Razka kembali bertemu dengan temannya, Farel. Pria itu tidak seperti terakhir kali saat ia menemuinya. Kali ini ekspresi wajahnya terlihat tidak bersemangat.“Ada masalah?” tanya Razka. Meski dia dan Farel sering bertengkar, bagaimana pun mereka berteman. Razka tentu saja peduli pada temannya itu.“Sedikit,” jawab Farel menghela napas. “Aku tidak yakin apakah ini bisa disebut masalah atau tidak.”“Kenapa seperti itu?” Razka terlihat bingung.“Orang tuaku sudah memilih seorang gadis untuk menjadi calon istriku. Mereka tidak mendengar penolakan ku dan memaksaku menikah dengan gadis itu segera.”Razka tidak merasa ini adalah masalah. Justru itu terdengar seperti kabar baik. Mendengar temannya itu akan segera menikah, Razka ikut senang. Selain itu, Farel juga pasti akan berhenti mengejar adiknya.“Selamat kalau begitu.”“Jangan berkata seperti itu!” protes Farel. Sudah jelas-jelas dia tidak menyukai pernikahan yang akan ia jalani. Tapi Razka seperti tidak peduli pada kesengsaraannya. “Sud
“Bagaimana keadaannya sekarang?” tanya Danial. Meski ia tengah bekerja sekali pun, ia tidak akan mengabaikan putrinya yang saat ini berada di rumah. Apalagi, ia tahu putrinya saat ini bersama mantan suami yang dulu menyakitinya. Danial harus lebih waspada.“Dia baik-baik saja, Tuan,” jawab asisten Danial. Dia menerima laporan dari pengawal yang bertugas mengawasi kegiatan Jovanka hari ini. “Selain Tuan Revan, Nona juga mendapat kunjungan dari salah satu temannya.”Danial mengernyit, penasaran. “Siapa?”“Nona Gilda.”“Ah, ya.” Pria itu mengangguk mengerti. “Ku dengar dia terlibat dalam masalah kemarin. Apa yang dia lakukan?”Danial tidak mungkin melewatkan satu hal kecil sekali pun. Tindakan Gilda yang tanpa pikir itu telah membuat Jovanka mengalami hal yang mengerikan. Danial mungkin memaafkannya, tapi akan sulit mendapat kepercayaannya kembali.“Nona Gilda yang membawa Luis, Tuan. Bodyguard yang bertugas menjaga Nona Jovanka hari itu.”Dia juga cukup menyayangkan sikap Luis ini. Tapi
Saat ini Jovanka tengah berkumpul dengan keluarganya menikmati acara makan malam. Kali ini suasana terasa lebih hangat karena kelengkapan anggota keluarga. Jovanka merasa rindu dengan suasana seperti ini. Rasanya sudah cukup lama ia tidak merasakannya lagi.“Jo, bagaimana pertemuanmu dengan Revan hari tadi?” tanya Mona pada putrinya.Semua mata seketika menatap ke arah Jovanka, menunggu jawaban darinya. Mereka semua memang sengaja membiarkan Revan bertemu Jovanka karena ingin Jovanka mencari tahu sendiri apa yang sebenarnya ia inginkan.Jika Jovanka ingin kembali bersama Revan, mereka tidak akan menghalangi. Dan jika pun sebaliknya, mereka akan membantu proses penceraian keduanya.“Tidak ada masalah,” sahut Jovanka. “Kami hanya berbincang ringan, itu saja.”Tidak ada hal menarik yang bisa diceritakan. Jadi Jovanka pun bingung seperti apa ia harus menjawab pertanyaan orang tuanya.“Ku dengar temanmu ke sini,” ucap Danial.“Iya.” Jovanka tidak akan terkejut saat Ayahnya mengetahui semua
Luis kembali ke rumah Tuannya ketika urusannya dengan Gilda selesai. Ia tidak perlu mengantar perempuan itu, ia hanya memesakan sebuah taksi, dan memintanya mengantar Gilda hingga selamat sampai rumah. Meski tampak cemberut, Gilda tetap menurut karena ia tahu Luis tidak akan mendengarkan penolakannya. Jika Gilda menolak, Luis akan lebih memilih tidak peduli. Tampaknya Gidla mulai mengerti bagaimana menghadapinya.“Jam tangan ini sepertinya mahal.”“Benar. Harganya bisa mencapai ratusan dollar.”Suara teman-temannya terdengar saat Luis hampir tiba di asramanya. Dia mengintip apa yang sedang teman-temannya lakukan.Tertegun.Luis melihat mereka menggeledah sebuah tas yang terlihat tidak asing di matanya. Bagaimana Luis bisa lupa, tas itu adalah tas yang dikenakan Gilda hari ini, yang hilang diambil oleh seorang perampok.“Di dompet ini ada uang sebanyak delapan puluh dollar, bagaimana jika kita gunakan untuk membeli minuman?”“Aku setuju.”“Sialan!”Mereka semua terkejut dengan kedatang
Jovanka datang menjenguk Gilda bersama Kate dan Hera.Padahal sebelumnya, mereka berencana menjenguk Jovanka. Tapi, kondisi Jovanka sudah lebih baik. Berbeda dengan Gilda yang baru terkena musibah. Dia lebih membutuhkan perhatian mereka.“Kenapa akhir-akhir ini aku merasa banyak masalah yang terjadi pada kita?” Kate menghela napas. Yang pertama Jovanka, lalu Gilda. Setelah itu siapa lagi?“Musibah tidak ada yang tahu,” ucap Hera mengendikkan bahunya. “Ini juga bukan kemauan mereka.”“Bagaimana kamu bisa seperti ini?” tanya Jovanka pada Gilda. Temannya itu memakai kruk di kakinya. Dia memang sempat memberitahu mereka jika kakinya mengalami keretakkan tulang hingga tidak bisa berjalan untuk sementara waktu.“Seperti yang sudah kalian tahu, aku dirampok,” jawab Gilda.“Perampokan macam apa itu?” Hera mengenyit. “Bukankah terasa aneh? Perampok ini bukan hanya mencuri, tapi juga mencelakai.”“Mungkin itu karena Gilda melakukan perlawanan,” ucap Kate menanggapi. Dia tahu saat mengalami itu
Keadaan Gilda sudah sedikit membaik. Dia juga sudah bisa berjalan meski harus sangat hati-hati. Untuk bisa kembali berjalan secara normal mungkin masih membutuhkan satu hingga dua bulan. Kali ini Gilda harus bersabar jika ingin kembali sehat seperti semula.“Kaki yang seperti ini membuatku kesulitan bergerak,” rutuk Gilda. Dia menghempaskan tubuhnya di ranjang.Untungnya, di saat ia seperti ini teman-temannya menjadi lebih sering mengunjunginya. Mereka pun kini tengah bermalam di rumahnya.“Bersabarlah. Kamu akan segera sembuh,” ucap Jovanka.“Aku tahu itu. Tapi rasanya lama sekali.” Gilda sudah berusaha bersabar, tapi ia tidak sesabar itu. Ini sudah dua minggu, dan Gilda rasanya sudah geram ingin berlari.Dia juga belum menerima kabar lagi dari Luis. Tentang perbincangan mereka hari itu masih belum selesai. Tapi saat ini Gilda justru kesulitan menemui pria itu. “Aku sudah merindukan Luis.”“Luis?” Kate dan Hera saling melempar pandangan. Mereka tampaknya heran dengan sikap Gilda yang
Luis memandang tas di tangannya. Ia merasakan emosi aneh saat memegang tas itu. Seolah ada kejadian berarti di balik benda di tangannya itu.“Tas siapa ini?” Pertanyaan itu masih bersarang di benak Luis. Ia ingin mencari tahu, tapi dengan kondisinya yang seperti ini, ia akan kesulitan. Meminta orang lain untuk membantunya juga bukan ide yang bagus. Karena ingatannya yang terbatas, ia menjadi lebih waspada dan tidak mudah percaya dengan setiap orang yang ia temui.“Tas itu masih bersamamu?”Luis segera menyembunyikan benda di tangannya ketika mendengar suara seseorang bertanya. Dia sangat terkejut. Seharusnya Luis tidak lupa mengunci pintu, sehingga orang lain tidak melihat tas itu. Kini ia telah terlambat. Karena kecerobohannya sendiri, benda itu dilihat oleh orang lain.Saat Luis menoleh, orang yang menemuinya ternyata adalah Nonanya, putri dari Tuan Danial. Seingat Luis, ia pernah jadi bodyguard perempuan itu, tapi Luis mengecewakan semuanya.“Nona? Kenapa anda tidak mengetuk pintu
Jovanka terpaksa kembali membawa Luis pulang ke kediamannya. Tapi, saat ini suasaa hatinya benar-benar tidak baik. Niatnya tidak berlangsung dengan lancar. Ia malah membuat buruk keadaan dengan mempertemukan Gilda dengan Luis.Seharusnya Jovaka tidak terburu-buru. Dia mungkin bisa membawa Luis menemui Gilda saat ingatannya pulih. Tapi, Jovanka terlalu khawatir itu akan terlalu lama, sehingga Gilda tidak akan terlalu sabar menunggu.Sekarang, akibat kecerobohannya, ia justru membuat Gilda merasakan sakit karena sikap Luis padanya.“Seharusnya kamu tidak seperti itu,” ucap Jovanka pada Luis. Mereka saat ini tengah berada di mobil yang sama, dalam perjalanan pulang. Sejak beberapa menit, keadaan mobil terasa begitu hening. Baik Jovanka maupun Luis, memerlukan waktu untuk menenangkan diri dari kejadian beberapa saat lalu.Bukan hanya Jovanka yang merasa kacau karena melihat Gilda terluka, tapi juga Luis.Dia merasa bersalah, dan rasanya ingin mengulang semuanya dari awal.Seharusnya ia bi