Home / Romansa / When I Meet You / MEMANGNYA HARUS SEMPURNA?

Share

MEMANGNYA HARUS SEMPURNA?

Author: Key Nara
last update Last Updated: 2021-04-08 20:21:40

Mataku membola tatkala mendapati nenek berdiri di halaman samping untuk menjemur pakaian.

Dengan langkah yang tergesa-gesa menuruni tangga dengan pandangan tak teralihkan dari objek di depan sana, aku membuka pintu halaman samping sedikit kencang.

Sontak hal itu langsung membuat nenek kaget dan menoleh ke belakang, tepatnya menatapku dengan kedua alis yang terangkat diantara kulit keriput diwajahnya.

"Lu, ada apa?" tanyanya bingung. Kulihat gerakan kedua tangannya yang hendak menjapit sebuah baju terhenti.

Aku terkekeh setelah menegakan badan, menggaruk leher bagian belakangku yang sebenarnya tidak gatal.

"Nek, tidak perlu repot menjemur baju. Lu saja yang melanjutkannya." Aku langsung mengambil alih penjepit baju dan bak ukuran sedang yang masih berisi tumpukan baju yang sudah dikeringkan mesin cuci.

"Kamu berangkat sekolah saja, Lu," tolak nenek pelan.

Aku menggeleng tidak setuju dengan perkataannya barusan.

"Masih ada waktu, nek. Sudah, nenek sarapan saja dulu," ujarku.

Aku menuntun nenek keluar dari halaman samping.

Terlihat nenek menurut saja, tubuh rentanya yang sudah ringkih kutuntun keluar dari ruangan panas ini.

Setelah mendudukan nenek di meja makan dan tersenyum ke arahnya, aku kembali menuju ruang samping untuk menyelesaikan baju yang belum dijemur.

Lagi-lagi helaan napas kasar keluar dari mulutku, melihat nenek mengerjalan pekerjaan rumah susah payah seperti itu membuatku seperti tercubit.

Aku meringis mengingat kejadian beberapa waktu lalu saat mendapati nenek terpeleset sabun kamar mandi yang tumpah.

Rasanya ingin menangis saat itu juga.

Kurang lebih sepuluh menit menjemur pakaian dan meletakan bak ukuran sedang itu pada tempatnya, aku memasuki rumah kembali dan berjalan menuju meja makan.

Senyumku terpit tatkala mendapati nenek duduk dengan mulut mengunyah buburnya.

"Nek, Lu berangkat sekolah dulu, ya," pamitku lalu menyalaminya.

Nenek menampakan ekspresi wajah bingung menatapku, "Tidak sarapan?" tanyanya.

Aku menggeleng dengan senyuman tipis, "Takut terlambat. Lu sarapan di sekolah saja," jawabku.

Nenek mengangguk-angguk beberapa kali sebagai tanggapan.

"Hati-hati di jalan, Lu," ucap nenek dengan nada khawatirnya.

Aku mengangguk, dan kembali berjalan menuju pintu keluar tanpa menatapnya kembali.

Setelah menutup gerbang rumah minimalis ini, aku kembali melangkah menuju halte bus.

Kedua tanganku masuk kedalam saku rok sekolahku. Rambut panjang bergelombang yang biasanya diikat, kini kugeraikan bebas.

Beberapa remaja berseragam sama sepertiku juga banyak yang menunggu bus di halte. Rumah mereka satu komplek denganku, aku tahu karena terlihat familiar wajahnya. Ya, walau tidak mengetahui namanya.

Tak butuh waktu lama untuk menunggu, bus tujuan sekolahku sampai. Aku dan beberapa siswa lainnya masuk ke dalam bus itu. Menempelkan kartu langganan dan duduk rapi.

Kursi tunggal samping jendela selalu menjadi tempat pilihan finalku. Mendudukkan tubuh di bangku itu dan mengeluarkan earphone dari tas sekolahku. Menyalakan musik dan mulai terpejam dengan napas yang teratur.

Aroma khas bus ini selalu membuatku mual dan senang secara bersamaan.

Euforiaku selalu meningkat bila berada dalam bus ini. Tempat tersering bila aku hanyut dalam pikiranku sendiri.

Ah, berbicara perhial hal itu ... apa yang sedang Athala lakukan sekarang ya?

***

"Andalusia, kali ini kamu peringkat kedua, ya. Fadel yang menempati peringkat pertama. Tetap semangat belajar." ucapan Bu Lisa dengan diakhiri sebuah senyuman membuat kepalan tanganku terbentuk.

Lantas aku mengangguk dan membalas senyuman tipis pada wali kelasku itu.

Berjalan menuju tempatku tanpa menghiraukan tatapan teman-teman kelasku yang lain.

Netraku menatap kertas tipis berisikan nilai ulangan minggu kemarin dengan angka sembilan puluh enam yang ditulis menggunakan bolpoint merah.

Nilai Fadel sembilan puluh tujuh. Sial, kurang sedikit lagi.

Tak sadar bila kepalan tangan kananku meremas kertas hasil ulanganku sendiri.

Aku menatap Fadel yang menatap kertas digenggaman tangannya dengan raut wajah yang sangat puas.

Ya Tuhan, kali ini aku mengakui kekalahan. Namun mengapa ada secuil dari hatiku yang tidak terima melihatnya?

Lebih tepatnya tidak ingin posisi teratas dalam kelas ini diambil alih oleh Fadel, murid pindahan dari kota lain.

Aku kembali memfokuskan diri menatap penjelasan Bu Lisa di depan sana. Mencoba tak menanggapi keresahan dan kegundahan batinku meratapi hal ini.

Namun memang pada dasarnya aku yang selalu ingin menjadi sempurna. Aku termenung memikirkan hal ini.

Dulu, kejadian beberapa tahun silam selalu menghantui pikiranku.

Kekerasan ayah yang selalu menuntut diriku menjadi anak yang sempurna berhasil membuat karakter mennyebalkan itu tumbuh sempurna dalam tubuhku sendiri.

Benar, semua ini berawal dari ayah yang selalu terobsesi akan kesempurnaan dan gila martabat.

Laki-laki paruh baya itu selalu memintaku untuk belajar sepanjang hari tanpa memikirkan hal yang lain.

Bila nilaiku turun sedikit dan mempermalukannya dihadapan wali murid yang lain, beliau tak segan mencubit atau bahkan menampar pipi anaknya sendiri.

Namun sudahlah, tidak perlu dibahas hal lalu seperti ini.

Ayah sudah tenang di alam sana bersama bunda.

Dan yang harus dilakukan seorang anak sepertiku adalah mendoakan dan membuat mereka bangga.

"Andalusia, apa kau sakit?"

Pertanyaan dengan nada sedikit kencang itu membuatku tersadar dari lamunanku.

Mataku mengerjap beberapa saat, kemudian mengedar mendapati teman-teman sekelasku tengah menatapku dengan berbagai pandangan.

Aku kembali menatap Bu Lisa yang juga menatapku dengan dahi yang bergelombang, terlihat bingung.

"Kepalaku sedikit pusing, bu. Boleh izin ke UKS?" tanyaku.

Bu Lisa menghela napasnya, wanita paruh baya yang masih terlihat muda itu mengangguk memperbolehkan.

Aku tersenyum, kemudian bangkit dari duduk dan berjalan menuju pintu keluar untuk menuju UKS.

***

"Minum tehnya ya, Kak. Setelah itu istirahat dulu," Ucap Sely, petugas PMR yang merupakan adik kelasku.

Aku mengangguk saja, meraih gelas berisi teh panas yang ia sodorkan.

"Terima kasih, Sel," ucapku tulus.

Gadis berambut pendek itu mengangguk mengiyakan ucapanku barusan. Tanpa berkata apapun lagi, gadis itu keluar dari ruangan penuh obat-obatan ini.

Aku merebahkan tubuhku di ranjang UKS setelah menghirup teh buatan Sely.

Menengus sebal pada hidungku sendiri yang sangat sensitif dengan bau obat-obatan yang kurang familiar.

Tak sadar aku mulai terlelap karena pengaruh obat. Ah, biar kuceritakan hal masa lalu yang berhasil membuat karakter menyebalkan ini.

Dua tahun yang lalu, di kota yang sama dengan orang yang sama.

Tamparan keras yang ditunjukan untuk seorang gadis kecil kelas sembilan SMP terdengar memekikan telinga.

Aku memegang pipi kananku yang baru saja ayah tampar. Wajah laki-laki paruh baya itu memerah padam dengan napas yang memburu.

Tak sadar aku menelan ludahku susah payah mendapati perlakuan ayah yang sudah biasa ini.

"Untuk apa nilai bagus ini bila tidak sempurna, Andalusia?!" tanya ayah dengan suara meninggi.

Aku yang sudah terududuk mengenaskan di lantai tampak tak berniat menjawab pertanyaannya barusan.

Tanganku masih memegang pipi kananku yang masih berdenyut sakit.

Hanya karena ulangan semester akhir ini aku mendapat peringkat ketiga, ayah sampai seperti ini. Harisnya beliau memaklumi karena kondisi badanku yang kurang vit mengingat beberapa bulan lalu baru saja berduka karena kematian bunda.

Sejak saat itu, rasanya tak rela menanggap laki-laki paruh baya itu sebagai ayahku.

Ia lebih cocok disebut dengan iblis yang gila hormat yang mengorbankan anak satu-satunya. Yaitu aku.

Related chapters

  • When I Meet You   JANTUNG KECILMU APA KABAR?

    Bus yang tumpangi berhenti melaju, aku membuka mata dan mengedarkan pandangan. Tangan kananku terulur melepas earphone yang setia terpasang pada telingaku sepanjang perjalanan dari sekolah.Aku beranjak dan mengantre keluar dari bus. Tak seperti orang-orang kebanyakan yang turun dan kembali melanjutkan langkah kaki, aku memilih untuk duduk di halte ini lebih dulu. Bukan halte yang biasanya kusinggahi, halte ini dekat dengan rumah pohon. Setelah mendudukan tubuhku di kursi besi panjang yang paling ujung, mataku kembali mengedar. Ah, aku baru ingat. Hujan di perjalan tadi berhasil membuat genangan air dipinggir jalan. Aku menghirup udara sore ini, euforia disekitarku meningkat. Hujan selalu membuatku ingat pada Athala.Bunyi deringan ponsel dalam tas sekolah terpaksa membuatku berhenti menikmati suasana. Menggerogoh tas bagian depan dan mengambil benda pipih itu setelah melepaskan sambungan kabel earphone yang sebelumn

    Last Updated : 2021-04-08
  • When I Meet You   TAMPAK BAIK TANPAKU

    “Sebentar lagi latihan dimulai, Lu,” ucap Joo. Aku mengangaguk dan tersenyum tipis menanggapinya. “Aku ganti baju dulu.”Melihat Joo mengangguk, lantas aku kembali berjalan menuju ruang ganti. Embusan napas kasar keluar dari mulutku, rasanya menyebalkan bila hari libur seperti ini harus keluar rumah.“Andalusia, long time no see,” ujar seseorang saat aku selesai mengganti pakaian. Aku menoleh ke arah kamar mandi, memiringkan kepala dan mengeluarkan kekehan kecil dari mulutku. “Hello, jadi kau lawan mainku nanti?” tanyaku walau sudah mengetahui jawabannya. Lawan bicaraku ikut terkekeh, ia melipat kedua tangannya di depan dada, “Ah, aku baru ingat bila kita selalu menjadi musuh,” sindirnya.Aku ikut bersendekap dada, kedua rambutku yang belum sempat kugulung bergerak seirama dengan gerakan kepalaku yang kini tegak. “Aku tak pernah menganggapmu sebagai musuh Lee, kau hanya bangkai yang menolak busuk di hadapanku,” ujarku menusuk.

    Last Updated : 2021-04-08
  • When I Meet You   GUNDUKAN TANAH, MAKAM.

    “Harusnya kamu belajar dari Lee, dia bisa menjadi apa saja tanpa harus bekerja terlalu keras sepertimu!” seru ayah dengan tangan menunjuk Lee yang diam di ambang pintu kamarku.Saat itu, Lee dan aku belum bermusuhan seperti sekarang ini.“Ayah, kami berbeda. Lee bukan orang indonesia asli,” ujarku membela diri.Namun bukan tanggapan baik yang kudapatkan, ayah malah menampar pipi kiriku dengan sangat kencang, aku terduduk di karpet kamar dengan kedua tangan memegangi pipi kiri yang berdenyut sakit.Netraku melirik pada Lee, gadis itu sama terkejutnya denganku. Merasa iba akan tatapannya yang takut, aku menyuruh Lee untuk keluar dari kamarku melalui kontak mata. Lee yang mengerti pun langsung keluar dari kamarku tanpa menutup pintunya lebih dulu.“Ayah, aku berjanji semester depan akan jauh lebih baik lagi,” ujarku memelas. Tanganku tergerak memegangi kedua kakinya, memeluknya masih den

    Last Updated : 2021-04-08
  • When I Meet You   SIAPA MANUSIA YANG BISA KAU PAHAMI, LU?

    “Lu!” panggil Athala dengan tangan yang melambai-lambai.Tak sadar aku tersenyum membalas, bulan sabit yang tak pernah luntur dari wajahnya selalu berhasil menenangkan batinku.Tanganku tergerak ikut melambai-lambai kearahnya, sontak Athala tertegun dengan pergerakan tanganku. Laki-laki itu bergeming ditempat masih dengan pandangan menatapku.Mungkin karena Athala sangat jarang mendapatiku membalas sapaannya, bahkan ikut melambaikan tangan seperti ini.Tampak tak mengindahkan wajah bingungnya, aku mulai melangkah mendekatinya. Senyuman manis pada wajahku masih tercetak jelas, mengundang tatapan Athala semakin dalam.Aku mendudukan tubuhku di sampingnya, duduk menyerong seperti yang dilakukan Athala biasanya.“Ada apa, Tha?” tanyaku bingung karena tak kunjung mendapat respon dari laki-laki itu. Terlihat Athala tersentak dari lamunannya, laki-laki itu mengerjap beberapa kali dengan pandangan masih menatapku.Setelahnya kekehan k

    Last Updated : 2021-04-09
  • When I Meet You   TERLALU MEMAKSAKAN RAGA

    “Kan sudah nenek beritahu, Lu. Jangan terlalu banyak memikirkan hal-hal yang tidak penting,” nasehat nenek. Tanggannya sesekali meraih sapu tangan basah yang baru saja beliau letakan di dahiku.Mataku mengerjap, setelahnya terkekeh dengan pandangan penuh sayang pada nenek.“Tidak, nek. Hanya demam biasa,” ujarku menenangkannya.Nenek mengembuskan napasnya, beliau kembali meletakan handuk kecil yang barus saja diperas dalam sebuah baskom berukuran sedang yang diletakannya pada nakas samping ranjang tidurku.“Ini pasti karena kamu terlalu banyak memaksakan ortakmu,” ujar nenek lagi yang kembali mengundang kekehan keluar dari mulutku.“Yeah, mungkin karena akhir-akhir ini Lu sering memikirkan pelajaran di sekolah,” ujarku memperjelas.“Jangan terus menerus seperti itu,” nasehat nenek dengan pandangan khawatirnya.Aku mengangguk sembari membenarkan letak posisi berbaringku. Tanganku meraih tangan kanan nenek yang sebelumnya bertum

    Last Updated : 2021-04-09
  • When I Meet You   POHON HARAPAN DUNIA PIKIRAN

    “Kan sudah pernah kubertitahu, Lu. Merindukanmu tak pernah bisa kulewatkan,” ujar Athala yang semakin membuatku jatuh ke dalam pesona bola mata coklatnya.Ia tersenyum, kemudian menatapku dengan padangan seperti biasanya dengan reaksi tubuhku yang berbeda. Tak tersadrar aku merenung, mengosongkan pikiran."Ada apa Lu? Apa aku salah bicara lagi?” tanyanya menyadari perubahan raut wajahku dengan kedua alis yang terangkat.Aku mengerjapkan mataku, menatap ke arah lain selain menatap wajah Athala yang selalu berhasil meluluhkanku.“Tidak, aku hanya masih bingung akan dunia menyebalkan ini,” ujarku mmebela diri sendiri.Atahala terkekeh kecil menanggapiku, laki-laki itu bangkit dari duduknya, menepuk kedua tangannya yang sebelumnya ia gunakan untuk menopang tubuhnya agar beranjak dari rerumputan hijau yang juga kupijaki ini.Aku masih memalingkan wajahku ke arah lain, menolak menatapnya sebelum ia memanggil namaku seperti

    Last Updated : 2021-04-09
  • When I Meet You   QUE SERA-SERA

    Bel pulang sekolah berbunyi, terpaksa membuatku menghentikan gerakan tangan kanan yang sedang menggambar sebuah seketsa wajah. Mataku mengedar, menatap teman-teman sekelas yang tampak membereskan barang-barangnya.“Baiklah, Ibu akhiri pelajaran hari ini. Selamat sore!” ujar Bu Lisa dengan senyuman lebarnya.“Sore, bu,” seru teman-teman kelasku secara bersamaan.Satu persatu dari mereka bergegas pulang, beranjak dari kursi duduk yang berjam-jam menopang badan menuju pintu keluar dengan diiringi tawa penuh lega.Aku mendengus, sedikit iri kala melihat gadis-gadis seumuranku yang lain mudah mendapatkan teman.Merasa hal itu tak perlu kupikirkan sekarang, aku memilih ikut bergegas menuju pintu keluar setelah membereskan barang-barangku sendiri. Hanya senyuman tipis yang kutunjukan tatkala Hana, Dwi, dan Sanda yang hari ini bertugas piket menatapku dengan tatapan penasarannya. Apa aku semisterius itu?Sepertinya

    Last Updated : 2021-04-09
  • When I Meet You   DEKAPAN HANGAT ANDALUSIA

    Byur...Bunyi air kolam renang terdengar bersamaan dengan terjunnya diriku dan beberapa teman kelas. Joo juga ada di antara kami.Aku mulai berenang dengan gaya yang dimintai pembina hari ini, sesekali melirik pada Joo yang berenang tepat di sampingku, samar-samar kulihat di balik kacamata renangnya jika pandangan laki-laki itu lurus ke depan dengan raut wajah yang tak bisa kudeskripsikan. Sebenarnya ada apa dengan Joo?“Andalusia!” seruan Pak Yudi selaku pembina pelatihan renang hari ini membuatku kembali pada dunia nyata. Mataku mengedar, ternyata kedua kakiku kini menapak pada lantai kolam renang di dasar sana, bahkan aku baru menyadari bila kolam ini hanya sebatas dadaku.Bak orang lingling yang tak mengerti apa-apa, aku hanya bisa menyengir lebar tatkala Pak Yudi menatapku dengan tatapan elangnya.Joo tampak ikut menghentikan laju berenangnya, laki-laki itu berdiri tak jauh dari diriku dengan kedua tangan yang berk

    Last Updated : 2021-04-09

Latest chapter

  • When I Meet You   UNTUKMU, LEBIH DARI SUNGGUH

    “Ayo ikut pulang denganku saja.” Ucapan Athala yang tiba-tiba terlontar di tengah perbincanganku dengan Lee membuat kami bertega menoleh secara bersamaan. Aku terlebih dulu membenarkan letak ranesl yang kubawa agar berposisi dengan tepat pada pundak. Sedangkan kulirik sepasang sejoli di sampingku yang kaini juga tengah menatap Athala, Joo dengan raut wajah datarnya serta Lee tang mengulum senyum saat menatapku dengan kedua alis yang terangkat.Aku memutar bola mata malas menanggapi gadis itu, kemudian kembali beralih menatap Athala yanga kaini masih memfokuskan atensinya pada diriku tanpa memperdulikan keadaan sekitar yang bisa saja menyalah artikan kedekatan kami.Taoi harapanku juga begitu, aku dianggap sebagai orang terdekat Athala di mata mereka. Terlepas dari hubungan samar-samar kami, aku terlanjur mencintai laki-laki itu.“Kau tidak memakai motor?” tanyaku dengan kedua alis yang terangkat, juga berusaha menghiraukan tatapan menggoda Lee

  • When I Meet You   MALAM DAN DIRIMU

    “Andalusia bagaimana aku tidak paham sedari awal?” Lee berucap dengan suara cemprengnya setelah gadis itu berlari menuju ke arahku dengan langkah lumayan lebar. Dua jam yang lalu aku sampai di bumpi perkemahan dibantu Athala, seperti yang sudah kuduga semua orang di sini kewalahan saat mendapati kabar bila diriku hilang saat mencari kayu bakar.Aku menyirit bingung saat mendaoati gadis itu terduduk di sampingku dengan gerakan yang cukup gesit, Lee lebih dulu menyodorkan teh hangat dalam cup yang kubawa sendiri seperti yang sudah aku minta padanya untuk mengambilkannya di dapur buatan panitia di sisi utara.Tanganku terulur guna menerima gelas itu dan mengucapkan terima kasih. Kedua bola mataku kembali tertuju pada gadis itu saat mendapatinya menumpukan tubuhnya di atas karpet yang sama dengan ku dengan posisi sedikit menyerong.“Ada apa?” tanyaku dengan kedua alis yang terangkat. Merasa heran saja saat mendapati gadis itu berlari terpongoh-pong

  • When I Meet You   CAMPING PERTAMA DI KAMPUS 2

    Rombongan kampusku yang terdiri dari delapan bus untuk mahasiswa dan satu bus untuk panitia dan pengurus kampus sampai di tempat camping untuk dua hari ke depan.Aku membuka kelopak mata saat merasakan sapuan hangat pada pipiku oleh tangan seseorang di sisi kiri.Segera tersadar dan tak ingin berlama-lama dalam sandaran nyaman Athala, aku nemilih bangkit dari duduk dan merentangkan kedua tangan dengan netra tak terlepas dari pemandangan indah penuh warna hijau di luar sana.Setelah puas memandang, aku berbalik menatap sang presensi tegap yang masih terduduk di atas bamgkunya dengan wajah mebdonggak menatapku yang sedang berdiri sembari menampakan senyuman indah menawannya.Aku berdeham, bergegas menyadarkan Athala agar laki-laki itu bangkit dan memberikanku ruang untuk turun dari bus ini. Setidaknya, menyingkirkan kedua kakinya yang sejak keberangkatan bus menghalangi jalan keluarku.Namun aku mengangkat kedua alis saat melihatnya bergemi

  • When I Meet You   CAMPING PERTAMA DI KAMPUS 1

    Dua hari berlalu begitu saja, ini hari ke tiga Lee berada di rumah sakit setelah tiga hari ia dimintai untuk rawat inap lantaran penyakit magh-nya kambuh setelah sekian lama tidak menghilang tak mendera.Kedua langkah kakiku berjalan menyusuri koridor rumah sakit dengan suasana sedikit ramai dan sedikit sepi. Hanya ada beberapa suster dan dokter yang hilir masuk atau keluar dari sebuah ruangan ke ruangan yang lain, serta beberapa pasien yang duduk di kursi rode, berjalan menggunakan kedua kaki walau di papah manusia lain, dan ada yang juga yang menikmati kesendiriannya di bangku taman kecil yang ada di dalam rumah sakit cukup besar ini.Tanganku langsung membuka knop pintu kamar yang menjadi ruangan dimana Lee dirawat, namun rupanya gerakanku tak lebih cepat dnegan laki-laki paruh baya berjas putih yang kuingat menjadi dokter Lee selama beberapa hari ini dan seorang suster dengan papan berisi beberapa lembar kertas yang ada di pelukannya. Aku mengangguk sopan, kemudian men

  • When I Meet You   LEE TUMBANG

    Hari kembali berjalan semestinya, kedua langkah kakiku membawaku menuju keluar dari gedung fakultas setelah kelas pada hari ini berjalan lancar dan berakhir pada pukul empat sore. Aku belum menceritakan pada kalian perihal apa yang terjadi dengan dunia pikiran setelah Athala dan diriku bertemu di dunia nyata. Ada rasa sesal yang merelung dan sesak yang tak tampak saat kembali mengingat du nia pikiran, kali aini aku tak lagi punya kesempatan untuk pergi ke sana setiap harinya pada pukul 17.17 Wib pada seperi hari-hari sebelumnya.Dunia pikiran sepertinya sudah tak lagi emnampungku dan Athala, dunia itu ternyata salah satu bentuk Tuhan paling baikuntuk menmertemukan dua manusia yang terikat takdir sejak belum dilahirkan. Itu simpulan yang Athala berikan dan Athala pikirkan jauh-jauh ahri sbeluk kami berdua dipertemukan di dunia nyata.Flashback on.Deru motor kuno yang kutunggangi bersama Athala bertenti tepat di depan taman ramai dnegan gerlap-kerlip lampu yang meneran

  • When I Meet You   PIKNIK BERSAMA

    Bukit tak jauh dari pusat kota, tempat itu yang dituju oleh Athala saat kami memutuskan menghabiskan waktu betsama setengah hari ini. Setelah memastikan laki-laki itu turun dan melepas helm yang dipakainya, aku ikutturun dnegan tangan yang memegangi jok depan untuk berjaga-jaga agar tidak terjatuh.Mataku mengedar, setelahnya berdecak kagum saat menyadari luas bukit ini dengan pemandangan yang sangat apik. Aku beralih menatap laki-laki yang membawaku kembali dengan kedua alis yang terangkat saat merasakan tangan kananku ia tautkan dengan tangannya yang lain. Senyuman yang terpatri pada wajah milih Athala membuatku langsung meneguk ludah. Siapapun pasti akan luluh melihatnya, dan aku sudah terlalu terbiasa dengan hal yang sedemikian.“Mengapa menautkan jarimu?” tanyaku dengan kerutan pada dahi yang sangat ketara. Athala langsung menanggapi ucapanku yang beberapa detik lalu terlontar dengan kekehan pelan, ia melirik ke sekitar sebelum mengeluarkan suaranya.

  • When I Meet You   BERBAGI EARPHONE

    Gedung pelatihan berenang kini bukan lagi tempat pilihan yang harus dikunjungi tiga hari sekali. Suasanyanya cukup hening dikarenakan tibanya aku di gedung besar ini terlalu pagi. Walau ada beberapa manusia yang sedang berenang bolak-balik sembari mengitari kolam renang dengan berbagai gaya berenang. Aku tak menjadikan gedung ini sebagai pilihan, melainkan sebuah keharusan. Melihat yang aku sukai hanyalah bermain air aku hanya bisa berusaha untuk mengembangkan hal-hal yang kusukai.Kedua langkah kakiku bergerak mendekati kolam untuk mengecek suhu air di dalamnya. Takut-takut air di dalamnya tak cocok dengan kondisi tubuhku yang kini memang terasa tidak enak. Setelah memastikan airnya tidak terlalu dingin, kedua langkah kakiku ini kembali berjalan menuju ruang ganti untuk mengganti baju yang kugunakan menjadi pakaian berenang yang biasanya kupakai di saat berda di tempat ini.Lee dan Joo masih sibuk dengan kuliah mereka sekarang ini, dibanding dengan diriku sendiri mereka b

  • When I Meet You   ONE DAY WITH ATHALA

    Helaan napas lelah keluar dari multuku saat selesai menyelesaikan cucian bajuku sendiri dan menjemurnya di halaman samping. Dengan keringat yang meluncur dengan deras karena sinar matahari pagi yang hari ini bersinar dengan kemilaunya aku menyeka keringat menggunakan lengan kananku. Sementara satu tangan yang lainnya sibuk mengipasi diriku sendiri walau tahu hasil yanga kurang memuaskan.Aku melangkahkan kaki menuju ruang tamu tanpa berniat menuju kamar untuk sekeda mendunginkan tubuh. Sesekali kedua bola mataku mengedar mencari debu yang mungkin saja masih menempel pada satu benda yang lainnya. Aku tak bohong bila akhir-akhir ini merasa pikun, selalu melupakan sesuatu bila kekelahan mendera.Langkah kakiku berjalan menyusuri tapakan keramik putih yang berbunyi seirama dengan sandal rumahanku yang kini kembali terpakai. Tubuhku terduduk di atas singgle soffa depan pintu utama dengan kedua piantu rumah yang terbuka lebar, menetralkan deru napas yang memburu karena tig

  • When I Meet You   PANGERAN DAN TUAN PUTRI

    Rasanya tak percaya dengan skenario Tuhan yang terasa dan tampak tak mudah di depan mataku kali ini. Aku duduk berhadapan dengan athala yang kini juga sedang menatapku dengan senyuman yang sejak beberapa manit yang lali tak luntur. Aku merasakan deruan napas miliknya menerpa dengan lembut pada permukaan wajahku yang kali ini memilih bungkam dan berperan pasif.Agaknya tak percaya dengan harpanku di dunia pikiran yang menjadi kenyataan di dunia nyata. Mataku kembali memanas saat mengingatnya, ia benar-benar Athala. Aku tidak berada di awang-awang dunia yang biasanya memepertemukan antar diriku dan aAthala.“Lu?” panggilnya dengan kedua alis yang terangkat saat menyadari diriku tidak dalam keadaan yang tenang untuk mendengarkan deretan kalimat yang keluar dari mulutnya.Aku tersadar begitu saja, kemudian Athala yang kini masih emnampilkan wajah tenagnya seolah pertemuan pertama kami di dunia nyata tak sama sekali membuatnya canggung atau memeras atak e

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status