"Kalian kurang ajar sudah memfitnah anak kami yang tidak bersalah. Sampai harga diri kami dipertaruhkan seperti ini. Ingat semua, kalian akan aku balas! Akan aku tuntut balik.” Ibunya Rizal makin tak terkendali. Aku tahu perasaan seorang ibu, meski anak yang bersalah seorang ibu pasti akan tetap membela.Itulah cara mendidik yang salah dan dari situ pula tercipta suatu kejahatan yang dilakukan oleh anak karena merasa terlindungi.Karena bukti-bukti sudah kuat dan hasil dari pemeriksaan yang dilakukan oleh Bu bidan menyatakan benar, maka Polisi segera memborgol tangan Rizal dan membawanya pergi.“Itu fitnah, Pak Polisi! Itu hanya fitnah tolong katakan ya, Rizal, kamu pasti difitnah, kan?” Ibunya Rizal masih saja tetap tidak percaya.“Bukti-bukti sudah kuat, Bu. Keterangan saksi, keterangan korban, dan juga hasil dari pemeriksaan kesehatan pun sudah terbukti bahwa anak Ibu bersalah, maka dengan itu kami akan membawanya ke kantor Polisi untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.”“Tida
“Untuk apa Nok, merebut pacarmu yang berandalan itu? Nok, lebih baik jadi perawan tua dari pada merebut lelaki seperti itu. Apa kamu tidak percaya padaku, Mbak? Aku sama sekali tidak suka sama bajingan itu. Dia memaksaku sampai 7 Kali dengan ancaman akan membunuhmu dan juga membunuh ibu,” jawab Nok, dengan bahasa isyaratnya. Budenya, Nok yang menerjemahkannya.“Ya, Allah, demi menyelamatkan ibu dan juga Kakakmu yang tidak tahu diri ini kamu rela dijajah sama laki-laki itu. Maafkan Ibu, Nak, yang tidak bisa menjagamu dengan baik.” Tangis ibunya Maya pecah lagi sampai beliau memukul-mukul dadanya sendiri. Aku yang melihatnya pun tidak sanggup. Nok, kemudian beranjak memeluk ibunya. Mereka berdua kemudian menangis lagi.“Halah drama banget! Enggak usah lebai kamu, Nok. Mana mungkin Rijal itu akan membunuhku atau membunuh ibu Mana berani dia melakukan itu.”“Itu benar, Mbak, sudah dilakukannya. Dia menyilet leherku coba lihat ini leherku.” Nok, membuka jilbabnya. Benar saja ada goresan
Mas Danu merangkul pundakku lalu mengusapnya mencoba menenangkanku agar aku tidak ikutan emosi kepada Maya. Karena sejak dari toko tadi Mas Danu tahu bahwa tujuanku ke sini adalah untuk memberitahu ibunya Maya bahwa kelakuan Maya sudah tidak benar.Sekarang aku semakin paham Maya perempuan seperti apa. Dia sudah punya suami lalu selingkuh dengan mengaku-ngaku Mas Danu sebagai selingkuhannya hingga keluarga besar suaminya membenci Mas Danu. Lalu setelah berpisah dengan suaminya menjalin hubungan lagi dengan Rizal. Ternyata Rizal bejatnya naudzubillah. Dia tega menodai adik kandungnya Maya sendiri sampai 7 kali. beruntung Allah sayang dan masih melindungi, jadi, Nok, tidak hamil. Andai Nok, hamil tentu akan menambah beban berat ibunya, Nok.Maya sudah mempunyai pasangan, sudah mempunyai pacar, tapi masih saja mau mengganggu Mas Danu. Menggoda Mas Danu dengan dalil ini dan ituSangat berbanding terbalik dengan orang tuanya dan juga adiknya. Ibunya Maya dan juga adiknya Maya terlihat san
"Ya, makanya itu kamu jangan suka marah-marah kalau suka marah-marah begitu tuh, nanti cepat tua, cepat keriput.”“Mas, kasihan, ya, adiknya Maya. Aku jadi tidak tega padanya.”“Iya, Mas, pun kasihan sekali pada dia. Mas tidak bisa bayangkan kalau itu terjadi pada keluarga kita pasti yang ada tersangka itu tidak hidup sudah Mas bunuh.”“Anehnya lagi kenapa Maya justru menyalahkan adiknya? Dia benar-benar keterlaluan tahu enggak, Mas!"“Itulah yang enggak bisa masuk akal sehatnya, Mas. Maya itu bukannya membela adiknya malah menyalahkan adiknya. Entah mungkin Maya itu sedang dalam masa puber ke dua, jadi dia tidak bisa membedakan mana yang betulan dan mana yang salah. Atau mungkin juga dia sudah terlalu dibutakan oleh cintanya penjahat itu, makanya dia justru menyalahkan adiknya.”“Tidak mungkin hanya itu. Kalau cinta mati kepada si tersangka itu mungkin Maya menggodamu. Kamu tahu kan, Mas, Maya saja masih menggodamu, itu namanya dia masih mengharapkan laki-laki lain atau Maya itu seda
Aku dan Mas Danu melanjutkan perjalanan sampai rumah.Aku sudah bisa membayangkan bagaimana ekspresi Mbak Ning, saat melihatku dan Mas Danu baru pulang. Pasti dia akan marah-marah pada kami.Mbak Ning ini sebenarnya saudaraku cukup unik kadang dia juga baik dan kadang juga dia menyebalkan. Dulu sebelum kami jaya, sebelum kami kaya, Mbak Ning, Mbak Susi, dan juga Mbak Nur, sangat menentang pernikahan kami, tapi setelah kami kaya justru kami berdua sekarang yang dimusuhinya.Entah maksudnya apa. Aku pun tidak tahu. Kalau menurut Mamah Atik mungkin saudaraku itu tidak ada yang rela jika kehidupan kami lebih dari mereka. Itulah kenapa mereka saat ini membenci kami.“Mas, kita, mampir beli martabak bangka dulu, ya, pasti di rumah tidak ada camilan. Tadi pas aku tinggal Mbak Asih sama Mamah Atik sih, bikin rujak cuman ya, tahu sendirilah di rumah ada Mbak Ning, ada adik ipar-iparnya Mbak Ning pasti makanannya sudah habis.”“Siap, Sayang! Nanti kita beli martabak bangka yang manis sekalig
“Apaan sih, Mbak, kepo banget jadi orang! Ya, terserah aku dong, mau pulang cepat atau tidak. Ini juga rumahku. Aku pergi juga ke tokoku, kok, Mbak Ning yang sewot,” jawabku kesal.Emang dia kira aku ini masih saja mau diam ketika diinjak-injak? Oh, tidak bisa Mbak Ning. Kamu harus mendapatkan perlawanan jika tidak Mbak Ning akan semakin semena-mena padaku.“Engga usah GR deh, kamu, Ita! Bukannya aku kepo, tapi aku juga banyak kerjaan di rumah. Aku harus menyiapkan ini, menyiapkan itu, memang kamu doang yang punya pekerjaan. Suamiku pun orang sibuk! Kalau kami harus menunggu kamu sampai malam begini 'kan buang-buang waktu saja,” elak Mbak Ning, dia tak terima jika aku menuduhnya sebagai saudara tukang kepo.“Yaa, Mbak Njng ini aneh. Tinggal pulang saja kok, sana, enggak apa-apa, lo, bisa kan, pamitan padaku lewat HP atau telepon sebentar saja bilang kalau Mbak Ning itu pamit pulang. Ngapain juga harus nungguin aku dan Mas Danu, kalau memang kata Mbak Ning buang-buang waktu. Kita
"Danu, Danu, di mana kamu!? Sini, aku, mau ngomong penting sama kamu!” teriak Mbak Ning mencari Mas Danu.“Jangan teriak-teriak gitu di rumah orang, Ning, enggak sopan sini kamu dekat Ibu! Dengar, Ibu, mau bicara padamu,” pinta ibu.“Ada apa lagi si, Bu? Mau ngomong apa lagi? Ibu, mau minta uang jajan seperti yang disarankan Ita? Maaf deh, kalau bulan ini kayaknya aku belum bisa kasih. Soalnya aku belum ada uang receh,” jawab Mbak Ning, sok banyak gaya. Mamah Atik yang mendengarnya sampai mengelus dada.“Ibu, enggak kepingin uang darimu, Ning! Ibu, di rumah Ita tidak kekurangan satu apa pun. Ibu, bahagia di sini. Ibu, tercukupi di sini, hanya saja Ibu mau nanya sama kamu usaha suamimu itu apa kok, kata adik iparmu tadi kamu itu dan suamimu kerjanya jalan ke sana jalan ke sini. Kerjanya minta duit sama mertuamu, kan, Ibu malu Ning, sebagai orang tua karena merasa tidak bisa mendidik anak perempuan. Ibu mau kamu jadi istri yang baik dan tentunya kamu akan melarang suamimu untuk bol
"Sudah, Bu, aku males dengarnya. Berisik tahu enggak! Aku 'tuh enggak mau masukin omongan negatif apa pun yang dilontarkan orang pada diriku. Mendingan aku berbuat sesuka hatiku yang membuatku bahagia pasti Ibu paham, dong!” jawab Mbak Ning.“Iya, Ibu, paham. Ya, sudahlah Ning, terserah kamu saja yang penting Ibu sudah menasehatimu, jadi jangan salahkan Ibu kalau suatu saat nanti kamu kenapa-kenapa. Ya, sudah, sana pulang sudah malam ini!"“Ibu, mengusir kami? Lah, yang punya rumah aja belum nyuruh kami pulang kok, Bu! Kok, lama-lama Ibu tega dan jahat sekali, ya, sama aku? Mentang-mentang sekarang sudah ikut Ita, hidupnya enak. Ingat enggak dulu Ibu waktu susah siapa juga yang ngasih Ibu makan tiap bulan kalau bukan aku, kok, sekarang Ibu semena-mena, ya, kesel aku sama ibu!”“Kapan kamu ngasih Ibu? Dulu waktu Ita susah, waktu Ibu susah itu juga uang Ibu yang Ibu kasih ke kamu. Ibu kan, punya penghasilan ladang, sawah, dan kebun sayuran, lah kamu ngasih uang Ibu sebulan dua ratus
"Ada, Nov. Alhamdulillah ini aku kasih jangka waktu sampai suamimu gajian, ya? Oh, ya suamimu gajiannya tanggal berapa, Nov?” tanyaku seraya memberikan uang yang aku pegang kepada Novi.“Gajiannya akhir bulan, Ita, ini kan masih tanggal 5 masih lama. Ya, makanya aku harus hemat uang satu juta ini sampai tanggal 25 nanti, ya, sudah terima kasih ya, Ta, nanti kalau suamiku sudah gajian pasti akan aku bayar,” ucap Novi senang.“Iya, Nov, santai aja pakai aja dulu pokoknya begitu suamimu gajian, kamu langsung aja datang ke rumah. Aku tidak mau menagih padamu, Nov, selain tidak enak aku juga menjaga privasimu takutnya pas aku lagi nagih, eh, ada tetangga kita atau yang lain atau ada teman kamu, jadi kan, mereka tahu kalau kamu punya utang. Jadi, aku minta tolong kamu cukup tahu diri aja ya, Nov. Kalau sudah gajian langsung ke rumah,” kataku to the point. Orang seperti Novi memang harus ditegasin. Kalau tidak dia akan menganggap remeh.“Oh, jelaslah itu. Kamu enggak usah khawatir. Ya, kalau
Paginya saat aku baru saja membuka pintu rumah tepatnya setelah salat subuh tiba-tiba Novi datang ke tergopoh-gopoh menghampiriku.Tumben sekali dia datang sepagi ini.“Ita! Boleh aku minta tolong padamu sekali ini saja,” tanya Novi. Aku mengangguk meskipun sedikit ragu.“Ada apa, ya, Nov? Tumben sekali kamu subuh-subuh datang ke sini,” jawabku balik bertanya.“Itu, Suamiku belum ngambil uang di ATM dan kebetulan uangku juga habis. Hari ini susu anakku habis ini dia lagi nangis karena minta susu enggak aku buatin ditambah lagi listriku tokennya sudah bunyi. Kasih aku pinjam uang satu juta saja Ita, nanti kalau suamiku sudah gajian pasti langsung aku ganti,” jawab Novi.“Oh, mau pinjam uang Nov? Pagi-pagi begini memang ada minimarket buka,” tanyaku lagi.“Ya, enggak, ada sih, Ta, tapi kan, setelah ini aku mau langsung ke minimarket mau beli susu sekalian mau beli token listrik. Kamu tahu kan, Ta, rumahku itu besar pemakainya banyak jadi boros sekali listriknya,” jawab Novi.“Kalau gitu
“Barusan ada kok. Cepat sekali mereka pergi. Kenapa kalau pulang tidak pamitan? Dasar manusia hutan tidak punya etika!” gerutu Mbak Wulan.“Sebentar, ya, aku lihat ke depan, barangkali dia ngobrol dengan Mas Danu dan yang lainnya," kataku seraya menghampiri suamiku yang sedang duduk di depan.Loh, kok tidak ada juga, ke mana, ya? Di sana hanya ada suaminya yang ikut ngobrol dengan Mas Danu. Apa Novi pulang mengantarkan anak-anak, ya?“Ti—dak kok, Nyah, semuanya aman terkendali, Nyonya di sana baik-baik, ya, pokoknya nanti pas pulang ke sini semuanya sudah beres dan nyonya pasti terkejut sama rumah barunya.” Aku mendengar suara Novi di teras, aku tengok rupanya dia sedang menerima telepon. Pantas saja aku cari ke mana-mana tidak ada. “Oh, yang taman depan rumah tenang saja, Nyah, itu juga sedang dikerjain sama suamiku. Pokoknya beres terkendali. Nyonya di sana jaga kesehatan, baik-baik pokoknya. Aku di sini akan menjaga amanah Nyonya,” ucap Novi lagi.Aku sedikit terkejut dengar ob
Kata Rasulullah saudara yang terdekat dengan kita adalah tetangga kita. Itu artinya kita harus bersikap baik kepada tetangga kita agar berikatan simbiosis mutualisme, saling membutuhkan satu sama lain, saling tolong menolong satu sama lain, tidak mungkin kan kita mati dikubur sendiri? Tidak mungkin juga kita dalam keadaan sakit pergi ke rumah sakit sendiri itu sebabnya kita diwajibkan selalu berbuat baik kepada orang lain terutama tetangga kita.Kalau kasusnya seperti Novi ini aku bisa apa? Dibaikin seenaknya sendiri, tidak dibaikin juga seenaknya sendiri, jadi serba salah.Jadi satu-satunya jalan yang bisa aku lakukan adalah jika dia tanya aku jawab, jika tidak, ya, sudah diam saja yang penting jika, Novi memiliki kesusahan aku harus pasang badan untuk menolong walaupun dia sangat menyebalkan, tapi Novi tetangga dekatku dan juga temanku dari kecil.Aku mengamati Novi sejak tadi terus saja berbicara mengeluarkan unek-uneknya sendiri tanpa memikirkan perasaan orang lain.Salahku
“Nov, langit itu tidak perlu memberitahukan bahwa dirinya tinggi karena tanpa diberitahu semua orang pun sudah tahu. Begitu juga dengan kehidupan kita, tak perlu lagi kita memberitahu kebahagiaan kita, harta-harta kita, kalau memang itu ada pasti nampak, kalau memang itu benar semua orang akan tahu dengan sendirinya, Nov.” Nasihatku kepadanya.“Alah kamu itu, Ta, sok, bijak! Padahal aslinya kamu juga kepo kan, sama kehidupanku? Kamu, kan, dari kecil dulu memang sudah terbiasa di bawahku, jadi ketika kamu hidup kaya, kamu terus mengepoin aku karena merasa tersaingi, ya, kan? Jujur aja, Ta. Enggak apa-apa kok, kita kan memang sudah teman sejak kecil jadi aku tahu betul loh, gimana sifat kamu," jawab Novi lagi.“Ita, ngepoin hidup kamu? Noh, kalau menurutku sih, kebalikannya. Kamu yang selalu mengepoin hidupnya Ita, kalau Ita mah udah mode kalem, mode tidak pernah memamerkan hartanya, dan juga mode dermawan sedangkan kamu kebalikannya," sahut Wulan kesal.“Iya, deh iya, Nov, memang aku
“Sebenarnya ada acara apa sih, kalian makan-makan begini? Soalnya Mbak Fitri sama Mbak Wulan update status enggak ada captionnya, jadi, aku bingung acara apa. Lagi pula aku belum makan malam, nih jadi kami ke sini. Ita ada acara apa sih?" tanya Novi.“Acara makan-makan biasa aja, Nov, kumpul-kumpul biasa. Karena kan, sudah lama juga kita enggak kumpul-kumpul,” jawabku.“Kok, kamu kumpul-kumpul enggak ngajakin aku sih, Ta, pelit banget!" jawab Novi kesal.“Bukan pelit, Nov, tadi kita itu mau ngajakin kamu, tapi kamu kan, jalannya duluan sudah gitu kamu jatuh ke comberan masa kita mau teriak-teriak ngajakin kamu," jawabku beralasan.Sebenarnya memang tadi mau ngajakin Novi, tapi karena dia sudah kesal duluan pada kami dan acara kami juga dadakan, jadi ya, terpaksa dia terlewatkan walaupun rumahnya persis di samping rumahku.“Halah, alasan saja kamu itu, Ita, kan, ada HP. Kamu bisa loh telpon aku. Novi ke sini, ya, sebentar kita makan-makan gitu, ah dasar aja, kamu, Ta, pelit," ucap
“Iya, Mbak, aku juga sudah memaafkan. Alhamdulillah kalian mau memaafkanku," ucap Mbak Asih, dia beranjak dari duduknya, menyalami dan memeluk Mbak Fitri dan Mbak Wulan secara bergantian. Mereka pun menangis sesenggukan, ya, Tuhan, ini benar-benar melebihi hari raya Idul Fitri. Kami sungguh-sungguh dalam bermaaf-maafan.“Alhamdulillah kalau kita sudah saling memaafkan semuanya. Berarti malam ini lebih baik makan seruitnya ini kita khususkan untuk menyambut kebahagiaan kita atas hijrahnya Mbak Asih. Kita pimpin doa. Siapa ini yang memimpin doa, Mas Taufik, Mas Dayat atau Mas Danu?” sahut Mamah Atik.“Monggo, silakan Mas Danu atau Mas Dayat, kalau saya enggak bisa baca doa apalagi mendoakan bersama-sama begini, bisanya makan," canda Mas Taufik.“Saya juga jadi jamaah saja, silakan Mas Danu untuk memimpin doa," jawab Mas Danu.“Lah, gimana ini orang-orang di suruh mengimami doa makan tuh paling gampang tinggal baca doa mau makan allahumma bariklana sampai selesai. Ya, sudah baiklah ak
Tiba-tiba Mbak Asih beranjak dari duduknya dan bersujud di kaki ibu, dia menangis sejadi-jadinya sampai tidak terdengar suaranya lagi. Kami semua yang ada di sini menyaksikan adegan ini pun ikut terharu dalam suasana yang begitu menyentuh hati. Ibu mertuaku pun ikut menangis. Beliau tidak mengucapkan satu kata pun kepada Mbak Asih. Beliau hanya mengusap kepala dan bahu Mbak Asih, sesekali tangan kirinya mengusap air matanya. Mas Danu pun terlihat berkali-kali mengusap ke dua matanya. Aku yakin dia pun menahan tangis. Ini baru terjadi sepanjang aku menjadi menantu Ibu. Ini adalah kali pertamanya Mbak Asih sujud di kaki Ibu.Dulu, waktu masih sama Mas Roni, sama sekali tidak pernah sungkem. Lebaran saja hanya salaman biasa lalu pergi dengan Mas Roni ke rumah mertuanya yang lebih menyedihkan lagi adalah sebelum pergi ke rumah mertuanya dia akan membawa berbagai makanan dan meminta uang saku untuk pergi ke sana.Duhai Allah sungguh indah semua rencanaMu pada kami. Ternyata di balik ujia
"Oh, iya, Mas, baik nanti akan aku terapkan itu baca ayat kursi kemarin juga aku sudah di ruqyah kata ustaznya juga gitu hanya saja kemarin aku masih bolong-bolong tidak menerapkan itu, makanya tadi sempat kerasukan walaupun hanya sebentar," jawab Mbak Asih."Syukurlah Asih, aku tuh sebenarnya sebagai tetangga prihatin sekali dengan kamu dan juga ibumu, tapi sekali lagi aku pribadi tidak berani ikut campur masalah keluarga orang lain,” ucap Mas topik lagi.“Assalamualaikum ...." Akhirnya Mama Atik dan ibu mertuaku datang. Wajah ibu mertuaku sudah masam. Aku yakin sekali dia marah dengan Mbak Asih karena tadi sudah menge-prank lagi pergi dari rumah tanpa pamit.“Asih, ih, kamu ke rumah Ita enggak bilng-bilang sama Ibu. Kamu tahu ibu, capek nyariin kamu keliling kampung karena tadi ibu dapat laporan dari Wak Jum, bahwa kamu sedang bertemu dengan Roni di ujung gang sana benar atau tidak?” omel ibu memarahi Mbak Asih.“Iya Bu, betul tadi sore aku ketemu dengan Mas Roni tuh dikasih coklat