Luis kembali ke rumah Tuannya ketika urusannya dengan Gilda selesai. Ia tidak perlu mengantar perempuan itu, ia hanya memesakan sebuah taksi, dan memintanya mengantar Gilda hingga selamat sampai rumah. Meski tampak cemberut, Gilda tetap menurut karena ia tahu Luis tidak akan mendengarkan penolakannya. Jika Gilda menolak, Luis akan lebih memilih tidak peduli. Tampaknya Gidla mulai mengerti bagaimana menghadapinya.“Jam tangan ini sepertinya mahal.”“Benar. Harganya bisa mencapai ratusan dollar.”Suara teman-temannya terdengar saat Luis hampir tiba di asramanya. Dia mengintip apa yang sedang teman-temannya lakukan.Tertegun.Luis melihat mereka menggeledah sebuah tas yang terlihat tidak asing di matanya. Bagaimana Luis bisa lupa, tas itu adalah tas yang dikenakan Gilda hari ini, yang hilang diambil oleh seorang perampok.“Di dompet ini ada uang sebanyak delapan puluh dollar, bagaimana jika kita gunakan untuk membeli minuman?”“Aku setuju.”“Sialan!”Mereka semua terkejut dengan kedatang
Jovanka datang menjenguk Gilda bersama Kate dan Hera.Padahal sebelumnya, mereka berencana menjenguk Jovanka. Tapi, kondisi Jovanka sudah lebih baik. Berbeda dengan Gilda yang baru terkena musibah. Dia lebih membutuhkan perhatian mereka.“Kenapa akhir-akhir ini aku merasa banyak masalah yang terjadi pada kita?” Kate menghela napas. Yang pertama Jovanka, lalu Gilda. Setelah itu siapa lagi?“Musibah tidak ada yang tahu,” ucap Hera mengendikkan bahunya. “Ini juga bukan kemauan mereka.”“Bagaimana kamu bisa seperti ini?” tanya Jovanka pada Gilda. Temannya itu memakai kruk di kakinya. Dia memang sempat memberitahu mereka jika kakinya mengalami keretakkan tulang hingga tidak bisa berjalan untuk sementara waktu.“Seperti yang sudah kalian tahu, aku dirampok,” jawab Gilda.“Perampokan macam apa itu?” Hera mengenyit. “Bukankah terasa aneh? Perampok ini bukan hanya mencuri, tapi juga mencelakai.”“Mungkin itu karena Gilda melakukan perlawanan,” ucap Kate menanggapi. Dia tahu saat mengalami itu
Keadaan Gilda sudah sedikit membaik. Dia juga sudah bisa berjalan meski harus sangat hati-hati. Untuk bisa kembali berjalan secara normal mungkin masih membutuhkan satu hingga dua bulan. Kali ini Gilda harus bersabar jika ingin kembali sehat seperti semula.“Kaki yang seperti ini membuatku kesulitan bergerak,” rutuk Gilda. Dia menghempaskan tubuhnya di ranjang.Untungnya, di saat ia seperti ini teman-temannya menjadi lebih sering mengunjunginya. Mereka pun kini tengah bermalam di rumahnya.“Bersabarlah. Kamu akan segera sembuh,” ucap Jovanka.“Aku tahu itu. Tapi rasanya lama sekali.” Gilda sudah berusaha bersabar, tapi ia tidak sesabar itu. Ini sudah dua minggu, dan Gilda rasanya sudah geram ingin berlari.Dia juga belum menerima kabar lagi dari Luis. Tentang perbincangan mereka hari itu masih belum selesai. Tapi saat ini Gilda justru kesulitan menemui pria itu. “Aku sudah merindukan Luis.”“Luis?” Kate dan Hera saling melempar pandangan. Mereka tampaknya heran dengan sikap Gilda yang
Luis memandang tas di tangannya. Ia merasakan emosi aneh saat memegang tas itu. Seolah ada kejadian berarti di balik benda di tangannya itu.“Tas siapa ini?” Pertanyaan itu masih bersarang di benak Luis. Ia ingin mencari tahu, tapi dengan kondisinya yang seperti ini, ia akan kesulitan. Meminta orang lain untuk membantunya juga bukan ide yang bagus. Karena ingatannya yang terbatas, ia menjadi lebih waspada dan tidak mudah percaya dengan setiap orang yang ia temui.“Tas itu masih bersamamu?”Luis segera menyembunyikan benda di tangannya ketika mendengar suara seseorang bertanya. Dia sangat terkejut. Seharusnya Luis tidak lupa mengunci pintu, sehingga orang lain tidak melihat tas itu. Kini ia telah terlambat. Karena kecerobohannya sendiri, benda itu dilihat oleh orang lain.Saat Luis menoleh, orang yang menemuinya ternyata adalah Nonanya, putri dari Tuan Danial. Seingat Luis, ia pernah jadi bodyguard perempuan itu, tapi Luis mengecewakan semuanya.“Nona? Kenapa anda tidak mengetuk pintu
Jovanka terpaksa kembali membawa Luis pulang ke kediamannya. Tapi, saat ini suasaa hatinya benar-benar tidak baik. Niatnya tidak berlangsung dengan lancar. Ia malah membuat buruk keadaan dengan mempertemukan Gilda dengan Luis.Seharusnya Jovaka tidak terburu-buru. Dia mungkin bisa membawa Luis menemui Gilda saat ingatannya pulih. Tapi, Jovanka terlalu khawatir itu akan terlalu lama, sehingga Gilda tidak akan terlalu sabar menunggu.Sekarang, akibat kecerobohannya, ia justru membuat Gilda merasakan sakit karena sikap Luis padanya.“Seharusnya kamu tidak seperti itu,” ucap Jovanka pada Luis. Mereka saat ini tengah berada di mobil yang sama, dalam perjalanan pulang. Sejak beberapa menit, keadaan mobil terasa begitu hening. Baik Jovanka maupun Luis, memerlukan waktu untuk menenangkan diri dari kejadian beberapa saat lalu.Bukan hanya Jovanka yang merasa kacau karena melihat Gilda terluka, tapi juga Luis.Dia merasa bersalah, dan rasanya ingin mengulang semuanya dari awal.Seharusnya ia bi
Revan baru akan pulang. Tapi ia berpapasan dengan Razka. Pria itu seperti sengaja menghalangi jalannya.“Ikut aku,” titahnya. Dia berjalan lebih dulu, dan memberi interuksi pada Revan untuk berjalan di belakangnya.Karena tidak ingin membuat masalah, Revan pun mengikuti pria itu.Razka ternyata membawanya ke ruang kerja Danial. Perasaan Revan mulai memburuk. Ia khawatir Danial dan Razka akan melakukan sesuatu padanya. Bagaimana pun juga kedua orang itu memang tidak menyukainya. Revan tidak bisa memikirkan hal yang baik tentang mereka.“Masuk,” titah Razka tegas. Dia tidak membiarkan Revan melarikan diri. Karena itu ia masih berdiri di sana, memastikan Revan benar-benar masuk ke ruang kerja Ayahnya. “Ada Ayahku menunggumu di sana.”Revan sebenarnya ingin bertanya untuk apa dia dipanggil. Tapi, ia yakin Razka tidak akan menjawabnya. Ia memutuskan untuk masuk saja dan mencari tahu sendiri.Di dalam sana nanti, Danial sendiri pasti akan menjelaskan maksudnya.Pintu tertutup kembali tepat
Selama beberapa hari Jovanka sibuk memperbaiki hubungannya dengan Gilda. Temannya itu menjadi sulit dihubungi dan selalu menolak bertemu dengan siapa pun. Tiap kali Jovanka berpapasan dengan Luis di rumahnya, ia akan melempar tatapan tajam karena menyalahkannya. Ini semua tidak akan terjadi jika bukan karenanya. Luis juga terlihat tidak masalah ketika Jovanka memperlakukannya seperti musuh. Dia tampaknya sadar diri.“Sebenarnya aku merasa heran, kenapa Gilda bisa menjadi begitu kekanakkan?” Hera mengeluh. Dia merasa cukup lelah terus mencoba menemui Gilda di rumahnya dengan hasil yang tidak memuaskan. Mereka selalu terpaksa kembali karena Gilda yang menolak membukakan pintu untuk mereka.“Aku juga heran,” jawab Kate kesal. “Seharusnya kita mendobrak saja pintu rumahnya.”Jika cara halus tidak berhasil. Kate lebih memilih menggunakan cara keras. Lagi pula, mau sampai kapan mereka terus seperti ini? Dia juga tidak ingin terus mengemis dan membujuk. Kesabarannya juga ada batasnya. Jika a
Gilda merasa sakit saat mengingat sikap Luis padanya. Setelah hari itu ia mengurung diri di kamar, menolak siapa pun yang datang untuk menemuinya. Ia tahu teman-temannya pasti kecewa dengan sikap Gilda. Tapi, harus bagaimana lagi? Gilda memang belum siap bertemu dengan siapa pun. Ia memerlukan waktu untuk mencari ketenangan dirinya.Setelah terlalu banyak berharap, bersabar menunggu, pria yang ia tunggu justru menorehkan luka tanpa ragu. Gilda tidak bisa menahan rasa sakit yang ia terima. Rasanya ada pisau yang menyayat permukaan hatinya. Benar-benar terasa menyakitkan.“Gild!”Lagi-lagi Gilda mendengar suara teman-temannya. Mereka sepertinya belum menyerah untuk membujuk Gilda. Tapi, Gilda masih tidak ingin bertemu dengan mereka. Suasana hatinya masih kacau hingga sekarang.“Apa kamu masih belum mau keluar? Mau sampai kapan kamu mengurung diri seperti ini?”Dia mendengar suara Kate mengeluh tentang sikapnya. Temannya itu pasti sudah mulai lelah dengan sikap Gilda.“Jangan salahkan ka