Mata Evelyn terbelalak saat membaca berkas yang ditunjukkan Pak Dimas, beberapa berkas itu berisi tentang surat tugas ke luar kota.
“Pak, kenapa harus saya?” tanya Evelyn sendu.
“Itu memang tugasmu, Eve. Semua sudah saya siapkan, mulai dari akomodasi dan lain-lain. Kita disana hanya satu minggu, untuk membahas agenda tahunan saja,” jelas Pak Dimas panjang lebar.
“Bapak, saya tidak bisa meninggalkan orang tua selama itu,” rengek Evelyn.
“Tenang, Eve. Soal ijin kepada Ayahmu sudah saya atur, beliau mengijinkan kamu pergi menemani saya rapat,” jelasnya lugas.
Evelyn tak menyangka bahwa Pak Dimas sudah meminta ijin, dan kenapa ayah mengijinkan aku pergi. Evelyn keluar ruangan dengan gusar.
“Vel,” panggil rinda dengan suara cemprengnya.
“Iya, apa?” jawab Evelyn singkat.
“Disuruh ngapain?” tanya Rinda kepo.
“Kepo.” Evelyn pergi menuju mejanya, tidak mempedulikan Rinda yang masih mematung, mengutuk jawaban Evelyn dengan sumpah serapahnya.
Evelyn masih menopang dagu dengan kesal, ia berfikir keras “Kenapa harus aku?” batin Evelyn.
***
Penuh dengan kekesalan Evelyn mengambil ponsel disebelahnya, ia membuka media sosial dilihat ada satu notif dari i*******m pribadinya. Namanya terpampang di mention akun i*******m sebuah forum komunitas motor. Dia sempat terkejut, karena Evelyn hanya suka jalan-jalan dan eksplor ke beberapa pantai yang ada di kotanya.
Klunting
Suara notif dari i*******m, dilihatnya pelan ada delivery message (DM) dari akun yang menyebutnya tadi.
[Halo, Kak]
[Iya, ada apa ya?]
[Boleh kenal gak? Kakak lady bikers dari mana?]
Evelyn hanya menatap pesan itu gusar, ada aja admin model kaya gini. Diletakkannya ponsel dan ia merapikan meja kerjanya.
Waktu sudah larut saatnya ia pulang, cuaca hari ini kurang mendukung. Langit mendung udara mulai dingin, membuat Evelyn tidak langsung pulang. Dia mampir di kedai milik temannya. Sesampainya di kedai ia memesan satu capuchino hangat favoritenya.
“Di, biasa ya,” ucap Evelyn pada Ardy.
“Kenapa?” tanya Ardy dengan membawa secangkir capuchino pesanan Evelyn, Ardy paham betul dengan teman nya itu. Evelyn akan datang jika dia sedang banyak fikiran.
“Biasa, urusan kantor,” jawab Evelyn singkat, “Aku disuruh keluar kota seminggu.”
“Hah, serius?” tanya Ardy dengan terkejut.
Evelyn hanya mengangguk, serasa tak berdaya. Evelyn terperanjat saat mendengan namanya dipanggil, “Suara yang asing?” batin Evelyn.
“Kak Evelyn,” panggil pria itu.
Evelyn menoleh pelan, “Siapa ya?” tanya Evelyn kebingungan.
“Eh, iya bener Kak Evelyn. Kenalin Kak, aku Rendy. Aku admin forum komunitas yang DM kakak tadi,” jelas Rendy dengan menjulurkan tangan kanan nya.
“Oh, itu. Salam kenal kembali aku Evelyn,” jawab Evelyn singkat, membalas uluran tangan Rendy.
“Boleh aku duduk disini?” tanya Rendy, menunjuk kursi kosong di dekat Evelyn.
Evelyn gelagapan, jarang ada pria yang berani terang-terangan seperti ini. Sosok Evelyn yang cuek, membuat pria sulit mendekatinya.
“Kak, boleh aku duduk disini?” tanya Rendy lagi.
“Boleh, silakan,”
15 menit duduk berdua di sudut kedai milik Ardy, tanpa ada perbincangan hanya diam dan sibuk dengan ponsel masing-masing.
“Vel, ayahmu baru telfon tanya kamu dimana,” ucap Ardy menghampiri Evelyn.
“Kamu jawab apa?” tanya Evelyn pada Ardy, sudah pasti ayah hafal kalau aku selalu disini.
“Biasa.” Ardy langsung meninggalkan Evelyn berdua dengan Rendy.
Evelyn terlihat gusar, ditatapnya rintik hujan dari cendela kaca kedai itu.
“Eve,” panggil Rendy.
Evelyn terkejut, “Hah, kamu memanggil siapa?” tanya Evelyn pada Rendy yang masih menatap lekat.
“Namamu Evelyn kan, apa salahnya memanggil Eve,” jawab Rendy.
“Benar juga,” batin Evelyn.
“Eve, sudah ikut grub forum bikers?” tanya Rendy.
“Em, belum.” Evelyn menegung capuchino nya yang mulai dingin.
“Ikut yuk, l**k nya ada di bio i*******m,” tutur Rendy yang penuh dengan ajakan.
Rintik hujan mulai reda, Evelyn bergegas membereskan barang bawaannya. Tanpa menjawab ucapan Rendy, Evelyn pergi begitu saja menuju meja kasir.
“Dy, makasih ya,” ucapnya setelah membayar capuchinonya.
Kini langkahnya terhenti, tangannya melambai ke arah Rendy.
“Aku duluan,” ucap Evelyn pelan dan pergi begitu saja.
***
Air tergenang dimana-mana, motor Evelyn melesat dengan cepat. Ia terburu-buru karena takut hujan akan turun lagi. Sampailah ia di rumah, terlihat ibu sedang mmenonton televisi.
“Vel, kok pulang larut?” tanya Ibu saat melihat Evelyn membuka pintu.
“Iya, Ibu. Aku mampir ke kedai Ardy tadi,” jawab Evelyn singkat.
“Ya sudah, mandi duku gih terus makan,” ujar Ibu pelan.
“Iya, ayah sudah pulang?” tanya Evelyn karena belum melihat sosok ayahnya ada di rumah.
“Belum, sepertinya ayah mu lembur,” jawab Ibu singkat dengan nada yang tidak seperti biasanya.
Evelyn tak mempedulikan itu dan langsung berjalan menuju kamar. Tangannya sigap mencari ponsel ditas slempangnya. Ia cari nama ayah dalam daftar kontak nya.
Tut tutt, telefon tersambung.
[Halo, Ayah.]
[Halo, Nak. Kenapa?]
[Ayah belum pulang?]
[Iya, masih lembur sebentar lagi selesai.]
[Oh gitu, ya sudah. Semangat ayah.]
[Siap, Cantik.]
Sambungan telefon terputus, Evelyn diam membisu di dalam kamar. Kepalanya terasa berat memikirkan surat tugas keluar kota.
“Bagaimana bisa aku meninggalkan Ayah dan Ibu?” tanya Evelyn pada dirinya sendiri.
“Huaaaaa, kenapa pula itu Pak Dimas memilih aku?” tanya Evelyn merutuki dirinya sendiri.
“Padahalkan ada Rinda dan yang lain, yang lebih mampu dan mumpuni,” ucap Evelyn menggerutu.
“hemaaaaaaa,” teriak Evelyn gusar.
Terdengar suara ibu memanggil dari luar kamar, membuat Evelyn terkejut.
“Vely,” panggil ibu.
“Vely,” panggil ibu lagi.
“Evelyn,”
“Iya, Ibu. Sebentar,” jawab Evelyn dari dalam kamar.
Perlahan pintu terbuka lebar, bu terkejut melihat Evelyn yang masih kusam itu.
“Kamu abis ngapain nak?” tanya Ibu.
“Ada apa bu?” Evelyn malah berbalik bertanya.
“Berkacalah, mukamu kusam seperti belum mandi,” ucap Ibu.
“Ibu,” panggil Evelyn pelan.
Suara mobil membuat ibu terdiam, “Ibu tunggu di meja makan ya, ayahmu sudah datang.” Ibu berjalan pelan menuju meja makan.
***
Makan malam kali ini terlihat sangat canggung, antara ayah dan ibu. Tak banyak kata yang terlontar dari keduanya, Evelyn terpaksa membuka obrolan tentang tugasnya keluar kota.
“Ayah Ibu,” ucap Evelyn pelan.
“Iya, Nak,” ujar ayah dan ibu kompak, kini mereka saling tatap.
“Vely akan tugas ke luar kota selama satu minggu,” jelas Evelyn singkat.
“Bagus dong nak,” ucap Ibu.
“Ayah sudah tau, Dimas sudah memberitahu ayah sebelum ini,” jelas ayah.
“Tapi ayah,” ucapan Evelyn terhenti.
Ayah hanya mengangguk paham akan maksud Evelyn, tapi ayah tau dengan bertugas ke luar kota Evelyn akan bertambah pengalaman daan itu baik untuknya.
“Vely,” panggil ayah pelan.
“Sudahlah nak, itu baik untuk masadepanmu,” ucap Ibu menyerobot.
“Iya,” jawab Evelyn singkat.
Evelyn tak bisa menolak, setelah selesai makan ia pergi ke kamar. Ia mempercepat langkah saat mendengar dering telefon dari ponselnya. Tertera nomor baru yang sama sekali tidak dikenalinya.
[Halo.]
[Halo.]Tak ada jawaban dari penelfon diseberang, hening membuat Evelyn takut.[Halo.][Apakah benar ini Evelyna Dyandra?][Iya.][Ini nomor pengagum rahasiamu.]Tut tut tut telefon terputus, Evelyn sengaja menutup telefon itu. Karena ia sedang tidak ingin diganggu siapapun. Ia masih merutuki tugas dari Pak Dimas yang mengharuskan dia ke luar kota.“Emmm, aku bosan,” ucap Evelyn dengan kesal.Dilihat jam tangan di lengan kirinya tepat pukul 22.00, matanya mulai lelah menatap short story di youtube. Banyak cerita yang menguras air matanya, mungkin skenarionya yang mengandung bawaang dimana-mana.“Aku lapar,” batin Evelyn mendengar suara dari perutnya.Suara fiersa besari mulai mengalun indah ditelinganya, notifikasi telefon dari nomor tidak dikenal itu lagi. Telefon itu hanya dilihat oleh Evelyn, tanpa ada keinginan menjawab sekalipun.KluntingSuara
“Eve, apa kamu?” tanya Pak Dimas terhenti, saat melihat mata Evelyn yang berkantong hitam itu.“Iya, Pak. Apakah ada yang salah?” Evelyn malah bertanya kembali kepada Pak Dimas.“Itu, kantung matamu hitam sekali.” Pak Dimas menunjuk ke arah mata Evelyn.Evelyn langsung menutup matanya dengan kacamata, “Iya pak, semalam susah tidur,” jawab Evelyn.“Oh iya, Eve,” ujar Pak Dimas terhenti.“Hari ini kamu boleh pulang cepat, persiapkan keperluan untuk pemberangkatan besok pagi,” jelas Pak Dimas menjelaskan.“Baik, Pak,” ucap Evelyn.Evelyn bergegas meninggalkan ruangan Pak Dimas, langkahnya terhenti saat Pak Dimas memanggil namanya.“Eve,” panggil Pak Dimas.“Iya, Pak.” Evelyn menoleh pelan menatap Pak Dimas.“Jadi begini, saya tadi lupa memberitahumu. Jangan lupa membawa alat-alat kantor yang sekiranya aka
“Eve,” panggil Pak Dimas.Langkahnya pelan dan pasti, saat ini mereka ada di ruang tunggu sebuah bandara. Menunggu jam keberangkatan. Evelyn yang sibuk menatap layar ponselnya, ditatapnya walpaper ponsel itu foto keluarga yang utuh.“Iya, Pak.” Evelyn sempat terkejut dengan panggilan Pak Dimas, karena ia asik dengan ponsel di tangan kanannya.“Wajahmu lesu, apa kamu sakit?” tanya Pak Dimas tiba-tiba.“Tidak, Pak. Saya hanya kawatir,” jawab Evelyn pelan.“Apa yang kamu kawatirkan?” tanya Pak Dimas lagi.Evelyn hanya diam dan tertunduk lesu, menatap layar ponsel lagi dan lagi. Pak Dimas pun tidak ingin bertanya panjang lebar.Suara pengumuman sudah terdengar, sudah waktunya semua penumpang mempersiapkan diri.“Eve, ayo nanti terlambat,” ajak Pak Dimas.Evelyn mengikuti langkah Pak Dimas pelan, meski terkadang masih tertinggal karena langkah Pak Dimas c
[Vely]Suara nyaring Ardi membuyarkan bayangannya tentang Rendy.[Iya, Di. Kenapa?][Kapan balik?][2 hari lagi.][Ya sudah, wkwkwk. See you Vel.]Tut tut tutttt“Apaan ini si Ardi,” gerutu Evelyn.Matanya terbelelak saat melihat jam sudah 22.00 WIB, “Hah,” ucap Evelyn kaget.Evelyn langsung berjalan terburu-buru menuju kamar, langkahnya pelan tapi pasti.***“Huaammmmm.” Evelyn menguap, hari ini berbeda mungkin karena dia bangun kesiangan.Kring kringg“Permisi,” ucap seorang dari luar kamar.Evelyn berjalan lunglai menuju pintu, dilihatnya seorang pelayan membawa nampan berisi makanan.“Iya,”“Maaf mengganggu waktunya, ini ada titipan sarapan dari Bapak Dimas.” Pelayan itu memberikan nampan berisi makanan itu.“Eh, Terima kasih,” ucap Evelyn.“Sama-sama Kak.&rdqu
Mentari pagi menampakkan senyumnya, sinarnya menembus kaca cendela kamar Evelyn. Suara ibu terdengar nyaring melengking ditelinga Evelyn, suara khas yang selalu terdengar jika ia tidak nurut dengan ibu. Matanya perlahan terbuka lebar, terkejab pelan karena kesadarannya belum kembali penuh. “Vely, bangun!!” panggil ibu dari luar kamar. “Iya, Ibu. Sebentar,” keluhnya dengan bergilimang di atas kasur. “Vely!!! Dengarkan ibu.” Teriak ibu dengan menggedor-gedor pintu kamar. “Iya,Ibu sebentar,” elak Evelyn dari dalam kamar. Tangannya masih sibuk mengucek mata, cahaya matahari mulai masuk dari celah cendela kamarnya. Suara ibu sudah mulai pelan dan nyaris tak terdengar mungkin Ibu sedang keluar, ia terdiam sejenak lalu beranjak dari kasurnya. “Evelyn.” Suara Ayah membuat ia berhenti. “Iya, Ayah. Ada apa?” tanya nya. “Ayah punya sesuatu buat kamu.” Tangan Ayah sengaja disembunyikan, entah apa yang ia bawa untuk putri tung
Sepulang dari restoran ayah dan ibu Evelyn terlihat bahagia, tetapi perasaan Evelyn berbeda seperti ada yang disembunyikan oleh mereka. Tapi ia sama sekali tidak ingin bertanya dan memecah suasana bahagia ayah dan ibu. Sesampainya di rumah Evelyn pamit ke kamar, tetapi ayah menahannya.“Nak, temani ayah ngobrol di balkon ya.” Tangan ayah menyentuh pelan pundak Evelyn.Evelyn hanya menuruti apa kata ayah, “Iya, Ayah. Aku mengembalikan tas dulu ke kamar, nanti Vely nyusul,” ucap Evelyn pergi ke kamar.Sementara ibu langsung pergi ke kamar karena capek, aktifitasnya dari pagi sudah menguras tenaganya seharian ini. Ibu memang orang yang tidak banyak bicara, hanya bertindak atas apa yang ia mau.***Terlihat ayah sudah duduk di balkon ditemani secangkir kopi, Evelyn sedang bertanya-tanya apa yang ingin dibicarakan oleh ayah. Ayah yang menyadari kehadiran Evelyn langsung menyuruhnya duduk.“Vely,” panggilnya pel
Saat ayah kembali ketempat ibu turun, jarak 5 meter ayah melihat dengan matanya lekat. Hatinya sakit seperti tertusuk anak panah dari busur, tepat menembus ulu hati.“Oh, ini ternyata!” batin ayah, saat melihat ibu dijemput oleh pria berjas hitam itu.Tanpa basa-basi ayah langsung putar balik, menuju kantor lagi. Tidak ingin lebih lama disana, hatinya tak akan sanggup. Dalam batinnya ia masih bertanya-tanya, “Siapa pria itu? Kenapa semesra itu?”.Sesampainya d kantor ia tidak langsung keluar dari mobil, kakinya lemas hatinya rapuh. Serasa ayah tidak terima, tangan istrinya digandeng mesra oleh pria lain. Siapa sangka istri yang paling ia cintai bisa akrab dengan pria lain?“Aaarghhh,” raungnya penuh kekecewaan. Lekat-lekat ayah keluar dari mobil dan berjalan pelan menuju kantor. Langkahnya terhenti saat ada yang memanggil dari belakang.“Pak Anton,” panggil wanita dari belakang
[Vely]Suara nyaring Ardi membuyarkan bayangannya tentang Rendy.[Iya, Di. Kenapa?][Kapan balik?][2 hari lagi.][Ya sudah, wkwkwk. See you Vel.]Tut tut tutttt“Apaan ini si Ardi,” gerutu Evelyn.Matanya terbelelak saat melihat jam sudah 22.00 WIB, “Hah,” ucap Evelyn kaget.Evelyn langsung berjalan terburu-buru menuju kamar, langkahnya pelan tapi pasti.***“Huaammmmm.” Evelyn menguap, hari ini berbeda mungkin karena dia bangun kesiangan.Kring kringg“Permisi,” ucap seorang dari luar kamar.Evelyn berjalan lunglai menuju pintu, dilihatnya seorang pelayan membawa nampan berisi makanan.“Iya,”“Maaf mengganggu waktunya, ini ada titipan sarapan dari Bapak Dimas.” Pelayan itu memberikan nampan berisi makanan itu.“Eh, Terima kasih,” ucap Evelyn.“Sama-sama Kak.&rdqu
“Eve,” panggil Pak Dimas.Langkahnya pelan dan pasti, saat ini mereka ada di ruang tunggu sebuah bandara. Menunggu jam keberangkatan. Evelyn yang sibuk menatap layar ponselnya, ditatapnya walpaper ponsel itu foto keluarga yang utuh.“Iya, Pak.” Evelyn sempat terkejut dengan panggilan Pak Dimas, karena ia asik dengan ponsel di tangan kanannya.“Wajahmu lesu, apa kamu sakit?” tanya Pak Dimas tiba-tiba.“Tidak, Pak. Saya hanya kawatir,” jawab Evelyn pelan.“Apa yang kamu kawatirkan?” tanya Pak Dimas lagi.Evelyn hanya diam dan tertunduk lesu, menatap layar ponsel lagi dan lagi. Pak Dimas pun tidak ingin bertanya panjang lebar.Suara pengumuman sudah terdengar, sudah waktunya semua penumpang mempersiapkan diri.“Eve, ayo nanti terlambat,” ajak Pak Dimas.Evelyn mengikuti langkah Pak Dimas pelan, meski terkadang masih tertinggal karena langkah Pak Dimas c
“Eve, apa kamu?” tanya Pak Dimas terhenti, saat melihat mata Evelyn yang berkantong hitam itu.“Iya, Pak. Apakah ada yang salah?” Evelyn malah bertanya kembali kepada Pak Dimas.“Itu, kantung matamu hitam sekali.” Pak Dimas menunjuk ke arah mata Evelyn.Evelyn langsung menutup matanya dengan kacamata, “Iya pak, semalam susah tidur,” jawab Evelyn.“Oh iya, Eve,” ujar Pak Dimas terhenti.“Hari ini kamu boleh pulang cepat, persiapkan keperluan untuk pemberangkatan besok pagi,” jelas Pak Dimas menjelaskan.“Baik, Pak,” ucap Evelyn.Evelyn bergegas meninggalkan ruangan Pak Dimas, langkahnya terhenti saat Pak Dimas memanggil namanya.“Eve,” panggil Pak Dimas.“Iya, Pak.” Evelyn menoleh pelan menatap Pak Dimas.“Jadi begini, saya tadi lupa memberitahumu. Jangan lupa membawa alat-alat kantor yang sekiranya aka
[Halo.]Tak ada jawaban dari penelfon diseberang, hening membuat Evelyn takut.[Halo.][Apakah benar ini Evelyna Dyandra?][Iya.][Ini nomor pengagum rahasiamu.]Tut tut tut telefon terputus, Evelyn sengaja menutup telefon itu. Karena ia sedang tidak ingin diganggu siapapun. Ia masih merutuki tugas dari Pak Dimas yang mengharuskan dia ke luar kota.“Emmm, aku bosan,” ucap Evelyn dengan kesal.Dilihat jam tangan di lengan kirinya tepat pukul 22.00, matanya mulai lelah menatap short story di youtube. Banyak cerita yang menguras air matanya, mungkin skenarionya yang mengandung bawaang dimana-mana.“Aku lapar,” batin Evelyn mendengar suara dari perutnya.Suara fiersa besari mulai mengalun indah ditelinganya, notifikasi telefon dari nomor tidak dikenal itu lagi. Telefon itu hanya dilihat oleh Evelyn, tanpa ada keinginan menjawab sekalipun.KluntingSuara
Mata Evelyn terbelalak saat membaca berkas yang ditunjukkan Pak Dimas, beberapa berkas itu berisi tentang surat tugas ke luar kota.“Pak, kenapa harus saya?” tanya Evelyn sendu.“Itu memang tugasmu, Eve. Semua sudah saya siapkan, mulai dari akomodasi dan lain-lain. Kita disana hanya satu minggu, untuk membahas agenda tahunan saja,” jelas Pak Dimas panjang lebar.“Bapak, saya tidak bisa meninggalkan orang tua selama itu,” rengek Evelyn.“Tenang, Eve. Soal ijin kepada Ayahmu sudah saya atur, beliau mengijinkan kamu pergi menemani saya rapat,” jelasnya lugas.Evelyn tak menyangka bahwa Pak Dimas sudah meminta ijin, dan kenapa ayah mengijinkan aku pergi. Evelyn keluar ruangan dengan gusar.“Vel,” panggil rinda dengan suara cemprengnya.“Iya, apa?” jawab Evelyn singkat.“Disuruh ngapain?” tanya Rinda kepo.“Kepo.” Evelyn pergi menu
Saat ayah kembali ketempat ibu turun, jarak 5 meter ayah melihat dengan matanya lekat. Hatinya sakit seperti tertusuk anak panah dari busur, tepat menembus ulu hati.“Oh, ini ternyata!” batin ayah, saat melihat ibu dijemput oleh pria berjas hitam itu.Tanpa basa-basi ayah langsung putar balik, menuju kantor lagi. Tidak ingin lebih lama disana, hatinya tak akan sanggup. Dalam batinnya ia masih bertanya-tanya, “Siapa pria itu? Kenapa semesra itu?”.Sesampainya d kantor ia tidak langsung keluar dari mobil, kakinya lemas hatinya rapuh. Serasa ayah tidak terima, tangan istrinya digandeng mesra oleh pria lain. Siapa sangka istri yang paling ia cintai bisa akrab dengan pria lain?“Aaarghhh,” raungnya penuh kekecewaan. Lekat-lekat ayah keluar dari mobil dan berjalan pelan menuju kantor. Langkahnya terhenti saat ada yang memanggil dari belakang.“Pak Anton,” panggil wanita dari belakang
Sepulang dari restoran ayah dan ibu Evelyn terlihat bahagia, tetapi perasaan Evelyn berbeda seperti ada yang disembunyikan oleh mereka. Tapi ia sama sekali tidak ingin bertanya dan memecah suasana bahagia ayah dan ibu. Sesampainya di rumah Evelyn pamit ke kamar, tetapi ayah menahannya.“Nak, temani ayah ngobrol di balkon ya.” Tangan ayah menyentuh pelan pundak Evelyn.Evelyn hanya menuruti apa kata ayah, “Iya, Ayah. Aku mengembalikan tas dulu ke kamar, nanti Vely nyusul,” ucap Evelyn pergi ke kamar.Sementara ibu langsung pergi ke kamar karena capek, aktifitasnya dari pagi sudah menguras tenaganya seharian ini. Ibu memang orang yang tidak banyak bicara, hanya bertindak atas apa yang ia mau.***Terlihat ayah sudah duduk di balkon ditemani secangkir kopi, Evelyn sedang bertanya-tanya apa yang ingin dibicarakan oleh ayah. Ayah yang menyadari kehadiran Evelyn langsung menyuruhnya duduk.“Vely,” panggilnya pel
Mentari pagi menampakkan senyumnya, sinarnya menembus kaca cendela kamar Evelyn. Suara ibu terdengar nyaring melengking ditelinga Evelyn, suara khas yang selalu terdengar jika ia tidak nurut dengan ibu. Matanya perlahan terbuka lebar, terkejab pelan karena kesadarannya belum kembali penuh. “Vely, bangun!!” panggil ibu dari luar kamar. “Iya, Ibu. Sebentar,” keluhnya dengan bergilimang di atas kasur. “Vely!!! Dengarkan ibu.” Teriak ibu dengan menggedor-gedor pintu kamar. “Iya,Ibu sebentar,” elak Evelyn dari dalam kamar. Tangannya masih sibuk mengucek mata, cahaya matahari mulai masuk dari celah cendela kamarnya. Suara ibu sudah mulai pelan dan nyaris tak terdengar mungkin Ibu sedang keluar, ia terdiam sejenak lalu beranjak dari kasurnya. “Evelyn.” Suara Ayah membuat ia berhenti. “Iya, Ayah. Ada apa?” tanya nya. “Ayah punya sesuatu buat kamu.” Tangan Ayah sengaja disembunyikan, entah apa yang ia bawa untuk putri tung