DIA!!!
Gilang terhuyung menatap gadis yang berdiri tepat di depannya. Ponsel yang berada dalam genggamannya jatuh ke lantai teras rumah Zafira dan membuat Pak Irawan dan Zafira menatap heran pada Gilang.
“Anda tidak apa-apa, Tuan?” tanya Zafira panik melihat Gilang terhuyung.
“Kamu kenapa?” tanya Irawan mengeryitkan keningnya.
Gilang tak menjawab, dia segera menjatuhkan tubuhnya di kursi yang ada di teras rumah Zafira sebelum tubuhnya benar-benar ambruk karena terkejut.
“Sebentar, saya ambilkan minum dulu, ya,” Zafira masuk ke dalam rumahnya dengan langkah tergersa-gesa.
“Kamu kenapa?” Pak Irawan kembali mengulang pertanyaannya. Dia menunduk meraih ponsel Gilang yang tadi terjatuh kemudian menyodorkannya pada putranya itu sambil terus memicingkan matanya.
“Nggak … nggak apa-apa, Pa. Gilang hanya … Gilang hanya tiba-tiba merasa sedikit pusing tadi,” ucap Gilang terbata-bata.
Irawan semakin merasa heran melihat putra mahkotanya itu terbata-bata dan bahkan wajahnya terlihat pucat. Tidak biasanya anak angkuh ini seperti ini, batin Irawan. Sementara Gilang masih terus berusaha menenangkan hatinya.
“Ini ... ini rumah siapa, Pa?” tanya Gilang masih dengan suara terbata-bata.
“Masyaa Allah, Tuan Irawan? Silahkan masuk, Pak. Mohon maaf rumah saya cuma seadanya begini.” Suara Pak Juan yang muncul dari balik pintu membuat Pak Irawan tak menjawab pertanyaan Gilang.
Pak Irawan menoleh ke arah pintu dan tersenyum sambil menganggukkan kepala pada Juan.
“Ini diminum dulu, Tuan,” Zafira muncul dari balik pintu dan langsung menyodorkan segelas air putih tepat di depan Gilang. Gilang semakin terlihat gelisah ketika tangan Zafira yang sedang memegang gelas berisi air putih tepat berada di depan dadanya. Dengan tangan gemetar ia berusaha meraih gelas yang disodorkan Zafira.
“Te--terima … kasih,” ucap Gilang terbata-bata tanpa berani menatap mata Zafira. Aroma parfum yang menyeruak dari tubuh Zafira yang berada tepat di depannya membuat kening Gilang dibanjiri keringat dingin. Semua tingkah tak biasa Gilang tak satupun luput dari pengamatan Irawan.
“Ayo masuk dulu, Tuan. Sepertinya tuan muda lagi sedang tidak enak badan,” ajak Juan pada kedua Boss perusahaannya itu.
Pak Irawan pun masuk ke dalam, sedangkan Juan berusaha membantu Gilang yang masih terlihat gelisah dengan kucuran keringat dingin di keningnya untuk ikut masuk ke dalam rumah. Zafira hanya diam ditempatnya melihat kedua tamu ayahnya itu, setelah kedua tamu ayahnya masuk dan duduk di ruang tamu, Zafira segera berlalu dari sana dan kembali ke dapur.
“Maaf, rumah saya kecil begini,” ucap Juan merasa risih dengan kedatangan Pak Irawan dan putranya.
“Nggak apa-apa, Pak Juan. Aku cuma mampir untuk memastikan keadaanmu karena beberapa hari ini kamu ijin tidak masuk kerja,” jawab Irawan.
“Iya, Tuan. Saya beberapa hari ini menemani putri saya, dia baru saja sembuh dari sakit. Insya Allah besok saya sudah bisa kembali bekerja, Tuan.”
“Putrimu yang tadi?” tanya Irawan.
“Iya, Tuan. Namanya Zafira, dia putri saya satu-satunya. Beberapa hari kemarin Zafira tertimpa musibah sehingga saya dan ibunya harus mendampinginya selama beberapa hari untuk memulihkan kondisinya,” jawab Juan dengan suara pelan. “Terima kasih juga atas bantuan perusahaan beberapa hari yang lalu, Tuan,” lanjut Juan.
“Tertimpa musibah? Musibah apa yang menimpa putrimu?”
Gilang terbatuk-batuk mendengar pertanyaan Irawan. Irawan dan Juan spontan menoleh pada Gilang ketika pria itu terbatuk dan makin terlihat gelisah. Bersamaan dengan itu, dari arah dalam Zafira kembali muncul dengan membawa nampan yang berisi minuman. Zafira menyusun gelas minuman di meja kemudian berlalu dari sana.
“Silahkan diminum, Tuan.”
“Putrimu terlihat baik-baik saja, Juan. Musibah apa yang menimpanya?”
“Maaf, Tuan. Saya tidak bisa menjelaskannya pada Tuan karena ini menyangkut aib putri saya dan aib keluarga kami,” jawab Juan lirih.
“Oh, begitu. Maafkan pertanyaan saya.”
“Tidak apa-apa, Tuan.”
“Saya tidak bisa lama-lama di sini, saya tadi hanya ingin mampir melihat keadaanmu. Semoga putrimu segera pulih kembali,” ucap Irawan.
“Putri saya tidak akan bisa pulih kembali, Tuan,” gumam Juan tanpa sadar.
“Maksudmu?”
“Ah, maaf Tuan. Bukan apa-apa, maafkan saya,” ucap Juan ketika menyadari sudah berkata yang tidak-tidak.
“Baiklah, kalau begitu kami pamit dulu. Sepertinya putra saya juga sedang tidak enak badan, tidak biasanya dia seperti ini,” ucap Irawan sambil menatap Gilang yang masih terlihat pucat dengan kening yang basah dengan keringat.
“Terima kasih atas kunjungan anda, Tuan. Semoga Tuan Gilang juga baik-baik saja.”
“Sampaikan salamku pada istri dan putrimu,” pamit Irawan.
*
Irawan terus memperhatikan Gilang ketika mereka sudah kembali kedalam mobil menuju ke kantornya. Pria paruh baya itu heran melihat perubahan tiba-tiba pada putranya itu sewaktu bertamu ke rumah Juan tadi.
“Kamu kenapa tiba-tba jadi kelihatan kurang fit begini, Gilang?” tanya Irawan.
“Gilang boleh pulang aja nggak, Pa. Gilang tiba-tiba merasa kurang enak badan,” jawab Gilang.
“Kamu sakit? Perasaan tadi dari rumah baik-baik saja, malah ngotot mau bawa mobil sendiri tadi.”
“Iya, Pa. Nggak tau kenapa Gilang juga heran kenapa tiba-tiba Gilang jadi lemas gini.”
“Kamu kenal dengan putrinya Juan?”
Gilang kembali terlihat gelisah dan terbatuk-batuk kecil mendengar pertanyaan papanya.
Kena kamu! Entah kenapa aku yakin ada sesuatu yang disembunyikan anak ini! Aku harus menyelidikinya! Batin Juan.
“Baiklah, papa akan menunda memperkenalkanmu pada kolega papa hari ini. Kamu boleh meminta supir untuk mengantarmu kembali kerumah nanti setelah papa tiba di kantor. Papa juga mendadak ada kerjaan tambahan yang harus segera diselidiki,” ucap Irawan.
“Terima kasih, Pa.”
“Tapi ingat, kamu istirahat saja di rumah utama. Jangan kemana-mana, pulihkan dulu kesehatanmu sebelum papa menjadwal ulang memperkenalkanmu pada kolega perusahaan.”
“Baik, Pa.”
Sesampainya di kantornya, Irawan segera meraih ponselnya dan menelpon anak buah kepercayaannya. “Selidiki semua tentang putri Pak Juan, supir pribadi kepercayaanku. Tapi jangan sampai ada yang mencurigai jika kamu sedang menyelidikinya. Lakukan semua dengan sempurna, aku tidak mau mendengar kegagalan!” perintah Irawan pada anak buahnya.
“Baik, Tuan!”
***
“APA KATAMU? DICULIK DAN DIPERKOSA??” seru Irawan dengan nada tinggi ketika anak buahnya melaporkan hasil penyelidikannya.
“Betul, Tuan. Zafira Anastasya nama lengkapnya, gadis itu bekerja di sebuah perusahaan percetakan. Beberapa hari lalu Juan melaporkan kehilangan putrinya ke kantor polisi namun tidak segera ditindaklanjuti karena kejadiannya pada waktu itu belum 1 x 24 jam. Juan berusaha mencari sendiri putrinya ke berbagai rumah sakit di kota ini dan kemudian menemukan Zafira di salah satu klinik kecil di pinggir kota. Dari penelusuran ke klinik itu, saya mendapat informasi bahwa Zafira dibawa oleh beberapa orang kesana dan meninggalkannya disana untuk mendapatkan perawatan. Saya sudah melacak mobil yang digunakan pada saat Zafira diantar ke klinik itu, namun ternyata nomor polisi yang digunakan adalah palsu,” lapor anak buah Irawan.
“Lakukan penyelidikan lagi, cari informasi lainnya sampai dapat. Aku akan membayarmu mahal untuk infromasi ini.”
“Plat yang digunakan memang palsu, Tuan. Tapi saya sudah menyelidiki dari mana asal mobil itu berangkat sebelum menuju klinik. Mobil itu berangkat dari salah satu bangunan apartemen milik perusahaan Tuan. Mobil itu berangkat dari Apartemen Sky Park dan yang membawa mobil itu adalah orang kepercayaan Tuan Gilang.”
Irawan terkejut mendengar laporan anak buah kepercayaannya. Apartemen Sky Park? Itu adalah salah satu apartemen milik perusahaannya dan Gilang memiliki satu unit kamar disana yang sering digunakannya ketika sedang menghindar dari Irawan. Beberapa hari yang lalu? Bukankah beberapa hari yang lalu Gilang mengaku ketiduran disana dan tak pulang ke rumah utama? Irawan seperti menemukan benang merah dengan kejadian dimana Gilang tiba-tiba gelisah ketika melihat putri Pak Juan.
“Terima kasih atas informasimu, aku akan menyuruh sekretarisku untuk mentransfer sejumlah uang ke rekeningmu sebagai imbalan atas informasi ini. Aku akan menghubungimu lagi jika masih memerlukan bantuanmu.”
“Baik, Pak. Terima kasih, kalau begitu saya pamit dulu.”
***
PLAKKK!
Sebuah tamparan melayang di pipi kanan Gilang. Pria tampan itu terlihat meringis menahan perih di pipinya.
"Dasar anak kurang ajar kamu ya. Papa sudah bilang berkali-kali kamu boleh saja nakal di luar sana tapi jangan pernah mempermainkan seorang wanita!" seru Irawan, papa Gilang.
Irawan tersulut amarah ketika memastikan bahwa Gilang putranya adalah orang yang memperkosa Zafira, putri dari karyawan kepercayaannya. Irawan menyelidiki semua CCTV yang ada di Apartemen Sky Park milik perusahaannya. Dari rekaman CCTV Irawan bisa mengetahui semua kejadian pada saat anak buah Gilang membawa Zafira kesana, dan pada saat Maria pelayan dari rumah utama datang kesana. Irawan menginterogasi Maria yang kemudian mengungkapkan semua yang diketahuinya, bahkan Maria dengan gamblang menggambarkan bagaimana memprihatinkannya kondisi Zafira saat pelayan itu ditugaskan oleh Gilang untuk membersihkan tubuh gadis malang itu dan mengganti pakaianya.
"Gilang tak sengaja melakukannya, Pa. Gilang dalam pengaruh alkohol ketika itu"
PLAKK!! satu tamparan kembali mendarat di pipi kiri Gilang membuat mata pria itu terlihat merah menahan amarah, namun dia tak sanggup melawan pak Irawan yang terlihat sangat emosi.
"Tak sengaja katamu? Kau memperkosa seorang gadis dan menghancurkan masa depannya. Kau bilang tak sengaja? Apa kau tau kalau gadis itu gadis baik-baik? masa depannya yang gemilang kau hancurkan dalam sekejap karena kebejatanmu! Kau harus mempertanggungjawabkan perbuatanmu. Papa tidak pernah mengajarimu menjadi laki-laki pengecut!" hardik pak Irawan yang terlihat makin emosi.
🌟Bersambung🌟
Bab 6. Maaf Beberapa hari setelah Irawan mengetahui perbuatan putranya pada Zafira, putri dari salah satu karyawannya, pria paruh baya itu mengurung Gilang di rumah utama dan tak membiarkan lelaki muda itu kemana-mana. Irawan sedang memutar otaknya agar Gilang dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Jika dia berterus terang pada Juan dan putrinya sekarang, Irawan takut Zafira akan histeris mengingat gadis itu masih sedang berjuang keras melawan traumanya. Irawan bahkan mengunjungi klinik dokter Hesti dan mencari tau semua catatan medis Zafira selama dirawat di sana setelah peristiwa itu. Dari dokter Hesti, Irawan memperoleh informasi jika Zafira adalah gadis kuat yang bertekad melawan trauma dan rasa takutnya setelah perbuatan keji Gilang padanya. Meskipun Zafira sempat histeris selama beberapa hari, namun dokter Hesti telah menanganinya dengan baik. "Apa Tuan mau langsung pulang?" tanya Juan pada Pak Irawan ketika d
“Kamu meragukan klinik kita, Fira?” “Maaf, Dok. Bukan maksud saya seperti itu. Tapi ....” Zafira menggantung kalimatnya. “Aku mengerti maksudmu, Nak,” ucap dokter Hesty tersenyum. “Mungkin beliau menemukan apa yang selama ini dicarinya di klinik kita. Kita tetap harus profesional, siapapun pasien yang datang harus tetap mendapat layanan medis yang terbaik dari klinik,” lanjut dokter Hesty. “Iya, Dok.” “Apa boleh aku mengajukan pertanyaan untukmu, Fira?” “Silakan, Dok.” “Bagaimana jika suatu saat ada seseorang yang ingin menikahimu?” Zafira terkejut mendengar pertanyaan dokter Hesti. “Saya belum berpikir ke sana, Dok. Sekarang ini saya hanya ingin menjalani hidup saya dengan baik tanpa ada penyesalan atas takdir yang sudah menjadi ketetapan Allah dalam hidup saya,” jawab Zafira. “Masa depanmu masih panjang, Nak. Satu peristiwa pahit yang terjadi tak boleh membuat langkah kakimu ter
“Apa … apa maksud Anda, Pak?” sahut Juan dengan suara gemetar.“Maafkan saya, Juan. Itulah kenyataannya, Gilang putraku yang melakukannya! Aku sudah menyelidiki semuanya setelah kedatangan kami pertama kali kemari. Mungkin kalian masih ingat bagaimana Gilang saat itu tiba-tiba terlihat gugup saat melihat putrimu. Itulah sebabnya aku menyelidiki apa yang membuatnya tiba-tiba gugup dan pucat pasi waku itu. Hingga akhirnya aku menemukan fakta bahwa putraku mengenali putrimu sebagai gadis yang menjadi korban nafsu bejatnya, sedangkan Zafira tak mengenalinya karena Zafira dalam keadaan pingsan pada saat itu dan ia tidak pernah tau siapa pelakunya.”Tubuh Zafira bergetar hebat mendengar penuturan Irawan. Kepalanya tertunduk dengan tangan yang terus menerus gemetar dan tak bisa dikendalikannya. Tidak ada air mata yang menetes dari pelupuk matanya, menandakan betapa perasaannya saat ini tidak dapat digambarkan hanya
Bab 9.Juan menengok keadaan Zafira ketika Irawan dan Gilang serta beberapa orang ajudannya sudah berlalu dari rumahnya. Zafira sudah kelihatan sudah tidak gemetaran lagi namun sekarang berganti dengan suara tangisan diiringi deraian air matanya.“Lebih baik jika seperti ini, dia bisa mengeluarkan emosinya dengan menangis. Kondisi terparah dari trauma dan kesedihan seseorang adalah ketika air mata pun tak mampu lagi dikeluarkannya seperti keadaan Zafira tadi,” jelas Dokter Hesti.***Juan pun akhirnya luluh dan berusaha membujuk Zafira untuk menerima niat baik Irawan dan putranya, setelah Irawan tak henti-hentinya berusaha meyakinkan Juan untuk menerima Gilang menikahi Zafira, Sedangkan Gilang merasa tersinggung ketika Zafira beberapa kali dengan terang-terangan menolaknya. Harga dirinya merasa terinjak-injak. Gilang meminta Irawan agar menghentikan upayanya membujuk Zafira, d
Zafira kembali merapikan mukenanya setelah menunaikan salat subuh, dia tak melirik sekalipun ke arah tempat tidur mewah di mana Gilang berada. Gilang pun mengacuhkan keberadaan Zafira di sana dan hanya berkonsentrasi pada layar ponselnya. Zafira membuka pintu kamar dan menuruni tangga menuju ke arah dapur. Kebiasaannya di rumahnya terbawa ke rumah mewah ini. Di rumahnya, setelah salat subuh Zafira biasanya dia akan langsung menuju dapur dan membantu kegiatan ibunya menyiapkan sarapan.“Selamat pagi, Nak.” Suara Irawan mengejutkan Zafira.“Selamat pagi, Tuan,” jawab Zafira."Jangan panggil tuan, Nak. Saya sekarang adalah orang tuamu. Jadi panggil papa, ya, sama seperti Gilang," ucap Irawan sambil tersenyum."Baik, Tuan. Maaf Baik, Pa." Zafira merasa sedikit grogi."Kenapa bangun sepagi ini, Nak. Apa kamarnya kurang nyaman?" tanya Irawan."Nggak, Tuan.
Bab 11. Susah payah Zafira berusaha mengatur napasnya kemudian duduk di sofa yang sekaligus menjadi tempat tidurnya di kamar ini. Zafira menerapkan apa yang telah diajarkan Dokter Hesti padanya saat rasa trauma itu datang. Zafira memejamkan matanya dan berkali-kali menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya kembali. Perlahan-lahan detak jantungnya pun mulai kembali normal. Zafira membuka matanya dan menyadari bahwa kamar itu sudah terang dengan masuknya cahaya dari jendela kaca yang gordennya telah terbuka lebar. Zafira berjalan perlahan ke arah jendela kaca besar dan merasa takjub dengan pemandangan yang tersaji dari sana. Hamparan rumput yang terawat dengan baik dan sebuah air mancur kecil yang ada di tengahnya membuat hati Zafira sedikit menghangat. Dia tersenyum memandang ke arah taman kecil yang terlihat sangat terawat itu. Zafira begitu terpesona sehingga tak menyadari jika Gilang sudah berada di sana dan memperhatikannya. "Heh, batu! Ngapain senyum-senyum dekat jendela?"
Bab 12Zafira pasrah dan memilih duduk di salah satu sofa mewah berwarna gold yang ada di rumah besar itu. Sementara Irawan terlihat mengambil ponselnya nya dan terlihat terlibat pembicaraan dengan seseorang yang Zafira yakini adalah Gilang. Tak lama kemudian Zafira melihat Gilang menuruni anak tangga dengan muka masamnya.“Zafira itu istrimu, Gilang. Kamu mau membiarkannya pergi begitu saja? Mana tanggung jawabmu? Zafira sekarang sepenuhnya menjadi tanggung jawabmu setelah ayahnya menyerahkan putrinya padamu. Kamu mengerti kan arti kalimat ijab kabul yang beru kemarin kamu ucapkan?”“Iya, Pa. Lagian dia nggak pamit pada Gilang juga. Mana Gilang tau dia mau ke mana!” sahut Gilang sambil melototkan matanya ke arah Zafira.“Ya sudah sana antarkan istrimu ke rumah ayahnya. Dan ingat, besok pagi kamu sudah harus aktif di kantor. Papa hanya mengijinkanmu libur sehari ini, itupun karena papa pikir Fira juga masih l
Bab 13“Kenapa nggak minta ijin dulu sehari, Nak. Ayah rasa dr. Hesti pasti mengerti. Lagian Nak Gilang juga masih belum ke kantor kan?” tanya Juan memperhatikan penampilan Gilang yang hanya menggunakan kaos oblong dan celana pendek.“Iya, saya besok baru aktif kembali di kantor, Yah. Papa menyuruh Gilang libur hari ini.”“Nah, kamu ijin dulu sama dr. Hesti, Nak. Temani suamimu aja hari ini, apalagi kalian kan masih pengantin baru. Apa perlu ayah yang menelpon dr. Hesty?”Zafira terbatuk-batuk kecil mendengar kata ‘pengantin baru’ yang diucapkan ayahnya.“Baiklah, Yah. Fira akan menelpon dr. Hesty. Fira permisi ke dapur dulu ya, Ya,” pamit Zafira kemudian berlalu dari ruang tamu.Zafira tak menuju ke dapur, dia malah berbelok ke arah kamarnya dan membuka pintu kamarnya.‘Ah, baru semalam meninggalkan kamar ini aku sudah m
Gilang memarkirkan mobilnya di parkiran klinik, lalu turun dan membukakan pintu mobil untuk Zafira.“Hati-hati, Sayang,” ucapnya sambil menyambut uluran tangan Zafira.“Jangan berlebihan, Mas. Aku nggak apa-apa.”Gilang menggeleng. “Aku harus berlebihan kalau itu menyangkut kamu dan anak kita. Aku nggak mau kehilangannya lagi.”Akhirnya Zafira mengalah ketika Gilang dengan posesifnya mengantarkannya ke dalam klinik hingga terdengar suara Felix menyapa mereka.“Hai, Fira.”Gilang dan Zafira menoleh. Felix tersenyum dapa Zafira, namun mengabaikan pria posesif di samping wanita itu.“Eh, lu nggak ngeliat gue?” sengit Gilang.Felix tertawa. “Oh, iya. Maaf nggak kelihatan. Makanya jangan terlalu sering di samping Fira, soalnya yang lain nggak kelihatan ditutupi sama auranya dia.”Gilang semakin gusar ketika merasa Felix sedang memprovokasiny
Gilang mengantar Zafira ke klinik dr. Hesty sebelum berangkat bekerja. Telepon dari Felix yang mengajak Zafira bertemu pagi ini benar-benar membuat Gilang gelisah. Maka saat istrinya mengatakan jika Felix mengajak bertemu di klinik tempat Zafira dulu bekerja, Gilang memilih mengantarkan sendiri istrinya ke sana. Meski awalnya Gilang menolak, namun rengekan Zafira membuatnya luluh. Gilang masih ingat bagaimana tadi pagi mereka berselisih paham akibat telepon dari dr. Felix.“Felix minta ketemu Fira, Mas. Katanya ada yang ingin ditanyakan,” ucap Zafira tadi pagi setelah mengibrol dengan Felix di bawah tatapan tajam Gilang.“Ngapain dokter gila itu minta ketemu kamu? Dia masih ngejar-ngejar kamu?”Zafira mengerucutkan bibirnya.“Jangan mulai deh, Mas. Kemarin-kemarin udah enak ngeliat kalian damai,” kata wanita hamil itu.“Aku nggak ngizinin! Kalau mau ketemu suruh ketemu aku saj
Kehamilan Zafira kali ini ternyata masih sama dengan kehamilannya sebelumnya, di mana Gilang lah yang harus setiap hari menahan mual dan tak berselera makan, sedangkan Zafira terpengaruh apa-apa. Ia bahkan makin terlihat segar karena Gilang menyuruh semua ART di rumahnya untuk memperhatikan semua kebutuhan istrinya.“Jangan banyak bergerak!”“Kalau perlu apa-apa bilang sama Maria atau yang lainnya!”“Jangan urusin taman!”“Kalau jalan pelan-pelan!”Serta masih banyak kalimat-kalimat Gilang yang setiap hari harus didengar oleh Zafira. Sesekali Zafira merasa iba jika melihat kondisi Gilang yang justru semakin kurus dan pucat karena mual dan muntah yang dialaminya setiap pagi.Pria itu bahkan beberapa kali mengunjungi dokter untuk meminta obat penghilang rasa mual dan morning sick yang dialaminya. Namun tak ada satu pun obat-obatan yang mempan dan bisa menghilangkan
"SELAMAT ULANG TAHUN PAK GILANG!"Gilang tersenyum membaca spanduk yang terbentang di sana. Gilang baru menyadari jika hari ini adalah hari ulang tahunnya. Perlahan Gilang melangkah ke arah Zafira, lelaki itu tau jika ini semua pasti ide istri kesayangannya itu."Pantasan dari kemarin kamu kelihatan sibuk banget telpon sana sini, ternyata nyiapin ini ya. Terima kasih, Sayang." Gilang mengecup kening istrinya."Uwuwuwuuuu!!!""Ciumnya di bibir dong, Pak Boss!""Ternyata Boss kita romantis banget, ya!"Gilang dan Zafira hanya tersenyum mendengar teriakan-teriakan dari para karyawannya."Cium bibirnya offline dong! Itu adegan khusus, nggak boleh jadi tontonan!" seru Gilang sambil mengedipkan matanya pada Zafira, yang disambut oleh kalimat-kalimat godaaan berikutnya dari para karyawannya pada mereka berdua.Gi
Tanpa kata, Gilang mendorong kursi roda Zafira meninggalkan area pemakaman, diikuti oleh keluarga mereka yang tak pernah lepas mendampingi mereka dan memberi semangat pada kedua orang tua yang baru saja diberi cobaan hidup itu. Selain kedua orang tua Gilang dan Zafira, Felix dan Claudia serta dr. Hesti, bahkan dr. Stella dan dr. Hera pun masih berada di sana menemani Zafira dan Gilang hingga keduanya meninggalkan area pemakaman. Suasana berkabung masih sangat terasa di rumah besar Irawan. Semua keryawan yang bekerja di sana ikit merasakan kesedihan mendalam majikan mereka. Begitupun di dalam kamar Gilang dan Zafira, suasana sunyi sangat terasa. Tak ada percakapan di antara mereka berdua, Gilang dan Zafira hanya bisa saling menatap kemudian saling berpelukan memberi kekuatan entah siapa kepada siapa, karena pada kenyataannya mereka berdua sama-sama terpukul.Zafira menyadari bahwa pada akhirnya semua akan kembali pada takdir masing-masing. Manusia hanya perlu men
Sudah seminggu ini Zafira diperbolehkan pulang ke rumah, namun bayinya masih dirawat intensif di rumah sakit. Hal itu membuat Gilang dan Zafira harus bolak-balik ke rumah sakit untuk mengantarkan ASIP agar bayi mereka tetap bisa meminum ASI Zafira. Dengan telaten Gilang mendampingi Zafira dan menyemangatinya pada saat memompa ASI nya. Zafira selalu saja bersedih karena belum bisa menyusui bayinya secara langsung, yang membuat Gilang akan selalu berada di sampingnya dan menyemangati Zafira agar tidak selalu bersedih. Gilang bahkan belum pernah masuk ke kantor sejak Zafira melahirkan. Dia lebih memilih mempercayakan pekerjaan pada asistennya dan sesekali memeriksa hasil pekerjaan mereka di rumahnya.Siang ini, Gilang dan Zafira kembali mengunjungi bayi mereka di rumah sakit. Gilang bersiul-siul senang sambil mendorong kursi roda Zafira menuju ruang perawatan bayinya. Gilang belum memperbolehkan Zafira berjalan dan memilih menyuruhnya duduk di atas kursi roda meskipun Zafira sel
“Maafin aku, Mas. Aku nggak bisa menjaganya dengan baik, bayi kita lahir sebelum waktunya,” lirih Zafira terbata-bata dengan mata yang basah.“A- apa? Bayi kita sudah lahir?”“Ini bayi Anda, Pak Gilang. Istri Anda sudah melahirkan beberapa menit yang lalu. Bayi laki-laki dengan berat 1,9 Kg. Namun karena bayinya lahir pada usia yang belum matang, yang dalam bahasa medis disebut prematur, maka bayi Anda masih akan berada dalam perawatan dan pengawasan kami. Perkenalkan, ini dr. Hera, dokter anak terbaik di rumah sakit ini. Selanjutnya beliau yang akan bertanggung jawab atas perawatan bayi Anda. Karena terus terang saja, Nyonya Zafira tadi terpaksa melahirkan bayinya di usia kandungan yang belum genap 37 minggu. Kami terpaksa mengambil tindakan ini tadi karena saat tiba di sini, Ny. Zafira sudah dalam keadaan kontraksi dan sudah mengalami pembukaan rahim.” Penjelasan dr. Stella bagaikan petir yang menyambar Gilang. Zafira sudah melahir
Gilang menyetir mobil sport merah nya dengan kepanikan luar biasa. Kabar tentang Zafira yang baru saja didengarnya membuat dunianya seakan gelap gulita. Berbagai pikiran buruk melintas di benaknya, membuat lelaki itu mengeraskan rahangnya dan sesekali memukul setir mobilnya.“Shittt!!!” seru Gilang ketika di depannya terlihat antrian kemacetan kendaraan. Berkali-kali Gilang mengusap kasar wajahnya memandakan betapa frustasinya pria itu saat ini. Kalimat-kalimat Maria di telpon tadi terus terngiang-ngiang di telinganya.“Nyonya Zafira kesakitan setelah terjatuh tadi, Tuan.”“Dia menyuruh kami tak menghubungi Tuan Gilang. Kata Ny. Zafira dia baik-baik saja.”“Untungnya Nona Claudia kebetulan datang berkungjung.”“Nona Claudia dan pacarnya yang mengantar Nyonya Zafira ke rumah sakit.”“Arrggghhhh!!!” Gilang kembali memukul keras setir mob
Namun satu hal yang selalu ditunggu-tunggu Gilang sejak Zafira hamil adalah malam hari. Setiap malam Zafira selalu berubah menjadi sangat menyenangkan, melayaninya dengan cara-cara yang bahkan Gilang tak pernah membayangkannya. Membuatnya setiap malam selalu tertidur sangat pulas setelah mengerang puas atas perlakuan-perlakuan liar Zafira padanya. Yang lebih membahagiakan lagi, itu semua selalu terjadi atas inisiatif Zafira sendiri, tanpa Gilang memintanya. Karena Gilang masih mematuhi saran dr. Stella untuk tidak menganggu Zafira dulu selama trimester pertama kehamilannya. Malam-malam yang dibayangkan Gilang akan menjadi hambar karena tak boleh menyentuh dan melakukan hal-hal yang dulu selalu dilakukannya pada Zafira justru menjadi malam-malam panjang yang selalu ditunggu-tunggu Gilang. Ibu hamil yang sangat “hot”, begitu Gilang selalu memberikan pujian ketika Zafira melakukan hal-hal yang sangat menyenangkan padanya.“Nanti malam pakai gaya apa lagi, Sayan