Home / Fiksi Remaja / Withstand the Wound / 04. PEDANG PELINDUNG

Share

04. PEDANG PELINDUNG

Kaila terbagun dari tidurnya, pukul 2 pagi. Dia binggung siapa yang membawanya ke kamar, rasanya kamar begitu gelap. Kaila meraba saklar lampu yang berada di sampingnya. Saat dia bergerak kepalanya terasa pusing. Dia mencoba menganti posisi dari tidur menjadi duduk. Kaila dapat melihat pantulan wajahnya dari cermin yang berada di depannya. Kening dan rahang bawahnya memar. Dia langsung teringat kejadian dimana dia di tinju dan di dorong. Dia juga ingat mengucapkan matra pemisah untuk dia dan Brian. Namun Brian tak mau berpisah, Brian langsung memeluknya. Pelukan yang sudah lama tak pernah ia rasakan. Setelah itu dia pingsan. Brian sepertinya menggendongnya ke kamar dan membaringkannya di tempat tidur. Kaila sempat terbangun sejenak saat Brian meminta maaf sambil mengompresi memar-memar yang berada di wajahnya dan mengobati luka-luka kecil di tangannya. Sampai akhirnya dia menyuruh Kaila untuk istirahat kembali, sebelum mamanya menelfon untuk menyuruhnya segera pulang, karena mendapat kabar neneknya meninggal.

Drtt drrtttt

Ponsel kaila bergetar. Kaila mengambil ponselnya yang berada di sampingnya. Dia melihat ke layar ponselnya yang tertuis Brian, Kaila langsung mengangkatnya.

"Sayang?” Panggil Brian dengan lembut di seberang.

"Iya bi,"

"Maafin aku ya sayang udah kasar ke kamu, aku tadi terbawa emosi. Aku minta maaf sayang. Aku janji engga akan ngulangin lagi yang, Maafin aku yang maaff. Aku sayang sama kamu, aku engga mau kita pisah,” terdengar Brian menangiss.

"Iya sayang, engga. Kita engga akan pisah. Aku juga terbawa emosi tadi. Maafin aku juga ya. Aku juga sayang kamu."

"Aku janji sayang, engga akan kasar lagi ke kamu."

"Udah jangan di bahas, jangan nangis lagi. Udahh cukup lupain aja ya," ucap Kaila lembut.

"Makasih sayang, maaf aku engga bisa di samping kamu sekarang," isak Brian di seberang sana.

"Aku turut berduka cita ya sayang, nanti kalau kamu sudah pulang aku kerumah. Bilang sama mama, yang sabar ya. Semoga eyang masuk surga ya yang, dan amal ibadahnya di terima di sisi Allah."

"Aamiin sayang, makasih sayang, yaudah kamu tidur lagi sayang. Besok sekolahkan, maafiin aku ya sayang," ucap Brian lembut.

"Iya sayang. Aku tutupnya, jaga kesehatan kamu."

"Iya sayang, i love you."

"I love you too."

Kaila mematikan sambungan telfon lebih dulu. Dia kasian dengan Brian. Lelakinya pasti sedang sedih sekarang.

Pagi ini adalah saatnya untuk Kaila memberitahu jika dia akan benar-benar harus menjauh dari sahabatnya Naura dan Ara, demi kelanjutan hubungannya kedepan.

Kaila merasa cacing-cacing yang berada di perutnya sedang demo sekarang. Karena sedari tadi Kaila belum ada mengisi perutnya dengan makanan. Dia turun dari kasur berjalan keluar kamar dengan kaki yang masih sakit.

Kaila menuruni tangga satu persatu. Ada cahaya dari ruang keluarga. Kaila mencoba mendekati ruang keluarga. Ternyata cahaya itu berasal dari tv yang ayah tonton. Ayah sedang menonton film detektif sepertinya. Kaila mencoba mendekati sang ayah yang sudah lama tak iya sapa.

"Ayah belum tidur?" tanya Kaila mengejutkan sang ayah.

"Eh, belum nak," ucap sang ayah menoleh kebelakang.

"Nunggu ibu?" tanya Kaila duduk di samping sang ayah.

"Engga, cuma ayah engga bisa tidur aja," ucap sang ayah memandang layar tv.

"Kai rindu bunda," ucap Kaila pelan. Kaila dengan bundanya sudah berbeda alam dari kecil. Kaila hanya tau bundanya dari foto. Dia enggak pernah tau bunda seperti apa, tapi dia selalu yakin bahwa bunda lebih cantik dari dirinya.

Ayah menatap Kaila. Dia langsung terkejut saat Kaila juga menatapnya. Wajah anak semata wayangnya memar dimana-mana. Ayah menakup wajah Kaila.

"Kenapa wajah mu?!" tanya ayah panik.

"Engga papa yah, tadi Kaila jatuh tertimpa rak buku di perpustakaan, saat mengambil buku kimia," ucap Kaila berbohong melepaskan tangan ayahnya dari wajahnya.

"Kok bisa gitu?" tanya ayah masih khawatir dan panik.

"Bisa yah, bukunya gede, segede buku kamus ayah yang ada di ruang baca," ucap Kaila menunjuk ruang baca milik sang ayah.

"Ayah obati ya? Siap itu kamu tidur lagi," ucap sang ayah berjalan mengambil P3K.

"Kai lapar yah," ucap Kaila memegangi perutnya.

"Ayah masakin ramen mau?" ayah menawarkan makanan yang sudah lama tak iya makan. Dulu dia selalu makan ramen saat dia belum punya segalanya seperti sekarang.

Kaila mengangguk antusias.

Tak perlu menunggu lama, sang ayah selesai membawa 2 mangkuk ramen dan sebotol bon cabe level 6. Kaila langsung duduk di lantai, dia sudah tak sabar ingin menyicipi buatan sang ayah.

"Itu sakit engga?" tanya ayah menunjuk memar Kaila di bagian rahang bawah.

"Engga yah, jangan khawatir," ujar Kaila tersenyum.

"Baiklah, ayo kita makan," ajak sang ayah.

Kaila mengangguk. Sudah lama dia tak pernah berduaan dengan sang ayah. Ntah kapan terakhir mereka seperti ini. Kaila menatap sang ayah sambil melahap ramen buatannya. Kaila pikir ayah melupakan sosok dirinya selama ini. Ayah sepertinya capek dengan pekerjaannya yang menumpuk. Dari matanya yang berkantung kelihatan ada rasa yang sangat lelah disana. Namun, raganya tak bisa di ajak kompromi. Kaila mengalihkan pandangannya saat ayah mulai sadar di tatap oleh Kaila.

"Kenapa nak? Enggak enak ya?" tanya sang ayah berhenti makan.

"Enak kok yah," ucap Kaila cepat menggelengkan kepalanya.

"Lalu mengapa menatap ayah seperti itu," tanya sang ayah.

"Hmm, ayah capek ya?" tanya Kaila menatap sang ayah.

"Engga kok, ayah engga capek," ucap sang ayah.

Kaila menyisir rambut depan sang ayah kebelakang. Matanya dan mata sang ayah bertemu. Cinta pertamanya berada di depannya sekarang, sudah lama dia tak sadar cinta pertamanya sudah semakin menua sekarang. Seketika matanya terasa berair.

"Kaila rindu ayah," ucap Kaila menahan air mata.

Ayah langsung memeluk Kaila.

"Maaffin ayah kai, kamu pasti selalu merasa kesepian. Ayah dan ibu selalu sibuk dengan pekerjaan. Ayah memang ayah yang paling buruk. Maafin ayah Kai, ayah tak ada di sebelahmu saat kamu terpuruk, saat kamu merasa sendirian, saat kamu kesusahan. Jika bundamu tau pasti ayah kena marah dengan bunda, karena sudah menelantarkan anak kesangannya. Percayalah nak ayah bekerja keras, karena ayah tak ingin kembali ke masa suram. Masa yang sangat menyusahkan ayah, untuk membelikan mu susu, bahkan untuk membahagiakan bunda saja ayah tak bisa, membayar uang rumah sakit untuk kesembuhan bundamu juga ayah tak bisa. Ayah takut kalau ayah kembali kemasa itu ayah akan kehilangan semuanya termasuk kamu. Tapi sekarang setelah ayah mendapatkan semuanya, ayah lupa membahagiakan mu, karena sibuk berkerja. Seharusnya ayah selalu ada bersamamu," ucap sang ayah menangis sambil memeluk Kaila, badannya bergetar. Kaila tak pernah melihat ayah seperti ini, ini pertama kalinya.

"Ayah, aku engga merasa di telantarkan karna aku masih tinggal di rumah ini bersama mu. Aku hanya ingin, ayah seperti dulu sebelum ayah menikah dengan ibu. Aku sayang ayah, aku rindu ayah. Aku ingin kembali kemasa kecilku hidup tenang dalam keadaan damai. Asalkan ayah selalu bersamaku dan ayah selalu menganggapku ada," ucap Kaila menangis di pelukan sang ayah. Sepanjang ayahnya menikah dengan ibu tirinya, Kaila tak pernah merasakan kebahagiaan sedikitpun. Ibu tirinya selalu memperlakukannya semena-mena. Ibunya selalu menyuruh kaila ini itu. Jika tak di turuti maka ibu tirinya akan marah membanting barang-barang seperti gucchi, gelas, piring kepada Kaila, seperti kemarin.

"Apa kamu tidak bahagia selama ini nak? Dengan ibu mu?" tanya sang ayah kepada Kaila.

"Bahagia kok yah," ucapnya berbohong. Sebetulnya dia sangat ingin mengucapkan semuanya.

"Kamu tampak telah tumbuh menjadi cantik sekarang nak, apakah kamu di beri makan yang enak sama ibu mu saat ayah pergi bekerja?" tanya Sang ayah.

Kaila mengangguk.

Kaila binggung ingin menjawab apa, dia tak pernah di beri makan yang enak seperti orang-orang di luar sana dengan ibunya. Ibunya hanya memberikan nasi dengan kecap kepadanya. Itu makanan yang paling enak menurut Kaila di rumah ini. Untungnya Brian selalu membawanya sarapan setiap hari. Dan ayahnya selalu mengirimkan uang. Jadi Kaila masih bisa makan enak di luar rumah. Sekarang ibunya sedang pergi bekerja keluar kota. Ayah dan Ibu selalu pergi keluar kota bergantian.

"Malam ini boleh aku tidur bersama ayah? Aku ingin di peluk ayah seperti dulu sebelum tidur dan ayah bercerita kepada ku tentang istana permen milikku. Aku sangat ingin mendengarkan cerita itu kembali," ujar Kaila. Dia selalu ingin kembali ke masa itu, saat dia menjadi tuan putri di istana permen dan ayahnya menjadi raja.

"Okee ayah masih ingat tentang cerita itu. Kita habiskan makanan kita terlebih dahulu dan ayah akan mengobati memarmu." Ayah Kaila melepaskan pelukannya, dia menghapus air mata Kaila.

*****

Kaila diantar oleh sang ayah sampai di depan gerbang sekolah. Tadi malam sang ayah benar-benar bercerita tentang istana permen kepada dirinya, setelah sekian lama. Dia juga di peluk erat oleh sang ayahnya. Hingga tadi pagi mereka hampir saja kesiangan.

"Belajar yang rajin ya nak," ucap sang ayah mengecup pucuk kepala Kaila.

"Iya yah, ayah juga kerjanya semangat seperti kapten America," ujar Kaila semangat membuat sang ayah tersenyum.

"Nanti pulang, ayah enggak bisa menjemput telfon aja mang asep ya, hari ini mang asep udah mulai kerja kembali," ucap ayah Kaila. Mang Asep adalah supir dirumah Kaila. Sudah 2 minggu mang Asep izin akibat istrinya melahirkan.

"Siap bos." Kaila hormat kepada sang ayah.

"Yaudah gih masuk," ucap ayah Kaila.

"Dada ayah," ucap Kaila sambil melambaikan tangannya.

Ayah Kaila masuk kedalam mobil, sebelum pergi dia mengelakson Kaila.

Kaila berjalan menyusuri koridor, banyak murid yang memandangnya aneh, mungkin karena wajahnya yang babak belur. Namun, dia tidak meperdulikan pandangan murid lainnya.

Kaila melewati kelas Brian. Dia melirik sekilas kelas Brian, lalu teringat hari ini Brian tak masuk. Tadi pagi Kaila sudah mengucapkan turut berduka cita atas meninggalnya nenek Brian. Namun, Brian belum menjawab.

Kaila sampai di kelasnya, dia masuk mengucapkan salam dengan pelan. Naura dan Ara terkejut melihat wajahnya. Kaila langsung mengisyaratkan bahwa sabahatnya tak perlu khawatir.

"Muka lo kenapa bing?"tanya Naura panik, lalu menarik tangan Kaila.

"Kan gue udah kasih isyarat kalau gue engga papa," ucap Kaila tenang.

"Lo pikir gue sama Naura ngerti bahasa isyarat," ujar Ara yang baru saja duduk di depan Kaila.

"Hmm, gue engga papa. Semalem tu gue ketimpaan buku-buku bokap gue, pas gue mau ngambil kamus," ucap Kaika berbohong.

"Lo engga di apa apain kan sama Brian?" tanya Naura dnegan wajah penasaran.

"Engga di apa-apain kok. Tapi, gue disuruh jauhin kalian," ucap Kaila lesu sambil menunduk.

"Wah tu anak udah kayak bokap lo aja ya ngatur-ngatur, emang minta di hajar tu anak," ucap Naura menaikkan lengan bajunya.

"Eh Nau jangan ah, kasian Brian," ucap Kaila membela Brian.

"Lo bela dia? Lo mau kita udah engga berteman?!" seru Naura.

"Bukan gitu Nau, kalian sama Brian itu sama-sama penting di kehidupan gue," ucap Kaila mencoba membuat mengerti.

"Gue ngerti kok, lo takut kan kehilangan Brian yang jelas-jelas cowok yang lo sayang, gue engga masalah kok kalau lo bakal ngejauhin gue sama Naura. Tapi, gue sama Naura tetap bakal belain lo kalau lo di apa-apain sama Brian anak setan itu, dia tu kasar Kai, lo harus hati-hati," seru Ara menggenggam tangan Kaila.

"Iya kai dia kasar, kalau ngomong ke lo aja dia kayak engga ber-attitude," sahut Naura.

"Dia baik Nau, Raa, gue udah kenal dia lama, dia tu baik sebenernya, kemarin itu, dia lagi kesal karna gue payah di hubungin," ucap Kaila membela Brian.

"Pokoknya kalau ada apa-apa hubungi gue sama Ara titik," tegas Naura.

"Iya beb, tapi kita bakal jarang main bareng dong ini nantinya, engga papa ya?" ujar Kaila mentap kedua sahabatnya secara bergantian.

"Iya engga papa, asalkan lo jangan pernah nganggap kita engga ada," jawab Ara tersenyum.

"Makasih kalian udah ngertiin gue," ucap Kaila tersenyum.

"Kai, disuruh ke ruang buk Adel sekarang,” seru Jevan baru datang bersama Saguna.

"Ha kenapa?" tanya Kail binggung.

"Engga tau ada yang mau daftar olimpiade mungkin," ucap Jevan.

Kaila menatap Saguna. Saguna menatapnya datar tanpa ekspresi. Wajah Saguna babak belur, sama dengan dirinya.

"Kok lo juga babak belur sa?" tanya Naura.

"Ha? Oh ini Gue ketimpa buku bokap gue," ucap Saguna berbohong.

"Loh kok sama, Kaila juga ketimpa buku bokapnya," ucap Naura binggung. Kaila menatap Saguna.

"Jangan-jangan kalian satu bokap," ucap Jevan ngasal.

"Kebetulan aja mungkin sama ya kan na," ucap Kaila. Namun, di balas Saguna dengan anggukan.

"Saguna mau aku kopresin engga?" tanya Ara.

"Hmm makasih ya, tapi kayaknya engga usah," tolak Saguna tersenyum.

"Jika kau tak mau 'kan kubuat kamu mau

Jika kau tak cinta 'kan kubuat kamu cinta

Tenang saja, tenang saja

Ku pastikan kau jadi pacarku

Jika kau tak mau 'kan kubuat kamu mau

Jika kau tak cinta 'kan kubuat kamu cinta

Tenang saja, tenang saja

Ku pastikan kau jadi pacarku minggu depan" Ara bernyanyi sambil menatap Saguna. Saguna tak memperdulikan Ara, dia sibuk melihat wajah Kaila yang masih bisa ternyum padahal wajahnya pasti mendenyut sama seperti dirinya. Saguna binggung ngapa Kaila bisa babak belur sepertinya. Apa yang terjadi dengan dia dan Brian?

"Eh bentar lagi bel jam pelajaran mau mulai, gue ke tempat bu adel dulu ya," pamit Kaila membawa buku binder yang selalu ia bawa, tak lupa dengan pena larva kuningnya.

"Gue ikut ya, lo bukannya mau ngajakin gue ketemu bu adel ya kemarin," ucap Saguna tiba-tiba. Naura, Ara dan Jevan binggung menatap Saguna.

"Ohh iya, ayoklah bawa buku dan pena lo," sahut Kaila. Saguna mengangguk, dia membawa semua yang Kaila suruh.

"Kok?" Naura binggung.

"Apasih yang mau lo binggungin, Saguna ini mau ikut olimpiade beb," seru Kaila menyubit pipi Naura pelan.

Naura, Ara dan Jevan pikiran mereka sudah melayang kemana mana.

Kaila menggeleng-geleng kepalanya, menarik Saguna cepat keluar kelas.

"Lo engga mau nikung gue pan ya kai?!" teriak Ara dari dalam kelas.

Kaila berjalan mundur sambil melambai-lambaikan tangannya ke Naura, Ara dan Jevan.

"Eh woi!" Saguna menarik Kaila yang hampir menambrak dinding.

"Siapa sih yang narok dinding disitu, sejak kapan sih pindahnya," kesal Kaila kepada dinding yang jelas-jelas dia salah, malah dia yang menyalahkan dinding.

"Lo yang jalan engga pakai mata begok," ucap Saguna menoyor kepala Kaila.

"Heh masih pagi jangan kasar-kasar dong," sahut Kaila menatap Saguna mendongak.

"Lo diapain sama Brian?" tanya Saguna dengan muka serius.

"Engga di apa-apain," jawab Kaila.

"Gue tau lo bohong, itu memar di pukul Brian kan?" tanya Saguna lagi.

"Engga na, lo gilak ya mana mungkin cowok gue nonjok gue ya kali dia berani, lo pikir dia jadiin gue samsat apa," ucap Kaila sewot.

"Kai," panggil Saguna menarik tangan Kaila.

Kaila menatap Saguna.

"Gue engga mau lo disakitin dia, gue akan jadi pedang pelindung lo, sampai kapan pun, TITIK."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status