Imas terlihat sangat rapuh, bahkan sudah tidak perduli lagi dengan air riasan pengantinnya yang kacau. Ia hanya bisa menangis menyesali nasibnya."Aku lebih baik mati menanggung semua ini, Faza," lirih Imas rapuh. Dunia seakan runtuh dan menimpanya dengan kejam."Mereka sangat egois! Mereka menghancurkan hatiku, Faza. Kamu melihatnya sendiri bukan?""Imas, aku sudah bilang padamu bahwa aku tidak akan pernah membiarkan kamu hancur sedikitpun. Apa yang kamu inginkan? Haruskah aku membunuhnya untuk membuatmu puas?" kecam Faza pada Denny di hadapan Imas."Tidak! Tidak, Faza. Jangan libatkan dirimu dalam masalah ini. Biarlah, biarlah aku menerima semua ini," cegah Imas dengan memeluk tubuh Faza dari belakang sementara ia masih terisak.Faza mengepalkan tinjunya. Melihat Imas kesakitan ia juga tidak rela. Akan tetapi di sisi lain ia menyukai peluang ini."Kalau begitu, biarkan aku menjadi pengantinmu, Imas. Aku akan menggantikan posisi Denny di sisimu, biarkan
Telinga Imas berdengung saat ayahnya mengulang ucapan itu. Betapa.sakit hatinya, akan tetapi itu adalah kenyataan yang harus ia terima.Lalu pria itu menatap gusar ke arah Faza, memindai wajah dan penampilan Faza dari ujung kepala hingga ujung kaki.. Tak ada yang istimewa melainkan pria itu masih lebih muda dari Imas."Apa yang kau lakukan? Apakah kamu yang akan melakukannya? Tidak, apakah ini akan menyelesaikan keadaan?". ujarnya dan iapun mengeluarkan ponsel untuk menghubungi Denny. Sayangnya Denny tidak bisa dihubungi."Ayah, biarkan dia melakukannya, tidak ada lagi cara yang lebih baik melainkan cara ini," kata Imas meyakinkan ayahnya.Faza membiarkan kedua anak dan ayah itu saling berunding."Baik, mari kita lakukan. Akan tetapi ayah tidak akan membiarkan Denny menghinamu begitu saja. Ayah pasti akan menghancurkan pria itu!" ujar ayahnya dan keluar dari ruang itu dengan marah.Sementara itu, Magdalena sedang berdebat hebat dengan putranya."Kamu
Mungkinkah sebenarnya Denny masih berhubungan dengan Mira tanpa sepengetahuannya? Lalu apa maunya Denny mengacaukan pernikahannya sendiri?Di tempat Imas, pernikahan digelar seperti jadwal yang direncanakan. Tanpa Denny, membuat Imas sangat gugup. Wanita itu berkali-kali meremas gaunnya usai dinikahkan dengan Faza. Ia tak mengerti pada akhirnya Faza adalah pendamping di dalam hidupnya."Kamu terlihat gugup, Imas," tegur Faza melihat binar wajah Imas yang redup. "Tersenyumlah, setidaknya demi aku sebentar saja.""Tapi, keluargamu bagaimana? Mereka tidak tahu kamu menikahiku bukan?""Tak usah dipikirkan. Aku baru saja memberitahu mereka tentang pernikahan kita ini. Santai saja," ujarnya tenang.Benar saja, tak lama kemudian serombongan orang datang dengan pakaian yang khas. Seluruhnya memakai hijab untuk wanitanya dan memakai peci untuk prianya. Faza menyambut mereka dengan senyuman."Kalian mengejutkan kami," kata wanita itu memeluk Faza. Terlihat setitik
"Imas, aku akan menjelaskan semuanya esok hari, jika situasinya memungkinkan. Sekarang ini kita disibukkan menjamu tamu dan menjawab tamu undangan yang terkejut karena pengantin pria yang berubah lebih ganteng ini. Kita bisa membicarakan masalah itu kalau sudah santai, bagaimana?" Faza berusaha bersikap tenang, meredam sikap Imas yang emosional."Baiklah, aku juga lelah menjawab semua pertanyaan konyol itu. Ini gegara Denny yang sudah menghancurkan harapanku. Tapi Faza, kamu harus memikirkan lagi semuanya setelah hari ini. Kamu harus menjelaskan kepada seluruh keluargamu bahwa ini adalah pernikahan palsu yang terpaksa kamu lakukan demi menyelamatkan aku."Faza tak menjawab, ia sedikit kecewa karena bagi Imas pernikahan ini tidaklah serius seperti yang ia inginkan. Faza ingin memiliki Imas sesungguhnya, tapi Imas menganggap hal tersebut adalah lelucon.***"Selamat ya, bayinya laki-laki, sehat dan gemuk," kata seorang perawat membawa kabar buat Mira yang masih te
Di Jakarta...Denny sibuk dengan berbagai macam urusan kantor yang sempat terbengkalai beberapa hari lamanya dan pekerjaannya menjadi bertumpuk-tumpuk.Dengan sedikit waktu menjelang makan siang, iapun menyempatkan untuk menyesap coffee mix yang baru dibuatnya.Seperti biasa juga, Alisya akan datang menjelang makan siang dengan menenteng makan siang di tangannya."Sudah lapar apa belum? Yuk makan siang dulu,". ujarnya lalu meletakkan bontot makan siang itu di atas meja."Makanlah dulu, masih ada yang harus kukerjakan sekarang, nanti aku akan menyusul," jawabnya."Baiklah, aku sudah lapar, jadi aku makan duluan ya.""Yaps, makanlah yang kenyang."Lalu pria itu kembali berkutat dengan tumpukan berkas di mejanya, tanpa menghiraukan Alisya yang terus memandanginya.Setelah dirasa selesai, Denny beranjak dan duduk di dekat Alisya."Apa yang kau bawa? Aku sudah lapar," keluhnya."Ini, sop ayam dengan makaroni. Dan ini, perkedel kentang. Tap
"Kesalahanku? Kenapa kamu baru mengatakan sekarang kalau itu adalah kesalahanku? Kamu sungguh tidak mengenali aku?" sungut Imas tak percaya. "Itu cuma alasan untuk kamu meninggalkan aku bukan? Kamu berubah Denny, hatimu berubah hanya karena wanita ini!" tegas Imas tak terima."Bagaimana denganmu? Kamu berselingkuh dan bermesraan di belakangku dengan teman baik Mira. Jangan kamu kira aku tidak mengetahui apa yang kamu pikirkan sejak awal, Imas Gayatri. Wanita sepertimu sangat mudah jatuh cinta dan ini bukan untuk yang pertama kali!"Mereka berdua bersitegang saling menuding. Bagi Denny, tingkah Imas yang gemulai dan manja memang sering menimbulkan persepsi yang berbeda. Terkadang hal itu membuatnya ragu dengan kesetiaan Imas."Apakah yang kamu maksud adalah Faza? Itukah sebabnya kamu tega menjebakku di hari pernikahan yang sudah kita sepakati?"Denny menyeringai, menatap benci pada wanita itu. "Sekarang kamu sadar apa yang sudah kamu lakukan di belakangku? Baikla
Faza meletakkan alat masak yang di tangannya dan mengambil posisi di dekat Imas."Sebentar, ceritakan sedikit demi sedikit apa yang terjadi. Aku ingin tahu bagaimana bisa kami datang ke perusahaan Denny. Katakan padaku, apa alasanmu untuk datang ke sana?""Tentu saja, tentu saja aku harus menuntut ganti rugi karena telah dipermalukan. Aku datang ke sana dan aku meminta saham milikku segera di keluarkan," kisahnya pada pria yang menunggu kisah darinya. "Selain itu kamu adalah suamiku, kamu harus menolongku. Aku ingin melihat Denny kepayahan karena kehilangan investor Begitu juga kamu, aku ingin kamu mencabut semua saham milikmu di sana," terangnya panjang lebar.Faza menautkan alisnya saat disinggung soal saham yang ada di perusahaan Denny. Meski saham itu atas namanya, saham itu hanyalah milik Mira yang merupakan saham mantan istri Denny sendiri. Mana mungkin ia akan mencabutnya dari Denny!"Tapi...itu tidak mungkin, sayang. Itu tidak mungkin,"katanya gelis
Faza benar-benar terkejut saat Mira membalas pesannya dan mengatakan mau bertemu."Tapi... Kalimantan?" Iapun menggaruk kepalanya yang tak gatal karena harus bepergian ke luar pulau yang jauh. Jangankan ke luar pulau atau luar negeri, baginya bepergian keluar kota hanyalah kota Jakarta saja, hanya Jakarta yang pernah ia tempuh."Bagaimana kabarmu sekarang, Mira. Apakah kamu masih menyukai Denny yang brengsek itu? Aku bahkan tidak mengerti, kenapa kamu merelakan banyak sekali uang untuk pria seperti Denny," gerutunya sembari melihat layar laptop di hadapannya. "Kalau kamu sekarang masih berpikir untuk menyukai Denny, betapa naifnya kamu ini."Sesaat kemudian, Imas datang dengan semangkok bakso di tangannya. Wanita itu baru saja meminta maid membeli bakso di depan rumah.Melihat Imas, Faza langsung menutup kotak email lalu berkata, "Mana punyaku, kenapa cuma beli satu?""Hmm, aku mau coba selera kaki lima kayak seleramu. Barangkali aku bisa menikmatinya.
Sugesti di masa kecil yang absurd seperti potongan kenangan yang unik untuk diingat.Seperti bagaimana biji semangka yang tertelan akan tumbuh dan berakar di dalam perut, mengeluarkan tangkai dan daun dari telinganya dan hidung lalu berbuah di puncak kepala. Begitulah seorang anak digiring dalam sebuah pemikiran tak masuk akal bahkan hanya karena sebuah nama."Apa kau terpengaruh?""Tentu saja. Sepertinya itu berhasil karena aku percaya dengan ibuku. Hahaha," Denny tergelak lagi karena konyolnya pemikiran saat itu.Mereka terlihat serasi dan bahagia."Apa yang akan kita lakukan selanjutnya?" Denny kemudian melihat Mira meminta pendapat soal rencana yang sebenarnya sudah mereka buat."Uhmm pertama, aku mau buat adik untuk Azrah, ini adalah tujuan yang paling bagus untuk dilakukan. Apa aku salah?""Haish... selalu saja cari keuntungan."Denny hanya nyengir, sementara ia tetap fokus berkendara."Rencana kedua adalah membangun usaha toko di pasar tradisional dan selanjutnya akan menjadi
Mira dan juga Denny sangat panik dan segera membawa Marina ketempat yang nyaman di dalam mobil.Mereka membawa pulang wanita itu dan memindahkannya ke kamar.Mira sangat iba melihatnya. Ia bisa merasakan Marina sangat terluka. Ia sangat mengerti bahwa Marina sangat mencintai Dika."Mira, sejak tadi kau melamun, apa yang kamu pikirkan?" tegur Denny karena Mira hanya termenung menatap wajah Marina."Selalu ada yang membuat wanita terluka sampai seperti ini. Apakah lelaki nggak tahu kalau wanita itu cuma makhluk yang lemah. Saat mencintai, dia sangat mudah dikhianati. Saat setia, pria tidak menyadari dan saat terluka ia hanya bisa menangis menyalahkan dirinya sendiri yang tak sempurna. Hanya saja, meskipun sangat lemah...wanita mampu bertahan dalam situasi seperti ini," ujarnya pelan, seolah mengenang apa yang dialaminya dulu.Saat itu Denny mengabaikan segala yang ia miliki. Cinta dan ketabahannya harus berakhir dengan selembar surat cerai.Akan tetapi Marina...dia mendapat selembar sur
"Aku membebaskan kamu, tapi kamu kembalikan kerugian yang sudah kamu tumbukan sejak awal, bagaimana?""Hah, omong kosong! Kau kira aku percaya?""Tidak. Kau tidak perlu percaya. Karen aku juga yakin kamu tidak punya uang untuk melakukannya. Kau kan cuma bisa memeras perempuan, mana mungkin bisa kembalikan uang sebanyak itu. Tapi...aku bisa sih mengurangi dakwaan soal pemerasan kamu yang terakhir, dengan syarat kamu ikuti permainan kami."Dika meremas tangannya kuat, sebab, dakwaan soal pemerasan uang itu berbuntut panjang. Marina minta uang itu dikembalikan tiga kali lipat berikut biaya persalinannya kelak."Aku tidak memeras, tapi dia yang memberikan.""Marina juga mendapatkan tamparan keras darimu, apa itu juga bisa dilaporkan tindak kekerasan? Ah Dika, sangat banyak catatan kriminal yang kau lakukan," ejek Denny. "Mungkin hukuman lima belas tahun penjara tidak cukup untuk kamu.""Jadi apa maumu?!" kali ini Dika terlihat menyerah.Denny tersenyum menang. Ia sudah membaca gelagat Dik
Seperti yang dikatakan Mira, polisi memang sudah berhasil meringkus Dika sehingga mereka mendapatkan pemberitahuan keesokan harinya.Mira segera menemui Marina dan menceritakan apa yang telah ia lakukan untuk Dika."Marina, aku minta maaf karena terpaksa menguntit kepergian kamu ke bank. Dan inilah akhirnya, kami memutuskan penyelesaian dengan polisi saja.*Marina menunduk dalam. Sepertinya ia ragu menyetujui tindakan Mira."Kau masih menyukai Dika, Marina? Apakah pria itu layak untuk wanita sebaik kamu?"Marina masih tak menjawab. Dilema di hatinya saat ini adalah soal harga dirinya yang hancur. Bagaimana mungkin ia melahirkan tanpa seorang suami, apa yang akan ia lakukan?"Kau berpikir bahwa Dika akan menikahi kamu, Marina? Itu tidak mungkin, Marina. Tidak semudah itu untuk memiliki suami yang baik seperti yang kita inginkan.""Tapi Bu....saya butuh status, meskipun hanya seorang janda, bukan sampah seperti ini," isaknya kemudian. "Saya masih tak mengerti, apakah kesalahan ini semua
Mereka sepakat untuk menguntit kemana Marina pergi. Dan benar saja, Marina memang datang mengambil uang di sebuah Bank. Mereka bahkan bisa memperkirakan berapa jumlah uang yang diambil Marina di bank tersebut."Kenapa Marina membutuhkan uang sebanyak itu?" gumam Mira yang sempat didengar Denny."Sudahlah, kita hanya butuh menguntit apa yang sebenarnya ia lakukan."Tak lama kemudian, wanita itu menuju sebuah restoran kecil di pinggir jalan tak jauh dari bank itu.Denny dan Mira tetap menguntit dan memperhatikan gerak gerik Marina yang terlihat gelisah seperti menunggu seseorang.Dan ternyata tak lama kemudian, seorang pria berhodie mendekati dan duduk di hadapan Marina.Marina menoleh kesana kemari untuk memastikan tidak ada yang melihat pertemuan mereka. Marina tahu, ini tidak benar, tapi ia ingin mengungkapkan perasaannya pada pria itu saat ini."Heh, kau datang juga akhirnya," bisik pria itu menatap puas wanita di hadapannya. "Benar, aku datang dan membawa apa yang kau minta, Mas."
Suasana semakin riuh saat mengetahui bahwa Mira adalah orang yang paling berkuasa di perusahaan tersebut.Apa ini? Mereka semakin tak percaya. Bagaimana mungkin Denny yang begitu keras dalam berusaha ternyata tidak memiliki apapun di perusahaan.Begitu juga Danu. Ia semakin tak mengerti bagaimana mungkin keluarga mereka hanya memiliki tidak lebih dari dua puluh persen saham? Kemana uang yang mereka miliki selama ini? Apakah ada suatu permainan yang dimainkan Denny untuk mengalihkan hartanya kepada istrinya?Itulah sebabnya kenapa Denny begitu berat melepaskan perusahaan itu untuknya!Dan karena kenyataan itu, Danu sangat marah lalu iapun segera keluar ruangan untuk mencari udara segar."Mas, aku minta maaf perihal Mira tadi, tapi bukankah itu yang mas Danu inginkan? Mas Danu ingin menerima tanggung jawab ini dan istriku tidak mempermasalahkannya. Untuk itu, aku juga tidak masalah." "Kenapa kau berubah pikiran? Apa kau sudah merasa cukup puas dengan permainan kamu? Kalian mengalihkan
Marina tahu, ia telah bersalah, tapi untuk kali ini saja, ia akan menuruti kemauan Dika. Ia ingin bernapas sejenak dan setidaknya tidak merepotkan Mira untuk menghadapi Dika. Selain itu, keluarganya akan merasa aman dari gangguan Dika."Sungguh, Bu. Sungguh tidak terjadi apapun denganku. Aku hanya menangis karena merindukan keluarga sehingga terasa bengkak wajahku karena menangis," ujar Marina beralasan.Meskipun tak sepenuhnya percaya, Mira menerima saja alasan Marina."Baiklah, kalau begitu cepatlah beristirahat, dan jangan lupa untuk minum vitamin kehamilan supaya tubuhmu tidak terlalu lemah.""Baik, Bu. Terimakasih."***Hari ini, Denny mengadakan pertemuan dewan direksi masalah perwakilan direktur perusahaan yang akan dipegang Danu. Ia harus memberikan pengumuman dan penyerahan alih tugas sementara. Selagi menyiapkan, Danu datang dengan wajah kesal seperti biasa."Apa maksudmu dengan alih tugas sementara? Apa kau pikir aku selemah itu?" protesnya dengan melempar map berisi undan
Marina menahan perih teramat sangat, sedangkan hatinya lebih dari itu. Ingin rasanya ia mengambil pisau yang terselip di pinggang Dika lalu menghujam pria itu dengannya. Tapi ia merasa lemah dan takut dengan bentuk kekerasan seperti itu."Marina, kau harus mengambil langkah yang bagus untuk mengambil kekayaan Denny. Anggap saja tidak perlu buru-buru, sedikit demi sedikit juga bisa kita mulai. Kau tentu bisa melakukannya."Wanita itu masih dalam memegangi pipinya yang terasa panas, ia hanya mendengar ucapan Dika dengan ketidak pastian."Sekarang aku butuh uang lima juta saja untuk membeli motor bekas, tapi bulan depan aku harus membeli motor yang baru, bagaimana, ini adil untuk kita bukan?"Kali ini Marina menatap tajam tak percaya pada pria yang di hadapannya. Ia tak percaya Dika hanyalah monster bertubuh manusia tampan. Sisi hidupnya sangat gelap maka ia tidak akan mau berada di lingkup hidup pria ini sampai kapanpun."Kenapa? Kenapa kamu menatapku seperti itu? Apa kau kira aku tidak
Denny mendengus, "Andaikan itu mudah bagiku, aku memilih untuk bersikap tidak perduli. Tapi bagaimana lagi jika itu sudah menyangkut istri cantikku?""Hehe, menggombal ya? Sudah baikan?" tanya Mira lembut. Tangannya menjangkau rahang suaminya dengan kasih sayang.Ya, ia memang akan merasa lebih baik dengan pelukan dan senyuman Mira yang indah. Akan tetapi setelah ia kembali dalam polemik hidupnya, ia merasa sangat ingin berlari dalam pelukan wanita ini. "Tentu saja. Aku akan semakin baik kalau kau selalu seperti ini, selalu bersikap lembut dan tersenyum.""Kalau begitu, sebaiknya kita kembali ke desa saja, Mas. Dan...aku sangat setuju kalau kamu menyerahkan perusahaan ini untuk Mas Danu."Atas ucapan Mira itu, Denny membelalakkan matanya. Ia tak mengerti bagaimana bisa Mira tahu apa yang sedang ia pikirkan saat ini."Kenapa kita harus ke Desa? Apakah semudah itu menyerahkan perusahaan pada Mas Danu?""Iya, Mas. Setidaknya berikan kesempatan untuk mas Danu bangkit seperti kamu,. berik