Share

Wanita di Balik Rumor Pelakor
Wanita di Balik Rumor Pelakor
Author: Haiuv

Hadiah Terpahit

Author: Haiuv
last update Last Updated: 2023-02-02 10:21:58

“Kamu nggak bisa giniin aku, Sak!”

Perempuan dengan rambut sebahu itu berusaha keras mengangkat kedua tangannya agar mencapai lengan kiri pria yang duduk di sampingnya. Seutas tali yang melilit tangannya membuat perempuan itu kesulitan untuk melampiaskan kemarahannya.

“Kenapa aku nggak bisa?” Pria di sampingnya itu berteriak tak kalah nyaring dari balik kemudi.

“Kamu dengarkan, tadi, aku udah talak kamu di depan semuanya. Jadi, mulai sekarang kamu bukan siapa-siapa lagi. Kita bukan suami istri lagi. Masih kurang jelas?”

“Nggak bisa gitu, dong. Kalau pun kamu udah talak aku, aku belum boleh keluar dari rumah kamu selama masa iddah.”

“Kamu berharap aku udah menanam benih di rahim kamu? Jangan mimpi, Aurora. Kamu nggak akan pernah aku biarin jadi ibu dari anak-anakku. Kalaupun kamu hamil, aku yakin itu bukan anakku. Entah kenapa dulu orang tuaku bersikeras menjodohkan aku dengan kamu. Aku yakin kamu dulu yang paksa mereka, kan?”

“Jaga omongan kamu, Sakti!” Aurora membasahi pipi Sakti dengan saliva yang meloncat tiba-tiba dari mulutnya. Hati Aurora sakit diceraikan di hari ulang tahun pernikahan kedua mereka dan semakin parah setelah mendengar ucapan Sakti yang lancang itu.

Mobil tiba-tiba berhenti. Muka Sakti berubah merah padam. Tangannya dengan kasar mendorong pintu mobil lalu secepat kilat tubuh jangkungnya sudah berdiri di pintu kiri mobil. Tanpa menunggu hujan reda Sakti langsung membuka pintu dan menarik Aurora keluar dari mobilnya.

“Auh …!” Aurora mengaduh saat Sakti mendorong tubuhnya hingga terjatuh di atas rerumputan yang basah. Tubuhnya basah. Begitu juga dengan Sakti.

“Aku sudah muak sama kamu. Semua kelicikan kamu bikin aku kehilangan Malika. Sekarang waktunya kamu terima akibatnya, Aurora.” Sakti melempar telunjuk menghujani Aurora dengan kemarahannya.

Setelah puas Sakti langsung masuk ke dalam mobil dan meninggalkan Aurora begitu saja. Aurora kini sendirian di pinggir jalan, jauh dari bangunan, hanya pepohonan rimbun dan semak sejauh mata memandang.

“Sakti!!!” teriak Aurora memanggil pria yang roda mobilnya meninggalkan jejak di depan Aurora. Sakti sudah pergi. Teriakannya tidak bernilai lagi.

Dengan langkah tertatih dan tangan yang masih terikat tali ke depan, Aurora berjalan menyusuri bibir jalan di bawah serbuan hujan. Air matanya tak lagi ketara. Menyatu dengan air yang jatuh membasahi pipi.

“Aku harus ke mana sekarang? Nggak mungkin aku balik ke rumah itu, harga diriku udah mereka permainkan,” gerutu Aurora seorang diri.

Diceraikan di depan keluarga besar dan teman-temannya tentu menjadi hal paling memalukan bagi Aurora. Sakti dengan teganya menjatuhkan talak kepada Aurora saat perayaan anniversary pernikahan mereka.

“Kalau tau dia bakal lakuin itu, nggak bakalan aku susah-susah nyiapin acara anniv segala. Sakti, awas ya kamu!” Aurora masih terus berusaha melepas ikatan yang perlahan mulai longgar.

Bukan tanpa alasan Sakti mengikatnya seperti itu. Aurora tadi sempat ingin mengamuk dan berontak sesaat setelah Sakti menalaknya. Maka, untuk menghentikannya Sakti dengan tega mengikat paksa tangan Aurora lalu menyeretnya pergi meninggalkan acara. Semua tamu memperhatikan Aurora dengan kasihan dan menahan tawa.

Byur!!

Baru saja berjalan kembali setelah berhasil melepaskan tali tersebut, sebuah kendaraan roda empat melintas dengan kecepatan tinggi menerjang genangan air tepat di samping Aurora. Alhasil, gaun mahal yang kini membalut tubuhnya jadi kotor.

Aurora ingin mengumpat, tetapi tidak jadi. Mobil tersebut sudah mengecil dari pandangannya.

Lelah berjalan, akhirnya Aurora sampai di sebuah masjid. Jamaah salat Ashar baru saja keluar melewati pintu masjid. Hujan hanya tinggal gerimis kecil. Sedikit ragu, Aurora memasuki area masjid untuk berteduh dan rehat sejenak.

“Kalau ke masjid auratnya ditutup dong, Mbak,” tegur seorang perempuan menatap Aurora miring.

Aurora hanya bisa diam dan bergeming di teras masjid. Beberapa jamaah pria yang melewatinya menatap tidak nyaman dan segera menjauh.

“Kayaknya kamu bukan orang sini. Mau ke mana?” tanya perempuan itu lagi menurunkan nada bicaranya.

“Iya, Buk. Aku lagi nyari tempat buat tinggal sementara.” Aurora menjawab lantang. Memang itulah yang ia butuhkan sekarang.

“Wah, kebetulan kalau gitu. Saya punya kos-kosan dekat sini. Masih ada satu kamar yang kosong. Tertarik?” Aurora tercenung. Padahal tadi ia hanya menjawab asal agar tidak terkesan sebagai seorang terbuang yang bingung.

"I—ibu beneran?” tanya Aurora memastikan.

Wanita itu mengangguk dan segera mengajak Aurora ikut dengannya. Di tengah jalan Aurora sempat ingin mundur dan kabur sebab baru ingat kalau ia tidak membawa uang sama sekali. Namun, wanita itu dengan baik hati melirik cincin di tangan Aurora dan diminta sebagai jaminan sampai Aurora bisa membayar biaya sewa kamar nantinya. Cincin nikah dari Sakti sore itu akhirnya berpindah tangan, ditukar dengan sepetak kamar tiga kali tiga meter di sebuah rumah sederhana dalam gang.

“Omong-omong, kamu dari mana, dandanannya heboh begitu?” Wanita tersebut memperhatikan pakaian Aurora yang seperti kurang bahan itu dengan tatapan aneh. Aurora hanya bisa ngedumel dalam hati.

Begitulah kemudian dalam beberapa jam kehidupan Aurora berubah drastis. Saat pikirannya masih mencerna kejadian yang berlangsung cepat itu, Aurora kemudian dihadapkan dengan masalah berikutnya. Soal perut yang harus diisi dan perjalanan hidup yang masih berlanjut.

“Aku harus kerja. Cincin itu terlalu mahal ditukar sama kamar sumpek ini.” Aurora memasang tekad di hari berikutnya. Dengan tubuh berbalut daster lusuh pinjaman pemilik kos, Aurora mengusap layar ponsel, mengirimkan lamaran kerja ke beberapa situs perusahaan.

Sampai tiga hari berikutnya, setelah puas mengisi lambung dengan mie instan, Aurora mendapat kabar lamaran kerjanya diterima di sebuah perusahaan lokal meski hanya sebagai office girl. Aurora tetap senang. Lagi-lagi ia harus menebalkan muka meminjam pakaian formal dari pemilik kosan yang juga memiliki anak seumuran dengannya.

“Nah, gitu dong, cari kerja. Saya suntuk juga liat kamu keluar masuk dapur cuma masak mie instan, mana itu mie punya saya. Belum lagi daster-daster mahal saya malah jadi kamu yang pakai,” omel wanita tersebut menyerahkan sepasang pakaian formal ke tangan Aurora.

Aurora hanya bisa tersenyum tipis. Agak risih diomeli begitu.

Tidak sulit bagi Aurora untuk menemukan gedung kantor yang dimaksud. Dengan kepala terangkat dan langkah panjang penuh percaya diri Aurora memasuki ruangan interview diantar seorang satpam.

Seorang wanita duduk mematut laptop yang menyala di depannya begitu Aurora tiba dalam ruangan. Sejenak Aurora terpaku menatap sosok yang cukup ia kenali itu. Kakinya membeku di ambang pintu. Sampai wajah yang setengah menunduk itu kini terangkat menatap Aurora.

“Aurora Ridha Zetana.”

“Nggak nyangka ya, kita ketemu di sini.  Aku udah denger lho, soal hadiah anniv spesial dari Sakti buat kamu. Selamat ya,” sambut wanita tersebut panjang lebar.

Related chapters

  • Wanita di Balik Rumor Pelakor   Badai Masa Lalu

    “Ma–Malika?” Aurora tergagap. Matanya mengerjap beberapa kali. Tenggorokan yang memang kering bertambah kerontang hingga sulit mengeluarkan suara lebih banyak. Aurora mematung di belakang kursi tanpa sanggup melangkahkan kaki. Di antara begitu banyak perusahaan Aurora malah bertemu dengan sahabat yang paling ia hindari selama ini. Malika. Seorang sahabat yang Aurora khianati dua tahun silam. Kini Malika tersenyum miring ke arahnya memerintahkan Aurora untuk duduk. “Nggak nyangka ya, kita bakal ketemu lagi di sini dengan situasi yang kayaknya berbalik nggak sesuai impian.” Malika menegakkan punggungnya dan menatap Aurora panjang. Suasana mendadak canggung. Terutama bagi Aurora yang tidak siap bertemu dengan Malika saat ini, di tengah kondisinya yang menyedihkan. Berulang kali Aurora menarik napas, memperbaiki duduknya, dan meremas jari-jari tangannya di bawah meja. “Bisa kita langsung mulai wawancaranya, Mal?” Semakin cepat dimulai semakin cepat pertemuan itu selesai. Aurora benar

    Last Updated : 2023-02-02
  • Wanita di Balik Rumor Pelakor   Mantan Sahabat

    Keenan segera beranjak menuju pintu ruangan dan membubarkan karyawan lain yang mulai berkumpul. Tentu tindakan itu mengundang riuh rendah protes dari mereka. Setelah menutup pintu, Keenan kembali menghampiri Malika dan mengusap lengannya lembut. Malika masih mendengus kesal. Gara-gara gagal menahan emosi, atasannya itu jadi melihat sisi buruknya. Padahal, selama ini Malika selalu berusaha menjaga image sebagai wanita lembut di kantor. “Tarik napas dulu, Malika. Kamu mau bikin satu kantor heboh sama masalah pribadi kamu? Kalau saya jadi kamu saya malu.” Keenan menatap Malika serius dan berusaha menenangkan. Bukannya tenang, Malika kembali meradang. Matanya menatap Keenan tidak terima. Lelaki yang tidak tahu apa-apa itu berada di tempat dan waktu yang salah. Yang Malika butuh bukan masukan apalagi nasehat yang seolah memojokkan sekalipun itu dari atasannya. “Tapi saya nggak mau, Pak, lihat wanita ini ada di sekitar saya,” sanggah Malika masih tetap pada emosinya yang sudah memuncak.

    Last Updated : 2023-02-02
  • Wanita di Balik Rumor Pelakor   Terungkap

    “Sampai kapan kamu menghindar terus, Ra?” Suara berat khas seorang pria muncul tiba-tiba di belakang Aurora. Pantri pada jam makan siang mulai sepi. Staff OB lain banyak yang memilih makan siang di kantin bawah. Aurora yang tengah menyeduh mie instan langsung tersentak dan menoleh ke sumber suara. Seperti dugaannya, suara itu amat Aurora kenal. “Aku nggak mau karyawan di sini salah paham, Nan. Mereka nggak boleh tau kalau kita pernah punya hubungan dulu,” jawab Aurora kembali membelakangi Keenan. Keenan kini duduk di kursi kayu dengan meja panjang terhampar di depannya. Tatapannya terus lekat memperhatikan punggung Aurora dan rambut halusnya yang terikat rapi seperti ekor kuda. “Mereka nggak akan tahu kalau kita nggak kasih tahu, kan? Jadi, mari bersikap biasa dan seperti dua teman baru.” Keenan menaikkan alisnya menatap Aurora. “Kalau aku sama karyawan lain mungkin akan biasa. Tapi, kamu bos di sini. Gosip apa yang akan tersebar kalau mereka lihat bos berteman dekat dengan offi

    Last Updated : 2023-02-02
  • Wanita di Balik Rumor Pelakor   Perebut Calon Suami Orang

    Aurora tertunduk lesu di dalam lift yang akan membawanya ke lantai satu. Ada barang yang harus ia ambil di lobi, milik staff HC. Ucapan Malika dan kebencian yang terus terpancar di matanya membuat Aurora tidak bisa tenang. Keadaan berbalik begitu cepat. Menghancurkan persahabatan mereka yang begitu indah dulunya. Ting! Tangan seseorang ternyata menahan pintu lift yang akan tertutup. Aurora mendongak seketika dan langsung malas saat melihat sosok Keenan menyunggingkan senyum ke arahnya. Kini hanya ada mereka berdua di dalam lift. “Aku mau ngobrol sama kamu, Ra,” ucap Keenan begitu lift bergerak turun perlahan. “Maaf, Nan, aku masih banyak kerjaan. Ada barang yang harus aku angkut ke atas.” “Kamu belum jawab pertanyaan aku tadi, Ra.” Aurora menarik napas dalam. Ia tidak punya tenaga lagi untuk berdebat. Kepalanya masih penuh dengan benang kusut. “Pertanyaan apa lagi, Nan?” “Apa kamu bahagia setelah menikah?” Ting! Belum jadi Aurora menggerakkan bibirnya menjawab pertanyaan Keen

    Last Updated : 2023-02-02
  • Wanita di Balik Rumor Pelakor   Gagal Move On?

    “Lupakan soal ucapanku tadi, Ra.” Keenan memperbaiki posisi tangannya dan menarik tubuh mendekat ke piring untuk segera makan. Kalimat sebelumnya yang keluar dari lisan Keenan mengalir begitu saja dan langsung membuat raut wajah Aurora berubah drastis. Bukan bahagia seperti yang Keenan bayangkan ketika seorang wanita tahu bahwa ia masih dicintai. Justru Aurora bereaksi sebaliknya. Tidak nyaman atau mungkin merasa tidak pantas. “Aku sudah cerai, Nan.” Keenan terbatuk. Nasi yang baru masuk ke dalam mulutnya nyaris keluar kalau saja Keenan tidak berhasil mengendalikan diri. Aurora yang melihat pria di depannya itu kesulitan langsung meraih gelas tinggi di meja dan menyodorkan pada Keenan. Entah Keenan tersedak karena ucapannya atau bukan, yang jelas Aurora merasa khawatir. Jauh dalam hatinya Aurora menyadari apa yang dulu pernah ia rasakan belum pernah sekalipun hilang. Setelah Keenan meneguk setengah isi gelas, Aurora tidak langsung melanjutkan ceritanya. Ia diam sejenak sambil matan

    Last Updated : 2023-03-03
  • Wanita di Balik Rumor Pelakor   Cinta Lama

    Sepanjang perjalanan kembali ke kantor, Aurora duduk diam di samping Keenan tanpa mengatakan apapun. Pengakuan Keenan tentang perasaannya membuat Aurora resah harus menyikapi seperti apa. Pasalnya, Aurora baru saja mengalami perjalanan panjang yang tidak mudah selama dua tahun ini. Bukan soal hati, sebab Aurora tidak pernah mengeluarkan Keenan dari sana.Ini adalah tentang kepantasan. Aurora merasa setelah semua yang dilakukan pada Keenan, ia tidak lagi pantas menjadi pendamping sebagaimana harapan keduanya.“Aku kira tadinya kamu akan dendam dan benci sama aku, Nan. Tapi ternyata … Kamu masih sama kayak dulu,” ucap Aurora memperbaiki sabuk pengaman yang melintang di tubuhnya. Mobil Keenan melaju tenang membelah lautan kendaraan yang memadati jalan.“Aku tahu kamu pasti punya alasan logis kenapa dulu mau dijodohkan dengan laki-laki itu, Ra,” jawab Keenan sangat tenang. Senyum masih saja mengembang di wajahnya yang tampan. Membuat Aurora candu meliriknya sesekali dalam diam.Aurora ya

    Last Updated : 2023-03-06
  • Wanita di Balik Rumor Pelakor   Berikan Aku Bukti

    Setelah mendapat teguran dari Keenan, Malika bukannya berhenti malah justru semakin jadi menguliti Aurora. Bukan hanya statusnya sebagai randa yang dijadikan bahan, melainkan juga tuduhan Malika yang menyebut Aurora sebagai pelakor.Pelakor. Julukan itu kini membuat telinga Aurora terasa panas saat mendengarnya. Ia tidak merasa melakukannya, tentu saja. Aurora tidak pernah bermaksud melakukan apa yang Malika tuduhkan. Lagipula, saat itu hubungan Malika dan Sakti belum terikat dalam pernikahan.“Pelakor ada di mana-mana.” Tulis Malika di status media sosialnya. Sontak satu kantor tidak lagi bisa diam begitu melihat Aurora memasuki gedung kantor pagi harinya. Selalu ada tatapan miring yang Aurora dapatkan. Beserta bisik-bisik bak dengung lebah yang sulit dihentikan.Sambil mengayunkan langkah memasuki elevator menuju lantai dua, di mana Aurora ditugaskan hari-hari, Aurora menajamkan telinga mendengar setiap bisikan yang ia lewati. Anehnya, mereka yang menyadari kehadiran Aurora seolah s

    Last Updated : 2023-03-08
  • Wanita di Balik Rumor Pelakor   Bantuan Mantan Suami

    Bukti. Kata itu kini menjadi perhatian Aurora. Harusnya ucapannya sendiri sudah cukup menjadi bukti bagi Malika. Toh, ia sendiri yang menjadi tokoh utama dalam kejadian masa lalu tersebut. Aurora tahu persis apa yang melatarbelakangi pernikahannya dengan Sakti dulu. Namun, Malika enggan mendengar kata-katanya dan justru meminta bukti lain untuk meyakinkannya.“Aku buktinya, Mal. Aku yang ada dalam pernikahan itu.” Kalimat Aurora itu tidak serta merta mempengaruhi Malika.“Semua yang keluar dari mulut kamu itu nggak ada artinya buat aku, Ra. Aku nggak bisa percaya lagi sama kamu,” ucap Malika memilih meninggalkan ruangannya dibanding meminta Aurora yang pergi.Aurora hanya bisa memutar tubuhnya mengikuti arah langkah Malika yang kini sudah sampai di ambang pintu. Jemari lentik Malika meraih gagang pintu dan mendorongnya sampai terbuka sebagian. Malika tidak lagi bersedia mendengar perkataan Aurora. Kini hanya satu yang ia minta, yaitu bukti. Aurora harus mendatangkan bukti atas ucapann

    Last Updated : 2023-03-10

Latest chapter

  • Wanita di Balik Rumor Pelakor   Bantuan Mantan Suami

    Aurora melangkah cepat menyusuri pedestrian dipayungi langit senja yang kemerahan. Sesuai janji yang sudah dibuat dengan Sakti, sore ini sepulang dari kantor Aurora akan menemuinya demi sebuah misi. Aurora tahu hatinya masih sakit dengan semua sikap dan perbuatan Sakti kala itu. Hanya saja ia tidak punya pilihan lain demi membersihkan namanya kembali dari sebutan pelakor yang kini menghantui.Harusnya sudah dari dulu mereka berdua menjelaskan pada Malika, agar sahabat Aurora itu tidak salah sangka dan menyimpan dendam begitu lama. Aurora sudah mengunjungi kediaman Malika untuk menerangkan duduk perkara sebenarnya. Namun, Malika tidak ada lagi di rumahnya. Rumahnya kosong tanpa meninggalkan jejak dan petunjuk kepergian sama sekali. Malika seolah ditelan bumi usai mengetahui pernikahan Aurora dan Sakti.“Jadi, ada apa? Apa benar kamu tahu di mana Malika? Awas, kalau kamu bohong dan cuma cari alasan buat ketemu aku,” ucap Sakti ketika Aurora sampai di hadapannya.Pria itu sangat tidak so

  • Wanita di Balik Rumor Pelakor   Bantuan Mantan Suami

    Bukti. Kata itu kini menjadi perhatian Aurora. Harusnya ucapannya sendiri sudah cukup menjadi bukti bagi Malika. Toh, ia sendiri yang menjadi tokoh utama dalam kejadian masa lalu tersebut. Aurora tahu persis apa yang melatarbelakangi pernikahannya dengan Sakti dulu. Namun, Malika enggan mendengar kata-katanya dan justru meminta bukti lain untuk meyakinkannya.“Aku buktinya, Mal. Aku yang ada dalam pernikahan itu.” Kalimat Aurora itu tidak serta merta mempengaruhi Malika.“Semua yang keluar dari mulut kamu itu nggak ada artinya buat aku, Ra. Aku nggak bisa percaya lagi sama kamu,” ucap Malika memilih meninggalkan ruangannya dibanding meminta Aurora yang pergi.Aurora hanya bisa memutar tubuhnya mengikuti arah langkah Malika yang kini sudah sampai di ambang pintu. Jemari lentik Malika meraih gagang pintu dan mendorongnya sampai terbuka sebagian. Malika tidak lagi bersedia mendengar perkataan Aurora. Kini hanya satu yang ia minta, yaitu bukti. Aurora harus mendatangkan bukti atas ucapann

  • Wanita di Balik Rumor Pelakor   Berikan Aku Bukti

    Setelah mendapat teguran dari Keenan, Malika bukannya berhenti malah justru semakin jadi menguliti Aurora. Bukan hanya statusnya sebagai randa yang dijadikan bahan, melainkan juga tuduhan Malika yang menyebut Aurora sebagai pelakor.Pelakor. Julukan itu kini membuat telinga Aurora terasa panas saat mendengarnya. Ia tidak merasa melakukannya, tentu saja. Aurora tidak pernah bermaksud melakukan apa yang Malika tuduhkan. Lagipula, saat itu hubungan Malika dan Sakti belum terikat dalam pernikahan.“Pelakor ada di mana-mana.” Tulis Malika di status media sosialnya. Sontak satu kantor tidak lagi bisa diam begitu melihat Aurora memasuki gedung kantor pagi harinya. Selalu ada tatapan miring yang Aurora dapatkan. Beserta bisik-bisik bak dengung lebah yang sulit dihentikan.Sambil mengayunkan langkah memasuki elevator menuju lantai dua, di mana Aurora ditugaskan hari-hari, Aurora menajamkan telinga mendengar setiap bisikan yang ia lewati. Anehnya, mereka yang menyadari kehadiran Aurora seolah s

  • Wanita di Balik Rumor Pelakor   Cinta Lama

    Sepanjang perjalanan kembali ke kantor, Aurora duduk diam di samping Keenan tanpa mengatakan apapun. Pengakuan Keenan tentang perasaannya membuat Aurora resah harus menyikapi seperti apa. Pasalnya, Aurora baru saja mengalami perjalanan panjang yang tidak mudah selama dua tahun ini. Bukan soal hati, sebab Aurora tidak pernah mengeluarkan Keenan dari sana.Ini adalah tentang kepantasan. Aurora merasa setelah semua yang dilakukan pada Keenan, ia tidak lagi pantas menjadi pendamping sebagaimana harapan keduanya.“Aku kira tadinya kamu akan dendam dan benci sama aku, Nan. Tapi ternyata … Kamu masih sama kayak dulu,” ucap Aurora memperbaiki sabuk pengaman yang melintang di tubuhnya. Mobil Keenan melaju tenang membelah lautan kendaraan yang memadati jalan.“Aku tahu kamu pasti punya alasan logis kenapa dulu mau dijodohkan dengan laki-laki itu, Ra,” jawab Keenan sangat tenang. Senyum masih saja mengembang di wajahnya yang tampan. Membuat Aurora candu meliriknya sesekali dalam diam.Aurora ya

  • Wanita di Balik Rumor Pelakor   Gagal Move On?

    “Lupakan soal ucapanku tadi, Ra.” Keenan memperbaiki posisi tangannya dan menarik tubuh mendekat ke piring untuk segera makan. Kalimat sebelumnya yang keluar dari lisan Keenan mengalir begitu saja dan langsung membuat raut wajah Aurora berubah drastis. Bukan bahagia seperti yang Keenan bayangkan ketika seorang wanita tahu bahwa ia masih dicintai. Justru Aurora bereaksi sebaliknya. Tidak nyaman atau mungkin merasa tidak pantas. “Aku sudah cerai, Nan.” Keenan terbatuk. Nasi yang baru masuk ke dalam mulutnya nyaris keluar kalau saja Keenan tidak berhasil mengendalikan diri. Aurora yang melihat pria di depannya itu kesulitan langsung meraih gelas tinggi di meja dan menyodorkan pada Keenan. Entah Keenan tersedak karena ucapannya atau bukan, yang jelas Aurora merasa khawatir. Jauh dalam hatinya Aurora menyadari apa yang dulu pernah ia rasakan belum pernah sekalipun hilang. Setelah Keenan meneguk setengah isi gelas, Aurora tidak langsung melanjutkan ceritanya. Ia diam sejenak sambil matan

  • Wanita di Balik Rumor Pelakor   Perebut Calon Suami Orang

    Aurora tertunduk lesu di dalam lift yang akan membawanya ke lantai satu. Ada barang yang harus ia ambil di lobi, milik staff HC. Ucapan Malika dan kebencian yang terus terpancar di matanya membuat Aurora tidak bisa tenang. Keadaan berbalik begitu cepat. Menghancurkan persahabatan mereka yang begitu indah dulunya. Ting! Tangan seseorang ternyata menahan pintu lift yang akan tertutup. Aurora mendongak seketika dan langsung malas saat melihat sosok Keenan menyunggingkan senyum ke arahnya. Kini hanya ada mereka berdua di dalam lift. “Aku mau ngobrol sama kamu, Ra,” ucap Keenan begitu lift bergerak turun perlahan. “Maaf, Nan, aku masih banyak kerjaan. Ada barang yang harus aku angkut ke atas.” “Kamu belum jawab pertanyaan aku tadi, Ra.” Aurora menarik napas dalam. Ia tidak punya tenaga lagi untuk berdebat. Kepalanya masih penuh dengan benang kusut. “Pertanyaan apa lagi, Nan?” “Apa kamu bahagia setelah menikah?” Ting! Belum jadi Aurora menggerakkan bibirnya menjawab pertanyaan Keen

  • Wanita di Balik Rumor Pelakor   Terungkap

    “Sampai kapan kamu menghindar terus, Ra?” Suara berat khas seorang pria muncul tiba-tiba di belakang Aurora. Pantri pada jam makan siang mulai sepi. Staff OB lain banyak yang memilih makan siang di kantin bawah. Aurora yang tengah menyeduh mie instan langsung tersentak dan menoleh ke sumber suara. Seperti dugaannya, suara itu amat Aurora kenal. “Aku nggak mau karyawan di sini salah paham, Nan. Mereka nggak boleh tau kalau kita pernah punya hubungan dulu,” jawab Aurora kembali membelakangi Keenan. Keenan kini duduk di kursi kayu dengan meja panjang terhampar di depannya. Tatapannya terus lekat memperhatikan punggung Aurora dan rambut halusnya yang terikat rapi seperti ekor kuda. “Mereka nggak akan tahu kalau kita nggak kasih tahu, kan? Jadi, mari bersikap biasa dan seperti dua teman baru.” Keenan menaikkan alisnya menatap Aurora. “Kalau aku sama karyawan lain mungkin akan biasa. Tapi, kamu bos di sini. Gosip apa yang akan tersebar kalau mereka lihat bos berteman dekat dengan offi

  • Wanita di Balik Rumor Pelakor   Mantan Sahabat

    Keenan segera beranjak menuju pintu ruangan dan membubarkan karyawan lain yang mulai berkumpul. Tentu tindakan itu mengundang riuh rendah protes dari mereka. Setelah menutup pintu, Keenan kembali menghampiri Malika dan mengusap lengannya lembut. Malika masih mendengus kesal. Gara-gara gagal menahan emosi, atasannya itu jadi melihat sisi buruknya. Padahal, selama ini Malika selalu berusaha menjaga image sebagai wanita lembut di kantor. “Tarik napas dulu, Malika. Kamu mau bikin satu kantor heboh sama masalah pribadi kamu? Kalau saya jadi kamu saya malu.” Keenan menatap Malika serius dan berusaha menenangkan. Bukannya tenang, Malika kembali meradang. Matanya menatap Keenan tidak terima. Lelaki yang tidak tahu apa-apa itu berada di tempat dan waktu yang salah. Yang Malika butuh bukan masukan apalagi nasehat yang seolah memojokkan sekalipun itu dari atasannya. “Tapi saya nggak mau, Pak, lihat wanita ini ada di sekitar saya,” sanggah Malika masih tetap pada emosinya yang sudah memuncak.

  • Wanita di Balik Rumor Pelakor   Badai Masa Lalu

    “Ma–Malika?” Aurora tergagap. Matanya mengerjap beberapa kali. Tenggorokan yang memang kering bertambah kerontang hingga sulit mengeluarkan suara lebih banyak. Aurora mematung di belakang kursi tanpa sanggup melangkahkan kaki. Di antara begitu banyak perusahaan Aurora malah bertemu dengan sahabat yang paling ia hindari selama ini. Malika. Seorang sahabat yang Aurora khianati dua tahun silam. Kini Malika tersenyum miring ke arahnya memerintahkan Aurora untuk duduk. “Nggak nyangka ya, kita bakal ketemu lagi di sini dengan situasi yang kayaknya berbalik nggak sesuai impian.” Malika menegakkan punggungnya dan menatap Aurora panjang. Suasana mendadak canggung. Terutama bagi Aurora yang tidak siap bertemu dengan Malika saat ini, di tengah kondisinya yang menyedihkan. Berulang kali Aurora menarik napas, memperbaiki duduknya, dan meremas jari-jari tangannya di bawah meja. “Bisa kita langsung mulai wawancaranya, Mal?” Semakin cepat dimulai semakin cepat pertemuan itu selesai. Aurora benar

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status