Beranda / Fantasi / Warisan Artefak Kuno / Kota Hantu - Pertama.

Share

Kota Hantu - Pertama.

Penulis: Jimmy Chuu
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-28 20:55:49

"Apa yang terjadi?" desis Rong Guo terkejut.

Ketika pintu gerbang besar Hundun Yaosai terbuka, ia tidak menemukan dirinya di dalam ruangan gelap seperti yang ia bayangkan. Sebaliknya, sebuah hamparan tanah luas dengan rumput hijau terbentang di hadapannya.

Di sekitarnya, pohon-pohon willow menjulang tinggi dengan batang-batang besar dan daun-daun yang menjuntai hingga hampir menyentuh tanah. Pohon ek tua berusia ratusan tahun berdiri kokoh berjejeran, seakan menjadi penjaga abadi tempat itu.

“Pemandangan ini... kontras sekali,” batinnya kagum.

Matahari terbit memancarkan sinar hangat, menyelimuti tempat itu dengan keindahan yang bertolak belakang dengan suasana musim gugur yang dingin di luar benteng.

Ia bahkan terpesona oleh kicauan burung-burung kecil yang terbang melintasi langit biru cerah, hingga tiba-tiba suara tegas namun halus menyapanya, mengalihkan perhatian.

"Selamat datang di Hundun Yaosai. Anda berada di lantai pertama dari dungeon ini. Silakan daftarkan status Anda untuk
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Warisan Artefak Kuno   Kota Hantu - Kedua.

    Pada sebuah lorong yang suram, di Hundun Yaoisai, di lantai pertama – Kota Hantu.“Pemanah itu perempuan?” batin Rong Guo saat memerhatikan lebih dalam pada sosok yang tegap namun sekilas aura feminin muncul disana.TRANG!Suara benturan pedang terdengar memekakkan telinga ketika bilah pedang spiritual sang ahli pedang menghantam sisi tubuh kadal raksasa. Getarannya mengguncang udara sekitarnya, tetapi bukannya terluka, kadal itu justru menggeram semakin ganas.Senyuman menyeringai yang menakutkan tersungging di wajah makhluk itu. Sisik-sisik tebal mirip perisai naga memantulkan cahaya suram, tak tertembus oleh pedang spiritual. Sang ahli pedang terlihat kebingungan, dan saat ia mencoba bertahan, cakar tajam kadal itu menghantam tubuhnya tanpa ampun.PANG!Tubuh sang ahli pedang terlempar beberapa tombak jauhnya. Ia menghantam keras tembok reruntuhan bangunan, menimbulkan suara retakan batu yang menggema. Puing-puing berjatuhan, menambah kekacauan yang sudah terjadi.“Bertahanlah! Aku

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Warisan Artefak Kuno   Sebuah Perkampungan Kecil.

    “Namaku Gu Tian Yong. Tuan bisa memanggilku Ayong,” ujar si ahli pedang dengan senyum tulus.“Dan aku Zhou Yizan. Tuan dapat menyebutku Yizan saja,” tambah si pemanah perempuan, suaranya ringan namun penuh keyakinan.“Jika Tuan bersedia, jadikan kami teman seperjalanan. Kami akan dengan senang hati menemani Anda berburu di Dungeon lantai satu – Kota Hantu ini,” sambung Ayong cepat, matanya berbinar penuh harap.Rong Guo menatap keduanya lekat-lekat. Dalam diam, ia menilai mereka dengan cepat. Mereka tampak tulus. Usia mereka juga tidak jauh berbeda denganku. Jika memang bisa saling membantu, kenapa tidak?“Kita bisa berteman,” ujarnya tenang, meski sorot matanya tetap penuh kewaspadaan. “Tapi jangan panggil aku Demigod. Itu terlalu berlebihan, oke?”Wajah Ayong dan Yizan langsung cerah mendengar tanggapan itu. Mereka dengan cepat mengangguk.“Baiklah, Kakak Guo,” ucap Yizan, suaranya penuh semangat.Mulai saat itu, ketiganya resmi menjadi kawan seperjalanan.Namun, ketika Rong Guo hen

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • Warisan Artefak Kuno   Raja Elemental Api.

    "Ayo, Kakak Guo! Kita pergi berburu Raja Elemental Api!" seru Ayong dengan semangat, sambil berlari kecil di depan. "Kesempatan seperti ini tidak datang setiap hari. Monster dunia seperti itu jarang keluar dari persembunyiannya, apalagi kelasnya ini sering royal dalam memberikan banyak hadiah!"Yizhan mengekor di belakangnya, langkahnya juga cepat-cepat dalam sikap antisipasi.Tak lama kemudian, ketiganya bergabung dengan kelompok pemburu lain. Semakin mereka melangkah ke tiap tikungan di Kota Hantu, selalu saja ada Hunter yang muncul.Makin lama, semakin banyak hunter yang bergabung dengan kelompok mereka.Dan kini, suara langkah kaki para pemburu menggema di sepanjang jalan, menciptakan irama menggelegar yang membuat jantung berdegup lebih kencang."Ayong, sebenarnya seperti apa Raja Elemental Api itu?" tanya Rong Guo, mencoba mengimbangi langkah Ayong dan Yizhan yang kini berjalan cepat.Ayong menoleh, wajahnya serius meski napasnya sedikit tersengal. "Raja Elemental Api, atau Raja

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • Warisan Artefak Kuno   Sepuluh Ribu Energi Stone.

    Karena Monster Dunia – Raja Elemental Api – telah berakhir di tangan Rong Guo, tekanan dahsyat yang sebelumnya menyebar ke seluruh penjuru tempat itu seketika lenyap.Suasana yang mencekam berubah drastis. Para pemburu yang sebelumnya terhuyung-huyung dan tak berdaya, kini merasakan kelegaan luar biasa menyusup ke tubuh mereka.“Tak ada lagi tekanan!” seru seseorang dengan nada penuh semangat.“Ayo, kita serbu makhluk itu ramai-ramai!” teriak seorang pemburu lainnya. “Tak mungkin dia sanggup bertahan kalau kita menyerangnya bersama-sama!”Dalam sekejap, ratusan pemburu bergerak serempak. Tubuh mereka melesat cepat seperti bayangan yang berubah menjadi kilatan cahaya putih, menuju lokasi di mana Raja Elemental Api terakhir kali terlihat.Namun, ketika mereka tiba di tempat itu, suasana yang mereka temui sungguh di luar dugaan.Area yang sebelumnya dipenuhi oleh aura panas dan pijar api kini sunyi senyap. Tak ada lagi tanda-tanda pertempuran sengit. Bahkan debu atau serpihan yang seharu

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-30
  • Warisan Artefak Kuno   Batu Mirah Delima, dan Black Stone.

    Rong Guo melirik mereka sekilas, kemudian menyodorkan masing-masing seribu Energy Stone kepada kedua temannya itu.“Ini untuk kalian. Semoga bermanfaat,” katanya sambil tersenyum tipis.Wajah Ayong dan Yizhan langsung berseri-seri, tak dapat menyembunyikan rasa bahagia sekaligus rasa hormat yang makin mendalam terhadap Rong Guo. Dalam hati, mereka bersumpah untuk tetap menjaga hubungan ini. Kakak Guo bukan hanya kuat, tetapi juga murah hati dan loyal.“Sekarang mari kita pergi. Apakah kalian punya tempat tinggal? Aku harus menyelesaikan sesuatu,” ujar Rong Guo sambil melangkah perlahan.“Ya kami punya,” dengan cepat Ayong mengangguk kepala.Sebenarnya, saat semua hunter belum datang ketempat itu, Rong Guo sempat membuka empat kotak lainnya. Dari dalam kotak-kotak itu, ia menemukan dua benda yang menarik perhatiannya: Batu Merah Delima dan Black Stone.Batu Mirah Delima adalah hadiah dari Raja Elemental Api, sebuah artefak yang memungkinkan elemen api dimasukkan ke dalam senjata, menin

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-30
  • Warisan Artefak Kuno   Dungeon Kelas C.

    Pedang Phoenix dan Naga sebenarnya bukanlah senjata utama Rong Guo. Sebagaimana diketahui, ia memiliki senjata paling istimewa—Payung Iblis, sebuah artefak legendaris yang hanya akan ia gunakan di saat-saat paling genting.Namun, mengapa ia masih bersusah payah menggunakan Pedang Phoenix dan Naga, bahkan sampai repot-repot melakukan crafting pada senjata spiritual rendah tersebut?Jawabannya sederhana. Alasan pertamanya adalah karena Payung Iblis adalah senjata kunci yang telah ia persiapkan khusus untuk menghadapi lawan terakhirnya, Kaisar Jue Tian Yuan, penguasa terkuat Qi Tu Dalu yang mampu mengguncang dunia dengan kekuatannya.Rong Guo tidak ingin membuang potensi Payung Iblis di medan tempur biasa.Alasan kedua, yang lebih masuk akal, adalah kondisi di tanah kelahirannya, Zhen Luo Dalu. Di sana, mendapatkan barang keramat sangatlah sulit. Sebuah senjata spiritual berkualitas tinggi bahkan bisa memicu konflik besar antar sekte atau klan.Karena itu, Rong Guo memanfaatkan keberadaa

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-01
  • Warisan Artefak Kuno   Kejutan Rong Guo.

    Dalam dunia Xianxia, terdapat konsep besar yang dikenal sebagai Three Realms, atau tiga alam kehidupan.Alam pertama, yang dikenal sebagai Netherworld atau dunia bawah, adalah tempat bagi jiwa-jiwa orang yang telah meninggal. Di sini, kekacauan, kegelapan, dan kekuatan jahat merajalela, menciptakan suasana yang penuh dengan ketegangan dan misteri.Alam kedua, disebut dunia fana, adalah tempat di mana manusia hidup dan berjuang. Dalam dunia ini, manusia berusaha melampaui batasan kehidupan dengan melatih kekuatan spiritual mereka, bertujuan untuk mencapai keabadian.Terakhir, alam ketiga, yang dikenal sebagai Heavenly Realm atau Nirwana, adalah dunia surgawi di mana para dewa dan asura bersemayam dalam kedamaian abadi. Setiap kultivator mempunyai satu impian yang sama: mencapai keabadian—Yongheng—dan berpindah ke alam ketiga yang mulia ini.Dalam konteks tersebut, pintu gerbang yang ditemukan oleh Rong Guo dan kawan-kawannya dalam gua adalah alat penghubung antara dua dunia. Portal ini

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • Warisan Artefak Kuno   Dungeon Kedua

    Akhirnya, untuk mereset dungeon yang mereka masuki, Rong Guo dan kawan-kawannya harus keluar dari mulut gua tempat pertama kali mereka masuk.“Setelah ini, kita harus menunggu sekitar satu jam,” jelas Ayong dengan nada hati-hati.“Dungeon secara otomatis akan melakukan pembersihan, memulihkan energi semua monster yang sudah kita habisi, dan kemudian menciptakan monster baru yang lebih kuat dari sebelumnya.”Mereka berdiri di sebuah jalan sepi di Kota Hantu, tepat di depan gua pintu gerbang dungeon yang masih terbuka lebar. Dari kejauhan, hanya tampak bayangan gelap dan kosong, seolah-olah dunia ini telah berhenti berputar.Suasana malam itu terasa sangat hening. Rembulan yang menggantung tinggi di langit memberi cahaya lembut, menyinari jalan kosong yang mereka pijak.Tidak ada satupun hunter yang tampak di sana; semua masih sibuk di dalam dungeon yang penuh tantangan, menyelesaikan misi yang membutuhkan waktu lama.Yizhan tertawa pelan, suaranya menggema lembut di tengah keheningan m

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02

Bab terbaru

  • Warisan Artefak Kuno   Langit Membara Di Ckrawala Kota Tianzhou – Part II.

    “Kalian, orang-orang dari Benua Podura, sungguh tak tahu malu!" teriak Nyonya Yinfeng, membuka percakapan dengan suara tajam yang penuh kemarahan dan nada mencela.“Sudah bertahun-tahun kalian berusaha menghancurkan Benua Longhai, tetapi semua jagoan kalian selalu kalah. Hari ini, masih berani muncul dan menyerang kami? Benar-benar tak tahu diri!" Ia melanjutkan dengan nada menyindir, menekankan setiap kata.Nyonya Yinfeng sengaja memprovokasi mereka. Suaranya membelah deru angin yang berhembus di cakrawala, membuatnya tampak seperti dewi yang perkasa.Meski terlihat percaya diri, ada kekhawatiran dalam tatapannya. Matanya tak pernah lepas dari tiga kapal roh besar yang mengambang di atas Kota Tianzhou. Ia tahu, musuh yang mereka hadapi kali ini mungkin jauh lebih berbahaya.“Berapa banyak ahli tingkat Kaishi yang tersembunyi di kapal-kapal itu?" bisiknya dalam transmisi suara kepada dua rekannya.Pangeran Mahkota Xue Yan melirik sekilas, ekspresinya tetap tenang meski pikirannya berg

  • Warisan Artefak Kuno   Langit Membara Di Cakrawala Kota Tianzhou.

    Sosok pria berzirah merah itu ternyata seorang pengendali api. Ia mengangkat tangannya, dan dari telapak tangannya terpancar gulungan api yang menjalar ke tanah. Api itu awalnya hanya seukuran kerbau besar, tetapi dalam hitungan detik, nyalanya membesar, merayap seperti ular liar yang haus akan kehancuran.Ekspresi horor segera terpancar di wajah semua orang. Mereka berhamburan, mencari celah untuk menyelamatkan diri dari bencana yang seolah tak terhindarkan.DUAR!Ledakan keras mengguncang udara, memekakkan telinga. Sumber ledakan itu berasal dari arah Akademi Linchuan.Semua orang yang melihatnya tersentak, tubuh mereka membeku sesaat sebelum pikiran panik mengambil alih. Tak terkecuali dua siswa Akademi Linchuan—Yin Zheng dan Hu Chen."Celaka! Akademi Linchuan menjadi sasaran!" teriak Yin Zheng dengan wajah penuh kepanikan. Tubuhnya sedikit gemetar, dan matanya menatap cakrawala yang dipenuhi asap dan cahaya jingga dari api."Barang-barangku masih di akademi!" seru Hu Chen, suarany

  • Warisan Artefak Kuno   Pria Zirah Merah

    Pagi itu, di bawah sinar matahari yang merayap pelan di langit biru, Yin Zheng dan Hu Chin, dua murid terampil dari Akademi Lin Chuan, melangkah mantap menuju aula musik.Seragam akademi yang mereka kenakan terbuat dari kain halus berwarna putih. Pakaian itu sedikit longgar, dengan sabuk sutra melingkar di pinggang, menampilkan lekuk ramping tubuh mereka.Ikat kepala satin putih melingkari kepala mereka, menambah kesan rapi dan elegan, selaras dengan status mereka sebagai murid akademi bela diri yang terkemuka, tempat yang mendidik pemuda dengan pengetahuan dan melatih kekuatan untuk menjadi abadi.Percakapan pun dimulai.“Dengar-dengar, Pangeran Xue Yuan akan mundur dari kepemimpinan akademi,” kata Yin Zheng dengan suara datar, namun sorot matanya penuh penyesalan. “Ini tentu sangat disayangkan.”Langkah mereka ringan, berkat Qinggong yang luar biasa, seolah-olah tubuh mereka melayang di atas rerumputan hijau. Keheningan pagi itu terasa tenang, hanya desiran angin lembut yang menyapu

  • Warisan Artefak Kuno   Tanda-tanda Di Langit

    Kita kembali ke beberapa waktu lalu untuk memperjelas kisah ini.Di Istana Kekaisaran Tian Yun, Pangeran Mahkota Xue Yuan berdiri di balkon yang menjulang tinggi. Dari situ, ia bisa melihat seluruh Kota Tianzhou yang megah, dipenuhi oleh kehidupan yang berdenyut.Di bawah sinar matahari pagi yang hangat, pikirannya melayang jauh, meresapi nasib yang menantinya.Tak jauh dari istana, Akademi Linchuan berdiri megah, terkenal karena pelatihan bela diri dan seni kekaisarannya. Seperti biasa, akademi itu dipenuhi aktivitas. Ratusan murid memenuhi lapangan latihan, suara keras pukulan, "thump" yang kuat saat kaki mereka menghantam tanah dan "swoosh" saat tangan mereka bergerak, menggema di udara.Seorang instruktur berteriak tegas, "Ayo, fokus! Jangan biarkan gerakanmu kehilangan ketepatan!" Sementara itu, ia dengan cermat mengoreksi posisi siswa yang menekuni seni bela diri tangan kosong.Di sisi lain akademi, siswa-siswa berbaju jubah putih panjang bergerak dengan anggun dan percaya diri

  • Warisan Artefak Kuno   Petunjuk – Part II

    Mereka berjalan menuju reruntuhan besar yang membentuk celah seperti gua. Di dalamnya, seorang pemuda duduk bersandar pada dinding yang retak.Pakaiannya, seragam Akademi Linchuan, telah koyak-koyak, memperlihatkan luka-luka di tubuhnya. Wajahnya tampak pucat, garis matanya membiru, dan dari napasnya yang berat, jelas ia mengalami luka dalam yang parah.Rong Guo hanya perlu satu kali pandang untuk memahami keadaan pemuda itu.Ia maju tanpa banyak bicara, berlutut di depannya, lalu meraih tangannya dengan lembut. Rong Guo memejamkan mata, menyalurkan energi Qi Abadi ke tubuh pemuda itu.Efeknya luar biasa.Warna kulit pemuda itu perlahan kembali normal, napasnya menjadi lebih stabil. Mata yang sebelumnya redup kini memancarkan semangat baru. Luka-luka dalam di tubuhnya tampak mulai menghilang, seolah tubuhnya sedang diremajakan dari dalam.Pemuda itu membuka matanya perlahan, tatapannya bertemu dengan Rong Guo.Awalnya terdapat kebingungan, tetapi itu segera berubah menjadi kekaguman.

  • Warisan Artefak Kuno   Petunjuk – Part I

    Ketika kabut dan asap mulai memudar, Rong Guo berdiri di tengah puing-puing Kota Tianzhou.Kegelisahan dan kemarahan menggelora di dalam hatinya, sementara keadaan di hadapannya semakin jelas.Reruntuhan bangunan yang hangus terbakar membentang sejauh mata memandang, dihiasi oleh mayat-mayat yang bergelimpangan—sebagian besar sudah membeku dalam keheningan tragis yang menyayat hati.Namun, di antara kehancuran itu, terlihat beberapa sosok yang masih hidup. Mereka keluar dari persembunyian, berpakaian compang-camping dan wajah penuh debu serta kesedihan.Sebagian besar bersembunyi di balik reruntuhan, berharap menghindari musuh yang mungkin kembali untuk membantai siapa saja yang mereka temukan.“Api sudah padam... sungguh, kami patut bersyukur...” ujar seorang lelaki tua dengan suara gemetar, seolah berusaha meyakinkan diri sendiri.“Langit belum ingin aku tewas,” gumam seorang yang lain, suaranya pelan namun dipenuhi kelegaan dan rasa syukur yang samar.Suasana perlahan berubah.Dari

  • Warisan Artefak Kuno   Apa Yang Terjadi Di Kota Tianzhou – Part II

    Jarak antara Wilayah Selatan dan dataran luas di tengah benua sangatlah jauh. Biasanya, perjalanan menuju ke sana memerlukan waktu sekitar seminggu jika menggunakan alat transportasi spiritual seperti kapal roh atau perahu roh.Namun, jika harus mengandalkan kendaraan darat, seperti berkuda atau kereta kuda, perjalanan bisa memakan waktu lebih lama—biasanya lebih dari satu minggu, bahkan bisa mencapai dua minggu penuh.Tetapi, bagi seorang ahli tingkat puncak—Abadi seperti Rong Guo—perjalanan jauh semacam itu bukanlah hal yang menghambat.Dalam sekejap mata, ia mampu menempuh jarak yang jauh hanya dalam beberapa jam.Saat Rong Guo melesat melalui cakrawala, tubuhnya tampak seakan melesat seperti meteor yang membelah langit malam, bergerak begitu cepat dari Selatan menuju dataran tengah benua, seolah-olah waktu dan ruang tak mampu membatasi pergerakannya.Namun, saat ia mulai menyadari bahwa Dataran Tengah sudah semakin dekat, perasaan tidak enak mulai mengusik hatinya. Sesuatu yang ta

  • Warisan Artefak Kuno   Apa Yang Terjadi Di Kota Tianzhou?

    Di Kota Naga Air...Kekacauan melanda pasukan Kekaisaran Matahari Emas. Dalam hitungan detik, pasukan yang sebelumnya begitu kuat dan angkuh berubah menjadi seperti anak ayam kehilangan induk.Para prajurit yang tadinya percaya diri kini tercerai-berai, saling berteriak dalam kebingungan dan ketakutan. Mereka yang memegang pedang gemetar, tak mampu memutuskan apakah harus melawan atau melarikan diri.Sebaliknya, tentara Kota Naga Air yang sebelumnya diliputi keputusasaan seolah mendapatkan nyawa baru.Semangat mereka bangkit seperti api yang disiram minyak.Dengan pekikan penuh keberanian, mereka mulai mengejar prajurit Matahari Emas yang melarikan diri. Pedang mereka kini terasa lebih ringan, dan langkah mereka lebih tegap, seolah kehadiran seorang Abadi telah mengubah nasib mereka.Di atas langit senja, Rong Guo melayang tenang. Jubah putihnya yang sederhana berkibar lembut tertiup angin, membingkai sosoknya seperti dewa dari legenda.Matanya memandang ke bawah, memantau pertempuran

  • Warisan Artefak Kuno   Aksi Bangau Kaki Satu.

    "Aku sungguh beruntung. Tidak sia-sia pada masa muda aku mendalami seni Qinggong," pikir Altai sambil melesat di udara.Qinggong adalah seni meringankan tubuh."Hari ini, dengan kemampuanku sebagai Kaishi, aku mampu berpindah seperti teleportasi," pikirnya lagi, semangatnya membara.Angin dingin menerpa wajahnya dengan kekuatan yang cukup untuk membuat kulit siapa pun terasa membeku. Jubah hitamnya berkibar liar, seolah menari dalam irama kecepatan yang mustahil dijangkau manusia biasa.Setiap gerakan Altai meninggalkan jejak samar energi berkilauan di udara, menciptakan pemandangan seperti bintang jatuh di langit malam yang pekat.Altai sedikit menarik napas lega, menoleh ke belakang untuk memastikan.Langit yang gelap hanya dihiasi bulan sabit yang pucat, tanpa tanda-tanda ancaman yang mengejarnya.Tidak ada pemuda Abadi itu, dan tidak ada makhluk ungu mengerikan itu.Dada Altai mengembang besar ketika ia menghirup udara dingin dengan rasa puas yang tidak bisa disembunyikan. "Pasti

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status