Revan tiba di kantor polisi. Beberapa petugas yang berada di sana tampak menyambut hangat kedatangan mereka. Sepertinya Revan tahu mengapa mereka bersikap seramah itu. Pasti karena Danial yang bersamanya saat ini. Mertuanya itu selalu menjadi tokoh yang disegani orang-orang.“Bagaimana dengan kondisi wanita itu sekarang?” Danial bertanya pada salah satu polisi.Revan tentu sadar siapa yang dimaksud pria itu. Siapa lagi jika bukan Savira, istri sirinya.“Dia membuat banyak keributan. Beberapa kali dia mengamuk dan berkelahi dengan teman satu selnya. Ku rasa itu karena dia yang selalu membuat keributan dengan berteriak meminta sipir untuk melepaskannya sehingga membuat tahanan lainnya merasa terganggu,” jelas polisi itu.“Aku bisa mengerti perasaannya.” Danial mengangguk samar. Untuk seorang perempuan yang biasa tidak mengalami masalah serius dan hidup dalam kedamaian, perubahan seperti ini pasti membuat mentalnya terguncang. Dia bisa tiba-tiba menjadi kehilangan akal. ”Ku pikir dia aka
Setelah sampai di rumah, Jovanka lebih banyak mengurung diri di kamarnya. Dia memikirkan tentang suaminya yang pergi menemui perempuan itu lagi.Sesungguhnya, Jovanka merasa khawatir. Dia takut Revan masih belum bisa melupakan perempuan itu. Apa mungkin Revan memang masih mencintainya?Rasanya begitu sakit di dada saat Jovanka memikirkan semua itu. Meski masih hanya sebatas dugaan, entah kenapa sudah memberikan rasa yang menyesakkan. Air matanya bahkan sudah mendesak untuk berderai.Jovanka tidak ingin menjadi lemah lagi seperti ini. Tapi setiap saat rasanya dia memang semakin rentan. Jovanka pun tidak mengerti kenapa dia bisa seperti ini.“Adik, apa kamu di dalam?”Suara Raza terdengar dari luar. Jovanka menghapus air mata di wajahnya. Dia tidak boleh membuat keluarganya tahu jika suasana hatinya sedang kacau saat ini.“Iya.” Jovanka menyahut. Jika tidak menjawab, dia akan membuat kakaknya curiga. “Ada apa, kak?”“Ibu menyuruhmu turun dan makan siang. Apa kamu lapar? Atau ingin menun
Revan tidak bisa tenang seharian ini, karena semalam ia mengalami mimpi yang aneh. Karena perasaannya yang kacau itu, Revan sangat ingin menemui istrinya. Revan sampai memohon pada Danial untuk mengijinkannya bertemu Jovanka hari ini. Revan pun tidak masalah jika memang ia hanya memberi beberapa menit. Revan hanya merasa ingin melihat wajah istrinya yang sangat ia rindukan.Beruntungnya, Danial mengijinkannya. Dia menyuruh Revan datang ke rumah dan menemui Jovanka di sana. Dania tengah pergi karena urusan pekerjaan bersama istrinya, dan Razka juga sedang sibuk di kantornya hari ini.Meski begitu, Danial tetap memperingati Revan. Dia menempatkan banyak penjaga yang akan mengawasi setiap apa yang Revan lakukan. Dengan kata lain, meski Danial tidak berada di sana, ia masih tetap akan mengawasinya.“Aku ingin bertemu Jovanka,” Revan sampai di depan rumah istrinya. Dia bicara pada seorang penjaga yang berdiri di depan pos keamananTanpa banyak bertanya, penjaga itu membukakan gerbang untuk
Razka kembali bertemu dengan temannya, Farel. Pria itu tidak seperti terakhir kali saat ia menemuinya. Kali ini ekspresi wajahnya terlihat tidak bersemangat.“Ada masalah?” tanya Razka. Meski dia dan Farel sering bertengkar, bagaimana pun mereka berteman. Razka tentu saja peduli pada temannya itu.“Sedikit,” jawab Farel menghela napas. “Aku tidak yakin apakah ini bisa disebut masalah atau tidak.”“Kenapa seperti itu?” Razka terlihat bingung.“Orang tuaku sudah memilih seorang gadis untuk menjadi calon istriku. Mereka tidak mendengar penolakan ku dan memaksaku menikah dengan gadis itu segera.”Razka tidak merasa ini adalah masalah. Justru itu terdengar seperti kabar baik. Mendengar temannya itu akan segera menikah, Razka ikut senang. Selain itu, Farel juga pasti akan berhenti mengejar adiknya.“Selamat kalau begitu.”“Jangan berkata seperti itu!” protes Farel. Sudah jelas-jelas dia tidak menyukai pernikahan yang akan ia jalani. Tapi Razka seperti tidak peduli pada kesengsaraannya. “Sud
“Bagaimana keadaannya sekarang?” tanya Danial. Meski ia tengah bekerja sekali pun, ia tidak akan mengabaikan putrinya yang saat ini berada di rumah. Apalagi, ia tahu putrinya saat ini bersama mantan suami yang dulu menyakitinya. Danial harus lebih waspada.“Dia baik-baik saja, Tuan,” jawab asisten Danial. Dia menerima laporan dari pengawal yang bertugas mengawasi kegiatan Jovanka hari ini. “Selain Tuan Revan, Nona juga mendapat kunjungan dari salah satu temannya.”Danial mengernyit, penasaran. “Siapa?”“Nona Gilda.”“Ah, ya.” Pria itu mengangguk mengerti. “Ku dengar dia terlibat dalam masalah kemarin. Apa yang dia lakukan?”Danial tidak mungkin melewatkan satu hal kecil sekali pun. Tindakan Gilda yang tanpa pikir itu telah membuat Jovanka mengalami hal yang mengerikan. Danial mungkin memaafkannya, tapi akan sulit mendapat kepercayaannya kembali.“Nona Gilda yang membawa Luis, Tuan. Bodyguard yang bertugas menjaga Nona Jovanka hari itu.”Dia juga cukup menyayangkan sikap Luis ini. Tapi
Saat ini Jovanka tengah berkumpul dengan keluarganya menikmati acara makan malam. Kali ini suasana terasa lebih hangat karena kelengkapan anggota keluarga. Jovanka merasa rindu dengan suasana seperti ini. Rasanya sudah cukup lama ia tidak merasakannya lagi.“Jo, bagaimana pertemuanmu dengan Revan hari tadi?” tanya Mona pada putrinya.Semua mata seketika menatap ke arah Jovanka, menunggu jawaban darinya. Mereka semua memang sengaja membiarkan Revan bertemu Jovanka karena ingin Jovanka mencari tahu sendiri apa yang sebenarnya ia inginkan.Jika Jovanka ingin kembali bersama Revan, mereka tidak akan menghalangi. Dan jika pun sebaliknya, mereka akan membantu proses penceraian keduanya.“Tidak ada masalah,” sahut Jovanka. “Kami hanya berbincang ringan, itu saja.”Tidak ada hal menarik yang bisa diceritakan. Jadi Jovanka pun bingung seperti apa ia harus menjawab pertanyaan orang tuanya.“Ku dengar temanmu ke sini,” ucap Danial.“Iya.” Jovanka tidak akan terkejut saat Ayahnya mengetahui semua
Luis kembali ke rumah Tuannya ketika urusannya dengan Gilda selesai. Ia tidak perlu mengantar perempuan itu, ia hanya memesakan sebuah taksi, dan memintanya mengantar Gilda hingga selamat sampai rumah. Meski tampak cemberut, Gilda tetap menurut karena ia tahu Luis tidak akan mendengarkan penolakannya. Jika Gilda menolak, Luis akan lebih memilih tidak peduli. Tampaknya Gidla mulai mengerti bagaimana menghadapinya.“Jam tangan ini sepertinya mahal.”“Benar. Harganya bisa mencapai ratusan dollar.”Suara teman-temannya terdengar saat Luis hampir tiba di asramanya. Dia mengintip apa yang sedang teman-temannya lakukan.Tertegun.Luis melihat mereka menggeledah sebuah tas yang terlihat tidak asing di matanya. Bagaimana Luis bisa lupa, tas itu adalah tas yang dikenakan Gilda hari ini, yang hilang diambil oleh seorang perampok.“Di dompet ini ada uang sebanyak delapan puluh dollar, bagaimana jika kita gunakan untuk membeli minuman?”“Aku setuju.”“Sialan!”Mereka semua terkejut dengan kedatang
Jovanka datang menjenguk Gilda bersama Kate dan Hera.Padahal sebelumnya, mereka berencana menjenguk Jovanka. Tapi, kondisi Jovanka sudah lebih baik. Berbeda dengan Gilda yang baru terkena musibah. Dia lebih membutuhkan perhatian mereka.“Kenapa akhir-akhir ini aku merasa banyak masalah yang terjadi pada kita?” Kate menghela napas. Yang pertama Jovanka, lalu Gilda. Setelah itu siapa lagi?“Musibah tidak ada yang tahu,” ucap Hera mengendikkan bahunya. “Ini juga bukan kemauan mereka.”“Bagaimana kamu bisa seperti ini?” tanya Jovanka pada Gilda. Temannya itu memakai kruk di kakinya. Dia memang sempat memberitahu mereka jika kakinya mengalami keretakkan tulang hingga tidak bisa berjalan untuk sementara waktu.“Seperti yang sudah kalian tahu, aku dirampok,” jawab Gilda.“Perampokan macam apa itu?” Hera mengenyit. “Bukankah terasa aneh? Perampok ini bukan hanya mencuri, tapi juga mencelakai.”“Mungkin itu karena Gilda melakukan perlawanan,” ucap Kate menanggapi. Dia tahu saat mengalami itu