"Permisi buk, ibuk panggil saya?" tanya Kaila memasuki ruangan buk Adel yang berbeda sendiri.
"Kaila kamu kenal Saguna?" tanya buk Adel to the point.
"Kenal buk, ini orangnya," ucap Kaila menarik Saguna yang berdiri di belakangnya.
Buk Adel membuka kaca matanya. "Kamu murid pindahan itukan?" tanya Buk Adel kepada Saguna. Saguna mengangguk pucat menatap buk Adel.
"Lusa ikut lomba olim ya di Surabaya. Kamu dengan Kaila perwakilan sekolah kita," seru buk Adel membuat Saguna dan Kaila saling tatap.
"Saya buk?" ucap Saguna dan Kaila serentak.
"Iya kalian, kenapa? engga mau ikut?" tanya buk Adel mengambil beberapa buku dan amplop kumpulan soal.
"Bukan buk, maksud saya, kenapa saya buk? Saya bahkan sebelumnya belum masuk kedalam bimbingan ibuk," jawab Saguna binggung.
"Saya udah liat prestasi apa saja yang telah kamu capai di America. Dan kamu termasuk murid yang pintar. Kamu pantas bersanding menjadi patner Kaila. Kalian sama-sama cerdas," ucap buk Adel seperti memberi kepercayaan kepada Saguna.
"Dadakkan banget buk? Berapa hari di Surabaya buk?" tanya Kaila.
"Itulah kai, ibuk baru dapat pesan dari kepsek tadi pagi. Makanya ibuk langsung memanggil kamu. Disana nanti kita 3 hari. Besok penerbangan. Hari ini kalian enggak usah masuk kelas. Ibuk sudah izinkan kalian. Kalian belajar ya. Kalian engga hanya berdua, satu lagi murid ips yang pintar itu. Ibuk lupa siapa namanya," ucap Buk Adel menunjuk nunjuk kelas ips.
"Gibran buk?" tanya Kaila asal. Soalnya murid pintar di ips jika tak Brian ya Gibran. Entah kenapa di kepala Kaila malah terlintas nama Gibran bukan Brian.
"Haa iya, dia besok pengganti si Brian. Brian cuti, karena neneknya meninggal. Kamu engga tau soal itu Kaila?" tanya Buk Adel. Buk adel tau Kaila dan Brian pacaran. Karna mereka pernah kepergok duduk berduaan di roftop sambil berpegangan tangan.
"Tau buk," ucap Kaila dengan sopan.
"Yaudah, ini bawa buku dan sedikit soal-soal yang biasanya kita bahas Kaila. Kalian bahas lah berdua sekarang," titah Buk Adel memberikan 5 buku dan 3 amplop soal yang masing-masingnya berisi penuh.
Saguna mengangkat semua buku dan amplop soal yang buk Adel berikan.
"Bagi dua na,"ucap Kaila ingin mengambil buku yang telah Saguna angkat.
"Engga usah berat," sahut Saguna menjauhkan buku dan kumpulan soal yang telah dia bawa dari tangan Kaila.
"Ibuk baru sadar muka kalian babak belur, kenapa?" tanya buk Adel.
"Ketimpa rak bokap buk," ucap keduanya serentak.
"Is ikut-ikut," ucap Kaila kesal.
"Kalian satu bapak?" tanya buk Adel.
"Engga buk kita satu rumah," ucap Saguna ngasal.
"Heh ngadi-ngadi lo ya," cetus Kaila memukul lengan Saguna pelan.
"Aamiin," ucap buk Adel pergi keluar kantor membawa buku absen seperti akan masuk kelas.
Saguna dan Kaila terjekut. Mereka saling pandang sampai akhirnya satu sama lain berkata,"Ih..."
"Ih lo kok ikut-ikut mulu sih," ucap Kaila kesal.
"Ih kok gue yang salah, salahin hati kita lah kenapa bisa sehati," seru Saguna berjalan lebih dulu keluar meninggalkan Kaila.
"Hati gue milik Brian fix," ucap Kaila mengejar Saguna.
Saguna Berhenti. Dia tau kaki Kaila sakit dia menunggu Kaila berjalan.
"Kenapa berhenti, berat?" Kaila menatap Saguna "Dah gue bilang sini setengah."
"Heh bucin, gue bukan keberatan, gue nungguin lo," ujar Saguna.
"Ohh gue kira lo keberatan," ucap Kaila.
"Lo beneran mau bantuin gue bawak?" tanya Saguna. Kaila mengangguk.
"Nih bawaain buku tulis gue dan pena gue," ucap Saguna merendahkan badannya agar Kaila bisa mengambil buku tulisnya.
Kaila mengambil dengan malas. Padahal dia ingin benar-benar membantu Saguna. Karena Kaila tau buku yang Saguna bawa berat. Kaila iseng, dia menumpuk bindernya dan buku Saguna lalu membawa keduanya mengikuti cara Saguna membawa buku Buk Adel seperti orang keberatan.
"Aduhh berat na, cepetan dong jangan lelet, berat nih buku yang gue bawa!" seru Kaila berjalan cepat dengan kaki yang sakit. Saguna melihat tingkah Kaila, dia tersenyum sambil menggelengkan kepalanya, lalu dia menyusul Kaila dengan langkah yang cepat juga.
*****
Saguna memilih tempat duduk dekat dengan jendela. Katanya kepada kaila, agar cepat masuk ke dalam otak jika belajar dekat jendela. Sedangkan menurut Kaila, belajar dimana saja bisa, yang penting serius semua pasti akan masuk ke dalam otak.
"Bukak materi dulu atau soal lansung?"tanya Kaila mengeluarkan soal-soal.
"Soal langsung aja engga sih? Nanti kalau ada yang engga tau bisa kita bahas, Gimana?" tanya balik Saguna. Saguna adalah cowok penuh tantangan. Dia selalu mencari yang menantang terlebih dahulu.
"Oke."
Kaila dan Saguna mengenjarkan soal Kimia dengan tenang. Saguna tak sama sekali merasa kesulitan. Sedangkan Kaila sesekali dia merasa binggung dengan jawabannya. Dalam waktu 2 Menit saguna telah mengerjakan 20 soal kimia. Otaknya sangat cerdas. Sedangkan Kaila masih mengerjakan nomor 10. Sesekali Saguna melirik Kaila yang tampak menganggaruk garuk kepalanya. Ntah benar-benar gatal ntah dia merasa ada yang tak dia mengerti.
Dalam 30 menit Saguna telah selesai mengerjakan 100 soal kimia. Dia merengangkan jari-jarinya. Sesekali dia melihat Kaila yang sedang mengerjakan soal nomor 90. Kaila adalah orang yang teliti. Dia selalu melihat ulang jawabannya berbeda dengan Saguna yang sudah mengeluarkan ponsel dari sakunya. Dia mulai menjelajahi sosial media instagram. Sesekali tangannya mengelike foto yang menurutnya bagus. Hingga sampai di salah satu foto. Foto sepasang kekasih yang paling dia benci, padahal dulunya salah satu orang yang berada di foto tersebut adalah panutannya. Namun, semuanya berubah. Saguna langsung membanting ponselnya tanpa sadar. Kaila terkejut. Dia menatap Saguna.
"Gila ya lu," ucap Kaila menatap Saguna yang wajahnya kesal.
Saguna diam menghadap jendela.
"Lo di putusin?" tanya Kaila.
"Engga, engga ada apa apa," ucap Saguna pelan namun masih terdengar oleh Kaila.
"Bentar ye 2 soal lagi nih," jawab Kaila melanjutkan mengerjakan soal.
"Lo udah di apain aja sama Brian?" tanya Saguna tiba-tiba membuat Kaila binggung.
"Lo kenapa sih ah."
"Engga papa, lanjutlah," ucap Saguna memandang jendela lagi.
Kaila melanjutkan menyelesaikan soal.
"Kai, kalau lo jadi bulan gue mau jadi mataharinya," ucap Saguna pelan, sangat pelan, bahkan Kaila tak menoleh sama sekali.
"Kenapa gue pengen jadi matahari, biar gue nerangin lu tiap malam. Walaupun jarak bulan dan matahari itu jauh. Gue pengen jadi sumber segala sumber. Termasuk sumber kebahagia--"
"Kenapa na?" tanya Kaila.
"Ha? Engga papa, lu udah siap?" tanya Saguna melihat kertas soal Kaila.
"Udah baru aja siap," ucap Kaila mengambil ponsel dari saku roknya.
"Lo kok manggil gue na?" tanya Saguna.
"Karna nama lo Saguna Nathan liam, kalau gue panggil sagu kan lucu. Sagu tu makanan yang enak tapi salahnya lo engga mengenakkan di pandang. Kalau di samaain sama ulat sagu berati lo menjijikkan. Jadi gue panggil nana," ucap Kaila sambil memandang ponselnya.
"Oh lo mau anggap gue mirip Jaemin yaa," ucap Saguna menggoga Kaila. Jaemin adalah salah satu idol korea dari boyband NCT yang berada dibawah asuhan SM ENTERTAINMENT.
"Ih kok lo tau semua sih tentang nct, jangan-jangan lo fanboy ya?" tanya Kaila dengan tatapan menyelidik.
"Iya, emang kenapa? Mau gue bayarin tiket konser?" Tanya Saguna menawarkan nonton konser Nct. Siapa yang tak ingin menonton konser idolanya. Kaila mengangguk cepat.
"Nanti kalau dia mau ke indonesia kita nonton bareng, gue yang bayar," ucap Saguna santai.
"Punya uang emang lu?" tanya Kaila tak percaya dengan Saguna.
"Punya dong," ujar Saguna bangga.
"Lo aja sekolah jalan kaki bangsat," ucap Kaila menoyor kepala Saguna.
"Astaghfirullah kamu ini berdosa banget, menoyor-noyor kepala saya" cetus Saguna menirukan drama di tiktok.
"Berdosa? Gue engga punya dosa ya, lo itu yang berdosa," ucap Kaila mendorong bahu Saguna.
"Kamu jangan sholimin," ucap Saguna menunjuk wajah kaila.
"Sholimin-sholimin, gue itu Sholehah" Kaila memukul bahu Saguna. Dia merasa geli melihat muka Saguna yang mengikuti drama tiktok.
"Hahahaha, gue pikir lu kagak tau," tawa Saguna kuat.
"Bisa pelan engga?" ucap seseorang bernada dingin di balik rak. Saguna dan Kaila melirik orang tersebut. Dia adalah Gibran. Saguna melihat Gibran seperti pernah liat.
"Dia siapa?" bisik Saguna.
Kaila bungkam. Dari tadi ternyata dia di awasi oleh Gibran. Gibran pasti di suruh oleh Brian. Kaila binggung harus apa. Dia mengambil kerjas soal Saguna lalu mengeceknya di kunci jawaban. Saguna binggung Kaila mengapa menjadi bungkam.
"Kai lo engga papa?" tanya Saguna berbisik.
"Engga papa, ayok kita bahas ini lagi, lo periksa punya gue, gue periksa punya lo. Ini kunci jawabnnya. Masih banyak nih lagi yang harus kita kerjakan," ucap Kaila bernada dingin. Saguna seakan tau penyebabnya. Dia mulai berfikir ini semua ada sangkut pautnya dengan Brian.
"Pindah ke ujung yok biar dekat air minum," bisik Saguna pelan menyusun buku dan kumpulan soal.
"Kenapa pindah?" tanya Kaila berbisik.
"Ikutin aja," ucap Saguna menarik tangan Kaila pelan. Perlakukan Saguna dengan Brian sangat berbeda. Saguna selalu lembut dan pelan. Sedangkan Brian tak pernah pelan dia selalu membentak dan kasar.
Kaila mengikuti Saguna. Dari balik rak Gibran melihat Saguna dan Kaila pindah dengan senyum menyeringgai.
Setelah sampai di ujung. Agak jauh dari Gibran, Saguna meletakkan buku dan kumpulan soal di atas meja. Saguna mengambil air yang berada di sampingnya dan memberikannya kepada Kaila.
"Kenapa?" tanya Kaila binggung. Dia tak haus, mengapa di beri minum.
"Kata bunda gue, kalau udah siap ngisi soal banyak harus minum, biar otak lo fresh lagi," ucap Saguna.
"Oh gitu ya gue baru tau," sahut Kaila mengambil Aqua gelas dari tangan Saguna.
"Lo takut sama Gibran kan?"tanya Saguna membuat Kaila tersedak.
"Makanya kalau minum baca bismillah sambil liat muka gue," ucap Saguna memukul punggung Kaila pelan.
"Bukan baca bismillah gue kalau sambil liat muka lo, tapi astagfirullah," ujar Kaila tersenyum.
"Lo kira gue setan," ucap Saguna mengeluarkan permen karet dari saku celananya.
" 11 12 lah." Kaila mengambil permen yang Saguna letak di atas meja.
"Heh siapa suruh lo ambil?" ucap Saguna mengejutkan Kaila. Kaila langsung melepas pemen Saguna dari tangannya.
"Hahahaha bercanda, ambil aja 1 seringit," ucap Saguna terseyum.
"Gue punyanya rupiah gimana dong?" tanya Kaila menunjukkan uang 2 ribunya dari kantong sakunya.
"Tak boleh," ucap Saguna mengikuti logat kak Rose yang hendak marah.
"Ala, engkau ni tak sedap lah," lesu Kaila.
"Ambiklah, Gue bisa minta lagi sama bunda," ucap Saguna tersenyum.
"Yey."Kaila tersenyum senang. Saguna juga tersenyum.
"Besok ke Surabaya gue bawaain banyak permen buat lo, kalau perlu semini market bunda gue bawak," ucap Saguna memerhatikan Kaila.
"Mana bisa pinter," cetus Kaila menoyor kepala Saguna.
"Bisa, bunda gue kan baik,"ucap Saguna membanggakan bundanya.
"Enak ya punya bunda," lirih Kaila menatap langit biru terang dari jendela.
Saguna binggung. "Semua ibu kan bakal ngasih apa pun buat anaknya," ucap Saguna masih belum mengerti maksud Kaila.
"Gue engga punya bunda," ucap Kaila pelan, namun masih bisa terdengar oleh Saguna.
Saguna terdiam. Dia engga tau kalau Kaila tak memiliki bunda.
"Lu percaya tuhan engga?" tanya Kaila masih menatap langit.
"Percaya lah," ucap Saguna yakin.
"Lu pernah liat tuhan?" tanya Kaila lagi.
"Engga."
"Lu pernah pegang tuhan?" tanya Kaila lagi membuat Saguna binggung.
"Engga."
"Berati tuhan engga ada, lu engga bisa lihat tuhan, engga bisa pegang tuhan," ucap Kaila menatap Saguna.
Saguna menatap Kaila. Dia meluruskan badan Kaila agar mengahadap dirinya. Kaila menuruti Saguna, dia menatap Saguna dengan datar.
"Gue mau tanya, lo bisa liat wifi?" tanya Saguna lembut.
"Ga bisa."
"Lo bisa pegang wifi?" tanya Saguna lagi masih menatap Kaila.
"Ga bisa lah."
"Yaudah berati engga ada wifi," ucap Saguna mengalihkan pandangannya.
"Eh adalah, kalau ada ponsel tinggal tekan wifi, masukkan password, dah nyambung," jelas Kaila menatap Saguna.
"Yaudah sama kai, kalau pakai hati doa sama tuhan ya nyambung kai," ujar Saguna juga menatap Kaila.
"Iklaskan yang sudah pergi kai, Doain yang terbaik buat bunda lo. Gue engga tau apa aja yang lo alami selama ini. Sekarang lo teman gue, gue akan buat lo bahagia seperti arti nama lo. Anak perempuan seindah padang rumput yang selalu mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupannya."
Bel pulang sekolah berbunyi lebih cepat dari biasanya. Kaila dan Saguna masih sibuk dengan soal-soal, hingga tak sadar bel telah berbunyi. Sesekali mereka bercanda dan sesekali saling bertanya jika ada dari salah satu mereka tak mengerti cara menghitungnya atau cara mendapatkan hasilnya. Lebih sering Kaila yang bertanya. Saguna seperti sudah memakan semua konsep dan materi kimia. Mungkin tahun ini saingan terberat Kaila adalah Saguna."Kaila di cari bu Adel," ucap pak Nahar membuat keduanya menoleh."Baik pak, terimakasih," ujar Kaila sopan sambil membungkuk.Saguna mengucek-ngucek matanya yang sudah mulai lelah, dan mood belajarnya sudah menurun. Matanya sudah berbeda saat melihat soal, mungkin akibat dia tak memakai kaca mata."Na,
"Eh Kamu udah datang?" ucap Viola ibu tiri Kaila mendekati pria itu lalu cepika-cepiki."Perempuan ini siapa?" tanya lelaki itu kepadaViola."A--""Oh dia pembantuku, masih kecilkan, Umurnya masih 16 tahun," ucap Viola berbohong."Oh, tapi pakaiannya terlihat bren mahal," ucap lelaki itu."Aku yang membelikannya sayang, aku tak tega melihat dia pakai pakaian gembel yang sudah koyak-koyak. Itu membuatku kasian sayang," ucapViola."Kamu sangat baik sayang," ucap lelaki itu mencium pipi ibu tiri Kaila.Kaila memanas,dadanya terasa begitu sesak.
Kaila menarik kopernya. Dia baru saja sampai di bandara diantar oleh ayah dan ibu tirinya. Sang ayah merangkulnya sedari tadi dan selalu tersenyum. Kaila tak sempat bertanya kepada ayah perihal anak haram yang di bilang ibu tirinya kemarin, karena ayah lama pulang dan saat ayah pulang dia sudah tertidur. Kaila bahkan tak tau kapan ibunya juga pulang dari pacaran dengan lelaki muda itu."Kak Lala," panggil gadis kecil berlari ke arahnya. Dia adalah Lala adik dari Saguna.Kaila langsung menggendong Lala."Ih lucunya," ucap sang Ayah gemas."Hallo om, tante. Nama aku Lala," ucapnya sambil sedikit membungkuk."Hai Lala, Nama oom Nugraha. Oom ayah dari kak Kaila. Dan ini ibunya,"uca
Saguna membuka matanya peralahan ketika sinar matahari menyorot matanya. Dia mengambil kacamata yang berada di atas kepalanya. Melihat sekelilingnya tidak ada orang selain dia dengan Kaila yang masih tertidur. "KAILA!!" spontan Saguna berteriak, saat melihat jam yang dia kenakan di tangannya. Kaila terkejut langsung terbangun. "Hmm apa sih na," ucap Kaila menutup mukanya kembali dengan buku. "Woi bangun udah jam 7 anjir, kita ngapain tidur di luar bodat," ujar Saguna membereskan bukunya. Kaila masih tertidur hingga ucapan Saguna terngiang-ngiang di kepalanya. "Udah jam 7." Brakk! Kaila membanting buku yang ada di mukannya ke meja dengan kuat. "HA... JAM 7! GILAK YA LO ENGGA BANGUNIN GUE!" pekik Kaila mulai panik. Dia langsung mengambil buku dan soal soalnya asal tanpa memasukkan kedalam amplop. "Iyaa bodo, mampus deh kita bakal di telan hidup-hidup sama buk Adel." Saguna berlari menu
Saguna merasakan tak tenang di hatinya setelah Kaila di bawa oleh Brian, dia tak kunjung keluar dari kamarnya. Kaila juga tak dapat di hubungi. Saguna sudah menelfon, mengirimkan chat, bahkan mengetuk-ngetuk pintu kamarnya sedari tadi juga tak ada balasan.Saguna merasa panik setengah mati. Apa yang Kaila lakukan di dalam kamarnya, hingga dia begitu betah di dalam sana.Saguna melihat jam. Makan malam telah tiba. Saguna keluar dari kamarnya, berhenti di depan pintu Kaila, mencoba mengajaknya makan."Kai makan yok," ajak Saguna sambil mengetuk pintu Kaila. Tak ada jawaban dari Kaila."Apa mungkin dia tidur?" tanya Saguna kepada diri sendiri."Yaudah lah kalau tidur mungkin dia capek,
"Apapun yang lo pikirkan dan lo rasain sekarang, semoga langkah yang lo ambil buat kedepannya adalah yang terbaik. Gue akan selalu tetap terima dan selalu ngelindungin lo, selagi lo masih ada dalam penglihatan gue." Kaila terisak, dia sempat berpikir kalau dia tidak akan punya teman sama sekali, setelah dia ngejauhin Naura dan Ara demi menjaga hubungannya dengan Brian. Tapi ternyata dia salah, Saguna bisa menjadi segalanya sekarang bagi Kaila. "Gue takut." Saguna memeluk Kaila, mungkin ini yang bisa dia lakukan. Badan Kaila bergetar dan suhu badannya mulai panas. Kaila sepertinya akan demam. Saguna menarik selimut, lalu memberikannya kepada Kaila. "Udah, engga ada yang perlu di takutin. Ada gue disini, pedang pelindung lo." Saguna membawa Kaila untuk berbaring sambil mengelus-ngelus punggung Kaila agar dia segera tenang. Dia benar-benar seperti sedang berlomba dengan hujan. Hujan jatuh berkali-kali dan tak kunjung berhenti seperti air mata Kai
Kaila terkejut bukan main, spontan dia dan Tara nyaris memekik. Mereka menjadi sorotan di mall. Kaila ingin memisahkan mereka, namun Saguna sangat mengerikan, dia menerjang Brian dengan kasar meninju tanpa ampun. Hingga Brian tersungkur ke lantai. Saguna telihat sangat emosi. Sedangkan Brian terlihat tak bisa membalas. Akibat Saguna duduk di dada Brian membuat Brian tak bisa melawan. Sekujur wajahnya telah memar, hingga mengeluarkan darah segar."Cukup saguna!" teriak Kaila.Kaila menahan tangisnya. Dia menarik Saguna. Mengcengkram lengan Saguna dengan kuat. Kaila bergetar. Dia tak sanggup melihat Brian."Cowok brengsek kayak dia engga pantes lo pertahanin!" bentak Saguna kepada Kaila.
PLAK!"Apa hak mu meninju anakku!" bentak bunda Hasya, bundanya Saguna."Kau tidak mendidik anak mu dengan benar!""Saguna kamu apa kan Brian?" tanya Hasya kepada Saguna yang berada di belakangnya sambil memegangi pipi yang di tinju sang ayah."Aku meninjunya bun, dia telah jalan dengan wanita lain.""Bagus nak, kamu benar-benar lelaki jantan," ucap bunda Saguna membela."APA MAKSUD MU HASYA! ANAK NAKAL SEPERTI DIA KAMU BELA?!""Diam kau! Dia melakukan hal yang benar, ken