“Apa … apa maksud Anda, Pak?” sahut Juan dengan suara gemetar.
“Maafkan saya, Juan. Itulah kenyataannya, Gilang putraku yang melakukannya! Aku sudah menyelidiki semuanya setelah kedatangan kami pertama kali kemari. Mungkin kalian masih ingat bagaimana Gilang saat itu tiba-tiba terlihat gugup saat melihat putrimu. Itulah sebabnya aku menyelidiki apa yang membuatnya tiba-tiba gugup dan pucat pasi waku itu. Hingga akhirnya aku menemukan fakta bahwa putraku mengenali putrimu sebagai gadis yang menjadi korban nafsu bejatnya, sedangkan Zafira tak mengenalinya karena Zafira dalam keadaan pingsan pada saat itu dan ia tidak pernah tau siapa pelakunya.”
Tubuh Zafira bergetar hebat mendengar penuturan Irawan. Kepalanya tertunduk dengan tangan yang terus menerus gemetar dan tak bisa dikendalikannya. Tidak ada air mata yang menetes dari pelupuk matanya, menandakan betapa perasaannya saat ini tidak dapat digambarkan hanya
Bab 9.Juan menengok keadaan Zafira ketika Irawan dan Gilang serta beberapa orang ajudannya sudah berlalu dari rumahnya. Zafira sudah kelihatan sudah tidak gemetaran lagi namun sekarang berganti dengan suara tangisan diiringi deraian air matanya.“Lebih baik jika seperti ini, dia bisa mengeluarkan emosinya dengan menangis. Kondisi terparah dari trauma dan kesedihan seseorang adalah ketika air mata pun tak mampu lagi dikeluarkannya seperti keadaan Zafira tadi,” jelas Dokter Hesti.***Juan pun akhirnya luluh dan berusaha membujuk Zafira untuk menerima niat baik Irawan dan putranya, setelah Irawan tak henti-hentinya berusaha meyakinkan Juan untuk menerima Gilang menikahi Zafira, Sedangkan Gilang merasa tersinggung ketika Zafira beberapa kali dengan terang-terangan menolaknya. Harga dirinya merasa terinjak-injak. Gilang meminta Irawan agar menghentikan upayanya membujuk Zafira, d
Zafira kembali merapikan mukenanya setelah menunaikan salat subuh, dia tak melirik sekalipun ke arah tempat tidur mewah di mana Gilang berada. Gilang pun mengacuhkan keberadaan Zafira di sana dan hanya berkonsentrasi pada layar ponselnya. Zafira membuka pintu kamar dan menuruni tangga menuju ke arah dapur. Kebiasaannya di rumahnya terbawa ke rumah mewah ini. Di rumahnya, setelah salat subuh Zafira biasanya dia akan langsung menuju dapur dan membantu kegiatan ibunya menyiapkan sarapan.“Selamat pagi, Nak.” Suara Irawan mengejutkan Zafira.“Selamat pagi, Tuan,” jawab Zafira."Jangan panggil tuan, Nak. Saya sekarang adalah orang tuamu. Jadi panggil papa, ya, sama seperti Gilang," ucap Irawan sambil tersenyum."Baik, Tuan. Maaf Baik, Pa." Zafira merasa sedikit grogi."Kenapa bangun sepagi ini, Nak. Apa kamarnya kurang nyaman?" tanya Irawan."Nggak, Tuan.
Bab 11. Susah payah Zafira berusaha mengatur napasnya kemudian duduk di sofa yang sekaligus menjadi tempat tidurnya di kamar ini. Zafira menerapkan apa yang telah diajarkan Dokter Hesti padanya saat rasa trauma itu datang. Zafira memejamkan matanya dan berkali-kali menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya kembali. Perlahan-lahan detak jantungnya pun mulai kembali normal. Zafira membuka matanya dan menyadari bahwa kamar itu sudah terang dengan masuknya cahaya dari jendela kaca yang gordennya telah terbuka lebar. Zafira berjalan perlahan ke arah jendela kaca besar dan merasa takjub dengan pemandangan yang tersaji dari sana. Hamparan rumput yang terawat dengan baik dan sebuah air mancur kecil yang ada di tengahnya membuat hati Zafira sedikit menghangat. Dia tersenyum memandang ke arah taman kecil yang terlihat sangat terawat itu. Zafira begitu terpesona sehingga tak menyadari jika Gilang sudah berada di sana dan memperhatikannya. "Heh, batu! Ngapain senyum-senyum dekat jendela?"
Bab 12Zafira pasrah dan memilih duduk di salah satu sofa mewah berwarna gold yang ada di rumah besar itu. Sementara Irawan terlihat mengambil ponselnya nya dan terlihat terlibat pembicaraan dengan seseorang yang Zafira yakini adalah Gilang. Tak lama kemudian Zafira melihat Gilang menuruni anak tangga dengan muka masamnya.“Zafira itu istrimu, Gilang. Kamu mau membiarkannya pergi begitu saja? Mana tanggung jawabmu? Zafira sekarang sepenuhnya menjadi tanggung jawabmu setelah ayahnya menyerahkan putrinya padamu. Kamu mengerti kan arti kalimat ijab kabul yang beru kemarin kamu ucapkan?”“Iya, Pa. Lagian dia nggak pamit pada Gilang juga. Mana Gilang tau dia mau ke mana!” sahut Gilang sambil melototkan matanya ke arah Zafira.“Ya sudah sana antarkan istrimu ke rumah ayahnya. Dan ingat, besok pagi kamu sudah harus aktif di kantor. Papa hanya mengijinkanmu libur sehari ini, itupun karena papa pikir Fira juga masih l
Bab 13“Kenapa nggak minta ijin dulu sehari, Nak. Ayah rasa dr. Hesti pasti mengerti. Lagian Nak Gilang juga masih belum ke kantor kan?” tanya Juan memperhatikan penampilan Gilang yang hanya menggunakan kaos oblong dan celana pendek.“Iya, saya besok baru aktif kembali di kantor, Yah. Papa menyuruh Gilang libur hari ini.”“Nah, kamu ijin dulu sama dr. Hesti, Nak. Temani suamimu aja hari ini, apalagi kalian kan masih pengantin baru. Apa perlu ayah yang menelpon dr. Hesty?”Zafira terbatuk-batuk kecil mendengar kata ‘pengantin baru’ yang diucapkan ayahnya.“Baiklah, Yah. Fira akan menelpon dr. Hesty. Fira permisi ke dapur dulu ya, Ya,” pamit Zafira kemudian berlalu dari ruang tamu.Zafira tak menuju ke dapur, dia malah berbelok ke arah kamarnya dan membuka pintu kamarnya.‘Ah, baru semalam meninggalkan kamar ini aku sudah m
"Bawa motor ini ke rumah utama dan langsung masukkan ke garasi!" Perintah Gilang pada seorang anak buahnya yang diperintahkannya untuk datang ke rumah Zafira dan membawa motor Zafira ke rumah Irawan. "Maaf ya, Nak. Fira jadi merepotin begini. Dia memang dari dulu mandiri nggak mau diantar-antar maunya pergi sendiri dengan motor matic kesayangannya itu," ucap Juan. "Nggak apa-apa, Yah. Oiya, kami pamit pulang dulu ya. Ada beberapa pekerjaan yang harus Gilang selesaikan." "Iya, Nak." Gilang dan Zafira pun berpamitan pada Juan dan Sinta. "Selalu ingat nasehat ibu ya, Nak. Fira sekarang adalah seorang istri. Letak surgamu sekarang ada pada suamimu, Nak," bisik Sinta saat Zafira berpamitan sambil memeluknya. "Iya, Bu," jawab Zafira lirih. *** "Aku boleh mampir sebentar ke klinik nggak?" tanya Zafira pada Gilang ketika mereka sudah kembali berada di dalam mobil sport merah metalik milik Gilang. "Klinik? Oh maksudnya t
"Loh, Gilang mana?" tanya Irawan ketika melihat Zafira pulang sendirian dengan menumpang transportasi online.Zafira bingung harus menjawab apa pada Irawan.‘Huhh, kemana sih alien itu? Aku harus menjawab apa?’ gumamnya dalam hati."Hmm paling sebentar lagi Mas Gilang pulang, Pa. Zafira pamit ke kamar dulu ya, Pa," ucap Zafira ingin segera berlalu dari Irawan yang menatapnya penuh tanya."Tunggu di situ sebentar, papa akan menelpon Gilang!"Zafira menghentikan langkahnya.‘Duhh, bisa jadi panjang nih urusannya,’ batin Zafira. Irawan terlihat mengeluarkan ponselnya dan berbicara di telepon. Sesaat kemudian Irawan kembali menoleh ke arah Zafira sambil tersenyum."Naiklah ke kamarmu. Sebentar lagi Gilang datang. Katanya dia tadi ke bandara menjemput Claudia," ucap Irawan.Claudia! Zafira langsung teringat pada foto seorang gadis dengan penampilan modis berlatar belakang menara Eife
Gadis cantik yang terlihat modis dan sangat modern itu tersenyum manis pada Zafira. Zafira pun membalas tersenyum pada gadis itu."Papa ingin memperkenalkan kalian," kata Irawan sambil menatap Zafira dan Claudia bergantian."Fira, kenalin ini Claudia. Claudia adalah putri dari sahabat Papa yang sekarang memilih menetap di Paris. Claudia sejak kecil sudah sangat akrab dengan keluarga kami dan sudah Papa anggap sebagai anak sendiri," ucap Irawan memperkenalkan Claudia pada Zafira.Claudia mengulurkan tangannya ramah pada Zafira."Claudia," ucanya menyebut namanya sendiri."Zafira," balas Zafira menyambut uluran tangan Claudia sambil tersenyum."Claudia, ini Zafira. Nak Fira ini adalah ... istrinya Gilang," ucap Irawan.Claudia terlihat keget mendengar ucapan Irawan, dengan spontan Claudia menarik tangannya yang tengah bertaut bersalaman dengan Zafira."A-apa, Om? Istrinya Gilang? Ma-maksudnya apa?" tanya Claudia terbata-bata.
Gilang memarkirkan mobilnya di parkiran klinik, lalu turun dan membukakan pintu mobil untuk Zafira.“Hati-hati, Sayang,” ucapnya sambil menyambut uluran tangan Zafira.“Jangan berlebihan, Mas. Aku nggak apa-apa.”Gilang menggeleng. “Aku harus berlebihan kalau itu menyangkut kamu dan anak kita. Aku nggak mau kehilangannya lagi.”Akhirnya Zafira mengalah ketika Gilang dengan posesifnya mengantarkannya ke dalam klinik hingga terdengar suara Felix menyapa mereka.“Hai, Fira.”Gilang dan Zafira menoleh. Felix tersenyum dapa Zafira, namun mengabaikan pria posesif di samping wanita itu.“Eh, lu nggak ngeliat gue?” sengit Gilang.Felix tertawa. “Oh, iya. Maaf nggak kelihatan. Makanya jangan terlalu sering di samping Fira, soalnya yang lain nggak kelihatan ditutupi sama auranya dia.”Gilang semakin gusar ketika merasa Felix sedang memprovokasiny
Gilang mengantar Zafira ke klinik dr. Hesty sebelum berangkat bekerja. Telepon dari Felix yang mengajak Zafira bertemu pagi ini benar-benar membuat Gilang gelisah. Maka saat istrinya mengatakan jika Felix mengajak bertemu di klinik tempat Zafira dulu bekerja, Gilang memilih mengantarkan sendiri istrinya ke sana. Meski awalnya Gilang menolak, namun rengekan Zafira membuatnya luluh. Gilang masih ingat bagaimana tadi pagi mereka berselisih paham akibat telepon dari dr. Felix.“Felix minta ketemu Fira, Mas. Katanya ada yang ingin ditanyakan,” ucap Zafira tadi pagi setelah mengibrol dengan Felix di bawah tatapan tajam Gilang.“Ngapain dokter gila itu minta ketemu kamu? Dia masih ngejar-ngejar kamu?”Zafira mengerucutkan bibirnya.“Jangan mulai deh, Mas. Kemarin-kemarin udah enak ngeliat kalian damai,” kata wanita hamil itu.“Aku nggak ngizinin! Kalau mau ketemu suruh ketemu aku saj
Kehamilan Zafira kali ini ternyata masih sama dengan kehamilannya sebelumnya, di mana Gilang lah yang harus setiap hari menahan mual dan tak berselera makan, sedangkan Zafira terpengaruh apa-apa. Ia bahkan makin terlihat segar karena Gilang menyuruh semua ART di rumahnya untuk memperhatikan semua kebutuhan istrinya.“Jangan banyak bergerak!”“Kalau perlu apa-apa bilang sama Maria atau yang lainnya!”“Jangan urusin taman!”“Kalau jalan pelan-pelan!”Serta masih banyak kalimat-kalimat Gilang yang setiap hari harus didengar oleh Zafira. Sesekali Zafira merasa iba jika melihat kondisi Gilang yang justru semakin kurus dan pucat karena mual dan muntah yang dialaminya setiap pagi.Pria itu bahkan beberapa kali mengunjungi dokter untuk meminta obat penghilang rasa mual dan morning sick yang dialaminya. Namun tak ada satu pun obat-obatan yang mempan dan bisa menghilangkan
"SELAMAT ULANG TAHUN PAK GILANG!"Gilang tersenyum membaca spanduk yang terbentang di sana. Gilang baru menyadari jika hari ini adalah hari ulang tahunnya. Perlahan Gilang melangkah ke arah Zafira, lelaki itu tau jika ini semua pasti ide istri kesayangannya itu."Pantasan dari kemarin kamu kelihatan sibuk banget telpon sana sini, ternyata nyiapin ini ya. Terima kasih, Sayang." Gilang mengecup kening istrinya."Uwuwuwuuuu!!!""Ciumnya di bibir dong, Pak Boss!""Ternyata Boss kita romantis banget, ya!"Gilang dan Zafira hanya tersenyum mendengar teriakan-teriakan dari para karyawannya."Cium bibirnya offline dong! Itu adegan khusus, nggak boleh jadi tontonan!" seru Gilang sambil mengedipkan matanya pada Zafira, yang disambut oleh kalimat-kalimat godaaan berikutnya dari para karyawannya pada mereka berdua.Gi
Tanpa kata, Gilang mendorong kursi roda Zafira meninggalkan area pemakaman, diikuti oleh keluarga mereka yang tak pernah lepas mendampingi mereka dan memberi semangat pada kedua orang tua yang baru saja diberi cobaan hidup itu. Selain kedua orang tua Gilang dan Zafira, Felix dan Claudia serta dr. Hesti, bahkan dr. Stella dan dr. Hera pun masih berada di sana menemani Zafira dan Gilang hingga keduanya meninggalkan area pemakaman. Suasana berkabung masih sangat terasa di rumah besar Irawan. Semua keryawan yang bekerja di sana ikit merasakan kesedihan mendalam majikan mereka. Begitupun di dalam kamar Gilang dan Zafira, suasana sunyi sangat terasa. Tak ada percakapan di antara mereka berdua, Gilang dan Zafira hanya bisa saling menatap kemudian saling berpelukan memberi kekuatan entah siapa kepada siapa, karena pada kenyataannya mereka berdua sama-sama terpukul.Zafira menyadari bahwa pada akhirnya semua akan kembali pada takdir masing-masing. Manusia hanya perlu men
Sudah seminggu ini Zafira diperbolehkan pulang ke rumah, namun bayinya masih dirawat intensif di rumah sakit. Hal itu membuat Gilang dan Zafira harus bolak-balik ke rumah sakit untuk mengantarkan ASIP agar bayi mereka tetap bisa meminum ASI Zafira. Dengan telaten Gilang mendampingi Zafira dan menyemangatinya pada saat memompa ASI nya. Zafira selalu saja bersedih karena belum bisa menyusui bayinya secara langsung, yang membuat Gilang akan selalu berada di sampingnya dan menyemangati Zafira agar tidak selalu bersedih. Gilang bahkan belum pernah masuk ke kantor sejak Zafira melahirkan. Dia lebih memilih mempercayakan pekerjaan pada asistennya dan sesekali memeriksa hasil pekerjaan mereka di rumahnya.Siang ini, Gilang dan Zafira kembali mengunjungi bayi mereka di rumah sakit. Gilang bersiul-siul senang sambil mendorong kursi roda Zafira menuju ruang perawatan bayinya. Gilang belum memperbolehkan Zafira berjalan dan memilih menyuruhnya duduk di atas kursi roda meskipun Zafira sel
“Maafin aku, Mas. Aku nggak bisa menjaganya dengan baik, bayi kita lahir sebelum waktunya,” lirih Zafira terbata-bata dengan mata yang basah.“A- apa? Bayi kita sudah lahir?”“Ini bayi Anda, Pak Gilang. Istri Anda sudah melahirkan beberapa menit yang lalu. Bayi laki-laki dengan berat 1,9 Kg. Namun karena bayinya lahir pada usia yang belum matang, yang dalam bahasa medis disebut prematur, maka bayi Anda masih akan berada dalam perawatan dan pengawasan kami. Perkenalkan, ini dr. Hera, dokter anak terbaik di rumah sakit ini. Selanjutnya beliau yang akan bertanggung jawab atas perawatan bayi Anda. Karena terus terang saja, Nyonya Zafira tadi terpaksa melahirkan bayinya di usia kandungan yang belum genap 37 minggu. Kami terpaksa mengambil tindakan ini tadi karena saat tiba di sini, Ny. Zafira sudah dalam keadaan kontraksi dan sudah mengalami pembukaan rahim.” Penjelasan dr. Stella bagaikan petir yang menyambar Gilang. Zafira sudah melahir
Gilang menyetir mobil sport merah nya dengan kepanikan luar biasa. Kabar tentang Zafira yang baru saja didengarnya membuat dunianya seakan gelap gulita. Berbagai pikiran buruk melintas di benaknya, membuat lelaki itu mengeraskan rahangnya dan sesekali memukul setir mobilnya.“Shittt!!!” seru Gilang ketika di depannya terlihat antrian kemacetan kendaraan. Berkali-kali Gilang mengusap kasar wajahnya memandakan betapa frustasinya pria itu saat ini. Kalimat-kalimat Maria di telpon tadi terus terngiang-ngiang di telinganya.“Nyonya Zafira kesakitan setelah terjatuh tadi, Tuan.”“Dia menyuruh kami tak menghubungi Tuan Gilang. Kata Ny. Zafira dia baik-baik saja.”“Untungnya Nona Claudia kebetulan datang berkungjung.”“Nona Claudia dan pacarnya yang mengantar Nyonya Zafira ke rumah sakit.”“Arrggghhhh!!!” Gilang kembali memukul keras setir mob
Namun satu hal yang selalu ditunggu-tunggu Gilang sejak Zafira hamil adalah malam hari. Setiap malam Zafira selalu berubah menjadi sangat menyenangkan, melayaninya dengan cara-cara yang bahkan Gilang tak pernah membayangkannya. Membuatnya setiap malam selalu tertidur sangat pulas setelah mengerang puas atas perlakuan-perlakuan liar Zafira padanya. Yang lebih membahagiakan lagi, itu semua selalu terjadi atas inisiatif Zafira sendiri, tanpa Gilang memintanya. Karena Gilang masih mematuhi saran dr. Stella untuk tidak menganggu Zafira dulu selama trimester pertama kehamilannya. Malam-malam yang dibayangkan Gilang akan menjadi hambar karena tak boleh menyentuh dan melakukan hal-hal yang dulu selalu dilakukannya pada Zafira justru menjadi malam-malam panjang yang selalu ditunggu-tunggu Gilang. Ibu hamil yang sangat “hot”, begitu Gilang selalu memberikan pujian ketika Zafira melakukan hal-hal yang sangat menyenangkan padanya.“Nanti malam pakai gaya apa lagi, Sayan