Home / Romansa / When I Meet You / GUNDUKAN TANAH, MAKAM.

Share

GUNDUKAN TANAH, MAKAM.

Author: Key Nara
last update Last Updated: 2021-04-08 20:22:14

“Harusnya kamu belajar dari Lee, dia bisa menjadi apa saja tanpa harus bekerja terlalu keras sepertimu!” seru ayah dengan tangan menunjuk Lee yang diam di ambang pintu kamarku.

Saat itu, Lee dan aku belum bermusuhan seperti sekarang ini.

“Ayah, kami berbeda. Lee bukan orang indonesia asli,” ujarku membela diri.

Namun bukan tanggapan baik yang kudapatkan, ayah malah menampar pipi kiriku dengan sangat kencang, aku terduduk di karpet kamar dengan kedua tangan memegangi pipi kiri yang berdenyut sakit.

Netraku melirik pada Lee, gadis itu sama terkejutnya denganku. Merasa iba akan tatapannya yang takut, aku menyuruh Lee untuk keluar dari kamarku melalui kontak mata. Lee yang mengerti pun langsung keluar dari kamarku tanpa menutup pintunya lebih dulu.

“Ayah, aku berjanji semester depan akan jauh lebih baik lagi,” ujarku memelas. Tanganku tergerak memegangi kedua kakinya, memeluknya masih dengan posisi terduduk di atas karpet sebagai bukti bila sekarang ini diriku bersungguh-sungguh dengan ucapanku.

Ayah bergeming, deru napasnya yang masih memburu selalu membautku takut.

“Bukannya itu perkataanmu tahun kemarin,” ucapnya dengan nada datar, rupanya mencoba mengingatkanku.

Aku meneguk ludah susah payah, badanku kembali bergetar tatkala atyah menghempaskan tubuhku menggunakan salah satu kakinya. Aku terjungkal ke belakang, kedua siku tanganku yang sialnya menapak pada lantai yang tidak tertutup karpet berdenyut sakit karena benturan yang kencang.

“Awh...,” rintihku. Aku mendonggakan kepala, berharap ayah ikut berjongkok di hadapanku dan memelankan nada suaranya. Setidaknya berdoa agar keajaiban datang dan laki-laki paruh baya itu menolongku serta mengatakan ribuan kata maaf atas perlakuannya barusan pada anak kandungnya ini.

Namun memang itu hanya ekspetasiku, ayah memang berjongkok, tetapi aku tidak terlalu yakin ia akan menolongku.

Ayah menekan daguku dengan tangan kanannya, terpaksa membuatku mendonggak menatapnya dengan kedua air mata berlinang.

“Ini kesempatan terakhirmu, bila semester depan kau kalah dengan Lee, jangan harap bisa tinggal dinegara ini lagi, anak sial.”

Terasa ditancap ribuan anak panah, hatiku berdenyut mendengar umpatan yang ayah lontarkan untukku pada kalimat akhirnya barusan.

Ia menghempaskan tangannya dari daguku, hal itu membuat kepalaku menoleh kasar dengan rambut panjang yang menutupi wajahku. Di ambang pintu, aku jelas-jelas melihat Lee yang melihat kami takut-takut.

Aku tak berniat kembali menatap ayah hingga derap langkah kaki terdengar seiring dengan Lee yang melotot dan menyembunyikan tubuhnya dibalik pintu.

Ayah keluar dari kamarku dengan langkah lebarnya, syukurlah, kali ini aku aman. Semesta, berbaikhatilah padaku setelah ini, permudah aku mendapatkan peringkat pertama di kelas.

***

“AYAH!”

Mataku melebar dengan napas yang terengah-engah, mataku menatap sekeliling dengan linglung, mimpi buruk tadi terasa sangat nyata. Terjadi di kamar ini, ruangan istirahatku ini.

Aku menyugar rambutku ke belakang, tangan kananku tergerak menggapai air putih dalam cangkir yang selalu kuisi sebelum tidur. Menyesapnya hingga tandas masih dengan napas yang terengah-engah.

Aku menyandarkan tubuhku pada kepala ranjang, menatap jendela kamar yang terbuka lebar dengan horden putih tipis yang bergerak bersama angin. Semilir angin diiringi dengan suhu pendingin ruangan tak membuatku melupakan ingatan buruk yang seolah terputar ulang.

Mataku memejam, menelan ludah susah paya tatkala mengingat mimpi yang sudah lama tak mampir kini menghampiriku kembali. Kembali setelah hampir dua bulan ini tenang-tenang saja. Namun mengapa daatng lagi?

“Aku belum mengunjungi makam ayah dan bunda,” ucapku setelah mengingat-ingat.

Setelahnya tubuhku kembali rilex. Aku kembali merebahkan tubuhku setelah mengetahu jawabannya.

Satu bukan ini sibuk bersama tugas sekolah dan ujian praktik membuatku lupa mengunjungi rumah terakhir ayah dan bunda.

Aku kembali menarik selimut tebal yang merosot ke bawah karena pergerakanku, bersiap kembali tidur setelah merasa tenang.

Ayah, bila kau ingin putrimu mengunjungimu, tolong jangan menggunakan mimpi buruk itu, aku ketakutan, yah. Juga bunda, baik-baik di sana ya.

***

Dres berwarna hitam dengan bunga mawar dua ikat menemani langkahku pada pemakaman umum yang tampak sepi.

Aku memelankan langkah kakiku tatakala sampai di depan makam Bunda dan Ayah yang berdampingan, setelahnya mendudukan tubuhku di antara dua makam itu.

“Bunda, Ayah, Lu datang,” ucapku memberti tahu dengan senyuman manis.

Tanganku meletakan satu mawar di makam ayah dan satu mawar di makam ayah masih dengan senyuman yang merakah.

Beralih pada nisan bernamakan ayah dan bunda, mengusapnya penuh sayang bak benda rapuh yang bisa saja tumbang bila dipegang terlalu kencang.

“Maaf jarang berkunjung. Lu mendapat nilai yang kurang baik ulangan beberapa hari lalu, ayah jangan marah, Lu pasti bisa mengatasinya pada ulangan depan. Bunda, Lu rindu nasi goreng buatan Bunda. Lu pernah mencoba membuatnya sendiri, dengan resep dan tahap yang sama seperti bunda memasak dulu, tetapi mengapa rasanya berbeda? Apa karena berbeda tangan pembuatnya?” cerocosku panjang lebar kepada dua gundukan itu.

Menahan cairan kristal yang sudah hampir tumbang dipelupuk mata. Ah, Lu, kau bukan anak kecil lagi, dulu Bunda pernah bilang bila orang dewasa pandai menyembunyikan tangisannya.

Namun apalah, diriku bisa tegar dan acuh di hadapan siapa saja. Terkecuali di depanayah dan bunda, mana ada anak yanga bisa menahan air matanya bila di hadapkan dengan orang tua?

Aku sama, cairan bening itu kini perlahan menetes, membasahi tiap inchi wajahku yang merasa tidak terima.

Awan mendung di pelupuk mataku kian menjadi, lautan darah pada warna mataku yang basah juga kentara, serta sandaranku pada pelupuk mata agar tak terpejam dan menghasilkan tangisan juga angkat tangan.

Aku menangis tersedu-sedu di antara peristirahatan ayah dan bunda.

Percaya bila manusia bisa lemah kapan saja jika berhadapan dengan orang tua mereka. Lu, kau mempercayainya secara penuh sekarang.

Aku kembali melangkah keluar dari pemakaman umum ini setelah puas menangis, genggaman tanganku pada slingbagku kian mengerat, satu jam lebih menumpahkan air mata di depan ayah bunda terasa kurang jua. Namun kali ini aku memilih menahan tangisanku ini, sudah bersedihnya.

Setelah sampai pada jalanan raya, langkah kakiku kembali berhenti, menatap banyaknya kendaraan yang berlalu lalang dengan cepat. Mataku terpejam, menghirup oksigen rakus sebelum kembali melanjutkan langkah.

Melihat banyak mobil dan kendaraan lainnya yang berhanti karena lampu merah, aku kembali melangkahkan kaki diatas aspal dengan strip berwarna putih. Gaun berwarna hitam yang kaukenakan ikut bergerak sesuai dengan langkah kakiku dan angin sore ini.

Langkah kakiku berlanjut dengan irama santai setelah sampai pada trotoar seberang jalan, berjalan lurus menuju halte bus yang letaknya tak jauh dari sini.

Embusan napas keluar dari mulutku setelah menatap arloji yang menempel pas pata pergelangan tanganku. Pukul 17.01 WIB, semoga waktunya cukup.

Mataku membola tatkala mendapati bus sore ini telah berjalan dari halte dengan penumpang yang cukup sesak. Aku berdiri di pinggir trotoar, melambai-lambaikan tangan agar bus itu berhenti.

Senyumku terbit tatkala melihat kendaraan besar itu berhenti di depanku, seorang Kenet keluar dan memberikanku jalan masuk. Setelah menempelkan kartu langganan pada mesin yang tersedia, kakiku kembali melangkah menyusuri bus besar ini.

Aku mendengus sebal tatkala mendapati kursi yang biasa aku duduki kini sudah ditempati oleh gadis muda yang asing dalam netra.

Dengan perasaan tidak rela, aku kembali melanjutkan langkah dan duduk di kursi paling belakang dan paling pojok yang ada di bus ini.

Ah, posisi yang tidak terlalu buruk untuk mulai hanyut dalam duniaku sendiri.

Athala, kamu sedang apa di dunia nyata?

Related chapters

  • When I Meet You   SIAPA MANUSIA YANG BISA KAU PAHAMI, LU?

    “Lu!” panggil Athala dengan tangan yang melambai-lambai.Tak sadar aku tersenyum membalas, bulan sabit yang tak pernah luntur dari wajahnya selalu berhasil menenangkan batinku.Tanganku tergerak ikut melambai-lambai kearahnya, sontak Athala tertegun dengan pergerakan tanganku. Laki-laki itu bergeming ditempat masih dengan pandangan menatapku.Mungkin karena Athala sangat jarang mendapatiku membalas sapaannya, bahkan ikut melambaikan tangan seperti ini.Tampak tak mengindahkan wajah bingungnya, aku mulai melangkah mendekatinya. Senyuman manis pada wajahku masih tercetak jelas, mengundang tatapan Athala semakin dalam.Aku mendudukan tubuhku di sampingnya, duduk menyerong seperti yang dilakukan Athala biasanya.“Ada apa, Tha?” tanyaku bingung karena tak kunjung mendapat respon dari laki-laki itu. Terlihat Athala tersentak dari lamunannya, laki-laki itu mengerjap beberapa kali dengan pandangan masih menatapku.Setelahnya kekehan k

    Last Updated : 2021-04-09
  • When I Meet You   TERLALU MEMAKSAKAN RAGA

    “Kan sudah nenek beritahu, Lu. Jangan terlalu banyak memikirkan hal-hal yang tidak penting,” nasehat nenek. Tanggannya sesekali meraih sapu tangan basah yang baru saja beliau letakan di dahiku.Mataku mengerjap, setelahnya terkekeh dengan pandangan penuh sayang pada nenek.“Tidak, nek. Hanya demam biasa,” ujarku menenangkannya.Nenek mengembuskan napasnya, beliau kembali meletakan handuk kecil yang barus saja diperas dalam sebuah baskom berukuran sedang yang diletakannya pada nakas samping ranjang tidurku.“Ini pasti karena kamu terlalu banyak memaksakan ortakmu,” ujar nenek lagi yang kembali mengundang kekehan keluar dari mulutku.“Yeah, mungkin karena akhir-akhir ini Lu sering memikirkan pelajaran di sekolah,” ujarku memperjelas.“Jangan terus menerus seperti itu,” nasehat nenek dengan pandangan khawatirnya.Aku mengangguk sembari membenarkan letak posisi berbaringku. Tanganku meraih tangan kanan nenek yang sebelumnya bertum

    Last Updated : 2021-04-09
  • When I Meet You   POHON HARAPAN DUNIA PIKIRAN

    “Kan sudah pernah kubertitahu, Lu. Merindukanmu tak pernah bisa kulewatkan,” ujar Athala yang semakin membuatku jatuh ke dalam pesona bola mata coklatnya.Ia tersenyum, kemudian menatapku dengan padangan seperti biasanya dengan reaksi tubuhku yang berbeda. Tak tersadrar aku merenung, mengosongkan pikiran."Ada apa Lu? Apa aku salah bicara lagi?” tanyanya menyadari perubahan raut wajahku dengan kedua alis yang terangkat.Aku mengerjapkan mataku, menatap ke arah lain selain menatap wajah Athala yang selalu berhasil meluluhkanku.“Tidak, aku hanya masih bingung akan dunia menyebalkan ini,” ujarku mmebela diri sendiri.Atahala terkekeh kecil menanggapiku, laki-laki itu bangkit dari duduknya, menepuk kedua tangannya yang sebelumnya ia gunakan untuk menopang tubuhnya agar beranjak dari rerumputan hijau yang juga kupijaki ini.Aku masih memalingkan wajahku ke arah lain, menolak menatapnya sebelum ia memanggil namaku seperti

    Last Updated : 2021-04-09
  • When I Meet You   QUE SERA-SERA

    Bel pulang sekolah berbunyi, terpaksa membuatku menghentikan gerakan tangan kanan yang sedang menggambar sebuah seketsa wajah. Mataku mengedar, menatap teman-teman sekelas yang tampak membereskan barang-barangnya.“Baiklah, Ibu akhiri pelajaran hari ini. Selamat sore!” ujar Bu Lisa dengan senyuman lebarnya.“Sore, bu,” seru teman-teman kelasku secara bersamaan.Satu persatu dari mereka bergegas pulang, beranjak dari kursi duduk yang berjam-jam menopang badan menuju pintu keluar dengan diiringi tawa penuh lega.Aku mendengus, sedikit iri kala melihat gadis-gadis seumuranku yang lain mudah mendapatkan teman.Merasa hal itu tak perlu kupikirkan sekarang, aku memilih ikut bergegas menuju pintu keluar setelah membereskan barang-barangku sendiri. Hanya senyuman tipis yang kutunjukan tatkala Hana, Dwi, dan Sanda yang hari ini bertugas piket menatapku dengan tatapan penasarannya. Apa aku semisterius itu?Sepertinya

    Last Updated : 2021-04-09
  • When I Meet You   DEKAPAN HANGAT ANDALUSIA

    Byur...Bunyi air kolam renang terdengar bersamaan dengan terjunnya diriku dan beberapa teman kelas. Joo juga ada di antara kami.Aku mulai berenang dengan gaya yang dimintai pembina hari ini, sesekali melirik pada Joo yang berenang tepat di sampingku, samar-samar kulihat di balik kacamata renangnya jika pandangan laki-laki itu lurus ke depan dengan raut wajah yang tak bisa kudeskripsikan. Sebenarnya ada apa dengan Joo?“Andalusia!” seruan Pak Yudi selaku pembina pelatihan renang hari ini membuatku kembali pada dunia nyata. Mataku mengedar, ternyata kedua kakiku kini menapak pada lantai kolam renang di dasar sana, bahkan aku baru menyadari bila kolam ini hanya sebatas dadaku.Bak orang lingling yang tak mengerti apa-apa, aku hanya bisa menyengir lebar tatkala Pak Yudi menatapku dengan tatapan elangnya.Joo tampak ikut menghentikan laju berenangnya, laki-laki itu berdiri tak jauh dari diriku dengan kedua tangan yang berk

    Last Updated : 2021-04-09
  • When I Meet You   PERNAH MERASA TIDAK MENGENALI DIRIMU SENDIRI?

    Aku tersenyum menatap selebaran kertas dalam genggaman tangan, mengamati lebih lekat tulisan menggunakan bolpoin berwarna merah. Nilai yang semputna untuk ujian minggu ini.Helaan napas lega keluar dari mulutku, kemudian menekuk kertas tadi menjadi beberapa bagian dan memasukannya ke dalam tas.Mataku mengedar, menatap keadaan kelas yang mulai tercipta keheningan. Bel pulang sudah berbunyi sejak lima belas menit yang lalu. Hal itu sama sekali tidak membuatku beranjak dan bergegas keluar dari gedung besar ini.Namun mengingat nenek, sontak aku langsung bangkit. Besok akhir pekan, dan aku tidak akan ada kesibukan lain selain berlatih berenang.Tas gendong berwarna mocca yang kupakai sekolah sejal kelas sepuluh kini sudah bertenger manis di bahuku. Aku beranjak setelah merapikan rambut yang hari ini kukuncir kuda.Langkah kakiku keluar dari kelas, berjalan disepanjang koridor yang hanya dilintasi beberapa siswa saja. Mataku kini meliri

    Last Updated : 2021-04-09
  • When I Meet You   JANGAN PERNAH MERAGUKANKU, JOO

    Weekend minggu ini tidak terlihat buruk, itu menurut pengelihatan ku kali ini.Satu persatu anak tangga kupijaki dengan satu tangan berpegangan pada besi sebagai penopang.Kedua bola mataku mengedar, mencari keberadaan nenek yang belum tampak dalam pandangan.Senyumku langsung merekah tatkala mendapati wanita paruh baya itu duduk di kursi makan dengan susu dan bubur di atas meja yang selalu menjadi hidangan seperti hari-hari sebelumnya."Selamat lagi, nek," sapaku dengan nada riang. Tanganku memegang kedua bahu rimpuhnya dari belakang.Nenek tampak tak kaget atau menanggapi dengan reaksi tersentak, mungkin karena sudah terlalu biasa akan perilaku diriku kala pagi hari."Pagi, Lu. Sarapan dulu," balas nenek. Ia menarik kursi di sampingnya, memintaku untuk duduk di sampingnya.Aku mengangguk walau nenek tak akan melihatnya, mendudukan tubuhku di sana masih dengan senyuman yang tercetak jelas pada wajah.En

    Last Updated : 2021-04-09
  • When I Meet You   SESAK YANG TAK TAMPAK

    Merasa menyesal juga tak ada gunannya, tepat saat aku mendudukan tubuhku pada bangku kecil tak jauh dari kolam renang, pukul 17.17 WIB yang pertama kali kuabaikan merenggutku ke dalam dunia pikiran.Aku mendengus dalam dunia nyata, kurang mengenakan bila terjebak dalam dunia pikiran dengan keadaan belum berganti pakaian ganti.Kembali bada dunia pikiran, aku kembali melangkah menuju bangku yang biasanya diduduki aku dan Athala. Setelah mendudukan tubuhku di sana, mataku kembali mengedar. Mencari sososk tegap yang biasanya datang duluan.“Kau sampai lebih dulu ternyata,” ujar Athala yang muncul dibalik pohon rindang dengan ukuran yang cukup besar.Aku tersenyum mendapatinya, menepuk ruang kosong di sampingku, memintanya untuk turut menumpukan tubuhnya di benda berwarna putih ini.Athala berjalan ke arahku dengan senyuman manis yang tercetak jelas dalam wajah tampannya, hah?Aku menggaruk-garuk tengkuk y

    Last Updated : 2021-04-09

Latest chapter

  • When I Meet You   UNTUKMU, LEBIH DARI SUNGGUH

    “Ayo ikut pulang denganku saja.” Ucapan Athala yang tiba-tiba terlontar di tengah perbincanganku dengan Lee membuat kami bertega menoleh secara bersamaan. Aku terlebih dulu membenarkan letak ranesl yang kubawa agar berposisi dengan tepat pada pundak. Sedangkan kulirik sepasang sejoli di sampingku yang kaini juga tengah menatap Athala, Joo dengan raut wajah datarnya serta Lee tang mengulum senyum saat menatapku dengan kedua alis yang terangkat.Aku memutar bola mata malas menanggapi gadis itu, kemudian kembali beralih menatap Athala yanga kaini masih memfokuskan atensinya pada diriku tanpa memperdulikan keadaan sekitar yang bisa saja menyalah artikan kedekatan kami.Taoi harapanku juga begitu, aku dianggap sebagai orang terdekat Athala di mata mereka. Terlepas dari hubungan samar-samar kami, aku terlanjur mencintai laki-laki itu.“Kau tidak memakai motor?” tanyaku dengan kedua alis yang terangkat, juga berusaha menghiraukan tatapan menggoda Lee

  • When I Meet You   MALAM DAN DIRIMU

    “Andalusia bagaimana aku tidak paham sedari awal?” Lee berucap dengan suara cemprengnya setelah gadis itu berlari menuju ke arahku dengan langkah lumayan lebar. Dua jam yang lalu aku sampai di bumpi perkemahan dibantu Athala, seperti yang sudah kuduga semua orang di sini kewalahan saat mendapati kabar bila diriku hilang saat mencari kayu bakar.Aku menyirit bingung saat mendaoati gadis itu terduduk di sampingku dengan gerakan yang cukup gesit, Lee lebih dulu menyodorkan teh hangat dalam cup yang kubawa sendiri seperti yang sudah aku minta padanya untuk mengambilkannya di dapur buatan panitia di sisi utara.Tanganku terulur guna menerima gelas itu dan mengucapkan terima kasih. Kedua bola mataku kembali tertuju pada gadis itu saat mendapatinya menumpukan tubuhnya di atas karpet yang sama dengan ku dengan posisi sedikit menyerong.“Ada apa?” tanyaku dengan kedua alis yang terangkat. Merasa heran saja saat mendapati gadis itu berlari terpongoh-pong

  • When I Meet You   CAMPING PERTAMA DI KAMPUS 2

    Rombongan kampusku yang terdiri dari delapan bus untuk mahasiswa dan satu bus untuk panitia dan pengurus kampus sampai di tempat camping untuk dua hari ke depan.Aku membuka kelopak mata saat merasakan sapuan hangat pada pipiku oleh tangan seseorang di sisi kiri.Segera tersadar dan tak ingin berlama-lama dalam sandaran nyaman Athala, aku nemilih bangkit dari duduk dan merentangkan kedua tangan dengan netra tak terlepas dari pemandangan indah penuh warna hijau di luar sana.Setelah puas memandang, aku berbalik menatap sang presensi tegap yang masih terduduk di atas bamgkunya dengan wajah mebdonggak menatapku yang sedang berdiri sembari menampakan senyuman indah menawannya.Aku berdeham, bergegas menyadarkan Athala agar laki-laki itu bangkit dan memberikanku ruang untuk turun dari bus ini. Setidaknya, menyingkirkan kedua kakinya yang sejak keberangkatan bus menghalangi jalan keluarku.Namun aku mengangkat kedua alis saat melihatnya bergemi

  • When I Meet You   CAMPING PERTAMA DI KAMPUS 1

    Dua hari berlalu begitu saja, ini hari ke tiga Lee berada di rumah sakit setelah tiga hari ia dimintai untuk rawat inap lantaran penyakit magh-nya kambuh setelah sekian lama tidak menghilang tak mendera.Kedua langkah kakiku berjalan menyusuri koridor rumah sakit dengan suasana sedikit ramai dan sedikit sepi. Hanya ada beberapa suster dan dokter yang hilir masuk atau keluar dari sebuah ruangan ke ruangan yang lain, serta beberapa pasien yang duduk di kursi rode, berjalan menggunakan kedua kaki walau di papah manusia lain, dan ada yang juga yang menikmati kesendiriannya di bangku taman kecil yang ada di dalam rumah sakit cukup besar ini.Tanganku langsung membuka knop pintu kamar yang menjadi ruangan dimana Lee dirawat, namun rupanya gerakanku tak lebih cepat dnegan laki-laki paruh baya berjas putih yang kuingat menjadi dokter Lee selama beberapa hari ini dan seorang suster dengan papan berisi beberapa lembar kertas yang ada di pelukannya. Aku mengangguk sopan, kemudian men

  • When I Meet You   LEE TUMBANG

    Hari kembali berjalan semestinya, kedua langkah kakiku membawaku menuju keluar dari gedung fakultas setelah kelas pada hari ini berjalan lancar dan berakhir pada pukul empat sore. Aku belum menceritakan pada kalian perihal apa yang terjadi dengan dunia pikiran setelah Athala dan diriku bertemu di dunia nyata. Ada rasa sesal yang merelung dan sesak yang tak tampak saat kembali mengingat du nia pikiran, kali aini aku tak lagi punya kesempatan untuk pergi ke sana setiap harinya pada pukul 17.17 Wib pada seperi hari-hari sebelumnya.Dunia pikiran sepertinya sudah tak lagi emnampungku dan Athala, dunia itu ternyata salah satu bentuk Tuhan paling baikuntuk menmertemukan dua manusia yang terikat takdir sejak belum dilahirkan. Itu simpulan yang Athala berikan dan Athala pikirkan jauh-jauh ahri sbeluk kami berdua dipertemukan di dunia nyata.Flashback on.Deru motor kuno yang kutunggangi bersama Athala bertenti tepat di depan taman ramai dnegan gerlap-kerlip lampu yang meneran

  • When I Meet You   PIKNIK BERSAMA

    Bukit tak jauh dari pusat kota, tempat itu yang dituju oleh Athala saat kami memutuskan menghabiskan waktu betsama setengah hari ini. Setelah memastikan laki-laki itu turun dan melepas helm yang dipakainya, aku ikutturun dnegan tangan yang memegangi jok depan untuk berjaga-jaga agar tidak terjatuh.Mataku mengedar, setelahnya berdecak kagum saat menyadari luas bukit ini dengan pemandangan yang sangat apik. Aku beralih menatap laki-laki yang membawaku kembali dengan kedua alis yang terangkat saat merasakan tangan kananku ia tautkan dengan tangannya yang lain. Senyuman yang terpatri pada wajah milih Athala membuatku langsung meneguk ludah. Siapapun pasti akan luluh melihatnya, dan aku sudah terlalu terbiasa dengan hal yang sedemikian.“Mengapa menautkan jarimu?” tanyaku dengan kerutan pada dahi yang sangat ketara. Athala langsung menanggapi ucapanku yang beberapa detik lalu terlontar dengan kekehan pelan, ia melirik ke sekitar sebelum mengeluarkan suaranya.

  • When I Meet You   BERBAGI EARPHONE

    Gedung pelatihan berenang kini bukan lagi tempat pilihan yang harus dikunjungi tiga hari sekali. Suasanyanya cukup hening dikarenakan tibanya aku di gedung besar ini terlalu pagi. Walau ada beberapa manusia yang sedang berenang bolak-balik sembari mengitari kolam renang dengan berbagai gaya berenang. Aku tak menjadikan gedung ini sebagai pilihan, melainkan sebuah keharusan. Melihat yang aku sukai hanyalah bermain air aku hanya bisa berusaha untuk mengembangkan hal-hal yang kusukai.Kedua langkah kakiku bergerak mendekati kolam untuk mengecek suhu air di dalamnya. Takut-takut air di dalamnya tak cocok dengan kondisi tubuhku yang kini memang terasa tidak enak. Setelah memastikan airnya tidak terlalu dingin, kedua langkah kakiku ini kembali berjalan menuju ruang ganti untuk mengganti baju yang kugunakan menjadi pakaian berenang yang biasanya kupakai di saat berda di tempat ini.Lee dan Joo masih sibuk dengan kuliah mereka sekarang ini, dibanding dengan diriku sendiri mereka b

  • When I Meet You   ONE DAY WITH ATHALA

    Helaan napas lelah keluar dari multuku saat selesai menyelesaikan cucian bajuku sendiri dan menjemurnya di halaman samping. Dengan keringat yang meluncur dengan deras karena sinar matahari pagi yang hari ini bersinar dengan kemilaunya aku menyeka keringat menggunakan lengan kananku. Sementara satu tangan yang lainnya sibuk mengipasi diriku sendiri walau tahu hasil yanga kurang memuaskan.Aku melangkahkan kaki menuju ruang tamu tanpa berniat menuju kamar untuk sekeda mendunginkan tubuh. Sesekali kedua bola mataku mengedar mencari debu yang mungkin saja masih menempel pada satu benda yang lainnya. Aku tak bohong bila akhir-akhir ini merasa pikun, selalu melupakan sesuatu bila kekelahan mendera.Langkah kakiku berjalan menyusuri tapakan keramik putih yang berbunyi seirama dengan sandal rumahanku yang kini kembali terpakai. Tubuhku terduduk di atas singgle soffa depan pintu utama dengan kedua piantu rumah yang terbuka lebar, menetralkan deru napas yang memburu karena tig

  • When I Meet You   PANGERAN DAN TUAN PUTRI

    Rasanya tak percaya dengan skenario Tuhan yang terasa dan tampak tak mudah di depan mataku kali ini. Aku duduk berhadapan dengan athala yang kini juga sedang menatapku dengan senyuman yang sejak beberapa manit yang lali tak luntur. Aku merasakan deruan napas miliknya menerpa dengan lembut pada permukaan wajahku yang kali ini memilih bungkam dan berperan pasif.Agaknya tak percaya dengan harpanku di dunia pikiran yang menjadi kenyataan di dunia nyata. Mataku kembali memanas saat mengingatnya, ia benar-benar Athala. Aku tidak berada di awang-awang dunia yang biasanya memepertemukan antar diriku dan aAthala.“Lu?” panggilnya dengan kedua alis yang terangkat saat menyadari diriku tidak dalam keadaan yang tenang untuk mendengarkan deretan kalimat yang keluar dari mulutnya.Aku tersadar begitu saja, kemudian Athala yang kini masih emnampilkan wajah tenagnya seolah pertemuan pertama kami di dunia nyata tak sama sekali membuatnya canggung atau memeras atak e

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status