Home / Romansa / When I Me(e)t You / 3 Penjelasan untuk Arka

Share

3 Penjelasan untuk Arka

Author: Ans18
last update Last Updated: 2025-02-25 21:58:43

Seumur hidupnya, baru dua kali Arka mendapat kejutan yang membuat jantungnya berdetak tidak karuan. Pertama, ketika muridnya yang masih TK, entah bagaimana caranya mencoba memanjat pohon mangga yang ada di halaman sekolah tempatnya mengajar dan membuat anak itu terjatuh hingga patah tulang kanan. Kedua, saat ini, saat ada seorang lelaki yang memperkenalkan diri sebagai suaminya.

Untuk kasus kali ini, bahkan Arka tidak tahu harus bersikap seperti apa. Menatap kedua orang tuanya yang tetap duduk tenang di tempatnya sama sekali tidak membantunya. Ia pasti pernah amnesia. Tidak ada alasan lain yang membuatnya yakin pernah menikah kecuali hal itu.

Arka bahkan tidak sanggup untuk menyambut uluran tangan dari lelaki bernama Caraka itu.

"Kapan kita nikahnya?" tanya Arka dengan judesnya. "Ingatanku cukup kuat, dan aku yakin nggak pernah amnesia sampe kehilangan potongan memori hidupku. Jadi aku tanya ke kamu, yang ngaku sebagai suamiku, kapan kita nikahnya?"

Caraka menarik tangannya yang menggantung di udara, kemudian mengalihkan perhatian kepada kedua orang tua Arka.

"Papa sama Mama yang mau cerita? Istriku pasti nggak akan percaya apa pun yang kuceritain."

"Istriku, istriku. Jangan sembarangan manggil orang ya masnya!" Arka mengerucutkan bibir kemudian meraih tangan mamanya yang duduk di sampingnya. "Nggak bener kan, Ma?"

"Tanya papamu," jawab Avi singkat.

"Pa?"

***

Arka membanting pintu kamarnya kemudian mengunci pintu itu.

"Ini pasti mimpi. Nanti ketika aku bangun, semuanya akan kembali seperti biasa." Yakin Arka dalam hati. Walau ia tahu sugestinya itu hanya akan bertahan beberapa detik.

"Nggak mungkin! Dua jam yang lalu aku masih single, kenapa tiba-tiba detik ini jadi punya suami. Nggak mungkin!"

Arka merebahkan diri di kasurnya, sambil berguling ke kanan dan ke kiri, berusaha memikirkan perubahan besar, bahkan super besar yang terjadi di hidupnya.

Saat itu lah pintu kamarnya diketuk seseorang. Khawatir lelaki bernama Caraka itu yang mengetuk pintu kamarnya, Arka memilih diam. Hingga suara yang sudah familiar di indra pendengarannya membuat ia berani membuka pintu.

"Dek, boleh Mas Arga ngomong?"

"Kalo masih ngomongin si Caraka itu, aku nggak mau!" teriak Arka dari dalam kamar.

"Dek, katanya udah dewasa, ayo dong ngomong dulu sama Mas. Kan tadi baru Papa Mama yang ngomong sama kamu." Arga menghela napas pasrah. Ia juga tidak suka kondisi ini. Membayangkan tiba-tiba ada yang mengaku sebagai suaminya tentu menyakiti perasaan Arka. Apalagi Arga baru tahu kalau adiknya itu ternyata sudah memiliki pacar.

"Nih, minum dulu." Arga menyerahkan sebotol minuman dingin pada Arka, begitu adiknya itu membuka pintu kamar. "Belum minum kan tadi abis dari ruang kerja Papa."

"Mas Arga, Papa bohong kan? Nggak mungkin banget, Mas. Kalau pun itu terjadi, itu nggak atas persetujuanku. Nggak sah, Mas."

Alih-alih langsung menjawabnya, Arga merengkuh pundak adiknya dan mengajaknya duduk di sofa yang ada di kamar adiknya itu.

"Perasaanmu gimana, Ka?"

"Maaas, jawab dulu pertanyaanku. Papa bohong kan?"

Arga benar-benar tidak tega melihat mata adiknya yang mulai berkaca-kaca. Kapan terakhir kali adiknya itu menangis di depannya? Rasanya sudah bertahun-tahun silam sampai ia tidak bisa mengingatnya lagi.

"Hey, malu sama murid-muridmu. Masa gurunya nangis kayak mereka."

"Mas, ini tu bukan waktunya bercanda. Aku serius. Aku bakalan pergi dari rumah kalo bener apa yang dikatakan Papa."

"Arka, kamu nggak ingat kalo kamu keturunan perempuan keluarga Bestari? Mau kabur ke mana kamu? Ke tempat pacar kamu? Dalam hitungan menit, keluarga Bestari bisa nemuin kamu. Beda kalo mas yang pergi. Pasti nggak bakal dicariin." Arga tersenyum getir. Di saat keluarga lain mengagung-agungkan seorang anak laki-laki, keluarganya sendiri hanya menjadikan anak laki-laki sebagai pencari pundi-pundi uang, sementara anak perempuan akan dipuja dan dimanjakan. Keluarga yang aneh.

"Kok Mas ngomong gitu sih? Daripada bernasib kayak gini, kalo boleh milih aku juga mendingan dilahirkan jadi laki-laki."

Arga hanya menimpali ocehan adiknya dengan tawa. "Caraka orangnya baik kok. Cuma kadang agak dingin aja. Eyang nggak akan sembarangan pilih orang buat nikah sama kamu."

"Mas. Nggak ada sepotong pun ingatanku kalau aku pernah nikah. Jadi ... gimana aku harus nerima keadaan ini? Ini nggak sah, Mas. Aku bisa nuntut—"

"Siapa yang mau kamu tuntut? Eyang? atau Papa yang menjabat langsung tangan Caraka waktu Caraka ngucapin kalimat ijab qabul?"

Beberapa detik setelahnya, Arka meneteskan air mata, dan Arga yang melihatnya hanya bisa menarik adik sematawayangnya ke dalam pelukan. "Pelan-pelan, Dek. Nggak semuanya harus bisa kamu terima sekarang. Satu hal yang harus kamu percaya dari omongan mas, Caraka  orang baik. Kamu bisa pelan-pelan kenalan sama Caraka. Papa Mama nggak yang bakal maksa kamu besok langsung berperan sebagai istri Caraka kok."

"Aku mesti gimana, Mas?"

"Pertama, selesaikan dulu hubunganmu sama pacarmu—"

"Nggak mau! Aku sama Yudha serius, Mas."

"Tapi kamu istri orang."

Arka menutup kedua daun telinganya dan memejamkan mata.

Setiap kali ada yang mengatakan hal itu atau ada yang mengingatkannya, rasanya kepalanya seperti dipukul-pukul dengan palu.

"Sekarang kamu tau kan kenapa Papa Mama, bahkan Mas sendiri ngelarang kamu pacaran? Padahal biasanya Mas selalu dukung apa pun yang kamu lakukan, tapi nggak untuk yang namanya pacaran."

Arka terdiam. Teka-teki satu dekade akhirnya terjawab.

"Nanti Caraka mungkin perlu ngomong sama kamu."

"Nggak mau, Mas!"

"Masa suami mau ngomong, kamu nggak ngizinin. Cuma ngomong, Dek. Mas yakin Caraka nggak bakal macem-macem sama kamu. Maksud Mas, belum untuk saat ini. Dia juga butuh waktu buat kenal kamu."

"Aku mau tidur." Arka berjalan menuju kasur, merebahkan dirinya dengan sepenuh hati. Ia benar-benar ingin tidur dan berharap semua kembali normal saat ia bangun, atau tiba-tiba saja papanya berteriak 'Prank!'.

***

Arka mengerjap pelan, berusaha menyesuaikan retina matanya dengan pencahayaan kamarnya yang kini temaram. Sepertinya hari sudah mulai sore, entah jam berapa ia mulai tertidur, dan saat ia bangun, sinar matahari yang mengintip dari tirai jendelanya mulai berwarna kekuningan.

"Tadi mimpi kan? Cuma mimpi buruk yang terasa nyata." Arka terkekeh sendiri. Mungkin kalau ada orang lain yang melihatnya, dirinya bisa dikira Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).

"Udah bangun?"

Arka membeku di tempat. Ia sama sekali tidak mengenal suara itu. Hanya papa dan kakaknya yang pernah masuk ke kamarnya, dan Arka yakin suara yang baru saja bertanya padanya bukanlah suara kedua orang yang memiliki hubungan darah dengannya.

"Arka, kita perlu bicara."

Arka terpaksa menoleh ke sumber suara karena kali ini ia yakin ada seseorang yang bicara padanya, bukan hanya halusinasinya.

"Aaaaaaa!" Saat Arka melihat sosok lelaki yang duduk di sofa kamarnya, seketika itu juga ia berteriak dengan suara yang memekakkan telinga. "Siapa yang ngizinin kamu masuk kamarku?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • When I Me(e)t You   4 Pisah Kamar

    "Siapa yang ngizinin kamu masuk kamarku?" Arka berteriak kesal kala melihat sosok lelaki yang duduk santai di sofa kamarnya."Apa aku harus izin untuk masuk ke kamar istriku?""Astaga! Bisa nggak sih nggak nyebut-nyebut itu?" Arka mendengkus kesal sementara lelaki di hadapannya tersenyum simpul."Orang dibilang aku ngerasa nggak pernah nikah juga," gumam Arka entah pada siapa, yang jelas ia bangkit dari posisi tidurnya dan memilih duduk di foot board ranjang.Meskipun setelah bangun tidur tadi ia masih berharap bahwa semuanya adalah mimpi, tapi begitu melihat sosok Caraka di dalam kamarnya, ia jadi sadar kalau harapannya tidak terkabul. Mau tidak mau, cepat atau lambat, ia harus menghadapi lelaki yang mengaku bernama Caraka Altair Abimana itu."So, apa yang mau kamu omongin sampe nerobos masuk ke kamarku?""Hubungan kita." Caraka menjawab dengan singkat dan nada yang dingin."Hubungan yang mana? Aku sama sekali nggak ngerasa punya hubungan sama kamu."Caraka menghela napas kasar. "Aku

    Last Updated : 2025-02-25
  • When I Me(e)t You   5 Pindah Rumah Yuk!

    Seharusnya Arka bangun pagi seperti kebiasaannya di hari kerja. Tapi karena malam sebelumnya ia tidak bisa tidur, memikirkan masalah yang baru saja menimpanya, ditambah lagi dengan upayanya untuk menghindar dari kekasihnya, Arka baru membuka mata setelah jam di dindingnya menunjuk angka tujuh."Astaga!" Arka bangkit dan langsung berlari menuju kamar mandi.Usai mandi yang sangat singkat, Arka mengusapkan cc cream ke wajahnya, mengikat rambutnya asal dan segera berniat berangkat. Biarlah masalah dandanannya akan dia benahi sesampainya di sekolah nanti."Baru bangun? Bukannya kamu udah harus sampe di sekolah jam setengah delapan?"Pertanyaan pertama yang didengarnya di hari itu, sebelum nanti ia akan mendengar serentetan pertanyaan dari muridnya yang masih dipenuhi rasa penasaran di umur mereka yang belum genap menginjak usia enam tahun.Arka melirik ke arah si penanya, tapi kemudian mendengkus kesal dan berlalu begitu saja tanpa menjawabnya setelah menyadari orang yang bertanya adalah

    Last Updated : 2025-02-25
  • When I Me(e)t You   6 You Can Call Me Anything

    “Bu Arka, tumben tampangnya kusut?” tanya Anggun, wanita yang sudah dua tahun ini menjadi kepala sekolah di sana.Arka hanya tersenyum menanggapinya. Usia mereka terpaut cukup jauh, dan Arka memang tidak terlalu dekat dengan wanita itu. Entah mengapa, sejak awal Arka selalu merasa ada yang disembunyikan wanita itu darinya.Sekolah tempat Arka mengajar, dikelola sebuah yayasan. Ada daycare, playgroup, hingga TK di dalamnya. Bukan sekolah kecil seperti yang dibayangkan banyak orang. Yayasan itu dikelola orang-orang profesional, hingga banyak orang tua yang memercayakan anaknya ke sekolah itu, meskipun harus merogoh kocek yang dalam.“Kenapa, Ka?” tanya Yasmin.“Lagi ada sedikit masalah. Makanya hampir telat tadi.” Kali ini Arka membalas karena yang bertanya adalah Yasmin, sahabat dekatnya sejak ia mengenyam pendidikan sarjana dan magister Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).Jangan kira yayasan tempat Arka mengajar mengambil sembarang orang untuk mengajar anak PAUD. Arka dan Yasmin adalah

    Last Updated : 2025-02-25
  • When I Me(e)t You   7 Ide Gila

    "Kenapa kita nggak pulang aja sih?" Arka masih tidak terima lelaki di depannya itu memaksanya makan siang bersama di sebuah restoran makanan Jepang."Kita perlu bicara." Caraka memanggil pelayan restoran untuk meminta buku menu selagi Arka terus saja menyuarakan keberatannya."Tapi kan bisa di rumah.""Kamu terlalu merasa berkuasa kalau di rumah. Makanya aku cari tempat yang netral. Minimal kalau kamu merajuk, kamu nggak akan mencak-mencak kayak kemaren karena malu dilihat orang."Arka membuka mulut, ingin membantah apa yang diucapkan Caraka, tapi sepertinya otaknya sedang tidak bekerja, hingga akhirnya Arka menutup mulutnya kembali."Kamu nggak makan sushi?" tanya Caraka yang bingung mendapati Arka hanya memesan nasi kari Jepang."Aku nggak suka sushi."Caraka tiba-tiba merasa bersalah karena tadi tidak menanyakan terlebih dulu apa yang disuka dan tidak disuka Arka. "Sorry, aku nggak tau kalo kamu nggak suka sushi.""Katanya suami, tapi apa yang disuka istrinya nggak tau," ledek Arka

    Last Updated : 2025-04-17
  • When I Me(e)t You   8 Memberikan Perlindungan

    Arka berlari di sepanjang koridor rumah sakit hingga menemukan kamar rawat yang ditempati kekasihnya. Seketika rasa bersalah bergemuruh di dadanya saat mengingat kalau dirinya telah menghianati Yudha.Benar kan? Ia telah menghianati Yudha. Harusnya ia mengatakannya sejak awal. Walaupun baru beberapa hari ia menutupi pernikahan yang terjadi di masa lalunya dari Yudha, hatinya benar-benar merasa bersalah.Arka mengetuk pintu ruang rawat sebelum suara seseorang mempersilakannya masuk."Masuk, Ka. Masih tidur sih dia, efek obat.""Kok bisa kecelakaan sih? Gimana ceritanya?" tanya Arka pada Dharma, satu-satunya orang yang menunggui kekasihnya itu."Nggak tau gue, dari cerita temennya sekantor sih, tadi dia keluar kantor, pinjem motor temennya, nggak tau mau ke mana. Cerita detail kecelakaannya gue nggak tau.""Naik motor? Memang mobilnya ke mana?"Dharma mengedikkan bahu."Kamu makan siang dulu aja, biar aku yang nunggu Yudha."Dharma mengangguk lantas berlalu pergi saat Arka mendekati ran

    Last Updated : 2025-04-17
  • When I Me(e)t You   9 Terserah!

    Arka terpaksa membiarka Caraka masuk ke dalam kamarnya. Semua karena ucapan Caraka yang mengatakan pada papanya kalau mereka harus menyelesaikan perdebatan mereka yang membuat dirinya menangis.Perdebatan apa coba?"Kamu nggak mau terima kasih sama aku? Dua kali loh aku ngelindungin kamu hari ini.""Kok pamrih? Aku kan nggak minta dilindungi juga," jawab Arka kesal. Ia berjalan menuju lemari pakaiannya dan mengambil satu set piyama tidur sebelum beranjak menuju pintu kamar mandi yang berada di ujung kamarnya.Caraka menggeleng-gelengkan kepala melihat betapa keras kepalanya Arka. Ia lantas duduk di sofa sambil memainkan ponselnya. Entah berapa lama ia melakukannya, sampai sebuah teriakan dari Arka membuat telinganya berdenging."Kamu ngapain masih di sini?""Lah terus aku mesti ke mana?" tanya Caraka bingung."Ya ke kamarmu sana.""Kan tadi alasanku itu mau nyelesaiin perdebatan kita, masa iya cuma lima belas menit bisa beres.""Udah lah, sana keluar!""Kalo kamu nyuruh aku keluar sek

    Last Updated : 2025-04-17
  • When I Me(e)t You   10 Penyesalan

    Caraka berbicara dengan Arga di ujung lorong sambil sesekali melirik ke arah Arka yang menangis tersedu di dekapan mamanya."Kenapa Papa bisa collapse, Mas?"Arga menghela napas sambil melirik adiknya. "Arka nekat ngomong ke papa setelah makan malam.""Ngomong apa?""Ya apa lagi? Dia ngomong kalo udah punya pacar dan pengen cerai sama kamu."Caraka memijat pelipisnya. Ia sedang bercengkerama dengan ibu dan adiknya saat tiba-tiba mendapat kabar dari Arga kalau mertuanya masuk rumah sakit. Saat itu, waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Caraka langsung melajukan mobilnya dari Bogor menuju Jakarta.Meskipun rasanya Caraka malas untuk kembali lagi dan berhadapan dengan Arka, tapi ia tidak mungkin mengabaikan begitu saja keadaan mertuanya. Setidaknya untuk saat ini, statusnya masih menantu di keluarga itu.Dan kini, melihat Arka yang sangat terpukul dengan kejadian itu membuat Caraka tidak tahu harus berbuat apa.Arga bergegas mendekati mamanya ketika seorang dokter keluar dari rua

    Last Updated : 2025-04-17
  • When I Me(e)t You   11 Abang Gajinya Berapa?

    Arka terdiam di depan pintu kamar rawat papanya.Caraka yang memperhatikan tingkah Arka akhirnya menepuk bahunya pelan. "Kenapa?""Kalo Papa marah sama aku gimana?""Ya minta maaf.""KaloPpapa collapse lagi begitu ngelihat aku?""Ya udah, Abang masuk duluan, bilang kalo ada kamu mau ketemu Papa, gimana?"Arka menatap Caraka beberapa detik dan hanya menemukan tatapannya yang meyakinkan dan berhasil membuat Arka menganggukkan kepalanya.Caraka mengetuk pintu pelan kemudian menghilang di balik pintu itu, meninggalkan Arka seorang diri duduk di kursi tunggu yang ada di dekat pintu."Sendiri, Ka?" tanya Hadi Wijaya begitu melihat menantunya masuk ke dalam kamarnya. "Arka ngajar?""Arka ... di luar, Pa. Arka takut masuk, takut bikin keadaan Papa memburuk lagi."Lelaki paruh baya yang terbaring lemah di kasur itu menghela napas berat. "Anak itu.""Papa gimana kondisinya?""Udah baikan kok. Tapi ya gitu, dokter masih mau mantau kondisi jantung Papa. Suruh Arka masuk, Ka. Biar habis itu mama s

    Last Updated : 2025-04-24

Latest chapter

  • When I Me(e)t You   16 Demi Pernikahan Ini

    Arka melangkahkan kaki masuk ke dalam gerai Pizza Hut sambil mengetikkan pesan balasan untuk Yudha. Selanjutnya ia hanya memesan minum dan personal pan pizza sambil menunggu kedatangan Yudha.Kalau ditanya apakah hatinya gelisah dengan sikap Caraka barusan padanya, ya, sejujurnya ia sedikit gelisah. Rasanya mungkin mirip seperti sedang bertengkar dengan teman kost. Bagaimanapun juga mereka tinggal satu atap, intensitas bertemu juga sangat tinggi, pastilah tidak enak rasanya kalau terjadi aksi saling diam di antara mereka.Tiga puluh menit Arka mencoba menyantap pizza di depannya pelan-pelan sambil memikirkan bagaimana ia akan menyampaikan semua fakta kepada Yudha, tapi otaknya terasa buntu.Yudha masuk ke dalam gerai pizza itu dan dengan mudahnya menemukan Arka yang duduk sendiri sambil melamun. "Udah lama?" Yudha mengusap puncak kepala Arka dari belakang.Akhirnya sosok yang ditunggu Arka menarik kursi di hadapannya."Belum lama kok, Yud. Kamu beneran udah sehat?" Arka menatap Yudha

  • When I Me(e)t You   15 Tersulut Emosi

    Arka menggeliat, mengubah posisi tidurnya.Matanya yang semula masih mengerjap pelan, tiba-tiba saja membuka sempurna saat tangannya tidak sengaja menyenggol ponselnya dan membuat benda itu jatuh dari atas sofabed.Dengan kesasarannya yang telah utuh, Arka menengok ke bawah, mencoba mencari keberadaan ponselnya.Akan tetapi, yang pertama ia lihat adalah sosok Caraka yang tidur dengan nyenyak, hanya beralaskan karpet, bahkan tanpa selimut.Tanpa sadar ia mengulas senyum tipis. Ia teringat malam hari sebelumnya di mana ia termangu setelah mendengar kata-kata Caraka yang akan menemaninya tidur.Pikirannya sempat melayang ke mana-mana sebelum mendengar tawa terbahak yang keluar dari mulut Caraka.'Abang tidur di bawah, kamu di sofabed, Arka. Kamu mikir apa? Atau sebenernya kamu mau tidur sambil Abang peluk?’Ucapan dari Caraka yang menggodanya masih jelas di ingatan, dan kini melihat Caraka benar-benar tidur dengan beralas karpet, membuat Arka tiba-tiba saja merasa bersalah.Setelah berha

  • When I Me(e)t You   14 Homesick

    Arka terpaksa kembali ke kamarnya walaupun sebenarnya ia ingin mengonfrontasi Caraka karena ucapannya yang membuat Arka kini berulang kali menoleh ke arah balkon.Namun, sepertinya ia tidak akan sanggup bertemu Caraka untuk sementara waktu. Pemandangan yang baru saja dilihatnya, ditambah dengan ekspresi Caraka—yang terkejut saat ia menerobos masuk sementara Caraka tengah topless—yang masih terbayang jelas di otaknya membuat jantungnya belum berada pada kondisi yang stabil.Untuk menetralkan jantungnya, Arka memilih mencuci mukanya di kamar mandi yang terdapat di dalam kamarnya, sekaligus untuk melihat kondisi kamar mandi itu.Not bad, tidak sebesar kamar mandi di rumahnya yang tersedia bathtub untuknya berendam, tapi kamar mandi itu juga melebihi ekspektasinya, bahkan mirip seperti kamar mandi hotel.Saat Arka masih tertegun di dalam kamar mandi, samar ia mendengar suara ketukan di pintu kamarnya. Arka menarik napas panjang dan menghelanya dengan kasar sebelum memberanikan diri untuk

  • When I Me(e)t You   13 Pindah Rumah

    "Bang, Abang ngeluarin uang berapa buat nyewa rumah ini?" Dahi Arka mengernyit tidak suka. Bukan karena rumahnya lebih kecil daripada yang ada di otaknya, tapi karena rumah dua lantai yang berada di cluster perumahan itu pasti bernilai sewa tinggi.Arka masih bertahan di dalam mobil meskipun Caraka telah menghentikan mobil dan memarkirkannya dengan sempurna di garasi rumah yang akan mereka tempati."Kenapa memangnya?" tanya Caraka yang masih bertahan menunggu Arka mengatasi kebingungannya."Ini nggak mungkin murah sewanya, Bang. Abang—" Yang semula Arka menatap rumah itu dengan kagum, kini beralih menatap Caraka dan berusaha mengintimidasinya, walaupun nyatanya gagal karena Caraka malah tertawa setelahnya. "Abang kerja apa sih? Nggak mungkin tukang bisa sewa rumah kayak gini.""Kamu nggak usah ngeributin Abang kerja apa. Kalau Abang bisa nyediain ya berarti Abang punya uang yang cukup buat nyediainnya." Caraka kembali mengajak turun tapi gelengan tegas menjadi jawaban Arka."Aku nggak

  • When I Me(e)t You   12 Satu Nama di Dalam Tidurnya

    "Perlu bantuan, Ka?"Sebenarnya sudah hampir lima menit Caraka berdiri di ambang pintu kamar Arka yang terbuka. Ia memperhatikan Arka dalam diam. Di depan wanita itu ada satu koper yang masih terbuka, sementara di dekat ranjang tidur, sudah berdiri dua koper yang sepertinya telah berisi pakaian ataupun barang lain milik Arka.Anehnya, selama Caraka berdiri di depan pintu, Arka sama sekali tidak menyadarinya, dan Caraka tahu kalau Arka sedang melamun karena tidak ada pergerakan dari gadis itu."Eh?" Arka sedikit terkejut mendengar suara yang belakangan ini akrab di telinganya. "Udah pulang, Bang?" Arka mendekat ke arah Caraka yang hari itu lagi-lagi terlihat kumal sepulang kerja. Bukan berarti lantas kadar ketampanan Caraka turun, hanya saja pakaian yang dikenakannya tampak lusuh dan ada beberapa noda di celananya seperti semen atau entah apa yang Arka sendiri juga sebenarnya tidak paham."Mau dibikinin minum, Bang?" tanya Arka. Meskipun rasanya masih canggung, tapi ia tahu tidak selam

  • When I Me(e)t You   11 Abang Gajinya Berapa?

    Arka terdiam di depan pintu kamar rawat papanya.Caraka yang memperhatikan tingkah Arka akhirnya menepuk bahunya pelan. "Kenapa?""Kalo Papa marah sama aku gimana?""Ya minta maaf.""KaloPpapa collapse lagi begitu ngelihat aku?""Ya udah, Abang masuk duluan, bilang kalo ada kamu mau ketemu Papa, gimana?"Arka menatap Caraka beberapa detik dan hanya menemukan tatapannya yang meyakinkan dan berhasil membuat Arka menganggukkan kepalanya.Caraka mengetuk pintu pelan kemudian menghilang di balik pintu itu, meninggalkan Arka seorang diri duduk di kursi tunggu yang ada di dekat pintu."Sendiri, Ka?" tanya Hadi Wijaya begitu melihat menantunya masuk ke dalam kamarnya. "Arka ngajar?""Arka ... di luar, Pa. Arka takut masuk, takut bikin keadaan Papa memburuk lagi."Lelaki paruh baya yang terbaring lemah di kasur itu menghela napas berat. "Anak itu.""Papa gimana kondisinya?""Udah baikan kok. Tapi ya gitu, dokter masih mau mantau kondisi jantung Papa. Suruh Arka masuk, Ka. Biar habis itu mama s

  • When I Me(e)t You   10 Penyesalan

    Caraka berbicara dengan Arga di ujung lorong sambil sesekali melirik ke arah Arka yang menangis tersedu di dekapan mamanya."Kenapa Papa bisa collapse, Mas?"Arga menghela napas sambil melirik adiknya. "Arka nekat ngomong ke papa setelah makan malam.""Ngomong apa?""Ya apa lagi? Dia ngomong kalo udah punya pacar dan pengen cerai sama kamu."Caraka memijat pelipisnya. Ia sedang bercengkerama dengan ibu dan adiknya saat tiba-tiba mendapat kabar dari Arga kalau mertuanya masuk rumah sakit. Saat itu, waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Caraka langsung melajukan mobilnya dari Bogor menuju Jakarta.Meskipun rasanya Caraka malas untuk kembali lagi dan berhadapan dengan Arka, tapi ia tidak mungkin mengabaikan begitu saja keadaan mertuanya. Setidaknya untuk saat ini, statusnya masih menantu di keluarga itu.Dan kini, melihat Arka yang sangat terpukul dengan kejadian itu membuat Caraka tidak tahu harus berbuat apa.Arga bergegas mendekati mamanya ketika seorang dokter keluar dari rua

  • When I Me(e)t You   9 Terserah!

    Arka terpaksa membiarka Caraka masuk ke dalam kamarnya. Semua karena ucapan Caraka yang mengatakan pada papanya kalau mereka harus menyelesaikan perdebatan mereka yang membuat dirinya menangis.Perdebatan apa coba?"Kamu nggak mau terima kasih sama aku? Dua kali loh aku ngelindungin kamu hari ini.""Kok pamrih? Aku kan nggak minta dilindungi juga," jawab Arka kesal. Ia berjalan menuju lemari pakaiannya dan mengambil satu set piyama tidur sebelum beranjak menuju pintu kamar mandi yang berada di ujung kamarnya.Caraka menggeleng-gelengkan kepala melihat betapa keras kepalanya Arka. Ia lantas duduk di sofa sambil memainkan ponselnya. Entah berapa lama ia melakukannya, sampai sebuah teriakan dari Arka membuat telinganya berdenging."Kamu ngapain masih di sini?""Lah terus aku mesti ke mana?" tanya Caraka bingung."Ya ke kamarmu sana.""Kan tadi alasanku itu mau nyelesaiin perdebatan kita, masa iya cuma lima belas menit bisa beres.""Udah lah, sana keluar!""Kalo kamu nyuruh aku keluar sek

  • When I Me(e)t You   8 Memberikan Perlindungan

    Arka berlari di sepanjang koridor rumah sakit hingga menemukan kamar rawat yang ditempati kekasihnya. Seketika rasa bersalah bergemuruh di dadanya saat mengingat kalau dirinya telah menghianati Yudha.Benar kan? Ia telah menghianati Yudha. Harusnya ia mengatakannya sejak awal. Walaupun baru beberapa hari ia menutupi pernikahan yang terjadi di masa lalunya dari Yudha, hatinya benar-benar merasa bersalah.Arka mengetuk pintu ruang rawat sebelum suara seseorang mempersilakannya masuk."Masuk, Ka. Masih tidur sih dia, efek obat.""Kok bisa kecelakaan sih? Gimana ceritanya?" tanya Arka pada Dharma, satu-satunya orang yang menunggui kekasihnya itu."Nggak tau gue, dari cerita temennya sekantor sih, tadi dia keluar kantor, pinjem motor temennya, nggak tau mau ke mana. Cerita detail kecelakaannya gue nggak tau.""Naik motor? Memang mobilnya ke mana?"Dharma mengedikkan bahu."Kamu makan siang dulu aja, biar aku yang nunggu Yudha."Dharma mengangguk lantas berlalu pergi saat Arka mendekati ran

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status