Jovanka diam-diam keluar dari kamar inapnya, dan menyelinap masuk ke kamar pria yang masih berstatus sebagai suaminya.Ia melihat Revan yang tertidur lelap di brankar rumah sakit. Jovanka berjalan mendekat. Dia beryukur mendapati pria itu baik-baik saja, kondisinya semakin hari pun semakin membaik. Jovanka tidak perlu lagi merasa khawatir. Tapi kenapa sulit sekali berhenti memikirkannya?Jovanka menghela napas. Setelah dirasa cukup baginya melihat keadaan pria itu, Jovanka memilih pergi.Tapi, ada tangan yang menarik tangannya hingga Jovanka nyaris terjatuh.Dia menoleh dan terkejut.Pria yang sejak tadi ia perhatikan kini terjaga.“Kenapa lama sekali?” tanyanya lemah. “Aku sudah lama menunggumu datang.”Revan membenarkan posisinya menjadi duduk di atas brankar. Tapi dia masih menahan tangan Jovanka, karena ia tidak ingin kehilangan istrinya itu.“Ku pikir kamu lupa padaku. Apa kamu memang sering menemuiku saat aku terlelap?”“Kamu terlalu percaya diri,” cibir Jovanka, mengelak. Dia t
Saat ini Revan tengah menikmati sarapan yang disediakan rumah sakit. Hari-hari yang ia lalui di kamar ini kebanyakan hanya sendiri. Revan bahkan tidak tahu kenapa orang tuanya tidak menjenguknya sama sekali.Saat tengah sibuk menyuapkan makanan ke mulutnya, seseorang memasuki kamar inapnya.Revan melihat mertuanya, Danial. Pria itu memang rutin mengunjunginya hanya untuk menanyakan hal yang sama.“Bagaimana keadaamu hari ini?”Entah dia memang mengkhawatirkan Revan, atau dia hanya ingin Revan cepat pulih supaya tidak membebaninya terlalu lama.“Sepertinya semakin baik,” jawab Revan. Dia juga tidak ini terus berada di tempat ini. Dia rindu suasana rumah. Meski ia tidak memiliki siapa pun, setidaknya jika ia sehat, ia bisa mencari hal yang bisa membuatnya terhibur.“Dokter mengatakan kamu bisa pulang besok jika hasil pemeriksaan terakhir bagus,” ucap Danial. “Jovanka juga sudah bersiap pulang hari ini.”“Dia baik-baik saja, kan?” tanya Revan. Meski ia sudah bertemu dengan istrinya itu,
Revan tiba di kantor polisi. Beberapa petugas yang berada di sana tampak menyambut hangat kedatangan mereka. Sepertinya Revan tahu mengapa mereka bersikap seramah itu. Pasti karena Danial yang bersamanya saat ini. Mertuanya itu selalu menjadi tokoh yang disegani orang-orang.“Bagaimana dengan kondisi wanita itu sekarang?” Danial bertanya pada salah satu polisi.Revan tentu sadar siapa yang dimaksud pria itu. Siapa lagi jika bukan Savira, istri sirinya.“Dia membuat banyak keributan. Beberapa kali dia mengamuk dan berkelahi dengan teman satu selnya. Ku rasa itu karena dia yang selalu membuat keributan dengan berteriak meminta sipir untuk melepaskannya sehingga membuat tahanan lainnya merasa terganggu,” jelas polisi itu.“Aku bisa mengerti perasaannya.” Danial mengangguk samar. Untuk seorang perempuan yang biasa tidak mengalami masalah serius dan hidup dalam kedamaian, perubahan seperti ini pasti membuat mentalnya terguncang. Dia bisa tiba-tiba menjadi kehilangan akal. ”Ku pikir dia aka
Setelah sampai di rumah, Jovanka lebih banyak mengurung diri di kamarnya. Dia memikirkan tentang suaminya yang pergi menemui perempuan itu lagi.Sesungguhnya, Jovanka merasa khawatir. Dia takut Revan masih belum bisa melupakan perempuan itu. Apa mungkin Revan memang masih mencintainya?Rasanya begitu sakit di dada saat Jovanka memikirkan semua itu. Meski masih hanya sebatas dugaan, entah kenapa sudah memberikan rasa yang menyesakkan. Air matanya bahkan sudah mendesak untuk berderai.Jovanka tidak ingin menjadi lemah lagi seperti ini. Tapi setiap saat rasanya dia memang semakin rentan. Jovanka pun tidak mengerti kenapa dia bisa seperti ini.“Adik, apa kamu di dalam?”Suara Raza terdengar dari luar. Jovanka menghapus air mata di wajahnya. Dia tidak boleh membuat keluarganya tahu jika suasana hatinya sedang kacau saat ini.“Iya.” Jovanka menyahut. Jika tidak menjawab, dia akan membuat kakaknya curiga. “Ada apa, kak?”“Ibu menyuruhmu turun dan makan siang. Apa kamu lapar? Atau ingin menun
Revan tidak bisa tenang seharian ini, karena semalam ia mengalami mimpi yang aneh. Karena perasaannya yang kacau itu, Revan sangat ingin menemui istrinya. Revan sampai memohon pada Danial untuk mengijinkannya bertemu Jovanka hari ini. Revan pun tidak masalah jika memang ia hanya memberi beberapa menit. Revan hanya merasa ingin melihat wajah istrinya yang sangat ia rindukan.Beruntungnya, Danial mengijinkannya. Dia menyuruh Revan datang ke rumah dan menemui Jovanka di sana. Dania tengah pergi karena urusan pekerjaan bersama istrinya, dan Razka juga sedang sibuk di kantornya hari ini.Meski begitu, Danial tetap memperingati Revan. Dia menempatkan banyak penjaga yang akan mengawasi setiap apa yang Revan lakukan. Dengan kata lain, meski Danial tidak berada di sana, ia masih tetap akan mengawasinya.“Aku ingin bertemu Jovanka,” Revan sampai di depan rumah istrinya. Dia bicara pada seorang penjaga yang berdiri di depan pos keamananTanpa banyak bertanya, penjaga itu membukakan gerbang untuk
Razka kembali bertemu dengan temannya, Farel. Pria itu tidak seperti terakhir kali saat ia menemuinya. Kali ini ekspresi wajahnya terlihat tidak bersemangat.“Ada masalah?” tanya Razka. Meski dia dan Farel sering bertengkar, bagaimana pun mereka berteman. Razka tentu saja peduli pada temannya itu.“Sedikit,” jawab Farel menghela napas. “Aku tidak yakin apakah ini bisa disebut masalah atau tidak.”“Kenapa seperti itu?” Razka terlihat bingung.“Orang tuaku sudah memilih seorang gadis untuk menjadi calon istriku. Mereka tidak mendengar penolakan ku dan memaksaku menikah dengan gadis itu segera.”Razka tidak merasa ini adalah masalah. Justru itu terdengar seperti kabar baik. Mendengar temannya itu akan segera menikah, Razka ikut senang. Selain itu, Farel juga pasti akan berhenti mengejar adiknya.“Selamat kalau begitu.”“Jangan berkata seperti itu!” protes Farel. Sudah jelas-jelas dia tidak menyukai pernikahan yang akan ia jalani. Tapi Razka seperti tidak peduli pada kesengsaraannya. “Sud
“Bagaimana keadaannya sekarang?” tanya Danial. Meski ia tengah bekerja sekali pun, ia tidak akan mengabaikan putrinya yang saat ini berada di rumah. Apalagi, ia tahu putrinya saat ini bersama mantan suami yang dulu menyakitinya. Danial harus lebih waspada.“Dia baik-baik saja, Tuan,” jawab asisten Danial. Dia menerima laporan dari pengawal yang bertugas mengawasi kegiatan Jovanka hari ini. “Selain Tuan Revan, Nona juga mendapat kunjungan dari salah satu temannya.”Danial mengernyit, penasaran. “Siapa?”“Nona Gilda.”“Ah, ya.” Pria itu mengangguk mengerti. “Ku dengar dia terlibat dalam masalah kemarin. Apa yang dia lakukan?”Danial tidak mungkin melewatkan satu hal kecil sekali pun. Tindakan Gilda yang tanpa pikir itu telah membuat Jovanka mengalami hal yang mengerikan. Danial mungkin memaafkannya, tapi akan sulit mendapat kepercayaannya kembali.“Nona Gilda yang membawa Luis, Tuan. Bodyguard yang bertugas menjaga Nona Jovanka hari itu.”Dia juga cukup menyayangkan sikap Luis ini. Tapi
Saat ini Jovanka tengah berkumpul dengan keluarganya menikmati acara makan malam. Kali ini suasana terasa lebih hangat karena kelengkapan anggota keluarga. Jovanka merasa rindu dengan suasana seperti ini. Rasanya sudah cukup lama ia tidak merasakannya lagi.“Jo, bagaimana pertemuanmu dengan Revan hari tadi?” tanya Mona pada putrinya.Semua mata seketika menatap ke arah Jovanka, menunggu jawaban darinya. Mereka semua memang sengaja membiarkan Revan bertemu Jovanka karena ingin Jovanka mencari tahu sendiri apa yang sebenarnya ia inginkan.Jika Jovanka ingin kembali bersama Revan, mereka tidak akan menghalangi. Dan jika pun sebaliknya, mereka akan membantu proses penceraian keduanya.“Tidak ada masalah,” sahut Jovanka. “Kami hanya berbincang ringan, itu saja.”Tidak ada hal menarik yang bisa diceritakan. Jadi Jovanka pun bingung seperti apa ia harus menjawab pertanyaan orang tuanya.“Ku dengar temanmu ke sini,” ucap Danial.“Iya.” Jovanka tidak akan terkejut saat Ayahnya mengetahui semua