"Danu, Danu, di mana kamu!? Sini, aku, mau ngomong penting sama kamu!” teriak Mbak Ning mencari Mas Danu.“Jangan teriak-teriak gitu di rumah orang, Ning, enggak sopan sini kamu dekat Ibu! Dengar, Ibu, mau bicara padamu,” pinta ibu.“Ada apa lagi si, Bu? Mau ngomong apa lagi? Ibu, mau minta uang jajan seperti yang disarankan Ita? Maaf deh, kalau bulan ini kayaknya aku belum bisa kasih. Soalnya aku belum ada uang receh,” jawab Mbak Ning, sok banyak gaya. Mamah Atik yang mendengarnya sampai mengelus dada.“Ibu, enggak kepingin uang darimu, Ning! Ibu, di rumah Ita tidak kekurangan satu apa pun. Ibu, bahagia di sini. Ibu, tercukupi di sini, hanya saja Ibu mau nanya sama kamu usaha suamimu itu apa kok, kata adik iparmu tadi kamu itu dan suamimu kerjanya jalan ke sana jalan ke sini. Kerjanya minta duit sama mertuamu, kan, Ibu malu Ning, sebagai orang tua karena merasa tidak bisa mendidik anak perempuan. Ibu mau kamu jadi istri yang baik dan tentunya kamu akan melarang suamimu untuk bol
"Sudah, Bu, aku males dengarnya. Berisik tahu enggak! Aku 'tuh enggak mau masukin omongan negatif apa pun yang dilontarkan orang pada diriku. Mendingan aku berbuat sesuka hatiku yang membuatku bahagia pasti Ibu paham, dong!” jawab Mbak Ning.“Iya, Ibu, paham. Ya, sudahlah Ning, terserah kamu saja yang penting Ibu sudah menasehatimu, jadi jangan salahkan Ibu kalau suatu saat nanti kamu kenapa-kenapa. Ya, sudah, sana pulang sudah malam ini!"“Ibu, mengusir kami? Lah, yang punya rumah aja belum nyuruh kami pulang kok, Bu! Kok, lama-lama Ibu tega dan jahat sekali, ya, sama aku? Mentang-mentang sekarang sudah ikut Ita, hidupnya enak. Ingat enggak dulu Ibu waktu susah siapa juga yang ngasih Ibu makan tiap bulan kalau bukan aku, kok, sekarang Ibu semena-mena, ya, kesel aku sama ibu!”“Kapan kamu ngasih Ibu? Dulu waktu Ita susah, waktu Ibu susah itu juga uang Ibu yang Ibu kasih ke kamu. Ibu kan, punya penghasilan ladang, sawah, dan kebun sayuran, lah kamu ngasih uang Ibu sebulan dua ratus
POV Mbak Ning.****Aku kesal sekali pada adikku Ita. Bagaimana bisa dia menolak keinginanku. Sudah jauh-jauh aku datang dari rumahku ke sini menghabiskan banyak bensin hanya untuk meminta tolong padanya. Rupanya Ita yang sekarang jauh berbeda sekali dengan Ita yang dulu. Aku benar-benar kecewa padanya, tapi aku bisa buat apa semua keputusan dia yang buat.Parahnya lagi kedua adik iparku ini sungguh menyebalkan. Mereka bisa-bisanya membuka aibku dan juga suamiku pada ibuku, kalau sudah begini aku pasti kan, Ita dan Ibu tidak akan pernah lagi punya belas kasih pada kami. Padahal niatku datang ke sini memang untuk meminjam uang pada mereka agar uang kami tetap bisa utuh.Memanglah benar selama ini aku dan suamiku merongrong orang tua suamiku. Mereka itu kan, punya uang, punya pensiunan, punya kebun, untuk apa kalau tidak aku manfaatkan. Kan, kalau melihat anak dan menantunya hidup berkecukupan dan juga ke mana-mana pakai mobil pasti mereka juga yang akan bahagia. Lalu kenapa ibuku mala
“Benar apa yang dikatakan Ibu, Mbak Ning. Pulanglah Aku tidak akan memberikan pinjaman itu padamu. Mas Danu butuh modal. Kami akan membuka toko satu lagi. Kalau uang itu dipinjamkan pada Mbak Ning, kami tidak jadi buka usaha dan itu uangnya tidak akan berputar. Tolonglah Mbak pahamlah, sekali lagi aku minta maaf aku tidak akan pernah memberikan utangan itu pada Mbak Nining,” jawab Ita kekeh.“Kamu itu jahat sekali, Ita! Kamu sudah menolak keinginan Mbakmu ini. Ya, sudah kalau kamu tidak mau memberikan pinjaman pada Mbakmu ini tidak apa-apa, tapi kalau terjadi sesuatu pada kami kalian harus bertanggung jawab terutama kamu, Ita, karena sudah pelit pada Mbak!” bentakku.“Sudahlah, ayo, Dik, kita pulang sudah malam ini kasihan anak-anak kita! Mereka sudah ngantuk biarlah nanti aku akan minta uang pada orang tuaku saja,” sahut suamiku. Duh, dasar laki-laki dong-dong, malahan berkata begitu. Itu akan semakin membuat Ita tidak mau memberikan pinjaman padaku.“Tidak mau, Mas, kalau kita pula
"Apa mereka sudah pulang, Ta?” tanya ibu padaku. Aku hanya mengangguk saja sambil mengunci pintu depan.“Baguslah kalau mereka sudah pulang. Ibu sudah pusing sekali memikirkan Mbakmu itu yang suka sekali memaksa kehendaknya. Apa kamu memberikan pinjaman pada mereka 100 juta rupiah, Ita?” tanya ibu lagi. Aku menggeleng. Aku tidak sebodoh itu. Aku tidak mau dimanfaatkan oleh Mbak Ning. Aku tahu betul sifatnya Mbak Ning seperti apa, makanya aku tidak mau memberikan pinjaman itu sekalipun Mbak Ning mengemis-ngemis padaku.“Tidak, Bu, aku hanya memberikan pinjaman 2 juta rupiah dan aku tegaskan bulan depan untuk membayarnya, Bu. Aku tidak mungkin juga meminjamkan uang sebanyak itu pada Mbak Ning. Ibu kan, tahu sifat Mbak Ning itu seperti apa?” jawabku.“Ahh ... Ibu lega sekali. Syukurlah kalau kamu tidak jadi meminjamkan uang itu kepada Ning. Ibu benar-benar jengah padanya. Ya, sudah ini sudah malam sebaiknya kamu istirahat, Ta. Maafkan Ibu yang tidak bisa membantumu untuk bicara bai
"Iya, Mas, aku pun sependapat dengan kamu. Siapa ya, Mas, yang iseng pada keluarga kita? Padahal kita ini sudah berusaha semaksimal mungkin untuk jadi orang baik.”“Hanya Allah yang tahu, Dik, tugas kita yang penting mencoba ikhtiar untuk menghilangkan gangguan-gangguan jin itu dari diri kita dan juga rumah kita.”“Kalau besok kita ruqyah berarti kita tidak bisa menemani Nok, di kantor polisi dong?” “Iya, tidak bisa! Besok kita katakan saja yang sejujurnya pada, Nok, semoga saja semuanya berjalan lancar, tapi kalau ada yang coba-coba untuk memanipulasi hukum kita harus bantuin kasihan, Nok. Dia harus terima keadilan.”“Iya, Mas, aku setuju itu. Ayo, Mas kita bersih-bersih badan, wudu, dan diminum ini wedang jahenya, lalu kita tidur!” ajakku.Baru juga terpejam beberapa jam, aku terpaksa bangun lagi karena seperti ada yang memanggil-manggil namaku. Kulihat jam masih jam 03.00 dini hari. Baiklah aku akan mandi dan juga salat tahajud terlebih dahulu.Kenapa kamarku ini hawanya panas s
“Jangan pergi, Mas! Di sini saja itu pasti jebakan," kataku pada Mas Danu, yang sudah terlanjur ke luar kamar.Aku pun bergegas mengejar Mas Danu. Kupakai jilbabku dengan asal, lalu membangunkan ibu dan bapak dan juga Mamah Atik. “Bangun, Mah! Itu Mas Danu ke luar rumah sendirian!” teriakku menggelegar di depan pintu kamar Mamah Atik.Untung saja bapak dan ibu sudah bangun karena memang ini sudah menjelang subuh. Bapak bergegas membuka pintu ruang tamu dan mengajar Mas Danu ke samping kamarku.Saat kami sampai di samping kamarku, kami melihat Mas Danu sedang diam berdiri terpaku. Kami pun kaget karena melihat di hadapannya Mas Danu ada Mbak Asih. Aku benar-benar tidak menyangka bahwa Mbak Asih ada di sana.“Asih, Ya, Allah, kenapa kamu ada di sini? Apa yang kamu lakukan di sini, Asih?” tanya Mama Atik, beliau menghampiri Mbak Asih dan berusaha mengajak Mbak Asih masuk ke dalam, tapi gandengan tangan Mama Atik ditepis oleh Mbak Asih. Mbak Asih menatap kami satu per satu lalu menat
"Menurutku juga begitu, Mah, tapi sampai saat ini aku pun bingung siapa orangnya. Kalau memang tidak suka dan kalau memang kami banyak salah harusnya datang dan bicara baik-baik. Selama ini 'kan aku dan Mas Danu tidak pernah mempersulit urusan orang lain. Aku dan Mas Danu juga selalu welcome jika ada orang yang mau mengkritik kami.”“Itulah, Ta, namanya juga hidup sebaik apa pun kita pasti akan ada saja yang membenci dan tidak suka. Kita sudah bersabar, tapi mereka melakukan tindakan-tindakan di luar nalar manusia dan ini sebenarnya yang mengerikan.”“Iya, Mah. Mamah benar. Apa sebaiknya aku kumpulkan semua keluarga Mas Danu dan mengadakan semacam acara reuni keluarga agar aku dan Mas Danu bisa menilai mana yang suka dan yang tidak suka?”“Begitu pun juga bisa, Ta, tapi kita harus pikirkan matang-matang keluarga Danu banyak, tidak mungkin juga kita bisa mengawasi mereka satu persatu. Kalau saran Mamah, kalian mengadakan syukuran yang dihadiri bukan hanya sehari dua hari, maksimal
"Ya, Allah, Asih memang benar-benar, ya, bikin orang tua khawatir! Semoga saja Ibumu baik-baik saja mau menerima maafnya Asih."“Aku tidak bisa membayangkan, bagaimana ekspresi ibunya Asih pas tahu Asih sudah bertaubat,” sahut Mbak Wulan. “Yang pasti pertama kalinya adalah dia tidak percaya. Terus yang kedua bersyukur banget dan yang ketiga pasti Asih akan dicium-cium," kata Mbak Fitri.“Iya, semoga saja begitu. Ibunya nanti pasti akan terkejut sekali apalagi Asih sudah nge-prank sampai malam ini tidak pulang-pulang." “Iya, ya, sudah kita tinggalin dulu ya, Mbak, masakannya. Kita salat isya jamaah,” ucapku lagi kepada Mbak Fitri dan Mbak Wulan.Kami bergantian mengambil air wudu lalu melaksanakan salat Isya berjamaah. Ya, Tuhan, nikmat mana lagi yang pantas aku dustakan? Aku dikelilingi orang-orang baik dan juga memiliki tetangga yang baik, ipar yang baik, mertua yang baik, semoga tali persaudaraan kami sampai ke jannah-Mu.Setelah selesai salat Isya, kami menyaksikan Mbak Asih ke
Sebelum wudu aku bergegas menghampiri Mbak Wulan dan juga Mbak Fitri yang ternyata sedang sibuk meracik lalapan untuk diletakkan di dalam nampan panjang.“Mbak Fitri, Mbak Wulan, maaf, ya, aku jadi cuekin kalian berdua, loh. Bukan maksud hati mau mencuekin kalian berdua, cuman tadi Mbak Asih banyak curhat enggak enak juga kalau ditinggal. Maaf banget ya, Mbak,” ucapku tulus.“Tidak apa-apa, Ta. Kami happy-happy aja kok! Di sini enggak usah merasa dicuekin. Lagi pula kan, tuan rumahnya bukan cuma kamu. Ada ibumu, ada mama mertua kamu. Kami tadi asik ngobrol, tapi karena kamu memang kebetulan lama makanya mereka nyusul ke sana. Semua sudah selesai, kita tinggal bikin sambal terasi aja, bikinnya nanti kalau bapak-bapak sudah pada pulang. Kalau bikin sekarang nanti enggak seger," jawab Mbak Wulan.“Iya, betul! Apa yang dibilang Fitri. Kami enjoy aja kok, lagi pula mungkin Mbak Asih memang lagi merasa ingin didengarkan, tapi sepertinya happy ending, ya? Sebab tadi kelihatan dari sini kamu
"Alhamdulillah, terima kasih banyak ya, Ta. Kamu sungguh berhati mulia. Aku menyesal sudah menyia-nyiakanmu selama ini."“Sama-sama, Mbak."“Oh, ya, Ita, nanti juga aku mau belajar ngaji Tahsin ikut kamu pengajian di rumah Ustazah, boleh?"“Boleh, pokoknya boleh semua kalau itu untuk kebaikan, Mbak Asih," jawabku semangat.“Sekali lagi, terima kasih atas kesabaranmu, aku jadi bisa begini. Karena kesabaran ibu dan doa ibu, aku jadi bisa memperbaiki diri seperti ini. Aku akan buktikan ke kamu dan orang-orang yang sudah menghinaku bahwa aku bisa jadi lebih baik lagi dari sebelumnya."“Nah, gitu dong, Mbak, semangat pokoknya! Mbak Asih harus tetap semangat dan istiqomah, bagaimana pun nanti rintangan dan ujiannya. Aku yakin, Mbak Asih, bisa karena aku tahu Mbak Asih ini Wonder Woman."“Wonder Woman sudah kayak lagunya Mulan Jameela aja. Makasih banyak, ya, adikku yang cantik. Alhamdulillah aku malam ini bahagia sekali, Ita."“Sama-sama, Mbakku yang cantik. Aku pun bahagia," jawabku.Kami
Sejatinya manusia itu memang berproses, dari yang tidak tahu apa-apa hingga tahu segalanya.Itulah sebabnya pendidikan sangat penting untuk kehidupan kita baik itu pendidikan agama, pendidikan di bangku sekolahan, ataupun pendidikan dari lingkungan sekitar. Itu semua yang akan menyebabkan kita jadi lebih baik, dewasa, dan bisa menyikapi segala sesuatu dengan adil sesuai porsinya.Aku percaya memang semuanya butuh proses, begitupun dengan Mbak Asih. Siapa yang akan menyangka dengan tiba-tiba di senja ini penuh dengan kejutan. Dia menyadari semua kesalahannya, dia menyadari semua kekhilafannya.Senja bahagia bagiku dan keluargaku, meskipun masih banyak kerikil yang menghalangi jalan hidup kami di depan. Salah satunya adalah teror yang ditujukan untuk keluarga kecilku. Tapi, itu semua tidak berarti apa-apa karena aku malam ini sungguh bahagia dengan perubahan Mbak Asih.Terima kasih ya, Allah ... Engkau telah kabulkan doa kami. Terima kasih ya, Allah, satu demi satu kehidupan yang aku j
Aku tersenyum menanggapi curhatan Mbak Asih. Dia memang benar-benar luar biasa bisa mengendalikan emosinya saat bertemu dengan orang yang dicintainya sekaligus orang yang membuat hidupnya berantakan dan hancur.“Alhamdulillah ... semoga Mbak Asih tetap istiqomah pada keputusan, Mbak Asih. Mbak Asih tidak goyah lagi. Aku doakan semoga suatu hari nanti akan dapat jodoh yang jauh lebih baik dari Mas Roni. Kalau Ibu tahu ini pasti Ibu senang banget, Mbak, nanti aku kasih tahu Ibu, ya?” ucapku.“Jangan, Ta, jangan dikasih tahu ibu, biar aku saja yang bilang sekaligus aku meminta maaf pada ibu,” jawab Mbak Asih.“Oh, gitu, Mbak. Ya, sudah baiklah ... semangat ya, Mbak, untuk hidup yang lebih baik lagi. Intinya aku hari ini senang sekali bisa melihat Mbak Asih begini. Oh, ya, lusa kita ada ruqyah lagi, Mbak Asih, mau kan, di ruqyah lagi?” tanyaku.“Mau, dong, Ta! Setelah ruqyah dua kali kemarin aku memang merasa lebih nyaman dan tenang gitu. Jadi, kalau besok aku di ruqyah lagi aku senang. T
“Mbak Asih, mau ikut masak-masak atau tetap di sini?” tanyaku padannya.“Aku, mau di sini saja, Ta, sambil menunggu waktu Isya Aku ingin ngaji,” jawab Mbak Asih.“Alhamdulillah ... aku senang sekali. Mbak Asih bisa begini. Akhirnya doa-doa tulus kami untuk Mbak Asih dikabulkan oleh Allah subhanahu wa ta'ala. Kalau boleh tahu memang tadi Mbak Asih ketemu dengan Mas Roni, apa yang dibicarakan, kok sampai Mbak Asih bisa berubah sedrastis ini?” tanyaku padanya.Aku penasaran sekali karena setelah pertemuan tadi dengan Mas Roni Mbak Asih tiba-tiba saja langsung berubah. Aku percaya tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah dan Allah itu maha membolak-balikkan hati hambanya itu sebabnya Mbak Asih bisa berubah seperti ini.Aku hanya penasaran saja apa yang katakan dengan Mas Roni sampai membuatnya tersadar bahwa yang dilakukannya selama ini adalah salah.“Tadi itu, Ta, aku dan Mas Roni berantem hebat,” jawab Mbak Asih.“Berantem gimana maksudnya? Mas Roni tidak main fisik, kan, Mbak? Dia tidak
“Iya, ayo kita salat dulu, Ta! Nanti keburu waktu maghribnya habis!” ajak Mbak Asih.Aku, Mbak Wulan, Mbak Fitri, saling berpandangan heran melihat tingkah Mbak Asih yang tiba-tiba bisa senormal ini. Ya, Allah, semoga saja Mbak Asih tidak akan kumat lagi dan benar-benar menjadi orang normal seperti sebelumnya.“Ini coklat dari mana, Ta?" tanya Mama Atik.“Mbak Asih yang bawa. Itu katanya dikasih Mas Roni. Tadi mereka habis ketemuan di ujung gang sana.”“Ya, Allah, ketemuan sama istri cuma dikasih coklat!?” Mamah Atik pun heran dengan tingkah Mas Roni.“Iya, gitulah, Mah, namanya juga Mas Roni. Ya, sudah, aku salat dulu minta tolong itu kue cubitnya, ya, Mah? bentar lagi mateng.”“Iya, ya, sudah sana kalian salat dulu.”selesai salat aku bermunajat pada Allah Subhanahu Wa Ta'ala atas segala nikmat yang telah diberikan padaku dan keluargaku hari ini. Semoga apa yang kami lakukan hari ini jika terdapat banyak kekhilafan Allah yang mengampuni dosa-dosa kami dan apabila terdapat banyak ke
"Ada apa, ya, Guccinya bisa jatuh sendiri, Ta?” tanya Mbak Wulan..“Setahu, aku, Mbak, biasanya sih, kesenggol kucing. Dia itu kan, punya kucing kecil. Dia tuh suka lari sana, lari sini dan suka merobohkan benda-benda gitu, tidak sengaja sih,” jawabku beralasan.“Ya, sudah enggak usah di perhatikan lebih baik kita sekarang masak sebentar lagi Magrib dan suami-suami kita pasti akan pulang," imbuhku.Kami menyiapkan bahan-bahan yang akan kami masak setelah Maghrib, meski sebenarnya hatiku gelisah karena memikirkan Gucci yang jatuh tadi, tapi aku berusaha bersikap biasa saja agar tetanggaku tidak mengetahui masalah yang kami hadapi saat ini.“Ita ... assalamualaikum lihat nih aku dapat coklat,” sapa Mbak Asih, dia masuk dari pintu samping.”“Coklat dari mana, Mbak, banyak sekali?” jawabku. Mbak Asih masih menenteng plastik berlogo minimarket terkenal seantero negeri ini.“Dapat, dari Mas Roni. Tadi aku ketemuan sama dia di ujung gang sana,” jawab Mbak Asih. Berarti benar apa yang diceri
“Wah, boleh itu nanti habis Maghrib. Kalu kita masak-masaknya sekarang kan, ini sudah mau Maghrib lebih baik kita persiapan untuk salat dulu.”Tak lama berselang Mbak Wulan dan Mbak Fitri datang.“Waalaikumsalam ... alhamdulillah ada tamu jauh silakan Mbak Fitri, Mbak Wulan, masuk. Ayo, kita langsung ke ruang tengah saja!” ajakku pada kedua temanku. Aku bahagia sekali kalau ada tamu yang datang ke rumah.“Masya Allah ... Ita, Mbak benar-benar baru kali ini masuk rumah kamu. Waktu pengajian itu kan, tidak sempat datang yang datang suami. Masya Allah rumahmu bagus sekali, ya. Doakan Mbak Fitri biar bisa punya juga rumah begini, ya, walaupun tidak sebagus punya kamu setidaknya mirip-mirip sedikit lah, Mbak seneng loh kalau main di rumah orang kaya, tapi orang kayanya baik hati,” ucap Mbak Fitri.“Alhamdulillah Mbak ... ini semua berkat doa orang tua dan kegigihan kerja keras suamiku. Mari silakan, aku ambilin minum dulu ya, Mbak Wulan sama Mbak Fitri mau minum apa, nih?”“Ya, Allah, sera