masih saja berceloteh tentang Cheryl.“Benarkah? Kamu beruntung memiliki sahabat seperti Cheryl,” jawabku.“Iya, aku sangat beruntung. Apa kamu tidak menyukai Cheryl?” tanya Lilian lagi. Kali ini matanya mengerjap lucu sambil menatapku lurus.Aku hanya tersenyum geli untuk menanggapi.Tunggu dulu! Aku mengerti maksud perkataan Lilian. Akan tetapi, Lilian lebih menyita perhatianku sekarang.“Kamu suka sama Cheryl ya?” Lilian memicingkan mata, membuatku semakin terbahak.“Dih, kok malah ketawa terus sih. Aku ‘kan jadi malu,” gerutu Lilian sambil mengerucutkan bibirnya.Aku masih saja tertawa, tetapi kali ini aku menjawabnya, “Aku menyukai Cheryl sebagai teman. Tidak lebih.”“Benarkah?” Lilian terlihat kecewa.“Kenapa kamu ingin menjodohkan Cheryl denganku?” tanyaku ingin tahu.“Kamu tampan dan baik h
Aku sangat terkejut saat melihat Lilian tiba-tiba lemas dan duduk begitu saja. Tubuhnya juga sangat gemetaran.“Lilian!” panggilku sedikit panik.“Finn, m-maaf … m-maafkan aku,” ucap Lilian pelan.Aku mendekatkan telingaku dan mendengar kalau Lilian tidak berhenti meminta maaf.Ada apa ini? Apa Lilian mengalami trauma?Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan Lilian, tetapi daripada terus menerus duduk di tepi jalan begini, aku memutuskan untuk menggendong Lilian ala bridal dan membawanya naik ke unit apartment. Mudah-mudahan saja Cheryl ada di unit.Setibanya di depan pintu unit apartment milik Lilian, aku mencoba menekan bel.Krek!Cheryl membukakan pintu dan raut wajahnya terlihat panik saat melihatku menggendong Lilian.“Keenan, Lilian kenapa?” tanya Cheryl.“Biar aku jelaskan di dalam,” ujarku.Cheryl membuka pintu lebih lebar dan membiarkan aku membawa Lilian masuk.Perlahan aku mendudukkan Lilian di atas sofa. Tubuhnya masih gemetaran dan berkeringat sangat banyak. Lalu aku ikut
“Li, kamu sudah bangun?” Itu suara Cheryl yang bertanya.Lilian bergegas berjalan mendekati aku dan berkata, “Keenan, apa kamu keberatan kalau tidur di sofa lagi?”“Li, apa kamu baik-baik saja?” tanya Cheryl.“Aku baru saja bermimpi buruk,” isak Lilian sambil menunduk.Aku dan Cheryl saling berpandangan, lalu kami pun kembali duduk di sofa.“Coba cerita, kamu mimpi apa?” tanya Cheryl.“Keenan mengalami hal yang sama dengan Finn,” jawab Lilian sambil menangis.Cheryl melihat ke arahku dengan pandangan seakan sedang meminta solusi.Aku bukan tidak mau menginap di sini, tetapi ini tempat tinggal para gadis dan aku merasa secara etika tidak baik kalau terlalu sering berada di sini.“Tadinya aku berencana untuk pulang dengan menggunakan taxi,” ujarku ingin tahu tanggapan Lilian.“Tidak boleh! Justru di mimpiku itu kamu sedang naik taxi dan ditabrak oleh sebuah mobil,” jawab Lilian tak bisa berhenti menangis.“Bagaimana kalau aku pergi mengantarkan Keenan?” Kini Cheryl ikut memberikan solus
Lilian POVBeberapa hari berlalu, akhir pekan pun tiba.Semenjak terakhir kali Keenan menginap di unit apartmentku, setiap hari Keenan menjemputku di kantor. Sepertinya Cheryl sengaja memberikan tugas pada Keenan agar aku tidak pulang sendirian.Aku bisa maklum karena Cheryl sedang sangat sibuk dan dia pasti mengkhawatirkan aku.Hari ini adalah hari libur. Namun, aku merasa sejak pagi sepertinya Cheryl sibuk di dapur. Aroma kopi dan roti bakar menyelinap masuk melalui sela-sela pintu seakan memanggilku untuk keluar dari kamar.Merasa tidak tahan lagi, aku memilih untuk keluar dari kamar dan melihat aktivitas Cheryl.“Kamu mau ke mana?” tanyaku.“Dokter sombong itu terus saja menyuruhku bekerja. Dia memberiku banyak pasien,” jawab Cheryl dengan raut wajah kesal.Mendengar jawaban Cheryl, aku praktis mengernyit keheranan. Pasalnya, akhir-akhir ini Cheryl tidak pernah cerita apa pun padaku. Aku jadi tidak mengerti cerita terbaru mengenai sahabatku itu.“Dokter sombong itu siapa?” tanyaku
“Kalau ada seseorang menekan bel pintu, kamu bisa memeriksanya terlebih dahulu di sini, dengan menekan ini,” jelas Keenan.“Oh,” sahutku sambil memperhatikan.“Kalau bukan orang yang kamu kenal, maka kamu tidak perlu membukakan pintu. Nah, yang di pintu ini pengait yang harus selalu kamu pasang agar orang yang tidak dikenal tidak langsung masuk begitu saja. Apa kamu mengerti?” tanya Keenan.“Iya, aku tahu alat seperti ini, tetapi tidak pernah berniat untuk memasangnya karena sejauh ini semua baik-baik saja,” jawabku.“Aku sudah memikirkannya selama beberapa hari ini dan kalian harus memiliki alat ini untuk keamanan,” ujar Keenan.Perkataan Keenan praktis membuat hatiku menghangat. Bagaimana dia, seseorang yang baru kami kenal, bisa berpikir sampai sejauh ini? Sikapnya ini membuatku semakin merasa bersalah kalau ingat kami pernah mencurigainya sebagai pengirim hadiah misterius.“Terima kasih, Keenan. Berapa yang harus aku bayar untuk membeli dan memasang alat ini?” tanyaku.“Tidak perl