Home / Romansa / When I Me(e)t You / 2 Lelaki Penipu itu Bernama Caraka

Share

2 Lelaki Penipu itu Bernama Caraka

Author: Ans18
last update Last Updated: 2025-02-25 21:58:21

"Arkadewi Lintang Bestari, saya … suami kamu."

Arka hanya menatap kosong ke arah lelaki yang mengaku sebagai suaminya. Tiga detik kemudian, pandangannya beralih kembali kepada Yudha, kekasihnya. "Yud, sekarang bentuk penipuan bukan cuma ‘mama minta pulsa ya’, udah berani nunjukin wajah loh. Jangan biarin aku dihipnotis, Yud."

Sungguh, Yudha ingin terbahak mendengar ucapan Arka, andaikan ia tidak melihat ekspresi yang ditunjukkan lelaki itu. Tapi, ada satu hal yang mengganggunya, lelaki itu menyebut nama Arka dengan lengkap dan tatapannya yang seolah tidak ada keraguan kalau statusnya adalah suami Arka.

"Lepasin tangan pacar saya!" Yudha yang akhirnya berhasil mengabaikan segala pertanyaan dalam pikirannya, ikut mencekal tangan lelaki itu dan menariknya agar melepaskan tangan Arka.

Masih mengabaikan Yudha, Caraka menatap Arka lekat. "Arka, keluargamu nanti yang jelasin semuanya. Mereka nunggu kamu di rumah sekarang."

"Yud, pergi aja yuk," rengek Arka.

Caraka hampir menggeram kesal kalau saja tidak ingat bahwa dirinya lah yang tadi berinisiatif untuk melihat istrinya dari kejauhan dan berakhir menghampiri Arka karena tidak tenang melihat istrinya itu bermesraan dengan lelaki lain.

"Ayo." Yudha langsung berdiri, tampaknya lelaki di hadapannya itu memiliki kelainan jiwa sampai mengaku sebagai suami Arka.

Caraka menahan bahu Arka agar wanita itu duduk kembali. Saat itu lah emosi Yudha benar-benar terpancing.

"Brengsek! Jangan sentuh Arka!" Karena emosi yang sudah tersulut, Yudha tidak peduli lagi kalau ia akan menimbulkan keributan. Tangannya dengan cekatan menarik kerah baju Caraka dan mendorong Caraka untuk menjauh dari kekasihnya.

Beberapa pengunjung cafe mulai terlihat tertarik dengan tontonan di depan mereka, sementara pegawai cafe saling tatap, masih mempertimbangkan untuk melerai atau membiarkan saja pertengkaran itu.

"Dek."

Arka langsung menoleh ke arah suara yang sudah dikenalnya. "Mas Arga."

Arga berjalan menuju ke arah dua lelaki yang sedang bersi tegang. Tangannya mencoba mengurai cengkeraman tangan seorang laki-laki di kerah adik iparnya.

"Siapa ini, Dek?" tanya Arga setelah berhasil membuat kedua lelaki itu duduk di meja yang sama, tanpa adu fisik.

Arka menunduk. Seperti orang tuanya, kakaknya itu juga melarangnya untuk pacaran. Jadi, selama ini ia juga tidak pernah memperkenalkan seorang lelaki kepada kakaknya sebagai pacar. Terlalu malas untuk mendapat omelan dari keluarganya seperti saat dulu pertama kali dengan naifnya ia mengenalkan seorang kekasih ke keluarganya.

"Ini siapa, Mas?" Bukannya menjawab, Arka justru melemparkan pertanyaan balasan sambil menunjuk lelaki penipu itu dengan dagunya.

"Saya Yudha, Mas. Pacar Arka." Yudha berinisiatif memperkenalkan diri. Kesempatan tidak akan datang dua kali kan. Saat ini ada kakak dari kekasihnya di depan batang hidungnya, jadi lebih baik ia memperkenalkan diri untuk membuka jalan.

Arka memejamkan matanya, enggan melihat reaksi kakaknya.

"Saya Arga, kakaknya Arka."

Yudha tersenyum sambil mengangguk sopan.

"Saya bawa adik saya pulang dulu ya, ada urusan keluarga yang harus kami bicarakan di rumah." Lalu Arga menoleh pada adiknya. "Pulang yuk, Dek. Mama Papa mau ngomong sama kamu."

Arka mengangguk pasrah. Kakaknya tidak marah karena statusnya dengan Yudha saja cukup untuk membuat Arka tenang. Ia bahkan lupa bertanya lebih lanjut siapa lelaki yang mengaku sebagai suaminya. Tapi ... ia tidak perlu memedulikannya kan? Toh lelaki itu kini hanya terdiam karena kehadiran Arga. Ia jelas tidak bisa melanjutkan penipuannya.

Arga menggandeng tangan Arka untuk keluar dari cafe, Caraka mengikuti di belakangnya, meninggalkan Yudha yang masih mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi.

"Mas, kok dia ikut mobil kita?" Arka baru saja akan masuk ke dalam mobil kakaknya, tapi urung ia lakukan saat melihat si penipu ikut membuka handle pintu penumpang belakang.

"Udah, Dek. Masuk mobil. Udah ditunggu Papa Mama."

Tanpa membantah lagi, Arka masuk ke dalam mobil, mengenakan seat belt sambil berkali-kali melirik ke arah kakaknya, berharap mendapat penjelasan yang memadai untuk menenangkan hatinya.

Tidak mungkin si penipu itu ternyata tidak menipu kan?

Tidak mungkin lelaki itu benar-benar suaminya kan?

Apa ia pernah amnesia?

"Mas Arga," panggil Arka pelan.

"Jangan banyak nanya, nanti biar dijelasin Papa sama Mama. Mas nggak punya kapasitas di sini buat ngejelasin ke kamu. Tugas Mas cuma bawa kamu pulang."

"Kenapa? Kamu takut kalo saya beneran suami kamu?"

Suara itu lagi. Arka mendengkus kesal saat suara lelaki itu terdengar dari kursi penumpang belakang.

"Caraka!" tegur Arga kesal.

Setelah itu, tidak ada lagi yang berbicara, ketiganya memilih diam daripada terjadi perdebatan.

Sekitar empat puluh menit kemudian, barulah mobil yang dikendarai Arga sampai ke rumah keluarga mereka. Arka masuk terlebih dulu sambil hampir berlari dan bergegas mencari kedua orang tuanya.

"Sudah ketemu, Dek?" Itulah kalimat pertama yang diucapkan Hadi Wijaya ketika anak gadisnya menerobos masuk ke dalam ruang kerjanya. Istrinya tengah duduk di salah satu sisi sofa, menunggu kedatangan orang yang mereka tunggu.

"Maksud Papa? Ketemu siapa?"

"Duduk dulu, Dek."

Tatapan Arka beralih pada mamanya yang memintanya duduk.

"Caraka mana?"

Arka mengernyitkan dahi. "Siapa Caraka?"

Pucuk dicita ulam pun tiba. Caraka masuk ke dalam ruang kerja yang tidak sepenuhnya tertutup itu. Matanya menatap kedua orang tua Arka dan mendekat untuk mencium punggung tangan mereka berdua.

Arka membelalakkan mata ketika melihat papa mamanya hanya diam saat lelaki penipu itu mencium punggung tangan mereka.

"Gimana kabarmu, Ka?" Hadi Wijaya terlihat ramah saat menyapa lelaki yang kini duduk di seberangnya, sementara istrinya tidak menunjukkan ekspresi apa pun.

"Hah? Kabarku? Papa nanya kabarku?" tanya Arka bingung.

Hadi tergelak mendengar pertanyaan Arka, anak gadisnya yang polos itu. "Caraka. Papa nanya kabar Caraka. Kan kamu dipanggil 'Dek' di rumah. Gimana sih? Lupa sama panggilan sendiri?"

Ok, jadi lelaki penipu itu bernama Caraka.

"Baik, Pa. Papa sama Mama sehat?"

Wait! Kenapa lelaki penipu itu memanggil orang tuanya dengan panggilan Papa Mama?

Kalau saja Arka sedang olahraga di atas treadmill, pastilah alat ukur detak jantung di alat itu akan berwarna merah dan berbunyi dengan berisiknya.

"Seperti yang kamu lihat, kami sehat-sehat aja. Gimana nggak sehat kalo seminggu sekali disuguhin tarian sama nyanyian dari guru TK buat uji coba sebelum diajarkan ke muridnya."

"Pa, bisa nggak pembicaraan ini on track? Nggak melenceng ke mana-mana." Arka kini dalam mode seriusnya, bahkan candaan papanya tak lagi terasa lucu baginya.

Avi, mamanya memilih diam, sejak Arka menuruti perintahnya untuk duduk. Ia juga sama sekali tidak merasa perlu untuk menjawab pertanyaan dari Caraka dan Arka, apalagi menimpali candaan suaminya.

"Iya, iya. Kok ngambekan sih kamu, Dek. Kamu udah kenalan belum sama Caraka?"

Arka melirik pada Carakan kemudian kembali menatap papanya. "Caraka siapa sih? Bukan masalah namanya, Pa. Tapi dia ini siapa?" Dalam hati dan otak Arka, ia masih mencoba meyakinkan diri bahwa lelaki yang duduk di seberangnya adalah penipu.

Caraka menghela napas, berdiri, kemudian mengulurkan tangannya pada wanita yang sudah bertahun-tahun tidak dilihatnya. "Caraka Altair Abimana, suami kamu."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • When I Me(e)t You   3 Penjelasan untuk Arka

    Seumur hidupnya, baru dua kali Arka mendapat kejutan yang membuat jantungnya berdetak tidak karuan. Pertama, ketika muridnya yang masih TK, entah bagaimana caranya mencoba memanjat pohon mangga yang ada di halaman sekolah tempatnya mengajar dan membuat anak itu terjatuh hingga patah tulang kanan. Kedua, saat ini, saat ada seorang lelaki yang memperkenalkan diri sebagai suaminya.Untuk kasus kali ini, bahkan Arka tidak tahu harus bersikap seperti apa. Menatap kedua orang tuanya yang tetap duduk tenang di tempatnya sama sekali tidak membantunya. Ia pasti pernah amnesia. Tidak ada alasan lain yang membuatnya yakin pernah menikah kecuali hal itu.Arka bahkan tidak sanggup untuk menyambut uluran tangan dari lelaki bernama Caraka itu."Kapan kita nikahnya?" tanya Arka dengan judesnya. "Ingatanku cukup kuat, dan aku yakin nggak pernah amnesia sampe kehilangan potongan memori hidupku. Jadi aku tanya ke kamu, yang ngaku sebagai suamiku, kapan kita nikahnya?"Caraka menarik tangannya yang mengg

    Last Updated : 2025-02-25
  • When I Me(e)t You   4 Pisah Kamar

    "Siapa yang ngizinin kamu masuk kamarku?" Arka berteriak kesal kala melihat sosok lelaki yang duduk santai di sofa kamarnya."Apa aku harus izin untuk masuk ke kamar istriku?""Astaga! Bisa nggak sih nggak nyebut-nyebut itu?" Arka mendengkus kesal sementara lelaki di hadapannya tersenyum simpul."Orang dibilang aku ngerasa nggak pernah nikah juga," gumam Arka entah pada siapa, yang jelas ia bangkit dari posisi tidurnya dan memilih duduk di foot board ranjang.Meskipun setelah bangun tidur tadi ia masih berharap bahwa semuanya adalah mimpi, tapi begitu melihat sosok Caraka di dalam kamarnya, ia jadi sadar kalau harapannya tidak terkabul. Mau tidak mau, cepat atau lambat, ia harus menghadapi lelaki yang mengaku bernama Caraka Altair Abimana itu."So, apa yang mau kamu omongin sampe nerobos masuk ke kamarku?""Hubungan kita." Caraka menjawab dengan singkat dan nada yang dingin."Hubungan yang mana? Aku sama sekali nggak ngerasa punya hubungan sama kamu."Caraka menghela napas kasar. "Aku

    Last Updated : 2025-02-25
  • When I Me(e)t You   5 Pindah Rumah Yuk!

    Seharusnya Arka bangun pagi seperti kebiasaannya di hari kerja. Tapi karena malam sebelumnya ia tidak bisa tidur, memikirkan masalah yang baru saja menimpanya, ditambah lagi dengan upayanya untuk menghindar dari kekasihnya, Arka baru membuka mata setelah jam di dindingnya menunjuk angka tujuh."Astaga!" Arka bangkit dan langsung berlari menuju kamar mandi.Usai mandi yang sangat singkat, Arka mengusapkan cc cream ke wajahnya, mengikat rambutnya asal dan segera berniat berangkat. Biarlah masalah dandanannya akan dia benahi sesampainya di sekolah nanti."Baru bangun? Bukannya kamu udah harus sampe di sekolah jam setengah delapan?"Pertanyaan pertama yang didengarnya di hari itu, sebelum nanti ia akan mendengar serentetan pertanyaan dari muridnya yang masih dipenuhi rasa penasaran di umur mereka yang belum genap menginjak usia enam tahun.Arka melirik ke arah si penanya, tapi kemudian mendengkus kesal dan berlalu begitu saja tanpa menjawabnya setelah menyadari orang yang bertanya adalah

    Last Updated : 2025-02-25
  • When I Me(e)t You   6 You Can Call Me Anything

    “Bu Arka, tumben tampangnya kusut?” tanya Anggun, wanita yang sudah dua tahun ini menjadi kepala sekolah di sana.Arka hanya tersenyum menanggapinya. Usia mereka terpaut cukup jauh, dan Arka memang tidak terlalu dekat dengan wanita itu. Entah mengapa, sejak awal Arka selalu merasa ada yang disembunyikan wanita itu darinya.Sekolah tempat Arka mengajar, dikelola sebuah yayasan. Ada daycare, playgroup, hingga TK di dalamnya. Bukan sekolah kecil seperti yang dibayangkan banyak orang. Yayasan itu dikelola orang-orang profesional, hingga banyak orang tua yang memercayakan anaknya ke sekolah itu, meskipun harus merogoh kocek yang dalam.“Kenapa, Ka?” tanya Yasmin.“Lagi ada sedikit masalah. Makanya hampir telat tadi.” Kali ini Arka membalas karena yang bertanya adalah Yasmin, sahabat dekatnya sejak ia mengenyam pendidikan sarjana dan magister Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).Jangan kira yayasan tempat Arka mengajar mengambil sembarang orang untuk mengajar anak PAUD. Arka dan Yasmin adalah

    Last Updated : 2025-02-25
  • When I Me(e)t You   7 Ide Gila

    "Kenapa kita nggak pulang aja sih?" Arka masih tidak terima lelaki di depannya itu memaksanya makan siang bersama di sebuah restoran makanan Jepang."Kita perlu bicara." Caraka memanggil pelayan restoran untuk meminta buku menu selagi Arka terus saja menyuarakan keberatannya."Tapi kan bisa di rumah.""Kamu terlalu merasa berkuasa kalau di rumah. Makanya aku cari tempat yang netral. Minimal kalau kamu merajuk, kamu nggak akan mencak-mencak kayak kemaren karena malu dilihat orang."Arka membuka mulut, ingin membantah apa yang diucapkan Caraka, tapi sepertinya otaknya sedang tidak bekerja, hingga akhirnya Arka menutup mulutnya kembali."Kamu nggak makan sushi?" tanya Caraka yang bingung mendapati Arka hanya memesan nasi kari Jepang."Aku nggak suka sushi."Caraka tiba-tiba merasa bersalah karena tadi tidak menanyakan terlebih dulu apa yang disuka dan tidak disuka Arka. "Sorry, aku nggak tau kalo kamu nggak suka sushi.""Katanya suami, tapi apa yang disuka istrinya nggak tau," ledek Arka

    Last Updated : 2025-04-17
  • When I Me(e)t You   8 Memberikan Perlindungan

    Arka berlari di sepanjang koridor rumah sakit hingga menemukan kamar rawat yang ditempati kekasihnya. Seketika rasa bersalah bergemuruh di dadanya saat mengingat kalau dirinya telah menghianati Yudha.Benar kan? Ia telah menghianati Yudha. Harusnya ia mengatakannya sejak awal. Walaupun baru beberapa hari ia menutupi pernikahan yang terjadi di masa lalunya dari Yudha, hatinya benar-benar merasa bersalah.Arka mengetuk pintu ruang rawat sebelum suara seseorang mempersilakannya masuk."Masuk, Ka. Masih tidur sih dia, efek obat.""Kok bisa kecelakaan sih? Gimana ceritanya?" tanya Arka pada Dharma, satu-satunya orang yang menunggui kekasihnya itu."Nggak tau gue, dari cerita temennya sekantor sih, tadi dia keluar kantor, pinjem motor temennya, nggak tau mau ke mana. Cerita detail kecelakaannya gue nggak tau.""Naik motor? Memang mobilnya ke mana?"Dharma mengedikkan bahu."Kamu makan siang dulu aja, biar aku yang nunggu Yudha."Dharma mengangguk lantas berlalu pergi saat Arka mendekati ran

    Last Updated : 2025-04-17
  • When I Me(e)t You   9 Terserah!

    Arka terpaksa membiarka Caraka masuk ke dalam kamarnya. Semua karena ucapan Caraka yang mengatakan pada papanya kalau mereka harus menyelesaikan perdebatan mereka yang membuat dirinya menangis.Perdebatan apa coba?"Kamu nggak mau terima kasih sama aku? Dua kali loh aku ngelindungin kamu hari ini.""Kok pamrih? Aku kan nggak minta dilindungi juga," jawab Arka kesal. Ia berjalan menuju lemari pakaiannya dan mengambil satu set piyama tidur sebelum beranjak menuju pintu kamar mandi yang berada di ujung kamarnya.Caraka menggeleng-gelengkan kepala melihat betapa keras kepalanya Arka. Ia lantas duduk di sofa sambil memainkan ponselnya. Entah berapa lama ia melakukannya, sampai sebuah teriakan dari Arka membuat telinganya berdenging."Kamu ngapain masih di sini?""Lah terus aku mesti ke mana?" tanya Caraka bingung."Ya ke kamarmu sana.""Kan tadi alasanku itu mau nyelesaiin perdebatan kita, masa iya cuma lima belas menit bisa beres.""Udah lah, sana keluar!""Kalo kamu nyuruh aku keluar sek

    Last Updated : 2025-04-17
  • When I Me(e)t You   10 Penyesalan

    Caraka berbicara dengan Arga di ujung lorong sambil sesekali melirik ke arah Arka yang menangis tersedu di dekapan mamanya."Kenapa Papa bisa collapse, Mas?"Arga menghela napas sambil melirik adiknya. "Arka nekat ngomong ke papa setelah makan malam.""Ngomong apa?""Ya apa lagi? Dia ngomong kalo udah punya pacar dan pengen cerai sama kamu."Caraka memijat pelipisnya. Ia sedang bercengkerama dengan ibu dan adiknya saat tiba-tiba mendapat kabar dari Arga kalau mertuanya masuk rumah sakit. Saat itu, waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Caraka langsung melajukan mobilnya dari Bogor menuju Jakarta.Meskipun rasanya Caraka malas untuk kembali lagi dan berhadapan dengan Arka, tapi ia tidak mungkin mengabaikan begitu saja keadaan mertuanya. Setidaknya untuk saat ini, statusnya masih menantu di keluarga itu.Dan kini, melihat Arka yang sangat terpukul dengan kejadian itu membuat Caraka tidak tahu harus berbuat apa.Arga bergegas mendekati mamanya ketika seorang dokter keluar dari rua

    Last Updated : 2025-04-17

Latest chapter

  • When I Me(e)t You   16 Demi Pernikahan Ini

    Arka melangkahkan kaki masuk ke dalam gerai Pizza Hut sambil mengetikkan pesan balasan untuk Yudha. Selanjutnya ia hanya memesan minum dan personal pan pizza sambil menunggu kedatangan Yudha.Kalau ditanya apakah hatinya gelisah dengan sikap Caraka barusan padanya, ya, sejujurnya ia sedikit gelisah. Rasanya mungkin mirip seperti sedang bertengkar dengan teman kost. Bagaimanapun juga mereka tinggal satu atap, intensitas bertemu juga sangat tinggi, pastilah tidak enak rasanya kalau terjadi aksi saling diam di antara mereka.Tiga puluh menit Arka mencoba menyantap pizza di depannya pelan-pelan sambil memikirkan bagaimana ia akan menyampaikan semua fakta kepada Yudha, tapi otaknya terasa buntu.Yudha masuk ke dalam gerai pizza itu dan dengan mudahnya menemukan Arka yang duduk sendiri sambil melamun. "Udah lama?" Yudha mengusap puncak kepala Arka dari belakang.Akhirnya sosok yang ditunggu Arka menarik kursi di hadapannya."Belum lama kok, Yud. Kamu beneran udah sehat?" Arka menatap Yudha

  • When I Me(e)t You   15 Tersulut Emosi

    Arka menggeliat, mengubah posisi tidurnya.Matanya yang semula masih mengerjap pelan, tiba-tiba saja membuka sempurna saat tangannya tidak sengaja menyenggol ponselnya dan membuat benda itu jatuh dari atas sofabed.Dengan kesasarannya yang telah utuh, Arka menengok ke bawah, mencoba mencari keberadaan ponselnya.Akan tetapi, yang pertama ia lihat adalah sosok Caraka yang tidur dengan nyenyak, hanya beralaskan karpet, bahkan tanpa selimut.Tanpa sadar ia mengulas senyum tipis. Ia teringat malam hari sebelumnya di mana ia termangu setelah mendengar kata-kata Caraka yang akan menemaninya tidur.Pikirannya sempat melayang ke mana-mana sebelum mendengar tawa terbahak yang keluar dari mulut Caraka.'Abang tidur di bawah, kamu di sofabed, Arka. Kamu mikir apa? Atau sebenernya kamu mau tidur sambil Abang peluk?’Ucapan dari Caraka yang menggodanya masih jelas di ingatan, dan kini melihat Caraka benar-benar tidur dengan beralas karpet, membuat Arka tiba-tiba saja merasa bersalah.Setelah berha

  • When I Me(e)t You   14 Homesick

    Arka terpaksa kembali ke kamarnya walaupun sebenarnya ia ingin mengonfrontasi Caraka karena ucapannya yang membuat Arka kini berulang kali menoleh ke arah balkon.Namun, sepertinya ia tidak akan sanggup bertemu Caraka untuk sementara waktu. Pemandangan yang baru saja dilihatnya, ditambah dengan ekspresi Caraka—yang terkejut saat ia menerobos masuk sementara Caraka tengah topless—yang masih terbayang jelas di otaknya membuat jantungnya belum berada pada kondisi yang stabil.Untuk menetralkan jantungnya, Arka memilih mencuci mukanya di kamar mandi yang terdapat di dalam kamarnya, sekaligus untuk melihat kondisi kamar mandi itu.Not bad, tidak sebesar kamar mandi di rumahnya yang tersedia bathtub untuknya berendam, tapi kamar mandi itu juga melebihi ekspektasinya, bahkan mirip seperti kamar mandi hotel.Saat Arka masih tertegun di dalam kamar mandi, samar ia mendengar suara ketukan di pintu kamarnya. Arka menarik napas panjang dan menghelanya dengan kasar sebelum memberanikan diri untuk

  • When I Me(e)t You   13 Pindah Rumah

    "Bang, Abang ngeluarin uang berapa buat nyewa rumah ini?" Dahi Arka mengernyit tidak suka. Bukan karena rumahnya lebih kecil daripada yang ada di otaknya, tapi karena rumah dua lantai yang berada di cluster perumahan itu pasti bernilai sewa tinggi.Arka masih bertahan di dalam mobil meskipun Caraka telah menghentikan mobil dan memarkirkannya dengan sempurna di garasi rumah yang akan mereka tempati."Kenapa memangnya?" tanya Caraka yang masih bertahan menunggu Arka mengatasi kebingungannya."Ini nggak mungkin murah sewanya, Bang. Abang—" Yang semula Arka menatap rumah itu dengan kagum, kini beralih menatap Caraka dan berusaha mengintimidasinya, walaupun nyatanya gagal karena Caraka malah tertawa setelahnya. "Abang kerja apa sih? Nggak mungkin tukang bisa sewa rumah kayak gini.""Kamu nggak usah ngeributin Abang kerja apa. Kalau Abang bisa nyediain ya berarti Abang punya uang yang cukup buat nyediainnya." Caraka kembali mengajak turun tapi gelengan tegas menjadi jawaban Arka."Aku nggak

  • When I Me(e)t You   12 Satu Nama di Dalam Tidurnya

    "Perlu bantuan, Ka?"Sebenarnya sudah hampir lima menit Caraka berdiri di ambang pintu kamar Arka yang terbuka. Ia memperhatikan Arka dalam diam. Di depan wanita itu ada satu koper yang masih terbuka, sementara di dekat ranjang tidur, sudah berdiri dua koper yang sepertinya telah berisi pakaian ataupun barang lain milik Arka.Anehnya, selama Caraka berdiri di depan pintu, Arka sama sekali tidak menyadarinya, dan Caraka tahu kalau Arka sedang melamun karena tidak ada pergerakan dari gadis itu."Eh?" Arka sedikit terkejut mendengar suara yang belakangan ini akrab di telinganya. "Udah pulang, Bang?" Arka mendekat ke arah Caraka yang hari itu lagi-lagi terlihat kumal sepulang kerja. Bukan berarti lantas kadar ketampanan Caraka turun, hanya saja pakaian yang dikenakannya tampak lusuh dan ada beberapa noda di celananya seperti semen atau entah apa yang Arka sendiri juga sebenarnya tidak paham."Mau dibikinin minum, Bang?" tanya Arka. Meskipun rasanya masih canggung, tapi ia tahu tidak selam

  • When I Me(e)t You   11 Abang Gajinya Berapa?

    Arka terdiam di depan pintu kamar rawat papanya.Caraka yang memperhatikan tingkah Arka akhirnya menepuk bahunya pelan. "Kenapa?""Kalo Papa marah sama aku gimana?""Ya minta maaf.""KaloPpapa collapse lagi begitu ngelihat aku?""Ya udah, Abang masuk duluan, bilang kalo ada kamu mau ketemu Papa, gimana?"Arka menatap Caraka beberapa detik dan hanya menemukan tatapannya yang meyakinkan dan berhasil membuat Arka menganggukkan kepalanya.Caraka mengetuk pintu pelan kemudian menghilang di balik pintu itu, meninggalkan Arka seorang diri duduk di kursi tunggu yang ada di dekat pintu."Sendiri, Ka?" tanya Hadi Wijaya begitu melihat menantunya masuk ke dalam kamarnya. "Arka ngajar?""Arka ... di luar, Pa. Arka takut masuk, takut bikin keadaan Papa memburuk lagi."Lelaki paruh baya yang terbaring lemah di kasur itu menghela napas berat. "Anak itu.""Papa gimana kondisinya?""Udah baikan kok. Tapi ya gitu, dokter masih mau mantau kondisi jantung Papa. Suruh Arka masuk, Ka. Biar habis itu mama s

  • When I Me(e)t You   10 Penyesalan

    Caraka berbicara dengan Arga di ujung lorong sambil sesekali melirik ke arah Arka yang menangis tersedu di dekapan mamanya."Kenapa Papa bisa collapse, Mas?"Arga menghela napas sambil melirik adiknya. "Arka nekat ngomong ke papa setelah makan malam.""Ngomong apa?""Ya apa lagi? Dia ngomong kalo udah punya pacar dan pengen cerai sama kamu."Caraka memijat pelipisnya. Ia sedang bercengkerama dengan ibu dan adiknya saat tiba-tiba mendapat kabar dari Arga kalau mertuanya masuk rumah sakit. Saat itu, waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Caraka langsung melajukan mobilnya dari Bogor menuju Jakarta.Meskipun rasanya Caraka malas untuk kembali lagi dan berhadapan dengan Arka, tapi ia tidak mungkin mengabaikan begitu saja keadaan mertuanya. Setidaknya untuk saat ini, statusnya masih menantu di keluarga itu.Dan kini, melihat Arka yang sangat terpukul dengan kejadian itu membuat Caraka tidak tahu harus berbuat apa.Arga bergegas mendekati mamanya ketika seorang dokter keluar dari rua

  • When I Me(e)t You   9 Terserah!

    Arka terpaksa membiarka Caraka masuk ke dalam kamarnya. Semua karena ucapan Caraka yang mengatakan pada papanya kalau mereka harus menyelesaikan perdebatan mereka yang membuat dirinya menangis.Perdebatan apa coba?"Kamu nggak mau terima kasih sama aku? Dua kali loh aku ngelindungin kamu hari ini.""Kok pamrih? Aku kan nggak minta dilindungi juga," jawab Arka kesal. Ia berjalan menuju lemari pakaiannya dan mengambil satu set piyama tidur sebelum beranjak menuju pintu kamar mandi yang berada di ujung kamarnya.Caraka menggeleng-gelengkan kepala melihat betapa keras kepalanya Arka. Ia lantas duduk di sofa sambil memainkan ponselnya. Entah berapa lama ia melakukannya, sampai sebuah teriakan dari Arka membuat telinganya berdenging."Kamu ngapain masih di sini?""Lah terus aku mesti ke mana?" tanya Caraka bingung."Ya ke kamarmu sana.""Kan tadi alasanku itu mau nyelesaiin perdebatan kita, masa iya cuma lima belas menit bisa beres.""Udah lah, sana keluar!""Kalo kamu nyuruh aku keluar sek

  • When I Me(e)t You   8 Memberikan Perlindungan

    Arka berlari di sepanjang koridor rumah sakit hingga menemukan kamar rawat yang ditempati kekasihnya. Seketika rasa bersalah bergemuruh di dadanya saat mengingat kalau dirinya telah menghianati Yudha.Benar kan? Ia telah menghianati Yudha. Harusnya ia mengatakannya sejak awal. Walaupun baru beberapa hari ia menutupi pernikahan yang terjadi di masa lalunya dari Yudha, hatinya benar-benar merasa bersalah.Arka mengetuk pintu ruang rawat sebelum suara seseorang mempersilakannya masuk."Masuk, Ka. Masih tidur sih dia, efek obat.""Kok bisa kecelakaan sih? Gimana ceritanya?" tanya Arka pada Dharma, satu-satunya orang yang menunggui kekasihnya itu."Nggak tau gue, dari cerita temennya sekantor sih, tadi dia keluar kantor, pinjem motor temennya, nggak tau mau ke mana. Cerita detail kecelakaannya gue nggak tau.""Naik motor? Memang mobilnya ke mana?"Dharma mengedikkan bahu."Kamu makan siang dulu aja, biar aku yang nunggu Yudha."Dharma mengangguk lantas berlalu pergi saat Arka mendekati ran

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status