"Loh, Gilang mana?" tanya Irawan ketika melihat Zafira pulang sendirian dengan menumpang transportasi online.
Zafira bingung harus menjawab apa pada Irawan.
‘Huhh, kemana sih alien itu? Aku harus menjawab apa?’ gumamnya dalam hati.
"Hmm paling sebentar lagi Mas Gilang pulang, Pa. Zafira pamit ke kamar dulu ya, Pa," ucap Zafira ingin segera berlalu dari Irawan yang menatapnya penuh tanya.
"Tunggu di situ sebentar, papa akan menelpon Gilang!"
Zafira menghentikan langkahnya.
‘Duhh, bisa jadi panjang nih urusannya,’ batin Zafira. Irawan terlihat mengeluarkan ponselnya dan berbicara di telepon. Sesaat kemudian Irawan kembali menoleh ke arah Zafira sambil tersenyum.
"Naiklah ke kamarmu. Sebentar lagi Gilang datang. Katanya dia tadi ke bandara menjemput Claudia," ucap Irawan.
Claudia! Zafira langsung teringat pada foto seorang gadis dengan penampilan modis berlatar belakang menara Eife
Gadis cantik yang terlihat modis dan sangat modern itu tersenyum manis pada Zafira. Zafira pun membalas tersenyum pada gadis itu."Papa ingin memperkenalkan kalian," kata Irawan sambil menatap Zafira dan Claudia bergantian."Fira, kenalin ini Claudia. Claudia adalah putri dari sahabat Papa yang sekarang memilih menetap di Paris. Claudia sejak kecil sudah sangat akrab dengan keluarga kami dan sudah Papa anggap sebagai anak sendiri," ucap Irawan memperkenalkan Claudia pada Zafira.Claudia mengulurkan tangannya ramah pada Zafira."Claudia," ucanya menyebut namanya sendiri."Zafira," balas Zafira menyambut uluran tangan Claudia sambil tersenyum."Claudia, ini Zafira. Nak Fira ini adalah ... istrinya Gilang," ucap Irawan.Claudia terlihat keget mendengar ucapan Irawan, dengan spontan Claudia menarik tangannya yang tengah bertaut bersalaman dengan Zafira."A-apa, Om? Istrinya Gilang? Ma-maksudnya apa?" tanya Claudia terbata-bata.
Bola mata Gilang bergerak mengikuti gerakan Zafira yang dari tadi hanya mondar mandir dari kamar mandi ke sofa. Entah sudah yang keberapa kalinya Gilang melihat gadis itu bolak-balik ke toilet."Heh batu! kamu enggak bisa diem ya? Dari tadi mondar-mandir ganggu orang aja!" seru Gilang."Maaf, Mas. Kalau terganggu Mas Gilang boleh mengabaikannya dan jangan melihat kearah Fira," sahut Fira.Gilang tertegun mendengar ucapan Fira. Ini pertama kalinya dia mendengar gadis itu menyebut namanya. Dan bagaimana gadis itu tadi memanggilnya? Mas Gilang? Lucu juga, pikir Gilang sambil tersenyum tipis. Sementara Zafira sudah kembali ke dalam toilet lagi. Gilang melangkah ke depan pintu toilet menunggu Zafira keluar dari sana."Eh, maaf!" seru Zafira kaget saat membuka pintu toilet dan hampir menabrak Gilang yang sudah berdiri di depan pintu."Kamu kenapa?" tanya Gilang."Nggak apa-apa," jawab Zafira berlalu begitu saja. Spon
“Tenang, Fira. Aku nggak akan menyakitimu.”Zafira terdiam dalam pelukan Gilang, entah mengapa dia justru tak merasa gemetar lagi. Padahal, tadinya sentuhan pria itulah yang membuat traumanya muncul kembali. Zafira diam dan larut dalam pikirannya sendiri.‘Kenapa aku tiba-tiba saja merasa tenang? Apakah karena alien ini juga tiba-tiba manjadi lembut dan tidak berkata kasar padaku?’ pikir Zafira.“Udah tenang?” tanya Gilang melepaskan pelukannya.“Eh … um … iya,” jawab Zafira gugup dengan pipi bersemu merah.“Masih perlu diolesin punggungnya?”“Ng-nggak. Udah nggak apa-apa.”“Baiklah, istirahatlah.” Gilang berlalu dari hadapan Zafira menuju tempat tidurnya.“Terima kasih,” ucap Zafira dengan suara yang nyaris tak terdengar.Gilang tidur dengan gelisah di tempat tidur empuknya. Aroma
“Eh … Selamat Pagi, Pa. Maaf Fira nggak liat ada Papa.”“Selamat pagi juga, Nak. Papa suka melihat kamu masak, Nak. Papa jadi teringat seseorang,” ucap Irawan. “Kayaknya Nak Fira lagi masak nasi goreng ya. Buat Gilang?” lanjutnya bertanya.“Iya, Pa. Tapi kalau Papa mau buat Papa juga boleh.”Irawan terkekeh kecil. “Papa nggak dibolehin dokter sarapan seperti itu lagi, Nak. Padahal Papa sangat ingin mencicipi masakan Nak Fira. Oiya, Fira tau Gilang suka sarapan nasi goreng?”“Ah, iya tadi nanya sama Mbak di dapur,” jawab Zafira.“Beruntung sekali Gilang menikahimu, Nak. Dia akan kembali merasakan dibuatkan makanan kesukaannya oleh wanita terdekatnya. Dulu, mamanya hampir tiap hari membuatkan nasi goreng kesukaannya. Tapi sejak Mamanya pergi meninggalkannya, dia tak pernah lagi merasakan masakan yang dibuat dengan hati dan cinta. Semoga
Hari sudah mulai gelap ketika Zafira pulang ke rumah utama. Selain memang hari ini ada beberapa pekerjaan klinik yang membuatnya harus lembur, Zafira tadi sengaja mampir ke rumah orang tuanya.Namun belum satu jam berada di sana Juan dan Sinta menyuruhnya untuk segera pulang karena ternyata Zafira belum meminta izin pada Gilang.“Mulai sekarang kamu harus membiasakan pamit pada suamimu ke mana pun kamu hendak pergi, Nak. Bukankah Ibu sudah bilang padamu bahwa ridho Allah sekarang berada pada ridho suamimu.” Begitu kata Ibunya tadi.“Tapi hubungan kami tidak seperti yang ibu bayangkan, Bu.”“Semua butuh proses, Nak. Kamu hanya perlu ketulusan hati untuk memulainya. Ingatlah saat Nak Gilang mengucapkan ijab kabul, maka segala dosa Fira yang seharusnya menjadi tanggung jawab Ayah menjadi berpindah ke bahu suamimu. Belum cukup disitu, memberi nafkah, membimbing agama, memanjakanmu, menjagamu b
Bab 21Gilang merasa kesal karena diacuhkan Zafira ketika dia mencoba bercanda. Zafira malah memilih pergi dari sana dan menuju ke arah pintu. Perasaan kesal Gilang mendorongnya menyusul langkah Zafira yang sudah di depan pintu dan kemudian mendorong kasar pintu yang sudah terbuka sedikit. Gilang merasa kaget ketika Zafira membalikkan tubuhnya menghadap kepadanya. Baru kali ini Gilang melihat dari dekat wajah gadis itu.‘Ternyata cantik juga gadis batu ini!’ batin Gilang.Harum aroma shampo dari rambut basah Zafira yang masih terbungkus handuk membuat gairah lelaki Gilang terusik. Perlahan didekatkannya hidungnya menyentuh ujung hidung Zafira namun gadis itu tiba-tiba saja memalingkan wajahnya membuat mata Gilang tepat berhadapan dengan leher putih jenjang milik Zafira. Gairah lelaki Gilang semakin terpancing melihat leher putih jenjang Zafira ditambah dengan aroma tubuh Zafira yang memang sangat disukainya. Maka ketika
Bab 22“Congratulation, Gilang! Om kaget sekali waktu papamu mengirimkan undangan pada Om. Om enggak nyangka kamu mau menikah secepat ini. Selama ini Om pikir kamu menunggu Claudia selesai kuliah dan akan mempersuntingnya. Tenyata Om salah, kamu menemukan jodohmu terlebih dulu. Sekali lagi selamat untuk kalian,” ucap seorang pria yang berpenampilan elegan terkekeh sambil menggandeng tangan seorang wanita yang terus menatap sinis pada Zafira. Dari ucapannya, Zafira yakin jika sepasang tamu VVIP yang sedang berdiri di hadapannya itu adalah orang tua dari Caludia.“Thanks, Om Alex,” jawab Gilang.“Gilang, Tante boleh bicara sebentar?” ucap wanita yang berada di sebelah pria yang dipanggil Om Alex oleh Gilang itu. Wanita itu tersenyum pada Gilang, namun segera menguraikan senyumnya ketika menatap Zafira.“Boleh, Tante Rosa,” sahut Gilang.Gilang menoleh pada Zafira dan melep
Bab 23.Zafira tersenyum mendengar ocehan petugas WO itu dan berjalan ke arah belakang yang ditunjuk oleh Mas Bella tadi. Zafira mengehentikan langkahnya ketika dari balik tembok dia mendengar suara isak tangis seorang wanita.“Aku janji nggak akan berubah, Cla.”“Pasti ada yang berubah, Gilang. Semua tak akan sama lagi. Kamu sudah menikah!”Terdengar suara isak tangis.“Kamu akan selalu jadi prioritasku, Cla. Kamu tetap wanita yang istimewa bagiku.”“I had to live my life without you, Gilang! Bagaimana aku sanggup?”“Cla, you now how much i love you! Wait me! Aku akan kembali tapi bukan sekarang, suatu saat aku pasti kembali untukmu. Aku hanya harus mempertanggungjawabkan perbuatanku padanya.”“Apa sebenarnya yang terjadi, Gilang?”“Sudah kubilang jangan tanyakan itu. Itu akan membuatku membuka
Gilang memarkirkan mobilnya di parkiran klinik, lalu turun dan membukakan pintu mobil untuk Zafira.“Hati-hati, Sayang,” ucapnya sambil menyambut uluran tangan Zafira.“Jangan berlebihan, Mas. Aku nggak apa-apa.”Gilang menggeleng. “Aku harus berlebihan kalau itu menyangkut kamu dan anak kita. Aku nggak mau kehilangannya lagi.”Akhirnya Zafira mengalah ketika Gilang dengan posesifnya mengantarkannya ke dalam klinik hingga terdengar suara Felix menyapa mereka.“Hai, Fira.”Gilang dan Zafira menoleh. Felix tersenyum dapa Zafira, namun mengabaikan pria posesif di samping wanita itu.“Eh, lu nggak ngeliat gue?” sengit Gilang.Felix tertawa. “Oh, iya. Maaf nggak kelihatan. Makanya jangan terlalu sering di samping Fira, soalnya yang lain nggak kelihatan ditutupi sama auranya dia.”Gilang semakin gusar ketika merasa Felix sedang memprovokasiny
Gilang mengantar Zafira ke klinik dr. Hesty sebelum berangkat bekerja. Telepon dari Felix yang mengajak Zafira bertemu pagi ini benar-benar membuat Gilang gelisah. Maka saat istrinya mengatakan jika Felix mengajak bertemu di klinik tempat Zafira dulu bekerja, Gilang memilih mengantarkan sendiri istrinya ke sana. Meski awalnya Gilang menolak, namun rengekan Zafira membuatnya luluh. Gilang masih ingat bagaimana tadi pagi mereka berselisih paham akibat telepon dari dr. Felix.“Felix minta ketemu Fira, Mas. Katanya ada yang ingin ditanyakan,” ucap Zafira tadi pagi setelah mengibrol dengan Felix di bawah tatapan tajam Gilang.“Ngapain dokter gila itu minta ketemu kamu? Dia masih ngejar-ngejar kamu?”Zafira mengerucutkan bibirnya.“Jangan mulai deh, Mas. Kemarin-kemarin udah enak ngeliat kalian damai,” kata wanita hamil itu.“Aku nggak ngizinin! Kalau mau ketemu suruh ketemu aku saj
Kehamilan Zafira kali ini ternyata masih sama dengan kehamilannya sebelumnya, di mana Gilang lah yang harus setiap hari menahan mual dan tak berselera makan, sedangkan Zafira terpengaruh apa-apa. Ia bahkan makin terlihat segar karena Gilang menyuruh semua ART di rumahnya untuk memperhatikan semua kebutuhan istrinya.“Jangan banyak bergerak!”“Kalau perlu apa-apa bilang sama Maria atau yang lainnya!”“Jangan urusin taman!”“Kalau jalan pelan-pelan!”Serta masih banyak kalimat-kalimat Gilang yang setiap hari harus didengar oleh Zafira. Sesekali Zafira merasa iba jika melihat kondisi Gilang yang justru semakin kurus dan pucat karena mual dan muntah yang dialaminya setiap pagi.Pria itu bahkan beberapa kali mengunjungi dokter untuk meminta obat penghilang rasa mual dan morning sick yang dialaminya. Namun tak ada satu pun obat-obatan yang mempan dan bisa menghilangkan
"SELAMAT ULANG TAHUN PAK GILANG!"Gilang tersenyum membaca spanduk yang terbentang di sana. Gilang baru menyadari jika hari ini adalah hari ulang tahunnya. Perlahan Gilang melangkah ke arah Zafira, lelaki itu tau jika ini semua pasti ide istri kesayangannya itu."Pantasan dari kemarin kamu kelihatan sibuk banget telpon sana sini, ternyata nyiapin ini ya. Terima kasih, Sayang." Gilang mengecup kening istrinya."Uwuwuwuuuu!!!""Ciumnya di bibir dong, Pak Boss!""Ternyata Boss kita romantis banget, ya!"Gilang dan Zafira hanya tersenyum mendengar teriakan-teriakan dari para karyawannya."Cium bibirnya offline dong! Itu adegan khusus, nggak boleh jadi tontonan!" seru Gilang sambil mengedipkan matanya pada Zafira, yang disambut oleh kalimat-kalimat godaaan berikutnya dari para karyawannya pada mereka berdua.Gi
Tanpa kata, Gilang mendorong kursi roda Zafira meninggalkan area pemakaman, diikuti oleh keluarga mereka yang tak pernah lepas mendampingi mereka dan memberi semangat pada kedua orang tua yang baru saja diberi cobaan hidup itu. Selain kedua orang tua Gilang dan Zafira, Felix dan Claudia serta dr. Hesti, bahkan dr. Stella dan dr. Hera pun masih berada di sana menemani Zafira dan Gilang hingga keduanya meninggalkan area pemakaman. Suasana berkabung masih sangat terasa di rumah besar Irawan. Semua keryawan yang bekerja di sana ikit merasakan kesedihan mendalam majikan mereka. Begitupun di dalam kamar Gilang dan Zafira, suasana sunyi sangat terasa. Tak ada percakapan di antara mereka berdua, Gilang dan Zafira hanya bisa saling menatap kemudian saling berpelukan memberi kekuatan entah siapa kepada siapa, karena pada kenyataannya mereka berdua sama-sama terpukul.Zafira menyadari bahwa pada akhirnya semua akan kembali pada takdir masing-masing. Manusia hanya perlu men
Sudah seminggu ini Zafira diperbolehkan pulang ke rumah, namun bayinya masih dirawat intensif di rumah sakit. Hal itu membuat Gilang dan Zafira harus bolak-balik ke rumah sakit untuk mengantarkan ASIP agar bayi mereka tetap bisa meminum ASI Zafira. Dengan telaten Gilang mendampingi Zafira dan menyemangatinya pada saat memompa ASI nya. Zafira selalu saja bersedih karena belum bisa menyusui bayinya secara langsung, yang membuat Gilang akan selalu berada di sampingnya dan menyemangati Zafira agar tidak selalu bersedih. Gilang bahkan belum pernah masuk ke kantor sejak Zafira melahirkan. Dia lebih memilih mempercayakan pekerjaan pada asistennya dan sesekali memeriksa hasil pekerjaan mereka di rumahnya.Siang ini, Gilang dan Zafira kembali mengunjungi bayi mereka di rumah sakit. Gilang bersiul-siul senang sambil mendorong kursi roda Zafira menuju ruang perawatan bayinya. Gilang belum memperbolehkan Zafira berjalan dan memilih menyuruhnya duduk di atas kursi roda meskipun Zafira sel
“Maafin aku, Mas. Aku nggak bisa menjaganya dengan baik, bayi kita lahir sebelum waktunya,” lirih Zafira terbata-bata dengan mata yang basah.“A- apa? Bayi kita sudah lahir?”“Ini bayi Anda, Pak Gilang. Istri Anda sudah melahirkan beberapa menit yang lalu. Bayi laki-laki dengan berat 1,9 Kg. Namun karena bayinya lahir pada usia yang belum matang, yang dalam bahasa medis disebut prematur, maka bayi Anda masih akan berada dalam perawatan dan pengawasan kami. Perkenalkan, ini dr. Hera, dokter anak terbaik di rumah sakit ini. Selanjutnya beliau yang akan bertanggung jawab atas perawatan bayi Anda. Karena terus terang saja, Nyonya Zafira tadi terpaksa melahirkan bayinya di usia kandungan yang belum genap 37 minggu. Kami terpaksa mengambil tindakan ini tadi karena saat tiba di sini, Ny. Zafira sudah dalam keadaan kontraksi dan sudah mengalami pembukaan rahim.” Penjelasan dr. Stella bagaikan petir yang menyambar Gilang. Zafira sudah melahir
Gilang menyetir mobil sport merah nya dengan kepanikan luar biasa. Kabar tentang Zafira yang baru saja didengarnya membuat dunianya seakan gelap gulita. Berbagai pikiran buruk melintas di benaknya, membuat lelaki itu mengeraskan rahangnya dan sesekali memukul setir mobilnya.“Shittt!!!” seru Gilang ketika di depannya terlihat antrian kemacetan kendaraan. Berkali-kali Gilang mengusap kasar wajahnya memandakan betapa frustasinya pria itu saat ini. Kalimat-kalimat Maria di telpon tadi terus terngiang-ngiang di telinganya.“Nyonya Zafira kesakitan setelah terjatuh tadi, Tuan.”“Dia menyuruh kami tak menghubungi Tuan Gilang. Kata Ny. Zafira dia baik-baik saja.”“Untungnya Nona Claudia kebetulan datang berkungjung.”“Nona Claudia dan pacarnya yang mengantar Nyonya Zafira ke rumah sakit.”“Arrggghhhh!!!” Gilang kembali memukul keras setir mob
Namun satu hal yang selalu ditunggu-tunggu Gilang sejak Zafira hamil adalah malam hari. Setiap malam Zafira selalu berubah menjadi sangat menyenangkan, melayaninya dengan cara-cara yang bahkan Gilang tak pernah membayangkannya. Membuatnya setiap malam selalu tertidur sangat pulas setelah mengerang puas atas perlakuan-perlakuan liar Zafira padanya. Yang lebih membahagiakan lagi, itu semua selalu terjadi atas inisiatif Zafira sendiri, tanpa Gilang memintanya. Karena Gilang masih mematuhi saran dr. Stella untuk tidak menganggu Zafira dulu selama trimester pertama kehamilannya. Malam-malam yang dibayangkan Gilang akan menjadi hambar karena tak boleh menyentuh dan melakukan hal-hal yang dulu selalu dilakukannya pada Zafira justru menjadi malam-malam panjang yang selalu ditunggu-tunggu Gilang. Ibu hamil yang sangat “hot”, begitu Gilang selalu memberikan pujian ketika Zafira melakukan hal-hal yang sangat menyenangkan padanya.“Nanti malam pakai gaya apa lagi, Sayan