Aku dan Mas Danu melanjutkan perjalanan sampai rumah.Aku sudah bisa membayangkan bagaimana ekspresi Mbak Ning, saat melihatku dan Mas Danu baru pulang. Pasti dia akan marah-marah pada kami.Mbak Ning ini sebenarnya saudaraku cukup unik kadang dia juga baik dan kadang juga dia menyebalkan. Dulu sebelum kami jaya, sebelum kami kaya, Mbak Ning, Mbak Susi, dan juga Mbak Nur, sangat menentang pernikahan kami, tapi setelah kami kaya justru kami berdua sekarang yang dimusuhinya.Entah maksudnya apa. Aku pun tidak tahu. Kalau menurut Mamah Atik mungkin saudaraku itu tidak ada yang rela jika kehidupan kami lebih dari mereka. Itulah kenapa mereka saat ini membenci kami.“Mas, kita, mampir beli martabak bangka dulu, ya, pasti di rumah tidak ada camilan. Tadi pas aku tinggal Mbak Asih sama Mamah Atik sih, bikin rujak cuman ya, tahu sendirilah di rumah ada Mbak Ning, ada adik ipar-iparnya Mbak Ning pasti makanannya sudah habis.”“Siap, Sayang! Nanti kita beli martabak bangka yang manis sekalig
“Apaan sih, Mbak, kepo banget jadi orang! Ya, terserah aku dong, mau pulang cepat atau tidak. Ini juga rumahku. Aku pergi juga ke tokoku, kok, Mbak Ning yang sewot,” jawabku kesal.Emang dia kira aku ini masih saja mau diam ketika diinjak-injak? Oh, tidak bisa Mbak Ning. Kamu harus mendapatkan perlawanan jika tidak Mbak Ning akan semakin semena-mena padaku.“Engga usah GR deh, kamu, Ita! Bukannya aku kepo, tapi aku juga banyak kerjaan di rumah. Aku harus menyiapkan ini, menyiapkan itu, memang kamu doang yang punya pekerjaan. Suamiku pun orang sibuk! Kalau kami harus menunggu kamu sampai malam begini 'kan buang-buang waktu saja,” elak Mbak Ning, dia tak terima jika aku menuduhnya sebagai saudara tukang kepo.“Yaa, Mbak Njng ini aneh. Tinggal pulang saja kok, sana, enggak apa-apa, lo, bisa kan, pamitan padaku lewat HP atau telepon sebentar saja bilang kalau Mbak Ning itu pamit pulang. Ngapain juga harus nungguin aku dan Mas Danu, kalau memang kata Mbak Ning buang-buang waktu. Kita
"Danu, Danu, di mana kamu!? Sini, aku, mau ngomong penting sama kamu!” teriak Mbak Ning mencari Mas Danu.“Jangan teriak-teriak gitu di rumah orang, Ning, enggak sopan sini kamu dekat Ibu! Dengar, Ibu, mau bicara padamu,” pinta ibu.“Ada apa lagi si, Bu? Mau ngomong apa lagi? Ibu, mau minta uang jajan seperti yang disarankan Ita? Maaf deh, kalau bulan ini kayaknya aku belum bisa kasih. Soalnya aku belum ada uang receh,” jawab Mbak Ning, sok banyak gaya. Mamah Atik yang mendengarnya sampai mengelus dada.“Ibu, enggak kepingin uang darimu, Ning! Ibu, di rumah Ita tidak kekurangan satu apa pun. Ibu, bahagia di sini. Ibu, tercukupi di sini, hanya saja Ibu mau nanya sama kamu usaha suamimu itu apa kok, kata adik iparmu tadi kamu itu dan suamimu kerjanya jalan ke sana jalan ke sini. Kerjanya minta duit sama mertuamu, kan, Ibu malu Ning, sebagai orang tua karena merasa tidak bisa mendidik anak perempuan. Ibu mau kamu jadi istri yang baik dan tentunya kamu akan melarang suamimu untuk bol
"Sudah, Bu, aku males dengarnya. Berisik tahu enggak! Aku 'tuh enggak mau masukin omongan negatif apa pun yang dilontarkan orang pada diriku. Mendingan aku berbuat sesuka hatiku yang membuatku bahagia pasti Ibu paham, dong!” jawab Mbak Ning.“Iya, Ibu, paham. Ya, sudahlah Ning, terserah kamu saja yang penting Ibu sudah menasehatimu, jadi jangan salahkan Ibu kalau suatu saat nanti kamu kenapa-kenapa. Ya, sudah, sana pulang sudah malam ini!"“Ibu, mengusir kami? Lah, yang punya rumah aja belum nyuruh kami pulang kok, Bu! Kok, lama-lama Ibu tega dan jahat sekali, ya, sama aku? Mentang-mentang sekarang sudah ikut Ita, hidupnya enak. Ingat enggak dulu Ibu waktu susah siapa juga yang ngasih Ibu makan tiap bulan kalau bukan aku, kok, sekarang Ibu semena-mena, ya, kesel aku sama ibu!”“Kapan kamu ngasih Ibu? Dulu waktu Ita susah, waktu Ibu susah itu juga uang Ibu yang Ibu kasih ke kamu. Ibu kan, punya penghasilan ladang, sawah, dan kebun sayuran, lah kamu ngasih uang Ibu sebulan dua ratus
POV Mbak Ning.****Aku kesal sekali pada adikku Ita. Bagaimana bisa dia menolak keinginanku. Sudah jauh-jauh aku datang dari rumahku ke sini menghabiskan banyak bensin hanya untuk meminta tolong padanya. Rupanya Ita yang sekarang jauh berbeda sekali dengan Ita yang dulu. Aku benar-benar kecewa padanya, tapi aku bisa buat apa semua keputusan dia yang buat.Parahnya lagi kedua adik iparku ini sungguh menyebalkan. Mereka bisa-bisanya membuka aibku dan juga suamiku pada ibuku, kalau sudah begini aku pasti kan, Ita dan Ibu tidak akan pernah lagi punya belas kasih pada kami. Padahal niatku datang ke sini memang untuk meminjam uang pada mereka agar uang kami tetap bisa utuh.Memanglah benar selama ini aku dan suamiku merongrong orang tua suamiku. Mereka itu kan, punya uang, punya pensiunan, punya kebun, untuk apa kalau tidak aku manfaatkan. Kan, kalau melihat anak dan menantunya hidup berkecukupan dan juga ke mana-mana pakai mobil pasti mereka juga yang akan bahagia. Lalu kenapa ibuku mala
“Benar apa yang dikatakan Ibu, Mbak Ning. Pulanglah Aku tidak akan memberikan pinjaman itu padamu. Mas Danu butuh modal. Kami akan membuka toko satu lagi. Kalau uang itu dipinjamkan pada Mbak Ning, kami tidak jadi buka usaha dan itu uangnya tidak akan berputar. Tolonglah Mbak pahamlah, sekali lagi aku minta maaf aku tidak akan pernah memberikan utangan itu pada Mbak Nining,” jawab Ita kekeh.“Kamu itu jahat sekali, Ita! Kamu sudah menolak keinginan Mbakmu ini. Ya, sudah kalau kamu tidak mau memberikan pinjaman pada Mbakmu ini tidak apa-apa, tapi kalau terjadi sesuatu pada kami kalian harus bertanggung jawab terutama kamu, Ita, karena sudah pelit pada Mbak!” bentakku.“Sudahlah, ayo, Dik, kita pulang sudah malam ini kasihan anak-anak kita! Mereka sudah ngantuk biarlah nanti aku akan minta uang pada orang tuaku saja,” sahut suamiku. Duh, dasar laki-laki dong-dong, malahan berkata begitu. Itu akan semakin membuat Ita tidak mau memberikan pinjaman padaku.“Tidak mau, Mas, kalau kita pula
"Apa mereka sudah pulang, Ta?” tanya ibu padaku. Aku hanya mengangguk saja sambil mengunci pintu depan.“Baguslah kalau mereka sudah pulang. Ibu sudah pusing sekali memikirkan Mbakmu itu yang suka sekali memaksa kehendaknya. Apa kamu memberikan pinjaman pada mereka 100 juta rupiah, Ita?” tanya ibu lagi. Aku menggeleng. Aku tidak sebodoh itu. Aku tidak mau dimanfaatkan oleh Mbak Ning. Aku tahu betul sifatnya Mbak Ning seperti apa, makanya aku tidak mau memberikan pinjaman itu sekalipun Mbak Ning mengemis-ngemis padaku.“Tidak, Bu, aku hanya memberikan pinjaman 2 juta rupiah dan aku tegaskan bulan depan untuk membayarnya, Bu. Aku tidak mungkin juga meminjamkan uang sebanyak itu pada Mbak Ning. Ibu kan, tahu sifat Mbak Ning itu seperti apa?” jawabku.“Ahh ... Ibu lega sekali. Syukurlah kalau kamu tidak jadi meminjamkan uang itu kepada Ning. Ibu benar-benar jengah padanya. Ya, sudah ini sudah malam sebaiknya kamu istirahat, Ta. Maafkan Ibu yang tidak bisa membantumu untuk bicara bai
"Iya, Mas, aku pun sependapat dengan kamu. Siapa ya, Mas, yang iseng pada keluarga kita? Padahal kita ini sudah berusaha semaksimal mungkin untuk jadi orang baik.”“Hanya Allah yang tahu, Dik, tugas kita yang penting mencoba ikhtiar untuk menghilangkan gangguan-gangguan jin itu dari diri kita dan juga rumah kita.”“Kalau besok kita ruqyah berarti kita tidak bisa menemani Nok, di kantor polisi dong?” “Iya, tidak bisa! Besok kita katakan saja yang sejujurnya pada, Nok, semoga saja semuanya berjalan lancar, tapi kalau ada yang coba-coba untuk memanipulasi hukum kita harus bantuin kasihan, Nok. Dia harus terima keadilan.”“Iya, Mas, aku setuju itu. Ayo, Mas kita bersih-bersih badan, wudu, dan diminum ini wedang jahenya, lalu kita tidur!” ajakku.Baru juga terpejam beberapa jam, aku terpaksa bangun lagi karena seperti ada yang memanggil-manggil namaku. Kulihat jam masih jam 03.00 dini hari. Baiklah aku akan mandi dan juga salat tahajud terlebih dahulu.Kenapa kamarku ini hawanya panas s
"Ada, Nov. Alhamdulillah ini aku kasih jangka waktu sampai suamimu gajian, ya? Oh, ya suamimu gajiannya tanggal berapa, Nov?” tanyaku seraya memberikan uang yang aku pegang kepada Novi.“Gajiannya akhir bulan, Ita, ini kan masih tanggal 5 masih lama. Ya, makanya aku harus hemat uang satu juta ini sampai tanggal 25 nanti, ya, sudah terima kasih ya, Ta, nanti kalau suamiku sudah gajian pasti akan aku bayar,” ucap Novi senang.“Iya, Nov, santai aja pakai aja dulu pokoknya begitu suamimu gajian, kamu langsung aja datang ke rumah. Aku tidak mau menagih padamu, Nov, selain tidak enak aku juga menjaga privasimu takutnya pas aku lagi nagih, eh, ada tetangga kita atau yang lain atau ada teman kamu, jadi kan, mereka tahu kalau kamu punya utang. Jadi, aku minta tolong kamu cukup tahu diri aja ya, Nov. Kalau sudah gajian langsung ke rumah,” kataku to the point. Orang seperti Novi memang harus ditegasin. Kalau tidak dia akan menganggap remeh.“Oh, jelaslah itu. Kamu enggak usah khawatir. Ya, kalau
Paginya saat aku baru saja membuka pintu rumah tepatnya setelah salat subuh tiba-tiba Novi datang ke tergopoh-gopoh menghampiriku.Tumben sekali dia datang sepagi ini.“Ita! Boleh aku minta tolong padamu sekali ini saja,” tanya Novi. Aku mengangguk meskipun sedikit ragu.“Ada apa, ya, Nov? Tumben sekali kamu subuh-subuh datang ke sini,” jawabku balik bertanya.“Itu, Suamiku belum ngambil uang di ATM dan kebetulan uangku juga habis. Hari ini susu anakku habis ini dia lagi nangis karena minta susu enggak aku buatin ditambah lagi listriku tokennya sudah bunyi. Kasih aku pinjam uang satu juta saja Ita, nanti kalau suamiku sudah gajian pasti langsung aku ganti,” jawab Novi.“Oh, mau pinjam uang Nov? Pagi-pagi begini memang ada minimarket buka,” tanyaku lagi.“Ya, enggak, ada sih, Ta, tapi kan, setelah ini aku mau langsung ke minimarket mau beli susu sekalian mau beli token listrik. Kamu tahu kan, Ta, rumahku itu besar pemakainya banyak jadi boros sekali listriknya,” jawab Novi.“Kalau gitu
“Barusan ada kok. Cepat sekali mereka pergi. Kenapa kalau pulang tidak pamitan? Dasar manusia hutan tidak punya etika!” gerutu Mbak Wulan.“Sebentar, ya, aku lihat ke depan, barangkali dia ngobrol dengan Mas Danu dan yang lainnya," kataku seraya menghampiri suamiku yang sedang duduk di depan.Loh, kok tidak ada juga, ke mana, ya? Di sana hanya ada suaminya yang ikut ngobrol dengan Mas Danu. Apa Novi pulang mengantarkan anak-anak, ya?“Ti—dak kok, Nyah, semuanya aman terkendali, Nyonya di sana baik-baik, ya, pokoknya nanti pas pulang ke sini semuanya sudah beres dan nyonya pasti terkejut sama rumah barunya.” Aku mendengar suara Novi di teras, aku tengok rupanya dia sedang menerima telepon. Pantas saja aku cari ke mana-mana tidak ada. “Oh, yang taman depan rumah tenang saja, Nyah, itu juga sedang dikerjain sama suamiku. Pokoknya beres terkendali. Nyonya di sana jaga kesehatan, baik-baik pokoknya. Aku di sini akan menjaga amanah Nyonya,” ucap Novi lagi.Aku sedikit terkejut dengar ob
Kata Rasulullah saudara yang terdekat dengan kita adalah tetangga kita. Itu artinya kita harus bersikap baik kepada tetangga kita agar berikatan simbiosis mutualisme, saling membutuhkan satu sama lain, saling tolong menolong satu sama lain, tidak mungkin kan kita mati dikubur sendiri? Tidak mungkin juga kita dalam keadaan sakit pergi ke rumah sakit sendiri itu sebabnya kita diwajibkan selalu berbuat baik kepada orang lain terutama tetangga kita.Kalau kasusnya seperti Novi ini aku bisa apa? Dibaikin seenaknya sendiri, tidak dibaikin juga seenaknya sendiri, jadi serba salah.Jadi satu-satunya jalan yang bisa aku lakukan adalah jika dia tanya aku jawab, jika tidak, ya, sudah diam saja yang penting jika, Novi memiliki kesusahan aku harus pasang badan untuk menolong walaupun dia sangat menyebalkan, tapi Novi tetangga dekatku dan juga temanku dari kecil.Aku mengamati Novi sejak tadi terus saja berbicara mengeluarkan unek-uneknya sendiri tanpa memikirkan perasaan orang lain.Salahku
“Nov, langit itu tidak perlu memberitahukan bahwa dirinya tinggi karena tanpa diberitahu semua orang pun sudah tahu. Begitu juga dengan kehidupan kita, tak perlu lagi kita memberitahu kebahagiaan kita, harta-harta kita, kalau memang itu ada pasti nampak, kalau memang itu benar semua orang akan tahu dengan sendirinya, Nov.” Nasihatku kepadanya.“Alah kamu itu, Ta, sok, bijak! Padahal aslinya kamu juga kepo kan, sama kehidupanku? Kamu, kan, dari kecil dulu memang sudah terbiasa di bawahku, jadi ketika kamu hidup kaya, kamu terus mengepoin aku karena merasa tersaingi, ya, kan? Jujur aja, Ta. Enggak apa-apa kok, kita kan memang sudah teman sejak kecil jadi aku tahu betul loh, gimana sifat kamu," jawab Novi lagi.“Ita, ngepoin hidup kamu? Noh, kalau menurutku sih, kebalikannya. Kamu yang selalu mengepoin hidupnya Ita, kalau Ita mah udah mode kalem, mode tidak pernah memamerkan hartanya, dan juga mode dermawan sedangkan kamu kebalikannya," sahut Wulan kesal.“Iya, deh iya, Nov, memang aku
“Sebenarnya ada acara apa sih, kalian makan-makan begini? Soalnya Mbak Fitri sama Mbak Wulan update status enggak ada captionnya, jadi, aku bingung acara apa. Lagi pula aku belum makan malam, nih jadi kami ke sini. Ita ada acara apa sih?" tanya Novi.“Acara makan-makan biasa aja, Nov, kumpul-kumpul biasa. Karena kan, sudah lama juga kita enggak kumpul-kumpul,” jawabku.“Kok, kamu kumpul-kumpul enggak ngajakin aku sih, Ta, pelit banget!" jawab Novi kesal.“Bukan pelit, Nov, tadi kita itu mau ngajakin kamu, tapi kamu kan, jalannya duluan sudah gitu kamu jatuh ke comberan masa kita mau teriak-teriak ngajakin kamu," jawabku beralasan.Sebenarnya memang tadi mau ngajakin Novi, tapi karena dia sudah kesal duluan pada kami dan acara kami juga dadakan, jadi ya, terpaksa dia terlewatkan walaupun rumahnya persis di samping rumahku.“Halah, alasan saja kamu itu, Ita, kan, ada HP. Kamu bisa loh telpon aku. Novi ke sini, ya, sebentar kita makan-makan gitu, ah dasar aja, kamu, Ta, pelit," ucap
“Iya, Mbak, aku juga sudah memaafkan. Alhamdulillah kalian mau memaafkanku," ucap Mbak Asih, dia beranjak dari duduknya, menyalami dan memeluk Mbak Fitri dan Mbak Wulan secara bergantian. Mereka pun menangis sesenggukan, ya, Tuhan, ini benar-benar melebihi hari raya Idul Fitri. Kami sungguh-sungguh dalam bermaaf-maafan.“Alhamdulillah kalau kita sudah saling memaafkan semuanya. Berarti malam ini lebih baik makan seruitnya ini kita khususkan untuk menyambut kebahagiaan kita atas hijrahnya Mbak Asih. Kita pimpin doa. Siapa ini yang memimpin doa, Mas Taufik, Mas Dayat atau Mas Danu?” sahut Mamah Atik.“Monggo, silakan Mas Danu atau Mas Dayat, kalau saya enggak bisa baca doa apalagi mendoakan bersama-sama begini, bisanya makan," canda Mas Taufik.“Saya juga jadi jamaah saja, silakan Mas Danu untuk memimpin doa," jawab Mas Danu.“Lah, gimana ini orang-orang di suruh mengimami doa makan tuh paling gampang tinggal baca doa mau makan allahumma bariklana sampai selesai. Ya, sudah baiklah ak
Tiba-tiba Mbak Asih beranjak dari duduknya dan bersujud di kaki ibu, dia menangis sejadi-jadinya sampai tidak terdengar suaranya lagi. Kami semua yang ada di sini menyaksikan adegan ini pun ikut terharu dalam suasana yang begitu menyentuh hati. Ibu mertuaku pun ikut menangis. Beliau tidak mengucapkan satu kata pun kepada Mbak Asih. Beliau hanya mengusap kepala dan bahu Mbak Asih, sesekali tangan kirinya mengusap air matanya. Mas Danu pun terlihat berkali-kali mengusap ke dua matanya. Aku yakin dia pun menahan tangis. Ini baru terjadi sepanjang aku menjadi menantu Ibu. Ini adalah kali pertamanya Mbak Asih sujud di kaki Ibu.Dulu, waktu masih sama Mas Roni, sama sekali tidak pernah sungkem. Lebaran saja hanya salaman biasa lalu pergi dengan Mas Roni ke rumah mertuanya yang lebih menyedihkan lagi adalah sebelum pergi ke rumah mertuanya dia akan membawa berbagai makanan dan meminta uang saku untuk pergi ke sana.Duhai Allah sungguh indah semua rencanaMu pada kami. Ternyata di balik ujia
"Oh, iya, Mas, baik nanti akan aku terapkan itu baca ayat kursi kemarin juga aku sudah di ruqyah kata ustaznya juga gitu hanya saja kemarin aku masih bolong-bolong tidak menerapkan itu, makanya tadi sempat kerasukan walaupun hanya sebentar," jawab Mbak Asih."Syukurlah Asih, aku tuh sebenarnya sebagai tetangga prihatin sekali dengan kamu dan juga ibumu, tapi sekali lagi aku pribadi tidak berani ikut campur masalah keluarga orang lain,” ucap Mas topik lagi.“Assalamualaikum ...." Akhirnya Mama Atik dan ibu mertuaku datang. Wajah ibu mertuaku sudah masam. Aku yakin sekali dia marah dengan Mbak Asih karena tadi sudah menge-prank lagi pergi dari rumah tanpa pamit.“Asih, ih, kamu ke rumah Ita enggak bilng-bilang sama Ibu. Kamu tahu ibu, capek nyariin kamu keliling kampung karena tadi ibu dapat laporan dari Wak Jum, bahwa kamu sedang bertemu dengan Roni di ujung gang sana benar atau tidak?” omel ibu memarahi Mbak Asih.“Iya Bu, betul tadi sore aku ketemu dengan Mas Roni tuh dikasih coklat