Rosalind memandang sekilas ketika Adelio Carlos memasuki ruangan. Karena terlalu banyak orang di ruangan yang mewah itu melakukan hal yang sama. Di tengah keramaian dia melihat seorang pria yang berpakaian rapi yang begitu tinggi dan tubuh yang kekar. Dia langsung mengenalinya sebagai seorang Adelio Carlos. Pandangannya langsung menuju ke arah setelan hitam elegan yang menutupi tubuhnya.
Dia terlihat begitu luar biasa dalam setelan itu, menurut artikel dia mempunyai reputasi sebagai bujangan yang paling di inginkan. Kekayaan Adelio Carlos yang penuh teka teki tidak berencana untuk melakukan apa pun selain hadir sebentar di pesta sebagai tamu kehormatan.
"Ada Adelio Carlos di sini sekarang. Dia akan senang bertemu denganmu. Dia suka hasil karyamu. " Kata Alin Anjani. Rosalind mendengar nada bangga dari suara wanita ini, seolah Adelio Carlos adalah pacarnya dan bukan bosnya.
"Dia punya banyak hal yang jauh lebih penting dari pada bertemu denganku." kata Rosalind sambil tersenyum. Dia menyesap sodanya dan melihat Adelio Carlos yang sedang berbicara dengan dua orang pria yang berdiri di depannya. Tapi entah bagaimana energi di ruangan itu menjadi naik sejak kedatangannya. Seolah semua yang dia sentuh berubah menjadi emas, karena dia adalah Adelio Carlos. Dia akan melakukan segala hal yang dia sukai. Mulut Rosalind melengkung tersenyum pada pikiran konyolnya. Bagaimana pun juga semua itu membuatnya berpikir kalau dia itu angkuh dan tidak di suki. Tentu saja. Adelio adalah penolongnya, tapi sama seperti Seniman dalam sejarah, Rosalind memiliki batasan yang tidak bisa dia lakukan untuk mengeluarkan uang. Menyedihkan.
"Aku akan pergi dan mengatakan padanya kau ada di sini. Seperti yang aku katakan, dia sungguh tertarik pada lukisan mu, itulah kenapa dia memilihmu." kata Alin, dan menunjuk pada lukisan Rosalind. Rosalind memiliki kesempatan untuk membuat lukisannya di pamerkan di tengah-tengah ruang masuk gedung utama milik Adelio Carlos, di mana mereka berada sekarang. Pesta untuk Rosalind di gelar di sebuah gedung bertingkat milik Adelio. Hal terpenting bagi Rosalind, dia akan mendapatkan puluhan juta rupiah, uang yang sangat di butuhkan untuk menyelesaikan kuliah di bidan seni dan arsiteknya.
Alin secara ajaib berubah menjadi wanita berkulit coklat tan yang bernama Bela Abimala untuk bicara dengan Rosalind.
"Senang akhirnya bisa bertemu denganmu." kata Bela, dengan senyum ramah sambil tangan Rosalind. "Selamat atas pamerannya. Aku tidak menyangka akan melihat lukisan mu setiap kali aku berjalan menuju ruangan ku bekerja."
Penderitaan Rosalind terus meningkat dengan rasa sakit yang tiba-tiba datang dan sudah akrab dengannya tentang ketidaknyamanannya dengan perbedaan busana antara dia dan Bela.
Alin, Bela dan setiap orang yang hadir pada acara ini memakai pakaian yang begitu menarik dan indah.
Dia tahu kalau Bela adalah asisten manajer salah satu bagian untuk perusahaan ini, di sebuah departemen. Rosalind mengangguk dengan bingung dan sopan.
Mulut Adelio tersenyum sedikit ketika Alin datang padanya dan berbicara. Beberapa detik kemudian, dia mengeluarkan ekspresi bosan dari wajahnya. Dia menggelengkan kepalanya dan memandang sekilas. Adelio tentu saja tidak mau melakukan ritual untuk bertemu pemilik lukisan di banding Rosalind.
Rosalind kembali pada Bela dan tersenyum dengan lebar, memutuskan untuk menikmati pesta ini sekarang dari pada gelisah tentang pertemuannya dengan Adelio.
"Jadi bagaimana pembicaraanmu dengan Adelio Carlos?" Bela mulai bertanya dan memandang sekilas dengan depan di mana Adelio berada.
"Dia baik." Rosalind memaksa sebuah senyuman.
Bela tertawa dan Rosalind juga ikut tertawa. Pada saat ini mereka hanya dua orang wanita yang tertawa pada pria paling tampan di pesta itu. Yang mana itu adalah Adelio Carlos. Rosalind mengakuinya. Lupakan pesta lnya. Dia adalah pria yang paling menawan yang pernah dia lihat dalam hidupnya.
Tawanya terhenti ketika dia melihat ekspresi Bela. Adelio memandang langsung padanya. Dia tidak punya waktu untuk bernapas ketika Adelio melintasi ruangan itu ke arahnya, meninggalkan ekspresi terkejut Alin.
Pemikiran Rosalind mendorongnya untuk lari.
"Oh. Dia menuju ke sini. Alin sudah mengatakan padanya siapa kau." kata Bela, bagaimana pun juga itu terdengan nada kebingungan dan seolah menjaga perasaan Rosalind. Saat Adelio sampai di tempat mereka, semua bekas candaan dari para gadis itu menghilang dan berganti menjadi tempat di mana para wanita cantik itu berdiri.
"Selamat malam Pak Adelio."
"Bela, kan?"
Bela tidak bisa menyembunyikan kekagumannya pada sebuah fakta bahwa Adelio tahu namanya. "Iya benar. Bisakah saya memperkenalkan Rosalind Prada, seniman yang anda pilih untuk lukisannya di pamerkan."
Dia menjabat tangan Rosalind. "Senang bisa bertemu denganmu."
Rosalind hanya mengangguk. Dia tidak bisa bicara. Sementara pikirannya di penuhi oleh gambaran tentang laki-laki itu. Rasa hangat dari jabatan tangannya, suaranya yang begitu merdu, kulitnya yang agak gelap, potongan rambut yang rapi pendek, malaikat kegelapan. Kata itu mengalir begitu saja di dalam pikirannya.
"Aku tidak bisa mengatakan kalau aku sangat terkesan dengan hasil karyamu." kata Adelio, tidak ada senyuman. Tidak ada kelembutan dari nada bicaranta, hanya ada tatapan tajam dari matanya.
Rosalind menjawab dengan susah payah. "Terima kasih."
Adelio melepaskan tangannya perlahan, menyebabkan sedikit gesekan pada kulitnya.
"Saya senang bisa mendapatkan kesempatan untuk berterima kasih pada orang yang memilih saya. Ini semua lebih berarti dari yang bisa saya sampikan." kata Rosalind.
Adelio mengangkat bahu dan melambaikan tangannya sembarangan. "Kau berhak mendapatkannya." Adelio menatap ke arahnya.
Rosalind merasakan jantungnya akan melompat keluar melalui tenggorokannya. "Tentu saja. Tapi anda yang memberi saya kesempatan. Karena itu saya mencoba untuk menunjukkan rasa terima kasih saya."
"Nenekku sering berkata kalau wajahku terlihat kurang menghargai. Kau bisa mengutuk atau memakiku." kata Adelio, dia mengangguk dan memberi isyarat. "Bela, maukah kau memberi tahu Alin untukku? Aku telah memutuskan untuk membatalkan makan malamku dengan Alexander. Tolong minta dia untuk menjadwal ulang."
"Tentu." kata Bela sebelum pergi.
"Kau mau duduk?" tanya Adelio, lalu mengangguk ke arah sofa kulit bundar di pojok.
"Tentu."
Adelio berjalan sementara Rosalind mengikutinya dari belakang. Rosalind berharap itu bukan dia. Dia merasa aneh dan canggung. Setelah dia duduk, Adelio duduk di sampingnya.
Pada awal bulan November, malam menjadi lebih dingin dari yang dia harapkan untuk menghadiri sebuah pesta.
Dia bingung dengan dirinya sendiri, dan dengan pandangan Adelio padanya. Mata mereka bertemu dan senyum kecil muncul di bibirnya.
"Kenapa kau memilih untuk belajar seni?" tanya Adelio.
"Aku belajar arsitektur dan seni. Arsitektur untuk orang tuaku dan seni untukku." jawab Rosalind, terkejut dengan jawaban jujurnya. Rosalind selalu terlihat tidak peduli ketika ada orang yang bertanya hal yang sama. Kenapa dia harus memilih salah satu bakatnya? "Kedua orang tuaku adalah arsitek, dan dalam hidup mereka berharap aku juga akan menjadi arsitek."
"Jadi kau mengakui kalau ini adalah harapan mereka. Kau bisa menjadi seorang arsitek tapi tidak berencana menjadikannya sebagai pekerjaan."
"Aku akan selalu jadi arsitek."
"Aku ikut senang." kata Adelio. Ketika seorang pria yang tampan dengan tatapan yang terkunci dan mata coklat pucat dengan kulit gelap mendekati kami. Adelio mengulurkan tangannya.
"Evan, bagaimana bisnismu?"
"Meledak." jawab pria itu, pandangannya pindah ke arah Rosalind dengan penuh minat.
"Rosalind, ini Evan. Dia adalah cheff terbaik dari restoran terbaik di Thailand."
"Senang bisa bertemu denganmu." kata Evan dengan lembut. Tidak ada aksen Thailand.
Dari mana pria asing ini berasal?
"Senang bertemu denganmu juga." kata Rosalind.
"Apa itu?" tanya Evan menunjuk ke arah gelas yang setengah kosong yang dari tadi di pegang Rosalind.
"Hanya minuman biasa. Air soda."
"Kau seharusnya lebih bersenang-senang Rosalind." kata Adelio.
Mengapa ketika Adelio menekankan namanya membuat telinganya dan lehernya tegang?
Dia sadar, ada beberapa hal untuk tentang itu.
"Bawakan kami sebotol champagne." kata Adelio pada Evan yang tersenyum dan berjalan pergi.
Adelio terlihat bingung. Mengapa dia repot-reoot menghabiskan waktunya untuk minum bersama gadis itu? Tentu saja dia tidak minum champagne dengan semua orang.
"Seperti yang aku katakan sebelum kedatangan Evan, aku senang dengan latar belakang arsitekturmu. Bakatmu dan pengetahuanmu di lapangan tidak di ragukan lagi untuk menjadikan hasil karyamu penuh dengan ketelitian. Lukisanmu begitu luar biasa. Kamu bisa memberikan semangat baru di lobiku."
"Aku senang kalau anda menyukainya." kata Rosalind berharap terdengar biasa saja.
Sebuah senyuman muncul di bibir Adelio. "Ada sesuatu di balik ucapanmu. Apa kau senang menyenangkanku?"
Mulut Rosalind terbuka. Kata-kata yang akan keluar tertahan di tenggorokannya. 'Aku mengerjakan karya seni untuk diriku sendiri bukan untuk orang lain.'
Rosalind menghentikan dirinya sendiri sekarang. Ada apa dengannya?
Pria ini punya sesuatu yang akan mengubah hidupnya.
"Sebelumnya sudah aku katakan, aku tersentuh karena anda memilihku."
"Oh." bisikknya ketika Evan kembali dengan champagne. Adelio tidak memandang ke arah Evan yang sedang sibuk membuka botol. Tapi mengamati gadis itu seolah dia adalah proyek sains yang paling penting. "Tapi bukankah ini sama saja dengan rasa bahagia atas pameranmu yang dengan cara kau menyenangkanku."
"Bukan seperti itu maksudku." Rosalind tergagap, sambil melihat ke arah Evan yang sedang membuka champagne dengan suara letusan yang teredam.
Pandangan matanya kembali pada Adelio dengan kebingungan, tapi wajahnya terlihat tenang. Apa yang akan dia katakan? Lagipula, dia tidak memberi jawaban atas pertanyaannya. Mengapa perkataannya begitu membuatnya frustasi?
"Aku gembira kalau anda menyukai lukisanku. Aku sangat gembira."
Adelio tidak menjawab. Hanya melihat Evan yang menuangkan minuman ke dalam gelas. Dia mengangguk dan mengatakan terima kasih sebelum Evan pergi. Rosalind mengambil gelasnya ketika dia bersulang untuknya. Rosalind tersenyum ketika gelas mereka bersentuhan. Rosalind tidak pernah merasakan hal ini.
"Aku rasa karena anda adalah orang penting di pesta ini, para pelayanan biasa segan melayani anda."
"Apa maksudmu?"
"Oh, maksudku..." Rosalind mengutuk pelan dirinya sendiri. "Aku dulu adalah seorang pelayanan. Aku melakukan pekerjaan itu ketika masih memiliki banyak tagihan untuk di bayar." tambahnya, panik dan sedikit terintimidasi. Adelio terlihat tertarik. Rosalind mengangkat gelasnya dan meminumnya sekali teguk. Tunggu sampai dia bilang ini pada Devi kalau dia sudah merusak malam ini. Teman baiknya itu akan jengkel padanya. Walaupun temannya yang lain akan menertawakannya pada kejadian tentang perbandingan kelas sosial. Jika saja Adelio Carlos tidak terlalu tampan. Hal itu juga sangat mengganggu.
"Aku minta maaf." kata Rosalind. "Aku tidak bermaksud mengatakan itu. Ini hanya..."
"Lalu kau berpikir aku akan memandang rendah pada seorang gadis yang pernah menjadi pelayanan, begitu?" tanya Adelio. Tidak ada kelembutan yang terlihat dari wajahnya. Rosalind menarik napas dan berusaha untuk santai sejenak. Dia tidak tahu kalau itu akan menyakiti perasaan Adelio.
"Aku menghabiskan waktu sekolahki lebih banyak di asrama." kata Adelio. "Aku memutuskan untuk berada di sana. Aku bisa meyakinkanmu, alasan satu-satunya mengapa Evan datang untuk melayani kita adalah karena dia sendiri yang ingin melakukannya. Kami adalah rekan bisnis dan sebagai informasi tambahan, kami bersahabat."
Pipi Rosalind seolah terbakar. Kapan dia akan belajar untuk menjaga mulut besarnya?
"Maukah kau berjalan-jalan denganku? Ada hal penting yang ingin kutunjukkan padamu." kata Adelio.
Apa yang terjadi di sini?
"Ini berhubungan dengan pekerjaan." kata Adelio. "Aku ingin menunjukkan pemandangan tentang apa yang ingin kau lukis untukku."
"Jadi aku di suruh untuk melukis apa yang kau inginkan?"
"Ya." jawab Adelio tegas.
Rosalind meletakkan gelas di meja.
"Aku sarankan agar kau lihat sendiri pemandangan itu, sebelum kau mengatakan sesuatu yang tidak pantas." tanpa bicara lagi Adelio bangun dan berjalan ke arah pintu keluar.
Mereka tidak banyak bicara ketika mereka meninggalkan tempat pesta. Adelio mengarahkannya pada trotoar di sepanjang jalan."Kemana kita akan pergi?" Tanya Rosalind, memecah keheningan setelah satu atau dua menit."Ke tempatku."Sepatu hak tinggi milik Rosalind tersandung dengan sembrono di tepi jalan kemudian dia berhenti. "Kita pergi ke rumahmu?"Adelio berhenti dan melihat ke belakang, jas hitamnya berkibar di sepanjang tubuhnya, pahanya terlihat lebih kuat dari pagar besi di sekitaran mereka."Ya, kita akan pergi ke rumahku." Kata Adelio dengan lembut namun dengan nada yang mengancam.Rosalind mengerutkan dahinya. Adelio jelas-jelas sedang menertawakannya. 'Aku sangat senang bila aku dapat menghiburmu.' Bisiknya dalam hati.Adelio menarik nafas dan memandang ke arah sebuah danau kecil di dekat kami yang hanya terhalang oleh sebuah dinding pembatas yang sengaja di bangun tidak terlalu tinggi agar orang-orang bisa menikmati pem
Adelio mengatur pikirannya agar Rosalind keluar dari otaknya selama beberapa hari penuh. Adelio pergi keluar kota dan menyelesaikan proyek aplikasi game. Setiap pekerjaan dan pertemuan-pertemuan menahannya di kantor hingga lewat tengah malam. Dan ketika dia sampai di tempat tinggalnya, suasananya menjadi suram dan sepi.Sulit untuk berbohong kalau Rosalind Prada tidak memenuhi pikirannya. Adelio dengan kejam mengaku pada dirinya sendiri ketika dia naik lift menuju tempat tinggalnya pada selasa malam. Dia tahu kalau Rosalind akan datang ke dunianya dengan cepat, seperti kilatan cahaya. Bahkan pengurus rumah tangga tanpa dosa memberinya kabar tentang pertemanannya dengan Rosalind. Adelio senang mengetahui kalau wanita tua itu bisa berteman dengan Rosalind, dia juga sesekali mengundang Rosalind ke dapur untuk minum teh bersama. Adelio juga senang mendengar kalau Rosalind merasa nyaman di rumahnya.Dia bertanya pada dirinya sendiri, apa urusannya dengan semua ini. Lu
Rosalind menyesal melihat Evan memberinya lambaian yang ramah saat berjalan keluar ruangan ketika dia hendak akan masuk. Suasana bertambah berat ketika pintu tertutup di belakangnya dan tinggal dia sendiri bersama Adelio. Rosalind berhenti di tepi meja."Mendekatlah. Tidak apa-apa." Kata Adelio.Rosalind mendekatinya dengan hati-hati. Hal ini membuatnya merasa tidak nyaman untuk melihat ke arah Adelio. Wajah tampannya tenang, seperti biasa. Dia terlihat terganggu dengan memakai sepasang celana pendek dan kaus putih sederhana. Bajunya semakin ketat karena keringat di tubuhnya membuat tubuh kekarnya yang berotot semakin terlihat.Prioritasnya adalah bekerja untuk Adelio. Tapi, tubuhnya sangat indah. Rosalind mencoba mengabaikan bau harum yang keluar dari tubuh bersih, sabun rempah bercampur dengan keringat."Bagaimana kabarmu?" Tanya Adelio dengan sopan, suaranya yang tenang cocok dengan sinar matanya. Adelio selalu membuatnya bingung. Sep
Insting Rosalind mengatakan kalau bergaul dengan orang seperti Adelio Carlos bukanlah ide yang bagus. Dia tahu dia sudah keluar jalur setiap kali Adelio menatapnya dengan sinar yang misterius dari matanya. Bukankah Adelio pernah memperingatkannya dengan cara halus kalau dia berbahaya?Sekarang semuanya terbukti ketika Adelio menekannya ke dinding seolah ingin menyantapnya seperti Rosalind adalah makanan terakhirnya."Oh, kalian berdua ada di sana. Maafkan aku." Kata seseorang.Adelio mengangkat kepalanya menghentikan ciuman liarnya dan tatapan Rosalind terkunci dengan tatapannya. Adelio menggeser tubuhnya membuat Rosalind terhalang dari siapa pun yang datang."Ada apa?" Tanya Adelio tajam. Rosalind memandang sekeliling, bingung dengan apa yang sedang terjadi dan bagaimana bisa dia berakhir di ujung dinding dan berciuman dengan ganas bersama seorang Adelio Carlos.Sebuah langkah kaki berhenti. "maafkan aku. Ponselmu berdering tanpa henti di ruang ga
Rosalind duduk di meja dapur dengan murung memandang Billi sedang memanggang roti."Apa yang membuat suasana hatimu buruk? Bukankah suasana hatimu bersinar sejak kemarin? Apa kau masih bisa menyelesaikannya?" Tanya Billi, menunjuk pada kenyataan bahwa dia langsung pulang setelah kuliahnya kemarin dari pada pergi ke rumah Adelio untuk melukis."Tidak, aku baik-baik saja." Jawab Rosalind dengan senyum meyakinkan.Awalnya, Rosalind merasa putus asa dan marah atas apa yang Adelio katakan dan lakukan, di tempat latihan dua hari yang lalu, tapi setelah itu dia bertambah cemas. Bukankah yang terjadi sudah mempertaruhkan harga dirinya? Bukankah perkataannya menunjukkan kalau dia tidak berharga bagi Adelio dan membuangnya? Bagaimana kalau Adelio mengakhiri perjanjian mereka dan Rosalind tidak bisa membayar uang kuliahnya? Rosalind bukan karyawannya, tidak lagi setelah semua yang terjadi. Dia tidak punya kontrak. Bukankah reputasi Adelio terkenal karena kekejamannya?
Sayang sekali, Adelio tidak ada ketika Rosalind datang ke apartemennya di sore hari. Bukan berarti dia mengharapkan sesuatu dari Adelio. Dia biasanya tidak begitu. Ragu-ragu tentang apa yang harus dia lakukan mengenai ciuman itu, pekerjaannya, belum lagi tentang masa depannya, dia masuk ke ruangan yang dia gunakan sebagai studio.lebih dari lima menit, dia melukis dengan gugup. Adelio Carlos tidak nyata untuknya. Meskipun dia juga tidak nyata untuk Adelio Carlos. Tapi lukisan itu nyata. Hal itu masuk ke dalam otaknya dan mengalir ke dalam darahnya. Dia harus menyelesaikannya sekarang.Dia tenggelam dalam pekerjaannya selama berjam-jam, akhirnya kreativitasnya mengalir tanpa sadar sampai matahari tenggelam di balik gedung-gedung bertingkat.Pengurus rumah mengaduk sesuatu di mangkuk ketika Rosalind masuk ke dapur untuk mengambil air. Dapur Adelio mengingatkannya pada salah satu ruangan milik bangsawan inggris yang besar, dengan peralatan memasak yang mungkin pern
Billi mengemudikan mobil Oki dengan pelan pada sabtu malam di lalu lintas yang sangat sibuk. Oki agak sedikit mabuk setelah mendengarkan Band bermain selama dua jam. Meskipun begitu mereka menjadi gila."Ayolah Ros." Rafa mendorong dari kursi belakang. "Kita semua akan mendapatkan satu.""Kau juga Billi?" Tanya Rosalind dari tempat duduk di kursi penumpang.Billi mengangkat bahu. "Aku selalu ingin punya tato di lengan kananku dengan model kuno, seperti jangkar atau yang lainnya." Katanya, berkedip dan tersenyum pada Rosalind ."Dia mempertimbangkan untuk menjadi bajak laut." Canda Oki."baiklah aku tidak akan ikut membuatnya sampai aku punya waktu untuk menggambar designnya sendiri." Kata Rosalind dengan tegas."Kau adalah perusak kesenangan." Kata Oki dengan keras. "Dimana letak kesenangannya kalau tato di rencanakan terlebih dahulu? Kau harusnya bangun dengan kaget keesokan harinya karena kau tidak ingat kapan kau membuat tato.""Ap
Pintu lift tertutup dengan pelan, dan Rosalind mengikuti Adelio masuk ke dalam apartemennya, perasaan yang sama, sebagian adalah rasa takut yang bercampur dengan ragu dan kegembiraan."Ikut aku ke kamarku." Kata Adelio.Kamarku. Kata itu menggema di kepala Rosalind. Dia mengikuti Adelio di belakangnya, merasa seperti anak sekolah yang tertangkap basah. Antisipasi yang tidak bisa di sangkal, dia merasakan sesuatu yang tidak bisa dia mengerti. Bagaimana pun juga, dia tahu jika dia menyeberangi pintu menuju kamar Adelio, hidupnya akan berubah selamanya. Seolah Adelio mengerti hal ini, dia berhenti di depan pintu kayu."Kau belum melakukan ini sebelumnya kan?" Tanya Adelio."Tidak." Rosalind mengakui. "Apakah itu tidak masalah bagimu?""Ini bukan yang pertama. Aku sangat menginginkanmu, tapi aku juga sadar tentang kepolosanmu." Katanya dan menatap Rosalind. "Apa kau yakin ingin melakukannya Rosalind?""Katakan padaku tentang satu hal.""A
Sudah lewat tengah malam ketika Adelio membukakan pintu kamarnya untuk Rosalind dan dia berjalan ke dalam kamar yang elegan dengan lampu yang remang-remang."Aku pikir mungkin aku tidak akan pernah berada di dalam kamar tidur ini lagi." Kata Rosalind, melirik ke sekitarnya. Mereka pernah bersama-sama sepanjang malam, Adelio tidak pernah meninggalkan sisinya, Rosalind sangat sadar ketika Adelio memperkenalkannya kepada pelukis dan beberapa kolektor seni atau menunjukkan padanya empat lukisannya yang sudah di perbaiki, atau mereka berbicara dengan teman-teman dan keluarga. Sementara itu, Rosalind bertanya-tanya apa yang sedang ada di pikiran Adelio, apa yang akan di katakan Adelio saat mereka hanya berdua, secara pribadi?Rosalind telah di tawari kerja sama oleh tiga galeri terkenal untuk koleksi di masa yang akan datang dan di minta untuk melakukan pameran di sebuah museum di Italia. Dia melihat ke arah Adelio saat itu, karena Adelio adalah pemilik semua lukisannya saat ini, tapi Adeli
Sepuluh hari kemudian, Billi berdiri di depan lemari baju Rosalind mengenakan jas dan mengaduk-aduk gantungan di sepanjang rak sementara Rosalind memandangnya dengan lesi dari tempatnya duduk di tepi tempat tidurnya."Bagaimana dengan ini?" Tanya Billi, memegang sebuah gaun dan mengeluarkannya dari lemari.Rosalind berkedip ketika melihat Billi memegang gaun yang dia kenakan untuk acara perayaan beberapa waktu yang lalu, di malam dia bertemu Adelio untuk pertama kalinya. Rasanya mustahil kalau hidupnya telah berubah drastis sedemikian rupa dalam waktu yang singkat. Rasanya tidak mungkin kalau dia jatuh cinta dengan cepat, dan kemudian tersesat di dalamnya. Tapi kemudian ketika dia mempertimbangkan segalanya, itu membuat perasaannya semakin sedih.Billi memperhatikan Rosalind yang kurang antusias pada gaun itu. "Apa? Gaun ini manis.""Aku tidak ingin pergi." Kata Rosalind, suaranya terdengar serak karena jarang bicara."tentu saja kau akan pergi." Kata Billi, memberinya tatapan tajam.
Adelio tidak bicara pada Rosalind di mobil menuju bandara, dia hanya menatap lurus ke depan saat dia menyetir, jari-jarinya memutih saat dia menggenggam setir dengan erat. Ketika Rosalind mencoba untuk memecah kesunyian dengan meminta maaf, Adelio segera memotongnya."Bagaimana kau tahu di mana aku berada?" Tanya Adelio tanpa memandang Rosalind."Aku pernah dua kali melihatmu dengan dokter Julia, salah satunya di Paris dan satunya lagi di rumahmu. Dan pengurus rumah mengatakan kalau dia adalah seorang dokter." Jawab Rosalind.Adelio berbalik menatapnya dengan tajam. "Itu bukan jawaban, Rosalind.""Aku... aku tahu kalau kau melihat situs tentang rumah sakit itu beberapa kali saat aku meminjam tabletmu untuk belajar peraturan mengemudi." Rasa bersalah membuat Rosalind semakin tidak berdaya ketika dia menyadari kalau Adelio menatapnya dengan marah."Kau memeriksa aktivitasku?" Tanya Adelio dengan nada tidak percaya."Ya." Jawab Rosalind, dia mengakuinya. "Aku minta maaf. Aku hanya khawat
"Bagi orang yang mengenal dan mencintai Helena sebelum dia sakit mereka pasti mengingat kalau dia adalah orang yang sangat baik, itu lebih baik dari pada mereka melihat bagaimana kutukan ini menghancurkannya, menghilangkan jati dirinya, jiwanya. Mungkin apa yang kami lakukan salah. Atau juga tidak. Adelio sebenarnya tidak setuju dengan keputusan kami ini.""Dia masih berumur sebelas tahun ketika ibunya kembali ke sini, benar kan?" Tanya Rosalind."Hampir." Jawab nenek Adelio. "Tapi kami tidak mengatakan pada Adelio kalau ibunya masih hidup dan di rawat di sini sampai dia berusia dua puluh lima tahun. Cukup tua untuk memahami kenapa ami membuat keputusan ini untuk melindungi dia. Adelio saat itu hampir sama seperti kebanyakan orang, berpikir kalau ibunya sudah meninggal."Suasana tiba-tiba menjadi sunyi. Rosalind sibuk memproses informasi ini di kepalanya."Adelio pasti sangat marah ketika dia mengetahuinya." Kata Rosalind, diia tidak bisa menahannya."Tentu saja." Jawab nenek Adelio k
Billi menawarkan diri untuk menemani Rosalind ke London, tapi tentu saja Rosalind langsung menolaknya. Ketika dia mengatakan pada Billi tentang rencananya, tujuannya yang tidak jelas dan mengatakan kalau dia tahu dari pengurus rumah kalau Adelio mungkin punya masalah keluarga di London dan dia memutuskan untuk ke sana dan memberinya dukungan.Sebenarnya, Rosalind tidak ingin Billi tahu kalau dia sedang membuat rencana bodoh tanpa tahu apa yang akan dia lakukan saat turun dari pesawat nanti. Satu hal yang dia tahu adalah apa pun yang sedang di lakukan Adelio di London, membuat Adelio menderita, dan dia memilih untuk melindungi orang lain dalam hidupnya dari penderitaan itu.Adelio akan sangat marah padanya dan ini akan menjadi suatu keajaiban jika Rosalind bisa menemukannya. Meskipun dia tidak bisa tahan memikirkan tentang Adelio yang sedang menderita sendirian. Dan dia menjadi sangat yakin tentang kunjungan darurat Adelio ke London itu berhubungan dengan iblis yang ada dalam dirinya
"Ini adalah hari terbaikku." Kata Rosalind saat mereka memasuki kamar Adelio. "Pertama lukisanku, terima kasih sekali lagi untuk itu. Kemudian mengendarai sepeda motor, motor yang sangat mengagumkan. Kemudian makan sambil mendengarkan band konser di taman.""Kita bahkan tidak bisa mendengar apa pun saat konser. Justru terdengar seperti seseorang sedang berteriak histeris yang sangat mengganggu pendengaranku." Gumam Adelio. Rosalind berbalik agar Adelio bisa membantu membuka jaketnya. mengabaikan komentar keringnya, Rosalind menyadari Adelio sedang tersenyum dan dia tahu kalau dia tidak terpengaruh oleh apa yang baru saja Adelio katakan."Itu karena kau tidak tahu lagunya." Balas Rosalind, menolak merasa apa pun selain rasa gembira."Kegaduhan itu kau sebut lagu?" Tanya Adelio sambil meletakkan jaket Rosalind di kursi.Rosalind berbalik menghadapnya. "Kau terlihat sangat menikmatinya tadi."Adelio menggelengkan kepalanya. Rosalind tertawa. Rosalind menunjuk pada kenyataan kalau mereka
Adelio memakai celana jeans yang sangat pas untuknya yang menggantung rendah di pinggangnya, dengan salah satu kaos putih yang dia pakai di bawah jaket kulitnya. Napas Rosalind tertahan karena pemandangan dari pria di depannya. Rosalind tidak akan pernah letih melihat tubuh berotot milik Adelio."Apa yang kau lakukan?" Tanya Rosalind ragu saat dia berjalan keluar dari kamar mandi."Aku mengubah pikiranku." Jawab Adelio."Tentang apa?" Tanya Rosalind sambil menatapnya bingung."Tentang bekerja. Ayo kita mengendarai motor. Aku ingin melihat aksimu." Kata Adelio dengan nada bersemangat.Mulut Rosalind menganga karena terkejut dengan perubahannya yang tiba-tiba. Tawa keras kemudian meledak dari tenggorokannya. Rosalind tidak bisa mempercayainya. Adelio akan melakukan sesuatu yang begitu mendadak, begitu spontan? Adelio?Rosalind memakai jaket kulitnya lagi rasa gembira melandanya. Kemudian dia pergi ke meja dan mengambil helm dan sarung tangannya."Kau bersama dengan pengendara yang san
Sepuluh menit kemudian, Rosalind mengetuk pelan pintu kamar Adelio. Rosalind masuk ketika dia mendengar suara Adelio dari jauh "Masuk." Adelio duduk di sofa yang ada ditengah-tengah ruangan, setelan jasnya tidak terkancing. Kaki panjangnya di tekuk di depannya. sedang melihat pada ponselnya, tatapannya tertuju pada Rosalind saat Rosalind berjalan mendekatinya."Aku hanya terkejut melihat lukisan-lukisan itu lagi." Kata Rosalind. "Aku minta maaf karena pergi begitu saja.""Kau baik-baik saja?" Tanya Adelio, meletakkan ponselnya di sofa.Rosalind mengangguk. "Aku hanya, aku hanya sedikit bingung menghadapi ini."Keheningan terjadi saat Adelio mengamati Rosalind."Aku pikir itu akan membuatmu bahagia. Lukisan itu." Kata Adelio.Mata Rosalind seakan terbakar dan dia segera menunduk menatap karpet di bawahnya. Dia pikir dia sudah menghabiskan air matanya untuk hal ini."Lukisan itu membuatku bahagia. Lebih dari yang bisa aku katakan." Rosalind memberanikan diri untuk menatap Adelio. "Bagai
Rosalind melangkah keluar dari lift dan berjalan masuk ke dalam ruang tamu di rumah Adelio. Banyak hal yang berubah sejak pertama kali dia masuk ke dalam dunia Adelio. Perasaan gembira sekaligus gelisah saat memasuki rumahnya yang tenang dengan Adelio yang berada tepat di belakangnya terasa begitu familiar."Sebelah sini." Kata Adelio. Suaranya parau dan tenang saat jarinya dengan lembut membelai belakang lehernya. Antisipasi dan keingintahuannya muncul ketika Rosalind mengikuti Adelio ke ruangan yang dia tahu itu adalah perpustakaan dan sekaligus kantor di mana lukisan yang dia lukisan di gantung.Ketika Adelio membuka pintu dan Rosalind yang pertama masuk ke ruangan itu, Hal pertama yang dia lihat adalah sosok seorang pria yang sangat akrab sedang melakukan sesuatu."Billi?" Kata Rosalind, merasa sangat terkejut melihat temannya berada di ruangan kerja Adelio.Billi menengok dari balik bahunya dan tersenyum. Dia meletakkan lukisan yang telah dia susun dan berbalik menghadapnya. Rosa