Aku dan Mas Danu kembali tertawa terbahak-bahak karena ceritaku yang lucu. Sampai keluar air mata.“Terus gimana nasibnya Mbak Novi dan mobilnya, Dik?” tanya Mas Danu.“Mungkin pada akhirnya berhasil. Karena tadi aku tidak melihatnya sampai selesai. Aku hanya melihat sebentar sekali langsung pulang karena tadi Mamah Atik dan Novi sempat adu mulut sebentar.”“Semoga saja bisa diambil mobilnya karena sayang sekali itu kan, mobil baru kalau lecet sana-sini biaya perawatannya sangat mahal.”“Kalau mobil begitu biasanya kan, ada asuransinya, Mas. Jugaan masih masa garansi jadi aman-aman saja.”“Aamiin ... semoga saja begitu soalnya kasihan Mbak Novinya takutnya nanti pas suaminya pulang tiba-tiba tidak terima kalau mobil barunya nyungsep di got kan, yang ada malah mereka perang mulut.“Iya, semoga saja, begitu. Tadi itu pas kami pulang dari lihat mobil Novi yang kecemplung got, Mbak Asih sedang video call dengan Mas Roni. Mamah Atik sampai kesal jadinya aku tadi matiin Wi-Fi-nya. Aku
“Terus sekarang, Mbak Ning masih di rumah Mas, dia bilang padaku untuk menyampaikan salamnya padamu. Katanya MBak Ning pulangnya nanti nungguin kamu kalau sudah ada di rumah.”“Bagus itu. Alhamdulillah ... kalau Mbak Ning begitu semoga selamanya dia akan bersikap begitu kepada kita,” jawab Mas Danu dengan sungguh-sungguh mencerminkan bahwa dia adalah benar-benar orang baik yang tidak meminta apa pun pada orang lain.“Sebenarnya bukan hanya itu Mas, tapi ada sesuatu. Ada udang dibalik rempeyek itulah pepatah yang tepat untuk menggambarkan Mbak Ning.“Emang kenapa Mbak Ning, kok, ada udang dibalik rempeyek segala. Enak loh, Dik.”“Mas, jangan bercanda terus ini aku lagi serius rajukku.”“Ya, sudah, Mas, tidak bercanda. Ada apa dengan Mbak Ning. Coba ceritakan secara beruntun biar Mas ini tidak penasaran dan juga tidak suuzon pada dia.”“Mbak Ning, minta uang sangu padamu untuk anak-anaknya makanya dia rela pulang malam demi menunggu kedatangan kamu.”“Oh, kalau hanya itu Mas bisa kab
"Ada apa nih, Dik, kenapa kelihatannya bete begitu?” tegur Mas Danu.“Bete, Mas. Jengah dengan kelakuan Maya. Lihat saja ini Maya, dia foto-foto pakai HP kamu, ada banyak sekali dengan berbagai gaya mana belahan dadanya rendah sampai kelihatan itu auratnya,” jawabku kesal seraya aku sodorkan HP Mas Danu“Aku tidak mau melihatnya, Dik, cepat hapus aja. Bukankah melihat aurat orang lain dengan disengaja itu adalah dosa? Apakah kamu mau suamimu ini terjerumus dalam dosa?” jawaban Mas Danu.Aku tersenyum lebar mendengarkan jawaban Mas Danu. Alhamdulillah puji syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang telah memberikan aku suami yang begitu baik. Semoga saja selamanya Mas Danu akan bersikap seperti ini.“Halah yang benar enggak mau lihat HPmu?” Ledekku pada Mas da Danu, meski sebenarnya hatiku kesal sekali.“Beneran. Apaan sih, Dik? Malah menggoda begitu sudah buruan hapus sebelum setan mempengaruhi pikiranku,” jawab Mas Danu lagi.Sekarang aku hapus semua foto yang ada di HP Mas Danu
Adiknya Maya seorang tuna wicara aku paham betul bagaimana seorang tuna wicara itu berteriak. Suaranya seperti mulut kita di bekap oleh orang lain, begitulah teriakannya.Takut terjadi sesuatu pada adiknya Maya, aku putuskan untuk masuk ke dalam. Lewat pintu depan dikunci, jadi aku mutar ke belakang untung saja pintu belakang sedikit terbuka.Pintu yang terbuat dari anyaman bambu itu segera aku geser untuk memberi ruang padaku masuk ke dalam.Aku lihat di sekeliling tidak ada siapa pun. Lalu suara tadi dari mana? Aku memutuskan untuk pergi lagi, tapi baru saja melangkahkan kaki beberapa langkah adiknya Maya berteriak lagi.Aku bergegas menuju kamar. Astagfirullah pemandangan yang sangat menjijikkan terjadi pada adiknya Maya. Dia sedang dipaksa oleh seseorang untuk melayani hawa nafsunya.Begitu melihat kedatanganku orang itu kaget lalu memakai celananya dan berusaha kabur. Orang itu berusaha untuk memukulku, tapi aku lebih gesit menghindar dan mengambil ganjalan pintu yang terbuat
Aku segera menghubungi Mas Danu. Aku mungkin akan pulang terlambat karena ada masalah di sini. Aku jelaskan juga kepada Mas Danu bahwa masalahnya bukan sesuatu yang menimpaku, tapi menimpa keluarga Maya.Perwakilan warga memanggilku dan juga adiknya Maya untuk segera datang ke tempat Pak RT.Adiknya Maya memelukku erat sekali dan dia mengucapkan terima kasih karena aku sudah menolongnya. Ya, Allah ... ternyata firasatku mengatakan benar bahwa keinginanku untuk datang ke rumahnya Maya adalah sesuatu yang tepat jika aku tidak datang ke sini pasti kejahatan itu belum terungkap.Aku mengangguk mengiyakan ucapan adiknya Maya, meski aku tidak paham apa yang dikatakan adiknya Maya, tapi aku tahu bahwa dia mengucapkan terima kasih kepadaku.Air matanya terus mengalir tidak mau berhenti luka batin yang diderita adik Maya sungguh-sungguh ikut menggoreskan luka pada siapa pun yang mengenalnya.Tujuanku datang ke sini untuk memberi tahu kelakuan Maya kepada ibunya justru dihadapkan dengan fakta l
"Bukti sudah ada, kamu tidak bisa mengelak lagi. Biarkan nanti polisi yang memeriksanya.”“Apa Polisi? Tidak! Aku tidak mau anakku dipenjara. Anakku tidak bersalah ini pasti si, perempuan bisu itu yang sudah menjebak anakku!”“Pak RT, kita cari jalan damai saja jangan penjarakan anakku. Kalau terbukti bersalah aku siap menikahkan anakku dengan perempuan itu,” jawab laki-laki yang ada di samping Rizal, sudah aku pastikan itu adalah bapaknya.Aku memberitahu Nok dengan bahasa isyarat yang aku tahu. Nok, menggeleng kemudian dia menangis lagi berteriak-teriak tidak mau dinikahkan dengan Rizal.“Aku, sebagai Budenya Nok, tidak akan pernah sudi menikahkan Nok dengan laki-laki seperti Rijal. Biarkan saja dia membusuk di penjara!”“Iya, betul sekali itu! Memang harus dipenjara. Penjahat kelamin seperti dia tidak akan pernah berubah kalau tidak mendapat hukuman yang berat. Karena yang menjadi tersangkanya tidak bisa menjamin di kemudian hari bahwa dia tidak akan melakukan kejahatan yang sama k
Aku mengakhiri panggilan telepon dengan Mas Danu dan kembali fokus pada sidang yang sebentar lagi akan digelar.Azan asar berkumandang, jadi kami memutuskan untuk salat asar dulu setelah itu barulah dilakukan persidangan.Beberapa polisi sudah datang ke sini dan menjaga ketat agar Rizal tidak dibawa pulang oleh kedua orang tuanya.Pengecut sekali sejak tadi hanya diam saja menunduk tidak berani mengangkat wajahnya. Sedangkan untuk Nok, sudah sedikit tenang karena budenya dari tadi mencoba menenangkan Nok.Aku meminta izin kepada Bu RT sebentar untuk melaksanakan salat asar.Bu RT memberikan tempat kepada kami jadi aku dan bapak-bapak ibu-ibu di sini segera melaksanakan salat asar terlebih dahulu.“Kita salat dulu, ya, Nok, kita serahin semuanya pada Allah, Nok. Mengadulah kepada Allah nanti Allah akan menolong. Ayo salat dulu, Bude bantu!” ajak Budenya pada Nok.Nok mengangguk lalu secara bersama-sama kami masuk ke dalam untuk mengambil wudu dan salat asar. Bergantian mukena. Sedang
Sekarang giliran Rizal yang ditanyai oleh Polisi. Rizal hanya diam saja hanya menjawab dengan anggukan kepala.Mungkin Rizal takut kepada polisi itu atau bahkan mungkin dia malu untuk mengakui kesalahannya itu.“Rizal, ayo, katakan bahwa kamu itu tidak bersalah! Jangan bikin malu kami dan katakan juga kalau kamu itu dijebak oleh perempuan bisu itu. Rizal, kamu tahu Bapak akan melakukan apa pun untukmu. Bapak yakin kamu tidak bersalah ini pasti fitnah,” ucap bapaknya Rijal seraya menepuk-nepuk pundak Rizal.Rizal diam saja malahan dia menangis sesenggukan."Siapa pun yang sudah melukai anakku. Siapa pun yang sudah menyakiti anakku. Siapa pun yang sudah mengeroyok anakku, maka aku tidak akan tinggal diam. Aku akan tuntut balik kalian semua agar kalian semua masuk penjara!” Ancam bapaknya Rizal.“Silakan saja laporkan saja ke Polisi. Ini sudah ada Pak polisinya di sini dan kami tidak akan pernah takut. Karena memang manusia terkutuk seperti Rizal ini pantas dihajar,” jawab salah seorang
[Aku tidak peduli, pokoknya cepat kembalikan uangku! Aku sudah benar-benar marah padamu, aku sudah tidak percaya lagi padamu. Terserah kamu masih mau berteman denganku atau tidak karena itu sama sekali tidak membuatku rugi.][Iyalah baik, aku ke sana, tunggu!]Dengan senang hati aku menunggu kedatangan Novi, semoga saja kali ini dia tidak berbohong dan tidak banyak alasan. Kalau sampai dia tidak datang ke sini maka aku yang akan datang menghampiri ke rumahnya. Dia yang memulai, dia pun yang harus mengakhiri.Brak! tiba-tiba saja kacaku kembali dilempar oleh seseorang dengan batu yang sangat besar, kami yang sedang asyik bersantai di ruang TV pun bergegas lari ke depan.Tidak ada siapa-siapa hanya ada batu bata besar dengan bungkusan plastik hitam. Bapak lari ke jalan dan celingak-celinguk mencari apakah ada orang yang patut dicurigai.“Mbak Asih dari mana?" tanyaku pada Mbak Asih. Dia sepertinya dari minimarket karena menenteng plastik berlogo minimarket terkenal dengan segala isinya
Setelah selesai sarapan aku segera beres-beres rumah. Hari ini rencananya akan berbelanja untuk acara esok yang akan kami adakan 5 hari lagi.Ting!WA dari Novi.[Ita maksudmu apa nulis status begitu, kamu menyindirku?Kamu tidak ikhlas menolongku. Oke, aku, kembalikan uang kamu, tapi tolong dong, kamu nggak usah bikin status-status begitu! Kamu merendahkan sekali. Jadi manusia baru kaya begitu saja sudah sombong.][Sepertinya kamu harus berkaca pakai kaca yang besar, kalau tidak ada datanglah ke rumahku sini. Berkaca di sini kamu kan, yang memulainya duluan, Nov! Kamu update status menyinggung aku bahwa aku ini berutang padamu subuh-subuh padahal kan, kamu yang hutang sama aku, jadi manusia itu jangan suka memutarbalikkan fakta. Ingat dosa, ingat mati, memangnya aku tidak tahu apa yang kamu lakukan di belakangku? Banyak orang yang laporan padaku.] balasku berapi-api, kalau dia benar-benar mengajak perang maka aku akan ladeni.[Eh, fitnah itu, siapa yang bilang begitu. Aku tidak ada u
“Iya, Mah, Bu. Terima kasih sudah mengingatkan aku, tapi aku sudah kadung bikin status unek-unek di story WA.”“Ya, sudah tidak apa-apa biar kamu merasa puas kali ini Ibu maklum, tapi lain kali jangan kamu ulangi lagi, ya, Nak? Ibu tidak mau loh anak Ibu yang Ibu banggakan ini terpengaruh oleh lingkungan yang kotor.”“Astaghfirullahaladzim ... Iya, Bu, insya Allah aku tidak akan mengulangi lagi. Terima kasih Mama dan Ibu sudah selalu mmenasihatiku.”“Iya, kan, ini memang sudah tugas orang tua untuk selalu mengingatkan anaknya jika anaknya tersesat di jalan yang salah. Sudah kamu makan saja dulu. Lupakan masalahmu kalau kamu makan sambil mengingat-ingat kejadian yang bikin kamu emosi tidak akan pernah jadi daging makanan yang kamu telan itu,” jawab mamah Atik.“Iya, Mah. Terima kasih, ya, sudah masakin nasi goreng yang super enak ini kalau kita buka restoran dan ada menu nasi gorengnya, Mama wajib yang masak, rasanya enak banget. Pasti laris dan keuntungannya juga banyak,” pujiku pada
[Dasar manusia tidak tahu diri, tidak bersyukur tidak tahu diuntung, sudah dibantu malah memutar balikan fakta. Semoga saja kamu tidak bertemu dengan orang yang sifatnya sama denganmu. Pagi-pagi datang memohon-mohon meminjam uang setelah dapat bukanya mengucapkan terima kasih malah mengatakan yang tidak-tidak tentang aku.]Kutulis status di WA-ku panjang lebar agar semua orang-orang yang ada di sini, tetangga-tetanggaku bisa membacanya. Aku sudah benar-benar gerah dengan sikap Novi Yang keterlaluan padaku.Kutinggalkan ponselku di atas nakas lalu membantu Mama Atik dan ibuku untuk masak. Sebentar lagi pasti Mas Danu akan pulang.“Kamu kenapa, Ta, kok senyum-senyum begitu?” tanya ibu penuh selidik.“Tidak apa-apa, Bu, hanya ingat kejadian lucu tadi di warung,” jawabku.“Kejadian apa itu? Ibu, jadi kepo, nih! Duh bahasanya sudah kayak Si Nopi saja kepo,” ujar ibu.“Jadi ceritanya, Bu, tadi pagi subuh-subuh Novi itu datang ke sini pinjam uang sama aku satu juta katanya uangnya untuk be
“Wak, aku, bukan tipe orang yang suka melupakan jasa orang lain. Ya, terserah awak saja mau percaya atau tidak. Yng jelas aku tidak ada uutang dengan Novi," jawabku kesal lalu ikut mengantri untuk belanja.“Nih, Wak, dimakan! Biar itu mulut nggak pedes kayak cabe setan!" sahut Ibuku lalu memasukkan segenggam cabe caplak jawa yang kata orang cabe setan ke mulut Wak Jum yang sedang menganga karena menertawakanku.“Apa-apaan sih, kamu, Wak, jelek-jelekin menantuku! Bibirmu itu lama-lama nanti double dan dosamu menumpuk. Ingat, dosa woi! Jangan sampai kamu menyesal nantinya. Menantuku itu orang baik tidak mungkin dia berhutang kepada orang lain," bela ibu mertuaku.“Iya, betul tuh masih aja ada yang percaya sama mulutnya Novi. Dia itu kan, ember dan juga mulut comberan. PAgi-pagi sudah bikin orang ribut saja!" sahut Mbak Fitri yang ternyata dia ada di sini belanja sayuran juga.“Sudah jangan ribut perkara uutang orang lain nggak baik. Dasar itu aja mulutnya comberan mau ikut campur aja u
“Assalamualaikum permisi! Assalamualaikum permisi! berkali-kali kuulangi panggilan dan menggedor pintu Novi, tetapi tetap juga tidak dibukakan olehnya. Benar-benar memang dia sudah keterlaluan! Oke baiklah Novi aku akan pakai caramu!Dia benar-benar sudah tidak menghormati aku sebagai tetangga dan tidak menganggapku teman lagi. Padahal tadi pagi subuh-subuh dia memohon-mohon padaku untuk meminjamkan uang padanya. Lalu dia menyindirku lewat status WA. Aku datangi dia tidak berani nongol! Maunya apa? Kenapa dia bersikap seperti itu padaku? Padahal aku merasa tidak pernah punya salah pada dia.Bukankah seharusnya jika sudah mengenalku dari kecil, menganggapku teman, dan sekarang kami bertetanggaan, sikapnya harusnya lebih baik padaku bahkan menganggapku lebih dari saudara. Seperti aku menganggapnya begitu. Dasar saja Novi ternyata sifatnya sejak dulu tidak pernah berubah.Aku telusuri jalanan di depan rumahku dengan perasaan dongkol dan kesal. Astagfirullah pagi-pagi aku tidak boleh beg
Astaghfirullahaladzim ... kubaca status WA-nya Novi.“Pagi-pagi buta sudah ada orang datang ke rumah pinjam uang. Kelihatannya sih, kaya raya, rumahnya gede, bagus, ke mana-mana naiknya mobil ternyata pagi-pagi sudah pinjam uang. Yaa, elah, berarti dia lebih miskin dari aku, dong!”Aku geram sekali membaca status WA-nya Novi. Kenapa dia memutarbalikkan fakta seperti itu? Ini orang pagi-pagi sudah membuat kepalaku mendidih.Apa iya, aku harus mengikuti saran Mbak Fitri untuk melabrak dia, tapi meskipun Novi nulis status WA begitu itu, tapi tidak ada orang yang percaya dengan status dia buktinya Mbak Fitri malah marah-marah pada dia. Kalau meladeni Novi tidak akan pernah habisnya dan itu sangat buang-buang waktuku.Hidupku bukan hanya untuk mengurusi urusan orang lain. Lebih dari itu, tapi kalau dia tidak dikasih pelajaran dia bakalan selamanya menginjak-nginjak harga diriku. Salah apa aku ini pada Novi? Perasaan aku sudah selalu berbuat baik padanya, tapi masih saja dia menjelek-jelek
“Mas, sepertinya dia ini manusia benar-benar tidak punya pekerjaan. Bayangkan saja dia meneror kita setiap hari, setiap waktu dengan kata-kata serupa, tapi dia tidak berani menunjukkan actionnya selain mengirimi kita makhluk-makhluk halus begitu ya, enggak sih, Mas?” ucapku kepada Mas Danu.“Iya, betul, Dik, itulah kenapa Mas, selalu berpesan padamu dan juga yang lainnya agar selalu hati-hati karena lawan kita tidak kasat mata. Jika manusia di depan kita hendak mencelakai, kita, bisa melawannya, tapi kalau makhluk halus begitu kita tidak melihat bagaimana kita akan melawan mereka selain dengan doa dan kehati-hatian kita. Kamu paham kan, maksudku?” ujar Mas Danu.“Iya, Mas, aku paham, maka dari itu aku pun selalu mewanti-wanti Ibu, Mama, Ibumu, untuk selalu waspada. Apalagi Mbak Asih kan, sekarang dia sudah bertaubat memperbaiki diri, menutup, aurat, banyak-banyak mendekatkan diri pada Allah. Intinya yang pasti sudah tidak ada lagi media yang bisa digunakan untuk menteror kita dengan m
"Ada, Nov. Alhamdulillah ini aku kasih jangka waktu sampai suamimu gajian, ya? Oh, ya suamimu gajiannya tanggal berapa, Nov?” tanyaku seraya memberikan uang yang aku pegang kepada Novi.“Gajiannya akhir bulan, Ita, ini kan masih tanggal 5 masih lama. Ya, makanya aku harus hemat uang satu juta ini sampai tanggal 25 nanti, ya, sudah terima kasih ya, Ta, nanti kalau suamiku sudah gajian pasti akan aku bayar,” ucap Novi senang.“Iya, Nov, santai aja pakai aja dulu pokoknya begitu suamimu gajian, kamu langsung aja datang ke rumah. Aku tidak mau menagih padamu, Nov, selain tidak enak aku juga menjaga privasimu takutnya pas aku lagi nagih, eh, ada tetangga kita atau yang lain atau ada teman kamu, jadi kan, mereka tahu kalau kamu punya utang. Jadi, aku minta tolong kamu cukup tahu diri aja ya, Nov. Kalau sudah gajian langsung ke rumah,” kataku to the point. Orang seperti Novi memang harus ditegasin. Kalau tidak dia akan menganggap remeh.“Oh, jelaslah itu. Kamu enggak usah khawatir. Ya, kalau