Home / Romansa / Without My Right Wing / Sehari Sebelum Keberangkatan

Share

Sehari Sebelum Keberangkatan

Author: E.Yuliwardani
last update Last Updated: 2021-07-05 15:04:13

“Eve, apa kamu?” tanya Pak Dimas terhenti, saat melihat mata Evelyn yang berkantong hitam itu.

“Iya, Pak. Apakah ada yang salah?” Evelyn malah bertanya kembali kepada Pak Dimas.

“Itu, kantung matamu hitam sekali.” Pak Dimas menunjuk ke arah mata Evelyn.

Evelyn langsung menutup matanya dengan kacamata, “Iya pak, semalam susah tidur,” jawab Evelyn.

“Oh iya, Eve,” ujar Pak Dimas terhenti.

“Hari ini kamu boleh pulang cepat, persiapkan keperluan untuk pemberangkatan besok pagi,” jelas Pak Dimas menjelaskan.

“Baik, Pak,” ucap Evelyn.

Evelyn bergegas meninggalkan ruangan Pak Dimas, langkahnya terhenti saat Pak Dimas memanggil namanya.

“Eve,” panggil Pak Dimas.

“Iya, Pak.” Evelyn menoleh pelan menatap Pak Dimas.

“Jadi begini, saya tadi lupa memberitahumu. Jangan lupa membawa alat-alat kantor yang sekiranya akan dibutuhkan saat rapat. Tolong persiapkan dulu lalu pulang,” jelas Pak Dimas.

“Baik, Pak.”

****

“Vel, mau kemana?” tanya Rinda, sambil clingak-clinguk melihat Evelyn merapikan beberapa alat.

“Besok berangkat rapat, ke luar kota.” Wajahnya penuh kemasaman, tidak ada semangat tetapi itu tugas.

“Enak dong, liburan,” ucap Rinda penuh kegirangan.

“Enak kata lu, aku rapat bukan holiday,” serobot Evelyn, “Dah ya, aku pulang dulu. Bye Rindaaaa.” Evelyn berjalan keluar ruangan.

“Heeyy enak sekali udah pulang?” teriak Rinda kepada Evelyn berlalu begitu saja tanpa menoleh ke arah Rinda.

“Kemana dia?” tanya Ridho kepada Rinda.

“Pulang,” jawab Rinda singkat, wajahnya sudah dilipat kusam melihat temannya pulang cepat.

“Lah, kok enak?” ujar Ridho.

“Iya, besok dia berangkat rapat ke luar kota sama Pak Dimas,” ucap Rinda menjelaskan.

*****

Motor matic itu sudah melaju menembus aspal jalanan, kecepatan rendah tidak terlalu kencang. Evelyn sedang menikmati perjalanan pulangnya, pulang lebih cepat dari biasanya. Jarang sekali ia pulang secepat ini, kadang ia sering lembur karena dia karyawan yang lumayan berprestasi.

“Pulang gak ya?” batin Evelyn mulai bertanya-tanya.

Evelyn memilih mampir ke kedai Ardi, sesampainya di kedai ardi. Ardi sudah menyerobot beberapa pertanyaan.

“Vel, lu di teror gak?” tanya Ardy, melihat Vely datang di kedai miliknya.

Evelyn hanya gagu, dia bingung dengan pertanyaan Ardi.

“Mbak, pesen biasanya yaa,” ucap Evelyn, melangkah menuju meja di pojokan dekat cendela. Tempat favoritnya saat di kedai Ardy. Ardy mengikuti langkah Evelyn, “Vel, lu diteror apa gak?”

“Apa si, Di?” tanya Evelyn dengan penuh kebingungan.

“Ada nomor baru kemarin?” tanya Ardy lekat-lekat.

Evelyn berfikir, apakah nomor yang Ardi maksud adalah nomor yang menelfon dan mengirim pesan semalam? “Ada sih, Di. Kenapa? Kamu kenal?” tanya Evelyn beruntut.

“Haduh, blokir aja nomor dia!” ujar Ardi tegas.

***

“Permisi,” ucap seorang pria masuk ke dalam kedai.

“Silakan kak, selamat datang,” ucap Sena, karyawan Ardi.

Suara itu tidak asing ditelinga Evelyn, matanya menatap lekat pria yang baru datang itu.

“Oh, Rendy,” batin Evelyn, saat melihat sosok pria yang baru datang adalah Rendy.

Terlihat Rendy langsung berjalan menghampiri Evelyn, ulasan senyumnya tetap terlihat meskipun sedikit wajahnya tertutup masker.

“Loh, Vel. Disini?” tanya Rendy, seolah mereka berdua telah berteman lama.

“Iya,” jawab Evelyn singkat.

“Kebetulan mungkin ya,” ucap Rendy dengan cengengesan.

Evelyn hanya tersenyum simpul, dia tidak paham apa maksud Rendy. Terkesan sok asik dan membosankan. Ardy hanya diam melihat tingkah Rendy, Evelyn memilih merapikan bawaannya. Menghabiskan sisa capuchino pesanannya.

“Di, aku pamit ya! Besok ada rapat ke luar kota.” Wajah cantik Evelyn terlipat pasi.

“Senyum woy, cantik doang senyum kagak!” teriak Rendy, melihat raut wajah Evelyn.

Evelyn hanya tersenyum tipis dan berjalan keluar kedai Ardi. Motor matic itu sudah menembus jalanan hitam. Melaju pelan menikmati jalanan kota yang ramai, tetapi tidak macet karena memang masih jam kerja.

“Jalan ini, emm.” Matanya lekat menatap setiap sisi ruas jalan.

Fokusnya terbuyarkan saat ia merasa ponsel nya bergetar, Evelyn langsung menepi ke salah satu ruas jalan. Terlihat nama ayah terpampang di layar ponsel, satu panggilan tak terjawab.

Tut tut tut, panggilan tersambung.

{Halo, nak.}

{Halo, Ayah. Ada apa?}

{Kamu dimana? Ayo makan siang.}

{Vely masih dijalan, aku pulang cepat ayah. Aku tunggu di restoran biasa ya.}

{Oke, Nak. Tunggu ayah ya.}

Sambungan telefon terputus, Evelyn langsung melajukan motor maticnya menuju restoran.

*****

Sampailah Evelyn di restoran favoritnya dan ayah, ia langsung masuk dan memesan beberapa makanan. Dimanapun ia selalu memilih tempat yang dekat dengan cendela dan ruangan pojok.

10 menit menanti ayah datang, ia memutuskan mengirimkan pesan kepada ayah.

{Aku sudah sampai ayah, ditempat biasanya. Vely tunggu ya!}

Pesan terkirim.

***

Ayah terlihat berjalan tergesa-gesa, “Nak, maaf ya lama,” ucap Ayah saat datang.

“Iya, Ayah. Aku sudah memesan beberapa makanan, jadi tinggal menunggu saja,” ucap Evelyn dengan senyum manisnya.

Datang seorang waiter mengantar pesanan Evelyn, “Permisi.” Tangannya lihai memberikan pelayanan.

“Semua pesanan lengkap ya, jika ada yang kurang atau ada tambahan bisa disampaikan,” ucap waiter itu dengan ramah.

“Terima kasih, sekiranya cukup,” ucap Evelyn pada waiter itu.

“Sama-sama, selamat menikmati.” Waiter itu berjalan pelan menunggalkan meja Evelyn.

Suara pertemuan sendok dan piring mulai mendomonasi meja itu. Tidak ada suara selain sendok dan piring. Saling menikmati makanan yang ada dihadapan masing-masing, hingga tak ada yang tersisa kecuali tulang.

“Ayah,” panggil Evelyn pelan.

“Iya, Nak,”

“Ayah, kenapa berangkat terlalu pagi?” tanya Evelyn mengingat ayah tidak biasanya berangkat sepagi itu.

“Tidak apa, ada rapat dadakan,” jawab Ayah kaku.

“Ibumu tadi dirumah?” tanya Ayah secara tiba-tiba.

“Iya, di rumah.”

Mendadak keheningan menyelimuti 2 orang itu, bagaimana tidak? Sudah 10 menit tidak ada yang mengawali percakapan. Sama-sama bingung dengan isi fikiran sendiri, Evelyn dengan kebimbangan nya. Ayah dengan isi kepalanya.

“Nak, jam istirahat akan berakhir. Ayah kembali ke kantor ya, nanti ayah yang bayar. Vely hati-hati ya.” Ayah langsung beranjak pergi setelah berpamitan.

“Ayah juga hati-hati ...” kalimat itu terhenti.

****

Kembali ke rumah, padahal Evelyn sedang ingin menikmati jalanan kota. Tetapi ia lupa besok ia beraangkat ke luar kota. Membuat ia berfikir pulang adalah pilihan yang tepat.

“Ibu, Vely datang,” teriak nya setelah membuka pintu.

Hening, seperti tidak ada orang di dalam. Evelyn mulai berjalan kesana kemari, tak kunjung ia temukan ibu.

“Mungkin ibu keluar,” batin Evelyn.

***

Tanpa Evelyn sadari, ia tertidur sampai larut sore.

“Aduh, aku tertidur.” Evelyn menguap, ia langsung keluar kamar.

Dilihatnya ibu sedang menonton tv di ruang keluarga, Evelyn menghampiri ibu dengan pelan.

“Ibu, tadi dimana?” tanya Evelyn.

Sontak ibu menengok pelan, “Tadi ibu ke rumah Tante Eva, Vely tadi pulang cepat?” tanya Ibu.

“Iya, besok aku akan berangkat rapat ke luar kota. Satu minggu full di luar kota,” jelas Evelyn, raut wajahnya tidak terlihat bahagia.

“Hati-hati ya, Nak.” Tangan ibu mengulur memeluk Evelyn erat.

“Iya, Ibu. Jaga diri baik-baik ya, selama Vely ke luar kota.” Evelyn membalas pelukan ibu erat.

“Aku titip ayah juga ya, Ibu.” Pelukan perlahan merenggang, tangan ibu perlahan terlepas pelan.

Related chapters

  • Without My Right Wing   Sosok Rendy

    “Eve,” panggil Pak Dimas.Langkahnya pelan dan pasti, saat ini mereka ada di ruang tunggu sebuah bandara. Menunggu jam keberangkatan. Evelyn yang sibuk menatap layar ponselnya, ditatapnya walpaper ponsel itu foto keluarga yang utuh.“Iya, Pak.” Evelyn sempat terkejut dengan panggilan Pak Dimas, karena ia asik dengan ponsel di tangan kanannya.“Wajahmu lesu, apa kamu sakit?” tanya Pak Dimas tiba-tiba.“Tidak, Pak. Saya hanya kawatir,” jawab Evelyn pelan.“Apa yang kamu kawatirkan?” tanya Pak Dimas lagi.Evelyn hanya diam dan tertunduk lesu, menatap layar ponsel lagi dan lagi. Pak Dimas pun tidak ingin bertanya panjang lebar.Suara pengumuman sudah terdengar, sudah waktunya semua penumpang mempersiapkan diri.“Eve, ayo nanti terlambat,” ajak Pak Dimas.Evelyn mengikuti langkah Pak Dimas pelan, meski terkadang masih tertinggal karena langkah Pak Dimas c

    Last Updated : 2021-07-14
  • Without My Right Wing   Rapat dan Kejutan Saat Pulang

    [Vely]Suara nyaring Ardi membuyarkan bayangannya tentang Rendy.[Iya, Di. Kenapa?][Kapan balik?][2 hari lagi.][Ya sudah, wkwkwk. See you Vel.]Tut tut tutttt“Apaan ini si Ardi,” gerutu Evelyn.Matanya terbelelak saat melihat jam sudah 22.00 WIB, “Hah,” ucap Evelyn kaget.Evelyn langsung berjalan terburu-buru menuju kamar, langkahnya pelan tapi pasti.***“Huaammmmm.” Evelyn menguap, hari ini berbeda mungkin karena dia bangun kesiangan.Kring kringg“Permisi,” ucap seorang dari luar kamar.Evelyn berjalan lunglai menuju pintu, dilihatnya seorang pelayan membawa nampan berisi makanan.“Iya,”“Maaf mengganggu waktunya, ini ada titipan sarapan dari Bapak Dimas.” Pelayan itu memberikan nampan berisi makanan itu.“Eh, Terima kasih,” ucap Evelyn.“Sama-sama Kak.&rdqu

    Last Updated : 2021-07-26
  • Without My Right Wing   Ibu dan kejutan untuknya

    Mentari pagi menampakkan senyumnya, sinarnya menembus kaca cendela kamar Evelyn. Suara ibu terdengar nyaring melengking ditelinga Evelyn, suara khas yang selalu terdengar jika ia tidak nurut dengan ibu. Matanya perlahan terbuka lebar, terkejab pelan karena kesadarannya belum kembali penuh. “Vely, bangun!!” panggil ibu dari luar kamar. “Iya, Ibu. Sebentar,” keluhnya dengan bergilimang di atas kasur. “Vely!!! Dengarkan ibu.” Teriak ibu dengan menggedor-gedor pintu kamar. “Iya,Ibu sebentar,” elak Evelyn dari dalam kamar. Tangannya masih sibuk mengucek mata, cahaya matahari mulai masuk dari celah cendela kamarnya. Suara ibu sudah mulai pelan dan nyaris tak terdengar mungkin Ibu sedang keluar, ia terdiam sejenak lalu beranjak dari kasurnya. “Evelyn.” Suara Ayah membuat ia berhenti. “Iya, Ayah. Ada apa?” tanya nya. “Ayah punya sesuatu buat kamu.” Tangan Ayah sengaja disembunyikan, entah apa yang ia bawa untuk putri tung

    Last Updated : 2021-06-15
  • Without My Right Wing   Kotak Musik dan Sebuah Cerita

    Sepulang dari restoran ayah dan ibu Evelyn terlihat bahagia, tetapi perasaan Evelyn berbeda seperti ada yang disembunyikan oleh mereka. Tapi ia sama sekali tidak ingin bertanya dan memecah suasana bahagia ayah dan ibu. Sesampainya di rumah Evelyn pamit ke kamar, tetapi ayah menahannya.“Nak, temani ayah ngobrol di balkon ya.” Tangan ayah menyentuh pelan pundak Evelyn.Evelyn hanya menuruti apa kata ayah, “Iya, Ayah. Aku mengembalikan tas dulu ke kamar, nanti Vely nyusul,” ucap Evelyn pergi ke kamar.Sementara ibu langsung pergi ke kamar karena capek, aktifitasnya dari pagi sudah menguras tenaganya seharian ini. Ibu memang orang yang tidak banyak bicara, hanya bertindak atas apa yang ia mau.***Terlihat ayah sudah duduk di balkon ditemani secangkir kopi, Evelyn sedang bertanya-tanya apa yang ingin dibicarakan oleh ayah. Ayah yang menyadari kehadiran Evelyn langsung menyuruhnya duduk.“Vely,” panggilnya pel

    Last Updated : 2021-06-17
  • Without My Right Wing   Pertemuan yang Direncanakan

    Saat ayah kembali ketempat ibu turun, jarak 5 meter ayah melihat dengan matanya lekat. Hatinya sakit seperti tertusuk anak panah dari busur, tepat menembus ulu hati.“Oh, ini ternyata!” batin ayah, saat melihat ibu dijemput oleh pria berjas hitam itu.Tanpa basa-basi ayah langsung putar balik, menuju kantor lagi. Tidak ingin lebih lama disana, hatinya tak akan sanggup. Dalam batinnya ia masih bertanya-tanya, “Siapa pria itu? Kenapa semesra itu?”.Sesampainya d kantor ia tidak langsung keluar dari mobil, kakinya lemas hatinya rapuh. Serasa ayah tidak terima, tangan istrinya digandeng mesra oleh pria lain. Siapa sangka istri yang paling ia cintai bisa akrab dengan pria lain?“Aaarghhh,” raungnya penuh kekecewaan. Lekat-lekat ayah keluar dari mobil dan berjalan pelan menuju kantor. Langkahnya terhenti saat ada yang memanggil dari belakang.“Pak Anton,” panggil wanita dari belakang

    Last Updated : 2021-06-22
  • Without My Right Wing   Tugas yang menyebalkan

    Mata Evelyn terbelalak saat membaca berkas yang ditunjukkan Pak Dimas, beberapa berkas itu berisi tentang surat tugas ke luar kota.“Pak, kenapa harus saya?” tanya Evelyn sendu.“Itu memang tugasmu, Eve. Semua sudah saya siapkan, mulai dari akomodasi dan lain-lain. Kita disana hanya satu minggu, untuk membahas agenda tahunan saja,” jelas Pak Dimas panjang lebar.“Bapak, saya tidak bisa meninggalkan orang tua selama itu,” rengek Evelyn.“Tenang, Eve. Soal ijin kepada Ayahmu sudah saya atur, beliau mengijinkan kamu pergi menemani saya rapat,” jelasnya lugas.Evelyn tak menyangka bahwa Pak Dimas sudah meminta ijin, dan kenapa ayah mengijinkan aku pergi. Evelyn keluar ruangan dengan gusar.“Vel,” panggil rinda dengan suara cemprengnya.“Iya, apa?” jawab Evelyn singkat.“Disuruh ngapain?” tanya Rinda kepo.“Kepo.” Evelyn pergi menu

    Last Updated : 2021-06-23
  • Without My Right Wing   Nomor Tak Dikenal

    [Halo.]Tak ada jawaban dari penelfon diseberang, hening membuat Evelyn takut.[Halo.][Apakah benar ini Evelyna Dyandra?][Iya.][Ini nomor pengagum rahasiamu.]Tut tut tut telefon terputus, Evelyn sengaja menutup telefon itu. Karena ia sedang tidak ingin diganggu siapapun. Ia masih merutuki tugas dari Pak Dimas yang mengharuskan dia ke luar kota.“Emmm, aku bosan,” ucap Evelyn dengan kesal.Dilihat jam tangan di lengan kirinya tepat pukul 22.00, matanya mulai lelah menatap short story di youtube. Banyak cerita yang menguras air matanya, mungkin skenarionya yang mengandung bawaang dimana-mana.“Aku lapar,” batin Evelyn mendengar suara dari perutnya.Suara fiersa besari mulai mengalun indah ditelinganya, notifikasi telefon dari nomor tidak dikenal itu lagi. Telefon itu hanya dilihat oleh Evelyn, tanpa ada keinginan menjawab sekalipun.KluntingSuara

    Last Updated : 2021-06-25

Latest chapter

  • Without My Right Wing   Rapat dan Kejutan Saat Pulang

    [Vely]Suara nyaring Ardi membuyarkan bayangannya tentang Rendy.[Iya, Di. Kenapa?][Kapan balik?][2 hari lagi.][Ya sudah, wkwkwk. See you Vel.]Tut tut tutttt“Apaan ini si Ardi,” gerutu Evelyn.Matanya terbelelak saat melihat jam sudah 22.00 WIB, “Hah,” ucap Evelyn kaget.Evelyn langsung berjalan terburu-buru menuju kamar, langkahnya pelan tapi pasti.***“Huaammmmm.” Evelyn menguap, hari ini berbeda mungkin karena dia bangun kesiangan.Kring kringg“Permisi,” ucap seorang dari luar kamar.Evelyn berjalan lunglai menuju pintu, dilihatnya seorang pelayan membawa nampan berisi makanan.“Iya,”“Maaf mengganggu waktunya, ini ada titipan sarapan dari Bapak Dimas.” Pelayan itu memberikan nampan berisi makanan itu.“Eh, Terima kasih,” ucap Evelyn.“Sama-sama Kak.&rdqu

  • Without My Right Wing   Sosok Rendy

    “Eve,” panggil Pak Dimas.Langkahnya pelan dan pasti, saat ini mereka ada di ruang tunggu sebuah bandara. Menunggu jam keberangkatan. Evelyn yang sibuk menatap layar ponselnya, ditatapnya walpaper ponsel itu foto keluarga yang utuh.“Iya, Pak.” Evelyn sempat terkejut dengan panggilan Pak Dimas, karena ia asik dengan ponsel di tangan kanannya.“Wajahmu lesu, apa kamu sakit?” tanya Pak Dimas tiba-tiba.“Tidak, Pak. Saya hanya kawatir,” jawab Evelyn pelan.“Apa yang kamu kawatirkan?” tanya Pak Dimas lagi.Evelyn hanya diam dan tertunduk lesu, menatap layar ponsel lagi dan lagi. Pak Dimas pun tidak ingin bertanya panjang lebar.Suara pengumuman sudah terdengar, sudah waktunya semua penumpang mempersiapkan diri.“Eve, ayo nanti terlambat,” ajak Pak Dimas.Evelyn mengikuti langkah Pak Dimas pelan, meski terkadang masih tertinggal karena langkah Pak Dimas c

  • Without My Right Wing   Sehari Sebelum Keberangkatan

    “Eve, apa kamu?” tanya Pak Dimas terhenti, saat melihat mata Evelyn yang berkantong hitam itu.“Iya, Pak. Apakah ada yang salah?” Evelyn malah bertanya kembali kepada Pak Dimas.“Itu, kantung matamu hitam sekali.” Pak Dimas menunjuk ke arah mata Evelyn.Evelyn langsung menutup matanya dengan kacamata, “Iya pak, semalam susah tidur,” jawab Evelyn.“Oh iya, Eve,” ujar Pak Dimas terhenti.“Hari ini kamu boleh pulang cepat, persiapkan keperluan untuk pemberangkatan besok pagi,” jelas Pak Dimas menjelaskan.“Baik, Pak,” ucap Evelyn.Evelyn bergegas meninggalkan ruangan Pak Dimas, langkahnya terhenti saat Pak Dimas memanggil namanya.“Eve,” panggil Pak Dimas.“Iya, Pak.” Evelyn menoleh pelan menatap Pak Dimas.“Jadi begini, saya tadi lupa memberitahumu. Jangan lupa membawa alat-alat kantor yang sekiranya aka

  • Without My Right Wing   Nomor Tak Dikenal

    [Halo.]Tak ada jawaban dari penelfon diseberang, hening membuat Evelyn takut.[Halo.][Apakah benar ini Evelyna Dyandra?][Iya.][Ini nomor pengagum rahasiamu.]Tut tut tut telefon terputus, Evelyn sengaja menutup telefon itu. Karena ia sedang tidak ingin diganggu siapapun. Ia masih merutuki tugas dari Pak Dimas yang mengharuskan dia ke luar kota.“Emmm, aku bosan,” ucap Evelyn dengan kesal.Dilihat jam tangan di lengan kirinya tepat pukul 22.00, matanya mulai lelah menatap short story di youtube. Banyak cerita yang menguras air matanya, mungkin skenarionya yang mengandung bawaang dimana-mana.“Aku lapar,” batin Evelyn mendengar suara dari perutnya.Suara fiersa besari mulai mengalun indah ditelinganya, notifikasi telefon dari nomor tidak dikenal itu lagi. Telefon itu hanya dilihat oleh Evelyn, tanpa ada keinginan menjawab sekalipun.KluntingSuara

  • Without My Right Wing   Tugas yang menyebalkan

    Mata Evelyn terbelalak saat membaca berkas yang ditunjukkan Pak Dimas, beberapa berkas itu berisi tentang surat tugas ke luar kota.“Pak, kenapa harus saya?” tanya Evelyn sendu.“Itu memang tugasmu, Eve. Semua sudah saya siapkan, mulai dari akomodasi dan lain-lain. Kita disana hanya satu minggu, untuk membahas agenda tahunan saja,” jelas Pak Dimas panjang lebar.“Bapak, saya tidak bisa meninggalkan orang tua selama itu,” rengek Evelyn.“Tenang, Eve. Soal ijin kepada Ayahmu sudah saya atur, beliau mengijinkan kamu pergi menemani saya rapat,” jelasnya lugas.Evelyn tak menyangka bahwa Pak Dimas sudah meminta ijin, dan kenapa ayah mengijinkan aku pergi. Evelyn keluar ruangan dengan gusar.“Vel,” panggil rinda dengan suara cemprengnya.“Iya, apa?” jawab Evelyn singkat.“Disuruh ngapain?” tanya Rinda kepo.“Kepo.” Evelyn pergi menu

  • Without My Right Wing   Pertemuan yang Direncanakan

    Saat ayah kembali ketempat ibu turun, jarak 5 meter ayah melihat dengan matanya lekat. Hatinya sakit seperti tertusuk anak panah dari busur, tepat menembus ulu hati.“Oh, ini ternyata!” batin ayah, saat melihat ibu dijemput oleh pria berjas hitam itu.Tanpa basa-basi ayah langsung putar balik, menuju kantor lagi. Tidak ingin lebih lama disana, hatinya tak akan sanggup. Dalam batinnya ia masih bertanya-tanya, “Siapa pria itu? Kenapa semesra itu?”.Sesampainya d kantor ia tidak langsung keluar dari mobil, kakinya lemas hatinya rapuh. Serasa ayah tidak terima, tangan istrinya digandeng mesra oleh pria lain. Siapa sangka istri yang paling ia cintai bisa akrab dengan pria lain?“Aaarghhh,” raungnya penuh kekecewaan. Lekat-lekat ayah keluar dari mobil dan berjalan pelan menuju kantor. Langkahnya terhenti saat ada yang memanggil dari belakang.“Pak Anton,” panggil wanita dari belakang

  • Without My Right Wing   Kotak Musik dan Sebuah Cerita

    Sepulang dari restoran ayah dan ibu Evelyn terlihat bahagia, tetapi perasaan Evelyn berbeda seperti ada yang disembunyikan oleh mereka. Tapi ia sama sekali tidak ingin bertanya dan memecah suasana bahagia ayah dan ibu. Sesampainya di rumah Evelyn pamit ke kamar, tetapi ayah menahannya.“Nak, temani ayah ngobrol di balkon ya.” Tangan ayah menyentuh pelan pundak Evelyn.Evelyn hanya menuruti apa kata ayah, “Iya, Ayah. Aku mengembalikan tas dulu ke kamar, nanti Vely nyusul,” ucap Evelyn pergi ke kamar.Sementara ibu langsung pergi ke kamar karena capek, aktifitasnya dari pagi sudah menguras tenaganya seharian ini. Ibu memang orang yang tidak banyak bicara, hanya bertindak atas apa yang ia mau.***Terlihat ayah sudah duduk di balkon ditemani secangkir kopi, Evelyn sedang bertanya-tanya apa yang ingin dibicarakan oleh ayah. Ayah yang menyadari kehadiran Evelyn langsung menyuruhnya duduk.“Vely,” panggilnya pel

  • Without My Right Wing   Ibu dan kejutan untuknya

    Mentari pagi menampakkan senyumnya, sinarnya menembus kaca cendela kamar Evelyn. Suara ibu terdengar nyaring melengking ditelinga Evelyn, suara khas yang selalu terdengar jika ia tidak nurut dengan ibu. Matanya perlahan terbuka lebar, terkejab pelan karena kesadarannya belum kembali penuh. “Vely, bangun!!” panggil ibu dari luar kamar. “Iya, Ibu. Sebentar,” keluhnya dengan bergilimang di atas kasur. “Vely!!! Dengarkan ibu.” Teriak ibu dengan menggedor-gedor pintu kamar. “Iya,Ibu sebentar,” elak Evelyn dari dalam kamar. Tangannya masih sibuk mengucek mata, cahaya matahari mulai masuk dari celah cendela kamarnya. Suara ibu sudah mulai pelan dan nyaris tak terdengar mungkin Ibu sedang keluar, ia terdiam sejenak lalu beranjak dari kasurnya. “Evelyn.” Suara Ayah membuat ia berhenti. “Iya, Ayah. Ada apa?” tanya nya. “Ayah punya sesuatu buat kamu.” Tangan Ayah sengaja disembunyikan, entah apa yang ia bawa untuk putri tung

DMCA.com Protection Status