Zafira membuka matanya perlahan dan merasakan sakit di kepala dan sekujur tubuhnya. Dilihatnya ayahnya dan ibunya duduk dengan kepala tertunduk di sampingnya. "Aa--Ayah ... Ibu ...," panggil Zafira lirih. Pak Juan dan Bu Sinta, ayah dan ibu Zafira sontak mendongakkan kepala mendengar suara lirih Zafira. "Fira ... Alhamdulillah kamu sudah sadar, Nak," ucap Juan lembut pada putrinya. Sementara Bu Sinta berdiri di samping putrinya dan membelai-belai kepala putrinya itu. "Fira kenapa, Yah ... Bu ... ini di mana? Kenapa Fira ada di sini?" Zafira berusaha menggerakkan tubuhnya namun semua sendinya terasa sakit. "Jangan banyak bergerak dulu, Nak. Tubuhmu masih sangat lemah," bujuk bu Sinta. "Fira haus, Bu. Kenapa badan Fira semua terasa sakit?"
Seharian ini Pak Juan dan Bu Sinta sedikit kewalahan menghadapi Zafira yang selalu saja histeris ketika mendapati kenyataan bahwa dia adalah korban pemerkosaan dari orang yang tidak dikenalnya. Cerita dari Pak Juan, Bu Sinta dan juga Dokter Hesti tentang keadaannya ketika dibawa ke klinik Dokter Hesti membuat Zafira semakin histeris. Dokter Hesti terus menemani pasiennya itu seharian ini, dokter yang juga memiliki ilmu psikiater itu tau bagaimana traumanya Zafira saat ini. Selain itu, entah mengapa dokter paruh baya itu sangat prihatin pada kondisi Zafira sejak awal gadis malang itu diantar ke kliniknya oleh sejumlah pria berbadan tegap. Sedangkan Pak Juan, sudah beberapa hari ini meminta ijin pada atasannya untuk menemani putrinya yang sedang sakit. Pak Juan bekerja sebagai supir pribadi seorang pengusaha terkenal, beruntung atasan Pak Juan sangat baik sehingga alasan Juan untuk tidak masuk kerja dimengerti oleh atasannya itu. Bahkan ke
DIA!!! Gilang terhuyung menatap gadis yang berdiri tepat di depannya. Ponsel yang berada dalam genggamannya jatuh ke lantai teras rumah Zafira dan membuat Pak Irawan dan Zafira menatap heran pada Gilang. “Anda tidak apa-apa, Tuan?” tanya Zafira panik melihat Gilang terhuyung. “Kamu kenapa?” tanya Irawan mengeryitkan keningnya. Gilang tak menjawab, dia segera menjatuhkan tubuhnya di kursi yang ada di teras rumah Zafira sebelum tubuhnya benar-benar ambruk karena terkejut. “Sebentar, saya ambilkan minum dulu, ya,” Zafira masuk ke dalam rumahnya dengan langkah tergersa-gesa. “Kamu kenapa?” Pak Irawan kembali mengulang pertanyaannya. Dia menunduk meraih ponsel Gilang yang tadi terjatuh kemudian menyodorkannya pada putranya itu sambil terus memicingkan matanya. “Nggak … nggak apa-apa, Pa. Gilang hanya … Gilang hanya tiba-tiba merasa sedikit pusing tadi,” ucap Gilang terbata-bata. Irawan semakin merasa heran melihat putra mahk
Bab 6. Maaf Beberapa hari setelah Irawan mengetahui perbuatan putranya pada Zafira, putri dari salah satu karyawannya, pria paruh baya itu mengurung Gilang di rumah utama dan tak membiarkan lelaki muda itu kemana-mana. Irawan sedang memutar otaknya agar Gilang dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Jika dia berterus terang pada Juan dan putrinya sekarang, Irawan takut Zafira akan histeris mengingat gadis itu masih sedang berjuang keras melawan traumanya. Irawan bahkan mengunjungi klinik dokter Hesti dan mencari tau semua catatan medis Zafira selama dirawat di sana setelah peristiwa itu. Dari dokter Hesti, Irawan memperoleh informasi jika Zafira adalah gadis kuat yang bertekad melawan trauma dan rasa takutnya setelah perbuatan keji Gilang padanya. Meskipun Zafira sempat histeris selama beberapa hari, namun dokter Hesti telah menanganinya dengan baik. "Apa Tuan mau langsung pulang?" tanya Juan pada Pak Irawan ketika d
“Kamu meragukan klinik kita, Fira?” “Maaf, Dok. Bukan maksud saya seperti itu. Tapi ....” Zafira menggantung kalimatnya. “Aku mengerti maksudmu, Nak,” ucap dokter Hesty tersenyum. “Mungkin beliau menemukan apa yang selama ini dicarinya di klinik kita. Kita tetap harus profesional, siapapun pasien yang datang harus tetap mendapat layanan medis yang terbaik dari klinik,” lanjut dokter Hesty. “Iya, Dok.” “Apa boleh aku mengajukan pertanyaan untukmu, Fira?” “Silakan, Dok.” “Bagaimana jika suatu saat ada seseorang yang ingin menikahimu?” Zafira terkejut mendengar pertanyaan dokter Hesti. “Saya belum berpikir ke sana, Dok. Sekarang ini saya hanya ingin menjalani hidup saya dengan baik tanpa ada penyesalan atas takdir yang sudah menjadi ketetapan Allah dalam hidup saya,” jawab Zafira. “Masa depanmu masih panjang, Nak. Satu peristiwa pahit yang terjadi tak boleh membuat langkah kakimu ter
“Apa … apa maksud Anda, Pak?” sahut Juan dengan suara gemetar.“Maafkan saya, Juan. Itulah kenyataannya, Gilang putraku yang melakukannya! Aku sudah menyelidiki semuanya setelah kedatangan kami pertama kali kemari. Mungkin kalian masih ingat bagaimana Gilang saat itu tiba-tiba terlihat gugup saat melihat putrimu. Itulah sebabnya aku menyelidiki apa yang membuatnya tiba-tiba gugup dan pucat pasi waku itu. Hingga akhirnya aku menemukan fakta bahwa putraku mengenali putrimu sebagai gadis yang menjadi korban nafsu bejatnya, sedangkan Zafira tak mengenalinya karena Zafira dalam keadaan pingsan pada saat itu dan ia tidak pernah tau siapa pelakunya.”Tubuh Zafira bergetar hebat mendengar penuturan Irawan. Kepalanya tertunduk dengan tangan yang terus menerus gemetar dan tak bisa dikendalikannya. Tidak ada air mata yang menetes dari pelupuk matanya, menandakan betapa perasaannya saat ini tidak dapat digambarkan hanya
Bab 9.Juan menengok keadaan Zafira ketika Irawan dan Gilang serta beberapa orang ajudannya sudah berlalu dari rumahnya. Zafira sudah kelihatan sudah tidak gemetaran lagi namun sekarang berganti dengan suara tangisan diiringi deraian air matanya.“Lebih baik jika seperti ini, dia bisa mengeluarkan emosinya dengan menangis. Kondisi terparah dari trauma dan kesedihan seseorang adalah ketika air mata pun tak mampu lagi dikeluarkannya seperti keadaan Zafira tadi,” jelas Dokter Hesti.***Juan pun akhirnya luluh dan berusaha membujuk Zafira untuk menerima niat baik Irawan dan putranya, setelah Irawan tak henti-hentinya berusaha meyakinkan Juan untuk menerima Gilang menikahi Zafira, Sedangkan Gilang merasa tersinggung ketika Zafira beberapa kali dengan terang-terangan menolaknya. Harga dirinya merasa terinjak-injak. Gilang meminta Irawan agar menghentikan upayanya membujuk Zafira, d
Zafira kembali merapikan mukenanya setelah menunaikan salat subuh, dia tak melirik sekalipun ke arah tempat tidur mewah di mana Gilang berada. Gilang pun mengacuhkan keberadaan Zafira di sana dan hanya berkonsentrasi pada layar ponselnya. Zafira membuka pintu kamar dan menuruni tangga menuju ke arah dapur. Kebiasaannya di rumahnya terbawa ke rumah mewah ini. Di rumahnya, setelah salat subuh Zafira biasanya dia akan langsung menuju dapur dan membantu kegiatan ibunya menyiapkan sarapan.“Selamat pagi, Nak.” Suara Irawan mengejutkan Zafira.“Selamat pagi, Tuan,” jawab Zafira."Jangan panggil tuan, Nak. Saya sekarang adalah orang tuamu. Jadi panggil papa, ya, sama seperti Gilang," ucap Irawan sambil tersenyum."Baik, Tuan. Maaf Baik, Pa." Zafira merasa sedikit grogi."Kenapa bangun sepagi ini, Nak. Apa kamarnya kurang nyaman?" tanya Irawan."Nggak, Tuan.
Gilang memarkirkan mobilnya di parkiran klinik, lalu turun dan membukakan pintu mobil untuk Zafira.“Hati-hati, Sayang,” ucapnya sambil menyambut uluran tangan Zafira.“Jangan berlebihan, Mas. Aku nggak apa-apa.”Gilang menggeleng. “Aku harus berlebihan kalau itu menyangkut kamu dan anak kita. Aku nggak mau kehilangannya lagi.”Akhirnya Zafira mengalah ketika Gilang dengan posesifnya mengantarkannya ke dalam klinik hingga terdengar suara Felix menyapa mereka.“Hai, Fira.”Gilang dan Zafira menoleh. Felix tersenyum dapa Zafira, namun mengabaikan pria posesif di samping wanita itu.“Eh, lu nggak ngeliat gue?” sengit Gilang.Felix tertawa. “Oh, iya. Maaf nggak kelihatan. Makanya jangan terlalu sering di samping Fira, soalnya yang lain nggak kelihatan ditutupi sama auranya dia.”Gilang semakin gusar ketika merasa Felix sedang memprovokasiny
Gilang mengantar Zafira ke klinik dr. Hesty sebelum berangkat bekerja. Telepon dari Felix yang mengajak Zafira bertemu pagi ini benar-benar membuat Gilang gelisah. Maka saat istrinya mengatakan jika Felix mengajak bertemu di klinik tempat Zafira dulu bekerja, Gilang memilih mengantarkan sendiri istrinya ke sana. Meski awalnya Gilang menolak, namun rengekan Zafira membuatnya luluh. Gilang masih ingat bagaimana tadi pagi mereka berselisih paham akibat telepon dari dr. Felix.“Felix minta ketemu Fira, Mas. Katanya ada yang ingin ditanyakan,” ucap Zafira tadi pagi setelah mengibrol dengan Felix di bawah tatapan tajam Gilang.“Ngapain dokter gila itu minta ketemu kamu? Dia masih ngejar-ngejar kamu?”Zafira mengerucutkan bibirnya.“Jangan mulai deh, Mas. Kemarin-kemarin udah enak ngeliat kalian damai,” kata wanita hamil itu.“Aku nggak ngizinin! Kalau mau ketemu suruh ketemu aku saj
Kehamilan Zafira kali ini ternyata masih sama dengan kehamilannya sebelumnya, di mana Gilang lah yang harus setiap hari menahan mual dan tak berselera makan, sedangkan Zafira terpengaruh apa-apa. Ia bahkan makin terlihat segar karena Gilang menyuruh semua ART di rumahnya untuk memperhatikan semua kebutuhan istrinya.“Jangan banyak bergerak!”“Kalau perlu apa-apa bilang sama Maria atau yang lainnya!”“Jangan urusin taman!”“Kalau jalan pelan-pelan!”Serta masih banyak kalimat-kalimat Gilang yang setiap hari harus didengar oleh Zafira. Sesekali Zafira merasa iba jika melihat kondisi Gilang yang justru semakin kurus dan pucat karena mual dan muntah yang dialaminya setiap pagi.Pria itu bahkan beberapa kali mengunjungi dokter untuk meminta obat penghilang rasa mual dan morning sick yang dialaminya. Namun tak ada satu pun obat-obatan yang mempan dan bisa menghilangkan
"SELAMAT ULANG TAHUN PAK GILANG!"Gilang tersenyum membaca spanduk yang terbentang di sana. Gilang baru menyadari jika hari ini adalah hari ulang tahunnya. Perlahan Gilang melangkah ke arah Zafira, lelaki itu tau jika ini semua pasti ide istri kesayangannya itu."Pantasan dari kemarin kamu kelihatan sibuk banget telpon sana sini, ternyata nyiapin ini ya. Terima kasih, Sayang." Gilang mengecup kening istrinya."Uwuwuwuuuu!!!""Ciumnya di bibir dong, Pak Boss!""Ternyata Boss kita romantis banget, ya!"Gilang dan Zafira hanya tersenyum mendengar teriakan-teriakan dari para karyawannya."Cium bibirnya offline dong! Itu adegan khusus, nggak boleh jadi tontonan!" seru Gilang sambil mengedipkan matanya pada Zafira, yang disambut oleh kalimat-kalimat godaaan berikutnya dari para karyawannya pada mereka berdua.Gi
Tanpa kata, Gilang mendorong kursi roda Zafira meninggalkan area pemakaman, diikuti oleh keluarga mereka yang tak pernah lepas mendampingi mereka dan memberi semangat pada kedua orang tua yang baru saja diberi cobaan hidup itu. Selain kedua orang tua Gilang dan Zafira, Felix dan Claudia serta dr. Hesti, bahkan dr. Stella dan dr. Hera pun masih berada di sana menemani Zafira dan Gilang hingga keduanya meninggalkan area pemakaman. Suasana berkabung masih sangat terasa di rumah besar Irawan. Semua keryawan yang bekerja di sana ikit merasakan kesedihan mendalam majikan mereka. Begitupun di dalam kamar Gilang dan Zafira, suasana sunyi sangat terasa. Tak ada percakapan di antara mereka berdua, Gilang dan Zafira hanya bisa saling menatap kemudian saling berpelukan memberi kekuatan entah siapa kepada siapa, karena pada kenyataannya mereka berdua sama-sama terpukul.Zafira menyadari bahwa pada akhirnya semua akan kembali pada takdir masing-masing. Manusia hanya perlu men
Sudah seminggu ini Zafira diperbolehkan pulang ke rumah, namun bayinya masih dirawat intensif di rumah sakit. Hal itu membuat Gilang dan Zafira harus bolak-balik ke rumah sakit untuk mengantarkan ASIP agar bayi mereka tetap bisa meminum ASI Zafira. Dengan telaten Gilang mendampingi Zafira dan menyemangatinya pada saat memompa ASI nya. Zafira selalu saja bersedih karena belum bisa menyusui bayinya secara langsung, yang membuat Gilang akan selalu berada di sampingnya dan menyemangati Zafira agar tidak selalu bersedih. Gilang bahkan belum pernah masuk ke kantor sejak Zafira melahirkan. Dia lebih memilih mempercayakan pekerjaan pada asistennya dan sesekali memeriksa hasil pekerjaan mereka di rumahnya.Siang ini, Gilang dan Zafira kembali mengunjungi bayi mereka di rumah sakit. Gilang bersiul-siul senang sambil mendorong kursi roda Zafira menuju ruang perawatan bayinya. Gilang belum memperbolehkan Zafira berjalan dan memilih menyuruhnya duduk di atas kursi roda meskipun Zafira sel
“Maafin aku, Mas. Aku nggak bisa menjaganya dengan baik, bayi kita lahir sebelum waktunya,” lirih Zafira terbata-bata dengan mata yang basah.“A- apa? Bayi kita sudah lahir?”“Ini bayi Anda, Pak Gilang. Istri Anda sudah melahirkan beberapa menit yang lalu. Bayi laki-laki dengan berat 1,9 Kg. Namun karena bayinya lahir pada usia yang belum matang, yang dalam bahasa medis disebut prematur, maka bayi Anda masih akan berada dalam perawatan dan pengawasan kami. Perkenalkan, ini dr. Hera, dokter anak terbaik di rumah sakit ini. Selanjutnya beliau yang akan bertanggung jawab atas perawatan bayi Anda. Karena terus terang saja, Nyonya Zafira tadi terpaksa melahirkan bayinya di usia kandungan yang belum genap 37 minggu. Kami terpaksa mengambil tindakan ini tadi karena saat tiba di sini, Ny. Zafira sudah dalam keadaan kontraksi dan sudah mengalami pembukaan rahim.” Penjelasan dr. Stella bagaikan petir yang menyambar Gilang. Zafira sudah melahir
Gilang menyetir mobil sport merah nya dengan kepanikan luar biasa. Kabar tentang Zafira yang baru saja didengarnya membuat dunianya seakan gelap gulita. Berbagai pikiran buruk melintas di benaknya, membuat lelaki itu mengeraskan rahangnya dan sesekali memukul setir mobilnya.“Shittt!!!” seru Gilang ketika di depannya terlihat antrian kemacetan kendaraan. Berkali-kali Gilang mengusap kasar wajahnya memandakan betapa frustasinya pria itu saat ini. Kalimat-kalimat Maria di telpon tadi terus terngiang-ngiang di telinganya.“Nyonya Zafira kesakitan setelah terjatuh tadi, Tuan.”“Dia menyuruh kami tak menghubungi Tuan Gilang. Kata Ny. Zafira dia baik-baik saja.”“Untungnya Nona Claudia kebetulan datang berkungjung.”“Nona Claudia dan pacarnya yang mengantar Nyonya Zafira ke rumah sakit.”“Arrggghhhh!!!” Gilang kembali memukul keras setir mob
Namun satu hal yang selalu ditunggu-tunggu Gilang sejak Zafira hamil adalah malam hari. Setiap malam Zafira selalu berubah menjadi sangat menyenangkan, melayaninya dengan cara-cara yang bahkan Gilang tak pernah membayangkannya. Membuatnya setiap malam selalu tertidur sangat pulas setelah mengerang puas atas perlakuan-perlakuan liar Zafira padanya. Yang lebih membahagiakan lagi, itu semua selalu terjadi atas inisiatif Zafira sendiri, tanpa Gilang memintanya. Karena Gilang masih mematuhi saran dr. Stella untuk tidak menganggu Zafira dulu selama trimester pertama kehamilannya. Malam-malam yang dibayangkan Gilang akan menjadi hambar karena tak boleh menyentuh dan melakukan hal-hal yang dulu selalu dilakukannya pada Zafira justru menjadi malam-malam panjang yang selalu ditunggu-tunggu Gilang. Ibu hamil yang sangat “hot”, begitu Gilang selalu memberikan pujian ketika Zafira melakukan hal-hal yang sangat menyenangkan padanya.“Nanti malam pakai gaya apa lagi, Sayan