Aku mengakhiri panggilan telepon dengan Mas Danu dan kembali fokus pada sidang yang sebentar lagi akan digelar.Azan asar berkumandang, jadi kami memutuskan untuk salat asar dulu setelah itu barulah dilakukan persidangan.Beberapa polisi sudah datang ke sini dan menjaga ketat agar Rizal tidak dibawa pulang oleh kedua orang tuanya.Pengecut sekali sejak tadi hanya diam saja menunduk tidak berani mengangkat wajahnya. Sedangkan untuk Nok, sudah sedikit tenang karena budenya dari tadi mencoba menenangkan Nok.Aku meminta izin kepada Bu RT sebentar untuk melaksanakan salat asar.Bu RT memberikan tempat kepada kami jadi aku dan bapak-bapak ibu-ibu di sini segera melaksanakan salat asar terlebih dahulu.“Kita salat dulu, ya, Nok, kita serahin semuanya pada Allah, Nok. Mengadulah kepada Allah nanti Allah akan menolong. Ayo salat dulu, Bude bantu!” ajak Budenya pada Nok.Nok mengangguk lalu secara bersama-sama kami masuk ke dalam untuk mengambil wudu dan salat asar. Bergantian mukena. Sedang
Sekarang giliran Rizal yang ditanyai oleh Polisi. Rizal hanya diam saja hanya menjawab dengan anggukan kepala.Mungkin Rizal takut kepada polisi itu atau bahkan mungkin dia malu untuk mengakui kesalahannya itu.“Rizal, ayo, katakan bahwa kamu itu tidak bersalah! Jangan bikin malu kami dan katakan juga kalau kamu itu dijebak oleh perempuan bisu itu. Rizal, kamu tahu Bapak akan melakukan apa pun untukmu. Bapak yakin kamu tidak bersalah ini pasti fitnah,” ucap bapaknya Rijal seraya menepuk-nepuk pundak Rizal.Rizal diam saja malahan dia menangis sesenggukan."Siapa pun yang sudah melukai anakku. Siapa pun yang sudah menyakiti anakku. Siapa pun yang sudah mengeroyok anakku, maka aku tidak akan tinggal diam. Aku akan tuntut balik kalian semua agar kalian semua masuk penjara!” Ancam bapaknya Rizal.“Silakan saja laporkan saja ke Polisi. Ini sudah ada Pak polisinya di sini dan kami tidak akan pernah takut. Karena memang manusia terkutuk seperti Rizal ini pantas dihajar,” jawab salah seorang
"Kalian kurang ajar sudah memfitnah anak kami yang tidak bersalah. Sampai harga diri kami dipertaruhkan seperti ini. Ingat semua, kalian akan aku balas! Akan aku tuntut balik.” Ibunya Rizal makin tak terkendali. Aku tahu perasaan seorang ibu, meski anak yang bersalah seorang ibu pasti akan tetap membela.Itulah cara mendidik yang salah dan dari situ pula tercipta suatu kejahatan yang dilakukan oleh anak karena merasa terlindungi.Karena bukti-bukti sudah kuat dan hasil dari pemeriksaan yang dilakukan oleh Bu bidan menyatakan benar, maka Polisi segera memborgol tangan Rizal dan membawanya pergi.“Itu fitnah, Pak Polisi! Itu hanya fitnah tolong katakan ya, Rizal, kamu pasti difitnah, kan?” Ibunya Rizal masih saja tetap tidak percaya.“Bukti-bukti sudah kuat, Bu. Keterangan saksi, keterangan korban, dan juga hasil dari pemeriksaan kesehatan pun sudah terbukti bahwa anak Ibu bersalah, maka dengan itu kami akan membawanya ke kantor Polisi untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.”“Tida
“Untuk apa Nok, merebut pacarmu yang berandalan itu? Nok, lebih baik jadi perawan tua dari pada merebut lelaki seperti itu. Apa kamu tidak percaya padaku, Mbak? Aku sama sekali tidak suka sama bajingan itu. Dia memaksaku sampai 7 Kali dengan ancaman akan membunuhmu dan juga membunuh ibu,” jawab Nok, dengan bahasa isyaratnya. Budenya, Nok yang menerjemahkannya.“Ya, Allah, demi menyelamatkan ibu dan juga Kakakmu yang tidak tahu diri ini kamu rela dijajah sama laki-laki itu. Maafkan Ibu, Nak, yang tidak bisa menjagamu dengan baik.” Tangis ibunya Maya pecah lagi sampai beliau memukul-mukul dadanya sendiri. Aku yang melihatnya pun tidak sanggup. Nok, kemudian beranjak memeluk ibunya. Mereka berdua kemudian menangis lagi.“Halah drama banget! Enggak usah lebai kamu, Nok. Mana mungkin Rijal itu akan membunuhku atau membunuh ibu Mana berani dia melakukan itu.”“Itu benar, Mbak, sudah dilakukannya. Dia menyilet leherku coba lihat ini leherku.” Nok, membuka jilbabnya. Benar saja ada goresan
Mas Danu merangkul pundakku lalu mengusapnya mencoba menenangkanku agar aku tidak ikutan emosi kepada Maya. Karena sejak dari toko tadi Mas Danu tahu bahwa tujuanku ke sini adalah untuk memberitahu ibunya Maya bahwa kelakuan Maya sudah tidak benar.Sekarang aku semakin paham Maya perempuan seperti apa. Dia sudah punya suami lalu selingkuh dengan mengaku-ngaku Mas Danu sebagai selingkuhannya hingga keluarga besar suaminya membenci Mas Danu. Lalu setelah berpisah dengan suaminya menjalin hubungan lagi dengan Rizal. Ternyata Rizal bejatnya naudzubillah. Dia tega menodai adik kandungnya Maya sendiri sampai 7 kali. beruntung Allah sayang dan masih melindungi, jadi, Nok, tidak hamil. Andai Nok, hamil tentu akan menambah beban berat ibunya, Nok.Maya sudah mempunyai pasangan, sudah mempunyai pacar, tapi masih saja mau mengganggu Mas Danu. Menggoda Mas Danu dengan dalil ini dan ituSangat berbanding terbalik dengan orang tuanya dan juga adiknya. Ibunya Maya dan juga adiknya Maya terlihat san
"Ya, makanya itu kamu jangan suka marah-marah kalau suka marah-marah begitu tuh, nanti cepat tua, cepat keriput.”“Mas, kasihan, ya, adiknya Maya. Aku jadi tidak tega padanya.”“Iya, Mas, pun kasihan sekali pada dia. Mas tidak bisa bayangkan kalau itu terjadi pada keluarga kita pasti yang ada tersangka itu tidak hidup sudah Mas bunuh.”“Anehnya lagi kenapa Maya justru menyalahkan adiknya? Dia benar-benar keterlaluan tahu enggak, Mas!"“Itulah yang enggak bisa masuk akal sehatnya, Mas. Maya itu bukannya membela adiknya malah menyalahkan adiknya. Entah mungkin Maya itu sedang dalam masa puber ke dua, jadi dia tidak bisa membedakan mana yang betulan dan mana yang salah. Atau mungkin juga dia sudah terlalu dibutakan oleh cintanya penjahat itu, makanya dia justru menyalahkan adiknya.”“Tidak mungkin hanya itu. Kalau cinta mati kepada si tersangka itu mungkin Maya menggodamu. Kamu tahu kan, Mas, Maya saja masih menggodamu, itu namanya dia masih mengharapkan laki-laki lain atau Maya itu seda
Aku dan Mas Danu melanjutkan perjalanan sampai rumah.Aku sudah bisa membayangkan bagaimana ekspresi Mbak Ning, saat melihatku dan Mas Danu baru pulang. Pasti dia akan marah-marah pada kami.Mbak Ning ini sebenarnya saudaraku cukup unik kadang dia juga baik dan kadang juga dia menyebalkan. Dulu sebelum kami jaya, sebelum kami kaya, Mbak Ning, Mbak Susi, dan juga Mbak Nur, sangat menentang pernikahan kami, tapi setelah kami kaya justru kami berdua sekarang yang dimusuhinya.Entah maksudnya apa. Aku pun tidak tahu. Kalau menurut Mamah Atik mungkin saudaraku itu tidak ada yang rela jika kehidupan kami lebih dari mereka. Itulah kenapa mereka saat ini membenci kami.“Mas, kita, mampir beli martabak bangka dulu, ya, pasti di rumah tidak ada camilan. Tadi pas aku tinggal Mbak Asih sama Mamah Atik sih, bikin rujak cuman ya, tahu sendirilah di rumah ada Mbak Ning, ada adik ipar-iparnya Mbak Ning pasti makanannya sudah habis.”“Siap, Sayang! Nanti kita beli martabak bangka yang manis sekalig
“Apaan sih, Mbak, kepo banget jadi orang! Ya, terserah aku dong, mau pulang cepat atau tidak. Ini juga rumahku. Aku pergi juga ke tokoku, kok, Mbak Ning yang sewot,” jawabku kesal.Emang dia kira aku ini masih saja mau diam ketika diinjak-injak? Oh, tidak bisa Mbak Ning. Kamu harus mendapatkan perlawanan jika tidak Mbak Ning akan semakin semena-mena padaku.“Engga usah GR deh, kamu, Ita! Bukannya aku kepo, tapi aku juga banyak kerjaan di rumah. Aku harus menyiapkan ini, menyiapkan itu, memang kamu doang yang punya pekerjaan. Suamiku pun orang sibuk! Kalau kami harus menunggu kamu sampai malam begini 'kan buang-buang waktu saja,” elak Mbak Ning, dia tak terima jika aku menuduhnya sebagai saudara tukang kepo.“Yaa, Mbak Njng ini aneh. Tinggal pulang saja kok, sana, enggak apa-apa, lo, bisa kan, pamitan padaku lewat HP atau telepon sebentar saja bilang kalau Mbak Ning itu pamit pulang. Ngapain juga harus nungguin aku dan Mas Danu, kalau memang kata Mbak Ning buang-buang waktu. Kita
"Ya, Allah, Asih memang benar-benar, ya, bikin orang tua khawatir! Semoga saja Ibumu baik-baik saja mau menerima maafnya Asih."“Aku tidak bisa membayangkan, bagaimana ekspresi ibunya Asih pas tahu Asih sudah bertaubat,” sahut Mbak Wulan. “Yang pasti pertama kalinya adalah dia tidak percaya. Terus yang kedua bersyukur banget dan yang ketiga pasti Asih akan dicium-cium," kata Mbak Fitri.“Iya, semoga saja begitu. Ibunya nanti pasti akan terkejut sekali apalagi Asih sudah nge-prank sampai malam ini tidak pulang-pulang." “Iya, ya, sudah kita tinggalin dulu ya, Mbak, masakannya. Kita salat isya jamaah,” ucapku lagi kepada Mbak Fitri dan Mbak Wulan.Kami bergantian mengambil air wudu lalu melaksanakan salat Isya berjamaah. Ya, Tuhan, nikmat mana lagi yang pantas aku dustakan? Aku dikelilingi orang-orang baik dan juga memiliki tetangga yang baik, ipar yang baik, mertua yang baik, semoga tali persaudaraan kami sampai ke jannah-Mu.Setelah selesai salat Isya, kami menyaksikan Mbak Asih ke
Sebelum wudu aku bergegas menghampiri Mbak Wulan dan juga Mbak Fitri yang ternyata sedang sibuk meracik lalapan untuk diletakkan di dalam nampan panjang.“Mbak Fitri, Mbak Wulan, maaf, ya, aku jadi cuekin kalian berdua, loh. Bukan maksud hati mau mencuekin kalian berdua, cuman tadi Mbak Asih banyak curhat enggak enak juga kalau ditinggal. Maaf banget ya, Mbak,” ucapku tulus.“Tidak apa-apa, Ta. Kami happy-happy aja kok! Di sini enggak usah merasa dicuekin. Lagi pula kan, tuan rumahnya bukan cuma kamu. Ada ibumu, ada mama mertua kamu. Kami tadi asik ngobrol, tapi karena kamu memang kebetulan lama makanya mereka nyusul ke sana. Semua sudah selesai, kita tinggal bikin sambal terasi aja, bikinnya nanti kalau bapak-bapak sudah pada pulang. Kalau bikin sekarang nanti enggak seger," jawab Mbak Wulan.“Iya, betul! Apa yang dibilang Fitri. Kami enjoy aja kok, lagi pula mungkin Mbak Asih memang lagi merasa ingin didengarkan, tapi sepertinya happy ending, ya? Sebab tadi kelihatan dari sini kamu
"Alhamdulillah, terima kasih banyak ya, Ta. Kamu sungguh berhati mulia. Aku menyesal sudah menyia-nyiakanmu selama ini."“Sama-sama, Mbak."“Oh, ya, Ita, nanti juga aku mau belajar ngaji Tahsin ikut kamu pengajian di rumah Ustazah, boleh?"“Boleh, pokoknya boleh semua kalau itu untuk kebaikan, Mbak Asih," jawabku semangat.“Sekali lagi, terima kasih atas kesabaranmu, aku jadi bisa begini. Karena kesabaran ibu dan doa ibu, aku jadi bisa memperbaiki diri seperti ini. Aku akan buktikan ke kamu dan orang-orang yang sudah menghinaku bahwa aku bisa jadi lebih baik lagi dari sebelumnya."“Nah, gitu dong, Mbak, semangat pokoknya! Mbak Asih harus tetap semangat dan istiqomah, bagaimana pun nanti rintangan dan ujiannya. Aku yakin, Mbak Asih, bisa karena aku tahu Mbak Asih ini Wonder Woman."“Wonder Woman sudah kayak lagunya Mulan Jameela aja. Makasih banyak, ya, adikku yang cantik. Alhamdulillah aku malam ini bahagia sekali, Ita."“Sama-sama, Mbakku yang cantik. Aku pun bahagia," jawabku.Kami
Sejatinya manusia itu memang berproses, dari yang tidak tahu apa-apa hingga tahu segalanya.Itulah sebabnya pendidikan sangat penting untuk kehidupan kita baik itu pendidikan agama, pendidikan di bangku sekolahan, ataupun pendidikan dari lingkungan sekitar. Itu semua yang akan menyebabkan kita jadi lebih baik, dewasa, dan bisa menyikapi segala sesuatu dengan adil sesuai porsinya.Aku percaya memang semuanya butuh proses, begitupun dengan Mbak Asih. Siapa yang akan menyangka dengan tiba-tiba di senja ini penuh dengan kejutan. Dia menyadari semua kesalahannya, dia menyadari semua kekhilafannya.Senja bahagia bagiku dan keluargaku, meskipun masih banyak kerikil yang menghalangi jalan hidup kami di depan. Salah satunya adalah teror yang ditujukan untuk keluarga kecilku. Tapi, itu semua tidak berarti apa-apa karena aku malam ini sungguh bahagia dengan perubahan Mbak Asih.Terima kasih ya, Allah ... Engkau telah kabulkan doa kami. Terima kasih ya, Allah, satu demi satu kehidupan yang aku j
Aku tersenyum menanggapi curhatan Mbak Asih. Dia memang benar-benar luar biasa bisa mengendalikan emosinya saat bertemu dengan orang yang dicintainya sekaligus orang yang membuat hidupnya berantakan dan hancur.“Alhamdulillah ... semoga Mbak Asih tetap istiqomah pada keputusan, Mbak Asih. Mbak Asih tidak goyah lagi. Aku doakan semoga suatu hari nanti akan dapat jodoh yang jauh lebih baik dari Mas Roni. Kalau Ibu tahu ini pasti Ibu senang banget, Mbak, nanti aku kasih tahu Ibu, ya?” ucapku.“Jangan, Ta, jangan dikasih tahu ibu, biar aku saja yang bilang sekaligus aku meminta maaf pada ibu,” jawab Mbak Asih.“Oh, gitu, Mbak. Ya, sudah baiklah ... semangat ya, Mbak, untuk hidup yang lebih baik lagi. Intinya aku hari ini senang sekali bisa melihat Mbak Asih begini. Oh, ya, lusa kita ada ruqyah lagi, Mbak Asih, mau kan, di ruqyah lagi?” tanyaku.“Mau, dong, Ta! Setelah ruqyah dua kali kemarin aku memang merasa lebih nyaman dan tenang gitu. Jadi, kalau besok aku di ruqyah lagi aku senang. T
“Mbak Asih, mau ikut masak-masak atau tetap di sini?” tanyaku padannya.“Aku, mau di sini saja, Ta, sambil menunggu waktu Isya Aku ingin ngaji,” jawab Mbak Asih.“Alhamdulillah ... aku senang sekali. Mbak Asih bisa begini. Akhirnya doa-doa tulus kami untuk Mbak Asih dikabulkan oleh Allah subhanahu wa ta'ala. Kalau boleh tahu memang tadi Mbak Asih ketemu dengan Mas Roni, apa yang dibicarakan, kok sampai Mbak Asih bisa berubah sedrastis ini?” tanyaku padanya.Aku penasaran sekali karena setelah pertemuan tadi dengan Mas Roni Mbak Asih tiba-tiba saja langsung berubah. Aku percaya tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah dan Allah itu maha membolak-balikkan hati hambanya itu sebabnya Mbak Asih bisa berubah seperti ini.Aku hanya penasaran saja apa yang katakan dengan Mas Roni sampai membuatnya tersadar bahwa yang dilakukannya selama ini adalah salah.“Tadi itu, Ta, aku dan Mas Roni berantem hebat,” jawab Mbak Asih.“Berantem gimana maksudnya? Mas Roni tidak main fisik, kan, Mbak? Dia tidak
“Iya, ayo kita salat dulu, Ta! Nanti keburu waktu maghribnya habis!” ajak Mbak Asih.Aku, Mbak Wulan, Mbak Fitri, saling berpandangan heran melihat tingkah Mbak Asih yang tiba-tiba bisa senormal ini. Ya, Allah, semoga saja Mbak Asih tidak akan kumat lagi dan benar-benar menjadi orang normal seperti sebelumnya.“Ini coklat dari mana, Ta?" tanya Mama Atik.“Mbak Asih yang bawa. Itu katanya dikasih Mas Roni. Tadi mereka habis ketemuan di ujung gang sana.”“Ya, Allah, ketemuan sama istri cuma dikasih coklat!?” Mamah Atik pun heran dengan tingkah Mas Roni.“Iya, gitulah, Mah, namanya juga Mas Roni. Ya, sudah, aku salat dulu minta tolong itu kue cubitnya, ya, Mah? bentar lagi mateng.”“Iya, ya, sudah sana kalian salat dulu.”selesai salat aku bermunajat pada Allah Subhanahu Wa Ta'ala atas segala nikmat yang telah diberikan padaku dan keluargaku hari ini. Semoga apa yang kami lakukan hari ini jika terdapat banyak kekhilafan Allah yang mengampuni dosa-dosa kami dan apabila terdapat banyak ke
"Ada apa, ya, Guccinya bisa jatuh sendiri, Ta?” tanya Mbak Wulan..“Setahu, aku, Mbak, biasanya sih, kesenggol kucing. Dia itu kan, punya kucing kecil. Dia tuh suka lari sana, lari sini dan suka merobohkan benda-benda gitu, tidak sengaja sih,” jawabku beralasan.“Ya, sudah enggak usah di perhatikan lebih baik kita sekarang masak sebentar lagi Magrib dan suami-suami kita pasti akan pulang," imbuhku.Kami menyiapkan bahan-bahan yang akan kami masak setelah Maghrib, meski sebenarnya hatiku gelisah karena memikirkan Gucci yang jatuh tadi, tapi aku berusaha bersikap biasa saja agar tetanggaku tidak mengetahui masalah yang kami hadapi saat ini.“Ita ... assalamualaikum lihat nih aku dapat coklat,” sapa Mbak Asih, dia masuk dari pintu samping.”“Coklat dari mana, Mbak, banyak sekali?” jawabku. Mbak Asih masih menenteng plastik berlogo minimarket terkenal seantero negeri ini.“Dapat, dari Mas Roni. Tadi aku ketemuan sama dia di ujung gang sana,” jawab Mbak Asih. Berarti benar apa yang diceri
“Wah, boleh itu nanti habis Maghrib. Kalu kita masak-masaknya sekarang kan, ini sudah mau Maghrib lebih baik kita persiapan untuk salat dulu.”Tak lama berselang Mbak Wulan dan Mbak Fitri datang.“Waalaikumsalam ... alhamdulillah ada tamu jauh silakan Mbak Fitri, Mbak Wulan, masuk. Ayo, kita langsung ke ruang tengah saja!” ajakku pada kedua temanku. Aku bahagia sekali kalau ada tamu yang datang ke rumah.“Masya Allah ... Ita, Mbak benar-benar baru kali ini masuk rumah kamu. Waktu pengajian itu kan, tidak sempat datang yang datang suami. Masya Allah rumahmu bagus sekali, ya. Doakan Mbak Fitri biar bisa punya juga rumah begini, ya, walaupun tidak sebagus punya kamu setidaknya mirip-mirip sedikit lah, Mbak seneng loh kalau main di rumah orang kaya, tapi orang kayanya baik hati,” ucap Mbak Fitri.“Alhamdulillah Mbak ... ini semua berkat doa orang tua dan kegigihan kerja keras suamiku. Mari silakan, aku ambilin minum dulu ya, Mbak Wulan sama Mbak Fitri mau minum apa, nih?”“Ya, Allah, sera