Mereka tidak banyak bicara ketika mereka meninggalkan tempat pesta. Adelio mengarahkannya pada trotoar di sepanjang jalan.
"Kemana kita akan pergi?" Tanya Rosalind, memecah keheningan setelah satu atau dua menit.
"Ke tempatku."
Sepatu hak tinggi milik Rosalind tersandung dengan sembrono di tepi jalan kemudian dia berhenti. "Kita pergi ke rumahmu?"
Adelio berhenti dan melihat ke belakang, jas hitamnya berkibar di sepanjang tubuhnya, pahanya terlihat lebih kuat dari pagar besi di sekitaran mereka.
"Ya, kita akan pergi ke rumahku." Kata Adelio dengan lembut namun dengan nada yang mengancam.
Rosalind mengerutkan dahinya. Adelio jelas-jelas sedang menertawakannya. 'Aku sangat senang bila aku dapat menghiburmu.' Bisiknya dalam hati.
Adelio menarik nafas dan memandang ke arah sebuah danau kecil di dekat kami yang hanya terhalang oleh sebuah dinding pembatas yang sengaja di bangun tidak terlalu tinggi agar orang-orang bisa menikmati pemandangan danau. Adelio terlihat jengkel pada gadis di depannya dan mencoba untuk terlihat tenang.
"Aku bisa melihat kalau kau merasa tidak nyaman, tapi kau bisa memegang kata-kataku, ini semua hanya untuk pekerjaanmu. Tidak lebih. Pemandangan yang akan kau lukiskan untukku dari tempatku tinggal. tentu saja kamu bisa tidak percaya kalau aku tidak mungkin menyakitimu. Tapi semua orang dalam ruangan itu melihat kita berjalan keluar bersama."
Adelio tidak perlu mengingatkannya. Rasanya seolah semua mata di tempat itu menatap mereka ketika mereka pergi.
"Apakah aku harus bekerja di tempatmu?" Tanya Rosalind dengan penuh waspada.
"Apartemenku sangan luas," Kata Adelio dengan nada bosan. "Kalau kau suka, kau tidak perlu melihatku setiap harinya."
Rosalind terkejut dengan jawabannya.
"kau akan mengerti ketika kau melihat pemandangannya." Lanjut Adelio.
Adelio tinggal di sebuah apartemen dengan bangunan bergaya eropa klasik dan elegan, bangunan dengan tembok abu-abu ini terlihat cocok untuknya. Rosalind tidak terkejut ketika Adelio berkata kalau tempat tinggalnya ada dua lantai.
Pintu lift pribadi terbuka lebar dan Adelio masuk tanpa suara, dia menahan pintu lift itu agar Rosalind bisa masuk mengikutinya. Setelah pintu tertutup Adelio menekan tombol ke lantai sebelas.
Tidak butuh waktu lama untuk sampai di tempatnya, karena lift itu langsung mengarah ke dalam rumah Adelio setelah dia memasukan beberapa sandi keamanan.
Rosalind masuk ke tempat yang ajaib. Perabot yang bagus dan mewah terlihat di mana-mana. Pintu masuknya di atur sederhana namun elegan. Dia melihat bayangan dirinya pada sebuah cermin antik. Rambut hitam panjangnya sedikit berantakan dan pipinya sedikit berwarna merah karena terkena angin dingin, tapi dia mulai khawatir dari akibat kebersamaanya dengan Adelio Carlos.
Kemudian dia teringan tentang karya seninya, dan melupakan segalanya. Dia mengikuti Adelio turun ke bawah menuju ke ruangan depan yang luas yang juga berfungsi sebagai galeri kecil, mulitnya menganga ketika dia melihat beberapa lukisan, beberapa terlihat baru untuknya, beberapa adalah karya besar dari pelukis yang dia tahu.
Rosalind berhenti di samping sebuah patung yang terletak tidak jauh dari jalan masuk sebuah replika yang terkenal dari Yunani kuno.
"Kau suka?" Tanya Adelio dengan nada yang begitu intens.
Roslaind mengangguk dengan penuh kekaguman dan kembali berjalan.
"Aku baru membelinya beberapa bulan lalu. sangat sulit di dapatkan." Kata Adelio.
"Aku suka lukisan ini." Kata Rosalind menunjuk pada sebuah lukisan yang di ciptakan oleh seorang seniman yang dia tahu di depan mereka berdiri sekarang. Dia melihat kembali pada Adelio, dan tiba-tiba tersadar kalau beberapa menit sudah terlewati dengan percuma dan dia merasa seolah dia sedang berjalan sambil tidur dalam suasana yang menenangkan di apartemen Adelio.
"Aku tahu. Kau menyebutnya di biodatamu pada surat lamaran untuk perlomboaan."
"Aku tidak percaya kau akan membacanya." Jawab Rosalind.
"Kenapa kau tidak percaya?" Tanya Adelio dengan suara yang rendah.
Rosalind memandang sekilas padanya. Lukisan yang dia sukai di lukis di atas kanvas kecil tepat berada di depannya.
"Entahlah, kau sudah memilihku." Jawab Rosalind gugup. Dia menelan ludah untuk membersihkan tenggorokannya.
Adelio membuka jasnya. Wangi tubuhnya tercium sangat kuat oleh Rosalind.
"Kau sepertinya... sangat suka bertanya." Kata Rosalind pelan, seolah seperti dia sedang berbisik. Berdua dengan Adelio di ruangan yang sama perlahan membuatnya melupakan siapa dirinya.
"Kau benar." Kata Adelio. "Aku tidak suka kecerobohan. Tapi bukankah pelukisnya adalah orang seperti itu?" Dia memandang pada lukisan. "Arti dari lukisan ini adalah kekacauan. Benarkan?"
Mulut Rosalind menganga. Dia tidak pernah mendengar penjelasan mengenai karya pelukis ini dengan begitu detail.
"Kau benar." jawabnya pelan.
Adelio memberikannya sebuah senyum kecil. Bibirnya menarik sebuah senyum. Dagunya yang kokoh. Juga tubuhnya yang terliah kuat.
"Apakah telingaku yang salah mendengar atau kau baru saja membenarkan perkataanku, Rosalind?"Adelio berbisik dan kembali memandang lukisan di depannya. Dia merasakan panas di paru-parunya.
"Kau benar. Kau memiliki selera seni yang tinggi." Rosalind mengambil resiko dengan menatap sekilas ke samping.
Adelio menatapnya dengan mata yang gelap. "Biarkan aku bantu membuka jaketmu." Kata Adelio sambil mengurulkan tangannya.
"Tidak." Pipi Rosalind memanas ketika nada suaranya membesar. Kesadaran dirinya hilang karena ketertarikannya pada Adelio.
Tangan Adelio berada di sekitarnya. "Aku akan mengambilnya."
Rosalind membuka mulutnya untuk berdebat, tapi terhenti ketika dia sadar kalau tatapan Adelio menguncinya dan sedikit mengangkat alisnya. Rosalind memberinya pandangan pura-pura jengekel dan membuka jaketnya pada Adelio. udara terasa begitu sejuk di sekitar bahu telanjangnya. Tatapan Adelio terasa hangat.
"Ikut aku." Kata Adelio. Dia menaruh jaket Rosalind dengan rapi di sebuah sofa, kemudian membawa Rosalind turun ke lorong samping galeri di mana terdapat sebuah cahaya kekuningan. Dia membuka salah satu pintu masuk dan Mempersilahkan Rosalind masuk ke dalam.
Rosalind mengira akan melihat ruangan lain yang luar dan besar, namun ruangan ini justru lebih sempit dengan lantai yang bertingkat menuju ke sebuah jendela besar yang terdapat kain putih yang berkibar karena tiupan angin. Adelio tidak menyalakan lampu. Kamar itu adalah sebuah balkon sempit yang terdapat sebuah jendela tanpa kaca yang memantulkan cahaya pada danau di luar yang gelap.
Adelio berjalan ke arah jendela tanpa bicara dan Rosalind mengikutinya.
"Pemandangan yang indah. terlihat hidup. Gedung.. dan lainnya." Kata Rosalind kagum dengan suara yang pelan.
Adelio memandangnya dan tersenyum. Rasa malu membanjiri Rosalind.
"Maksudku, Pemandangan ini terlihat seperti itu. aku pikir selalu seperti itu. Seperti memiliki jiwa. Nyawa. Terutama di malam hari seperti ini. Aku bisa merasakannya." Jelas Rosalind.
"Aku tahu kau bisa merasakannya. Itulah kenapa aku memilih lukisanmu." Jawab Adelio.
"Bukan karena kesempurnaan dari garis lurus dan barang tiruan?" tanya Rosalind.
"Tidak bukan itu." Jawab Adelio dengan tersenyum.
Perasaan senang memenuhi tubuh tubuh Rosalind. Adelio ternyata mengerti tentang karyanya. Dan dia akan memberikan sesuatu yang Adelio inginkan.
Rosalind memandang pada pemandangan yang mengagumkan di depannya. "Aku mengerti yang kamu maksudkan." katanya, suaranya bergetar penuh kegembiraan. "Aku tidak mengambil arsitektur selama satu setengah tahun, dan aku akan sangat sibuk dengan kelas seniku. AKu tidak akan memperhatikan buku-buku, atau mungkin aku tidak akan melihatnya lgi. Tapi, aku merasa malu karena tidak melihatnya sekarang." Kata Rosalind, melihat pada duua gedung paling terkenal yang dilapii garis hitam dan berbintik emas berkilauan terang. Rosalind menggelengkan kepalanya. "Kau membuat gedungmu terlihat begtu modern, bentuk yang sederhana dari arsitektur yang sempurna. Hebat." Kata Rosalind lagi.
Gedung milik Adelio sama sepertinya. Tegas dan kuat, elegan dengan gaya eropa modern. Rosalind tersenyum pada pemikirannya.
"kebanyakan orang tidak melihat pengaruhnya sampai aku menunjukan pemandangan ini." Kata Adelio.
"Kau jenius Adelio." Kata Rosalind jujur. Dia melihat ke arah Adelio dengan pandangan bertanya. "kenapa kau tidak menunjukan ini pada pers?"
"Karena aku tidak melakukannya untuk mereka, aku melakukannya untuk kesenanganku sendiri."
Rosalind merasa terjebak oleh tatapan Adelio dan tidak memberikan tanggpan.
Sebaliknya Adelio, tidak tahu mengapa kata0kata Rosalind menyebabkan sensasi berbeda padanya saat ini.
"Tapi aku senang, kalau kau juga senang." Kata Adelio. "AKu punya sesuatu yang lain untuk kutunjukan padamu."
"Benarkah?"
Adelio mengangguk lagi. Rosalind mengikutinya, senang bahwa Adelio tidak bisa melihat warna pipinya.
Adelio membawanya ke sebuah kamar lain yang di kelilingi oleh lemari buku hitam. Adelio berhenti di belakang pintu, melihat reaksi Rosalind yang memandangnya dengan penuh curiga. Tatapan Rosalind berhenti dan mengunci tatapannya ke arah lukisan diatas perapian. Dia membeku. Tanpa sadar dia juga berjalan ke arah lukisan itu dan mengetahuinya kalau itu adalahnya karyanya.
"Kau membeli ini dari Atlas?" Bisik Rosalind.
Billi Atlas adalah teman sekamarnya yang juga aalah seorang pemilik galeri. Rosalind menatap lukisan itu, ini adalah lukiran pertamanya yang berhasil terjual. Dia bersikeras memberikannya pada Billi sebagai jaminan atas pinjamannya satu setengah tahun lalu, ketika dia terpuruk dan tidak memiliki apa pun sebelum pindah ke kota ini.
"Ya." Jawb Adelio, suaranya terdengar dari samping Rosalind.
"Billi tidak pernah mengatakannya."
"Aku meminta Evan membelinya untukku. Galeri mungkin tidak akan pernah tahu siapa sebenarnya yang membeli lukisan ini."
Rosalind menelan ludah dan pandangannya beralih pada gambaran seorang pria penyendiri yang berjalan di tengah taman di pagi buta. Dia merasakan tatapan tajam dari pria yang berdiri di sampingnya. Dia melihat ke arah Adelio dan tersenyum. Sangat memalukan bagunya karena tanpa sadar air mata tergenang di matanya. Dia menyeka matanya. Semua ini membuatnya sangat tersentuh, melihat lukisannya ada di dalam rumah Adelio.
"Aku pikir lebih baik aku pulang," Kata Rosalind.
Hatinya mulai bergemuruh dalam keheningan.
"Mungkin itu yang tebaik."Kata Adelio pelan. Adelio berbalik dan terlihat lega atau karena menyesal ketika melihat Rosalindberjalan ke luar. Adelio mengikutinya. membisikan ucapat terima kasih ketika mengambilkan jaketnya, kemudian mereka berjalan menuju ke pintu keluar.
Rosalind berusaha tenang ketika mencoba mengambil jaketnya dari Adelio. Rosalind menelan ludah dan berbalik membiarkan Adelio membantunya memakai jaket itu. Jari-jari Adelio menyapu pundaknya dan dengan lembut menarik rambutnya keluar jaket dan merapikan punggungnya.
Rosalind tidak bisa menahan getaran dan menduga ini karena berasal dari sentuhan Adelio. "Warna yang sempurna." Bisik Adelio, tetap memegang rambutnya, mengimkan tanda bahaya dari kegelisahannya yang mulai naik.
"Aku akan menyuruh supirku, Hendrik mengantarmu pulang." Kata Adelio setelah beberapa saat.
"Tidak." Jawab Rosalind. Dia tidak bisa bergerak. Seketika dia merasa lumpuh. Setiap sel dalam tubuhnya menegang dengan waspada. "Temanku akan datang untuk menjemputku sebentar lagi."
"Maukah kau datang ke sini untuk melukis?" tanya Adelio, suaranya terasa begitu dalam dan dekat hanya beberapa inci dari telinga Rosalind.
"Ya."
"Aku ingin kau memulainya hari senin, aku akan menyuruh Hendrik untuk menyediakanmu kartu tanda masuk dan password di liftnya. Semua yang kau butuhkan akan di sediakan ketika kau datang." Kata Adelio.
"Aku tidak bisa datang setiap hati. Aku punya beberapa kelas. Terutama di pagi hari dan aku bekerja sebagai pelayan dari jam tujuh pagi sampai tutup setiap hari minggu."
"Datang saja sebisamu. Yang penting kau mau datang."
"Ya, tentu saja." Kata Rosalind mengatur tenggorokanya yang serak. Adelio tidak melepaskan tangannya dari bahunya.
Apakah Adelio tahu kalau jauntungnya berdetak kencang? Dia harus keluar dari sini. Sekarang. Dia harus membuang Adelio jauh-jauh dari pikirannya. Dia tiba-tiba bergerak menuju lift, tergesa-gesa menekan tombol di dinding. Dia berpikir untuk menekannya lagu, tapi dia salah. Pintu lift terbuka. "Rosalind?" Panggil Adelio ketika.
"Ya?" Dia berbalik.
Adelio berdiri dengan tangan di belakang punggungnya. "Sekarang kau punya jaminan keuangan. Aku lebih suka kau tidak berkeliling di jalanan di pagi hari untuk mencari inspirasi. Kau tidak pernah tahu apa yang mungkin akan kau hadapi. Itu berbahaya."
Mulut Rosalind melongo keheranan. Dia melangkah ke depan dan menekan tombol, membuat pintu tertutup. Pandangan terakhir yang dia lihat alaha tatapan dari wajah Adelio yang tenang. Detak jantungnya bergemuruh di telinganya.
Dia melukisnya empat tahun yang lalu. Itulah yang akan dia katakan pada Adelio. Adelio tahu bahwa dia mengamatinya berjalan dalam kegelapan, jalan sepi pada malam hari sementara dunia sedang beristirahat dengan hangat di ranjang mereka.
Rosalind tidak menyangka dengan pikirannya saat ini, dia tidak tahu sampai dia melihat lukisan itu dan tidak di ragukan lagi. Adelio Carlos adalah pria dalam lukisan itu dan dia ingin Rosalind mengetahuinya.
Adelio mengatur pikirannya agar Rosalind keluar dari otaknya selama beberapa hari penuh. Adelio pergi keluar kota dan menyelesaikan proyek aplikasi game. Setiap pekerjaan dan pertemuan-pertemuan menahannya di kantor hingga lewat tengah malam. Dan ketika dia sampai di tempat tinggalnya, suasananya menjadi suram dan sepi.Sulit untuk berbohong kalau Rosalind Prada tidak memenuhi pikirannya. Adelio dengan kejam mengaku pada dirinya sendiri ketika dia naik lift menuju tempat tinggalnya pada selasa malam. Dia tahu kalau Rosalind akan datang ke dunianya dengan cepat, seperti kilatan cahaya. Bahkan pengurus rumah tangga tanpa dosa memberinya kabar tentang pertemanannya dengan Rosalind. Adelio senang mengetahui kalau wanita tua itu bisa berteman dengan Rosalind, dia juga sesekali mengundang Rosalind ke dapur untuk minum teh bersama. Adelio juga senang mendengar kalau Rosalind merasa nyaman di rumahnya.Dia bertanya pada dirinya sendiri, apa urusannya dengan semua ini. Lu
Rosalind menyesal melihat Evan memberinya lambaian yang ramah saat berjalan keluar ruangan ketika dia hendak akan masuk. Suasana bertambah berat ketika pintu tertutup di belakangnya dan tinggal dia sendiri bersama Adelio. Rosalind berhenti di tepi meja."Mendekatlah. Tidak apa-apa." Kata Adelio.Rosalind mendekatinya dengan hati-hati. Hal ini membuatnya merasa tidak nyaman untuk melihat ke arah Adelio. Wajah tampannya tenang, seperti biasa. Dia terlihat terganggu dengan memakai sepasang celana pendek dan kaus putih sederhana. Bajunya semakin ketat karena keringat di tubuhnya membuat tubuh kekarnya yang berotot semakin terlihat.Prioritasnya adalah bekerja untuk Adelio. Tapi, tubuhnya sangat indah. Rosalind mencoba mengabaikan bau harum yang keluar dari tubuh bersih, sabun rempah bercampur dengan keringat."Bagaimana kabarmu?" Tanya Adelio dengan sopan, suaranya yang tenang cocok dengan sinar matanya. Adelio selalu membuatnya bingung. Sep
Insting Rosalind mengatakan kalau bergaul dengan orang seperti Adelio Carlos bukanlah ide yang bagus. Dia tahu dia sudah keluar jalur setiap kali Adelio menatapnya dengan sinar yang misterius dari matanya. Bukankah Adelio pernah memperingatkannya dengan cara halus kalau dia berbahaya?Sekarang semuanya terbukti ketika Adelio menekannya ke dinding seolah ingin menyantapnya seperti Rosalind adalah makanan terakhirnya."Oh, kalian berdua ada di sana. Maafkan aku." Kata seseorang.Adelio mengangkat kepalanya menghentikan ciuman liarnya dan tatapan Rosalind terkunci dengan tatapannya. Adelio menggeser tubuhnya membuat Rosalind terhalang dari siapa pun yang datang."Ada apa?" Tanya Adelio tajam. Rosalind memandang sekeliling, bingung dengan apa yang sedang terjadi dan bagaimana bisa dia berakhir di ujung dinding dan berciuman dengan ganas bersama seorang Adelio Carlos.Sebuah langkah kaki berhenti. "maafkan aku. Ponselmu berdering tanpa henti di ruang ga
Rosalind duduk di meja dapur dengan murung memandang Billi sedang memanggang roti."Apa yang membuat suasana hatimu buruk? Bukankah suasana hatimu bersinar sejak kemarin? Apa kau masih bisa menyelesaikannya?" Tanya Billi, menunjuk pada kenyataan bahwa dia langsung pulang setelah kuliahnya kemarin dari pada pergi ke rumah Adelio untuk melukis."Tidak, aku baik-baik saja." Jawab Rosalind dengan senyum meyakinkan.Awalnya, Rosalind merasa putus asa dan marah atas apa yang Adelio katakan dan lakukan, di tempat latihan dua hari yang lalu, tapi setelah itu dia bertambah cemas. Bukankah yang terjadi sudah mempertaruhkan harga dirinya? Bukankah perkataannya menunjukkan kalau dia tidak berharga bagi Adelio dan membuangnya? Bagaimana kalau Adelio mengakhiri perjanjian mereka dan Rosalind tidak bisa membayar uang kuliahnya? Rosalind bukan karyawannya, tidak lagi setelah semua yang terjadi. Dia tidak punya kontrak. Bukankah reputasi Adelio terkenal karena kekejamannya?
Sayang sekali, Adelio tidak ada ketika Rosalind datang ke apartemennya di sore hari. Bukan berarti dia mengharapkan sesuatu dari Adelio. Dia biasanya tidak begitu. Ragu-ragu tentang apa yang harus dia lakukan mengenai ciuman itu, pekerjaannya, belum lagi tentang masa depannya, dia masuk ke ruangan yang dia gunakan sebagai studio.lebih dari lima menit, dia melukis dengan gugup. Adelio Carlos tidak nyata untuknya. Meskipun dia juga tidak nyata untuk Adelio Carlos. Tapi lukisan itu nyata. Hal itu masuk ke dalam otaknya dan mengalir ke dalam darahnya. Dia harus menyelesaikannya sekarang.Dia tenggelam dalam pekerjaannya selama berjam-jam, akhirnya kreativitasnya mengalir tanpa sadar sampai matahari tenggelam di balik gedung-gedung bertingkat.Pengurus rumah mengaduk sesuatu di mangkuk ketika Rosalind masuk ke dapur untuk mengambil air. Dapur Adelio mengingatkannya pada salah satu ruangan milik bangsawan inggris yang besar, dengan peralatan memasak yang mungkin pern
Billi mengemudikan mobil Oki dengan pelan pada sabtu malam di lalu lintas yang sangat sibuk. Oki agak sedikit mabuk setelah mendengarkan Band bermain selama dua jam. Meskipun begitu mereka menjadi gila."Ayolah Ros." Rafa mendorong dari kursi belakang. "Kita semua akan mendapatkan satu.""Kau juga Billi?" Tanya Rosalind dari tempat duduk di kursi penumpang.Billi mengangkat bahu. "Aku selalu ingin punya tato di lengan kananku dengan model kuno, seperti jangkar atau yang lainnya." Katanya, berkedip dan tersenyum pada Rosalind ."Dia mempertimbangkan untuk menjadi bajak laut." Canda Oki."baiklah aku tidak akan ikut membuatnya sampai aku punya waktu untuk menggambar designnya sendiri." Kata Rosalind dengan tegas."Kau adalah perusak kesenangan." Kata Oki dengan keras. "Dimana letak kesenangannya kalau tato di rencanakan terlebih dahulu? Kau harusnya bangun dengan kaget keesokan harinya karena kau tidak ingat kapan kau membuat tato.""Ap
Pintu lift tertutup dengan pelan, dan Rosalind mengikuti Adelio masuk ke dalam apartemennya, perasaan yang sama, sebagian adalah rasa takut yang bercampur dengan ragu dan kegembiraan."Ikut aku ke kamarku." Kata Adelio.Kamarku. Kata itu menggema di kepala Rosalind. Dia mengikuti Adelio di belakangnya, merasa seperti anak sekolah yang tertangkap basah. Antisipasi yang tidak bisa di sangkal, dia merasakan sesuatu yang tidak bisa dia mengerti. Bagaimana pun juga, dia tahu jika dia menyeberangi pintu menuju kamar Adelio, hidupnya akan berubah selamanya. Seolah Adelio mengerti hal ini, dia berhenti di depan pintu kayu."Kau belum melakukan ini sebelumnya kan?" Tanya Adelio."Tidak." Rosalind mengakui. "Apakah itu tidak masalah bagimu?""Ini bukan yang pertama. Aku sangat menginginkanmu, tapi aku juga sadar tentang kepolosanmu." Katanya dan menatap Rosalind. "Apa kau yakin ingin melakukannya Rosalind?""Katakan padaku tentang satu hal.""A
Adelio menatap Rosalind. Lubang hidungnya mengembang dan wajahnya kaku sebelum dia tiba-tiba berdiri."Kita mulai sekarang. Membungkuk ke depan dan letakkan tanganmu di lutut." Perintah Adelio."Ya Tuhan, kau sangat cantik. Membuatku frustasi karena kau tidak menyadari semua itu, Rosalind."Rosalind menutup matanya ketika Adelio membelai punggungnya. Dia tidak membuka matanya ampai Adelio berhenti membelainya. Kemudian sebuah pukulan mendarat di pantatnya. Matanya melebar dan dia berteriak. Sengatan rasa sakit itu memudar dengan cepat."Kau baik-baik saja?" Tanya Adelio"Ya." Jawab Rosalind jujur.Rosalind bernafas keras ketika pukulan lain menderanya lagi. Adelio mengangkat tangannya dan menampar pantat kanan kemudian sebelah kiri, berganti lagi ke kanan dalam irama yang cepat. Rosalind mengigit bibirnya untuk tidak berteriak. Adelio sangat berpengalaman dalam hal ini, pukulannya tepat, tegas, cepat tapi tidak terges-gesa. Adeli
Sudah lewat tengah malam ketika Adelio membukakan pintu kamarnya untuk Rosalind dan dia berjalan ke dalam kamar yang elegan dengan lampu yang remang-remang."Aku pikir mungkin aku tidak akan pernah berada di dalam kamar tidur ini lagi." Kata Rosalind, melirik ke sekitarnya. Mereka pernah bersama-sama sepanjang malam, Adelio tidak pernah meninggalkan sisinya, Rosalind sangat sadar ketika Adelio memperkenalkannya kepada pelukis dan beberapa kolektor seni atau menunjukkan padanya empat lukisannya yang sudah di perbaiki, atau mereka berbicara dengan teman-teman dan keluarga. Sementara itu, Rosalind bertanya-tanya apa yang sedang ada di pikiran Adelio, apa yang akan di katakan Adelio saat mereka hanya berdua, secara pribadi?Rosalind telah di tawari kerja sama oleh tiga galeri terkenal untuk koleksi di masa yang akan datang dan di minta untuk melakukan pameran di sebuah museum di Italia. Dia melihat ke arah Adelio saat itu, karena Adelio adalah pemilik semua lukisannya saat ini, tapi Adeli
Sepuluh hari kemudian, Billi berdiri di depan lemari baju Rosalind mengenakan jas dan mengaduk-aduk gantungan di sepanjang rak sementara Rosalind memandangnya dengan lesi dari tempatnya duduk di tepi tempat tidurnya."Bagaimana dengan ini?" Tanya Billi, memegang sebuah gaun dan mengeluarkannya dari lemari.Rosalind berkedip ketika melihat Billi memegang gaun yang dia kenakan untuk acara perayaan beberapa waktu yang lalu, di malam dia bertemu Adelio untuk pertama kalinya. Rasanya mustahil kalau hidupnya telah berubah drastis sedemikian rupa dalam waktu yang singkat. Rasanya tidak mungkin kalau dia jatuh cinta dengan cepat, dan kemudian tersesat di dalamnya. Tapi kemudian ketika dia mempertimbangkan segalanya, itu membuat perasaannya semakin sedih.Billi memperhatikan Rosalind yang kurang antusias pada gaun itu. "Apa? Gaun ini manis.""Aku tidak ingin pergi." Kata Rosalind, suaranya terdengar serak karena jarang bicara."tentu saja kau akan pergi." Kata Billi, memberinya tatapan tajam.
Adelio tidak bicara pada Rosalind di mobil menuju bandara, dia hanya menatap lurus ke depan saat dia menyetir, jari-jarinya memutih saat dia menggenggam setir dengan erat. Ketika Rosalind mencoba untuk memecah kesunyian dengan meminta maaf, Adelio segera memotongnya."Bagaimana kau tahu di mana aku berada?" Tanya Adelio tanpa memandang Rosalind."Aku pernah dua kali melihatmu dengan dokter Julia, salah satunya di Paris dan satunya lagi di rumahmu. Dan pengurus rumah mengatakan kalau dia adalah seorang dokter." Jawab Rosalind.Adelio berbalik menatapnya dengan tajam. "Itu bukan jawaban, Rosalind.""Aku... aku tahu kalau kau melihat situs tentang rumah sakit itu beberapa kali saat aku meminjam tabletmu untuk belajar peraturan mengemudi." Rasa bersalah membuat Rosalind semakin tidak berdaya ketika dia menyadari kalau Adelio menatapnya dengan marah."Kau memeriksa aktivitasku?" Tanya Adelio dengan nada tidak percaya."Ya." Jawab Rosalind, dia mengakuinya. "Aku minta maaf. Aku hanya khawat
"Bagi orang yang mengenal dan mencintai Helena sebelum dia sakit mereka pasti mengingat kalau dia adalah orang yang sangat baik, itu lebih baik dari pada mereka melihat bagaimana kutukan ini menghancurkannya, menghilangkan jati dirinya, jiwanya. Mungkin apa yang kami lakukan salah. Atau juga tidak. Adelio sebenarnya tidak setuju dengan keputusan kami ini.""Dia masih berumur sebelas tahun ketika ibunya kembali ke sini, benar kan?" Tanya Rosalind."Hampir." Jawab nenek Adelio. "Tapi kami tidak mengatakan pada Adelio kalau ibunya masih hidup dan di rawat di sini sampai dia berusia dua puluh lima tahun. Cukup tua untuk memahami kenapa ami membuat keputusan ini untuk melindungi dia. Adelio saat itu hampir sama seperti kebanyakan orang, berpikir kalau ibunya sudah meninggal."Suasana tiba-tiba menjadi sunyi. Rosalind sibuk memproses informasi ini di kepalanya."Adelio pasti sangat marah ketika dia mengetahuinya." Kata Rosalind, diia tidak bisa menahannya."Tentu saja." Jawab nenek Adelio k
Billi menawarkan diri untuk menemani Rosalind ke London, tapi tentu saja Rosalind langsung menolaknya. Ketika dia mengatakan pada Billi tentang rencananya, tujuannya yang tidak jelas dan mengatakan kalau dia tahu dari pengurus rumah kalau Adelio mungkin punya masalah keluarga di London dan dia memutuskan untuk ke sana dan memberinya dukungan.Sebenarnya, Rosalind tidak ingin Billi tahu kalau dia sedang membuat rencana bodoh tanpa tahu apa yang akan dia lakukan saat turun dari pesawat nanti. Satu hal yang dia tahu adalah apa pun yang sedang di lakukan Adelio di London, membuat Adelio menderita, dan dia memilih untuk melindungi orang lain dalam hidupnya dari penderitaan itu.Adelio akan sangat marah padanya dan ini akan menjadi suatu keajaiban jika Rosalind bisa menemukannya. Meskipun dia tidak bisa tahan memikirkan tentang Adelio yang sedang menderita sendirian. Dan dia menjadi sangat yakin tentang kunjungan darurat Adelio ke London itu berhubungan dengan iblis yang ada dalam dirinya
"Ini adalah hari terbaikku." Kata Rosalind saat mereka memasuki kamar Adelio. "Pertama lukisanku, terima kasih sekali lagi untuk itu. Kemudian mengendarai sepeda motor, motor yang sangat mengagumkan. Kemudian makan sambil mendengarkan band konser di taman.""Kita bahkan tidak bisa mendengar apa pun saat konser. Justru terdengar seperti seseorang sedang berteriak histeris yang sangat mengganggu pendengaranku." Gumam Adelio. Rosalind berbalik agar Adelio bisa membantu membuka jaketnya. mengabaikan komentar keringnya, Rosalind menyadari Adelio sedang tersenyum dan dia tahu kalau dia tidak terpengaruh oleh apa yang baru saja Adelio katakan."Itu karena kau tidak tahu lagunya." Balas Rosalind, menolak merasa apa pun selain rasa gembira."Kegaduhan itu kau sebut lagu?" Tanya Adelio sambil meletakkan jaket Rosalind di kursi.Rosalind berbalik menghadapnya. "Kau terlihat sangat menikmatinya tadi."Adelio menggelengkan kepalanya. Rosalind tertawa. Rosalind menunjuk pada kenyataan kalau mereka
Adelio memakai celana jeans yang sangat pas untuknya yang menggantung rendah di pinggangnya, dengan salah satu kaos putih yang dia pakai di bawah jaket kulitnya. Napas Rosalind tertahan karena pemandangan dari pria di depannya. Rosalind tidak akan pernah letih melihat tubuh berotot milik Adelio."Apa yang kau lakukan?" Tanya Rosalind ragu saat dia berjalan keluar dari kamar mandi."Aku mengubah pikiranku." Jawab Adelio."Tentang apa?" Tanya Rosalind sambil menatapnya bingung."Tentang bekerja. Ayo kita mengendarai motor. Aku ingin melihat aksimu." Kata Adelio dengan nada bersemangat.Mulut Rosalind menganga karena terkejut dengan perubahannya yang tiba-tiba. Tawa keras kemudian meledak dari tenggorokannya. Rosalind tidak bisa mempercayainya. Adelio akan melakukan sesuatu yang begitu mendadak, begitu spontan? Adelio?Rosalind memakai jaket kulitnya lagi rasa gembira melandanya. Kemudian dia pergi ke meja dan mengambil helm dan sarung tangannya."Kau bersama dengan pengendara yang san
Sepuluh menit kemudian, Rosalind mengetuk pelan pintu kamar Adelio. Rosalind masuk ketika dia mendengar suara Adelio dari jauh "Masuk." Adelio duduk di sofa yang ada ditengah-tengah ruangan, setelan jasnya tidak terkancing. Kaki panjangnya di tekuk di depannya. sedang melihat pada ponselnya, tatapannya tertuju pada Rosalind saat Rosalind berjalan mendekatinya."Aku hanya terkejut melihat lukisan-lukisan itu lagi." Kata Rosalind. "Aku minta maaf karena pergi begitu saja.""Kau baik-baik saja?" Tanya Adelio, meletakkan ponselnya di sofa.Rosalind mengangguk. "Aku hanya, aku hanya sedikit bingung menghadapi ini."Keheningan terjadi saat Adelio mengamati Rosalind."Aku pikir itu akan membuatmu bahagia. Lukisan itu." Kata Adelio.Mata Rosalind seakan terbakar dan dia segera menunduk menatap karpet di bawahnya. Dia pikir dia sudah menghabiskan air matanya untuk hal ini."Lukisan itu membuatku bahagia. Lebih dari yang bisa aku katakan." Rosalind memberanikan diri untuk menatap Adelio. "Bagai
Rosalind melangkah keluar dari lift dan berjalan masuk ke dalam ruang tamu di rumah Adelio. Banyak hal yang berubah sejak pertama kali dia masuk ke dalam dunia Adelio. Perasaan gembira sekaligus gelisah saat memasuki rumahnya yang tenang dengan Adelio yang berada tepat di belakangnya terasa begitu familiar."Sebelah sini." Kata Adelio. Suaranya parau dan tenang saat jarinya dengan lembut membelai belakang lehernya. Antisipasi dan keingintahuannya muncul ketika Rosalind mengikuti Adelio ke ruangan yang dia tahu itu adalah perpustakaan dan sekaligus kantor di mana lukisan yang dia lukisan di gantung.Ketika Adelio membuka pintu dan Rosalind yang pertama masuk ke ruangan itu, Hal pertama yang dia lihat adalah sosok seorang pria yang sangat akrab sedang melakukan sesuatu."Billi?" Kata Rosalind, merasa sangat terkejut melihat temannya berada di ruangan kerja Adelio.Billi menengok dari balik bahunya dan tersenyum. Dia meletakkan lukisan yang telah dia susun dan berbalik menghadapnya. Rosa