Angel mengatur nafasnya yang tersengal. Dia rasa butuh lebih banyak oksigen sekarang. Begitu pun dengan Davin yang berada di hadapannya. Sudah sejak tadi keduanya berpagutan bibir dengan tubuh saling mendekap. Detak jantung keduanya saling berpacu seolah ingin menunjukkan siapa yang paling kencang.“Ngel, aku balik ke kamar dulu, udah malam,” ujar Davin setelah melirik arlojinya.“Dave, nggak tidur di sini aja?” “Ap-apa?” Davin seketika tergagap sembari melirik ke arah tempat tidur.“A-aku takut sendiri, Dave.” Angel ikut tergagap begitu menyadari kata-katanya barusan.Davin menangkup kedua pipi Angel. Gadis itu tampak seperti anak kucing manis yang butuh perlindungan. Dia juga terlihat manja. Di balik sikap keras yang ditunjukkannya sebenarnya Angel itu rapuh. Dia butuh seseorang untuk melindunginya, mengayominya serta berbagi apa pun yang selama ini disimpannya sendiri.“Kenapa takut? Biasanya kamu juga sendiri kan? Nggak perlu ada yang ditakutin, Ngel…,” ucap Davin lembut.Iris ma
Angelica terbangun pagi itu. Tangannya mengusap-usap permukaan kasur. Namun hanya kosong yang didapatinya. Seingatnya tadi malam ada Davin di sebelahnya yang memeluknya dan mengusap-usap kepalanya.Lalu, di mana Davin sekarang?“Dave…! Dave…!” Angel memanggil Davin dari tempatnya berbaring sekarang. Sepasang mata bulatnya ikut berpendar menjelajahi setiap sudut kamar. Namun tetap tidak menemukan sosok lelaki itu, bahkan bayang-bayangnya sekali pun.Angel bangkit dari tidurnya. Perempuan itu lantas duduk sembari menyandarkan tubuh ke headboard. Dia butuh waktu sejenak untuk mengumpulkan nyawa.Angel turun dari ranjang setelahnya. Tempat pertama yang ditujunya adalah kamar mandi. Siapa tahu Davin ada di sana. Namun ternyata sama saja. Area kering dan area basah di ruangan itu kosong tak berpenghuni. Apa mungkin Davin sudah kembali ke kamarnya?Di kamarnya, Davin baru saja selesai mandi. Rambut kastanye-nya yang basah dan acak-acakan karena belum disisir membuatnya terlihat semakin me
“Percayalah, kita nggak akan pernah berpisah sampai kapan pun. Aku milikmu dan kamu milikku. Yang penting kita saling sayang dan percaya satu sama lain.” Kalimat itu yang dibisikkan Davin di telinga Angel beberapa saat sebelum mereka landing. Selama hampir delapan jam penerbangan Angelica nyaris tak lepas dari pelukan Davin. Lelaki itu mendekapnya, menempelkan bibir berkali-kali pada bagian mana pun yang dia inginkan. Seolah Angel adalah mainan baru baginya yang membuat ketagihan.“Besok aku akan bawa kamu ke kantor. Aku akan kenalin sama teman-temanku juga.” Davin menambahkan kalimatnya sambil mengusap pundak gadis muda dalam dekapannya. Semua sudah dia rencanakan dan berada dalam angan-angannya. Sudah terbayang olehnya ekspresi kaget, kagum dan tidak percaya orang-orang saat tahu dirinya menggandeng perempuan cantik. Dan maminya pasti akan senang kala mengetahui anak kesayangannya ternyata memilih perempuan yang dia restui.Angel tidak banyak bicara. Mulutnya yang sudah dicekoki ka
Sampai tengah malam Angel masih belum tidur. Gadis itu masih asyik bercerita dengan Tatiana. Angel menceritakan apa saja yang dialaminya selama di Tokyo. Tapi tentu saja melewatkan bagian di mana dia kehilangan tas serta hubungannya yang baru terjalin dengan Davin.“Selama kamu pergi papi kamu hampir tiap malam nggak bisa tidur.”“Halah… kamu juga kan?” timpal Bian tidak mau kalah. Sejujurnya, sebenarnya dirinya dan Tatiana terus gelisah selama Angelica pergi. Padahal dulu selama bertahun-tahun putri kesayangan itu tinggal di benua nan jauh di sana, tapi rasanya mereka tidak pernah sekhawatir ini.“Beneran kamu baik-baik aja selama di sana? Nggak ada yang ngeganggu sama godain kamu kan?” tanya Bian kurang yakin.“Nggak ada kok, Pi, Papi tenang aja ya…”“Ngel, papi kamu mau kita tidur bertiga malam ini,” ujar Tatiana menyampaikan keinginan Bian yang diungkapkannya kemarin malam.“Serius, Pi? Udah segede gini?” Angel mengernyit heran. Dulu setiap libur kuliah dan pulang ke rumah mereka
Rubicon merah itu meluncur mulus di jalan raya. Di belakang kemudi Davin duduk dengan menegakkan badan. Sedangkan tangannya dengan cetakan mengendalikan setir. Tujuannya sekarang adalah Danner Property, kantor sang kekasih.Kondisi lalu lintas yang ramai menempatkannya pada posisi yang tidak diuntungkan. Maklum saja, sekarang adalah jam-jam sibuk karena sudah saatnya makan siang. Dimana saat ini adalah waktu rehat sebagian besar pekerja kantoran. Dan kebanyakan dari mereka juga bertebaran memenuhi jalan.“Dave, jadi makan siangnya?” Davin membaca sebaris pesan singkat yang Angel kirimkan untuknya.“Kenapa? Udah nggak sabar ya pengen ketemu kekasih tampan?” balas Davin menyelipkan gurauan. Selama ini Davin memang jarang melempar candaan pada orang yang tidak benar-benar dekat dengannya. Namun bukan berarti dirinya adalah orang yang kaku. Tiga detik berikutnya balasan pesan dari Angel masuk ke ponselnya. Bukan kata-kata apalagi kalimat. Hanya sebua
Kalau saja bukan karena pintu lift yang terbuka karena sudah tiba di lantai dasar mungkin Angel dan Davin belum akan saling melepaskan. Keduanya kemudian berjalan ke luar. Beberapa pasang mata yang melihat mereka memfokuskan perhatiannya pada rangkulan Davin di pinggang Angel. Mereka menduga-duga ada hubungan apa di antara keduanya.Angel menyunggingkan senyum begitu Davin membukakan pintu mobil untuknya dan memintanya masuk lantas menutupkannya kembali. Baru Davin yang memperlakukannya seperti tuan putri begini. Sepasang mata bulatnya kemudian mengawasi Davin yang memutari mobil dan masuk melalui pintu sebelah kanan.“Kita makan di mana, Dek?” Davin meminta pendapat sebelum menyalakan mesin.“Delicious aja, Dave.” Angel menyebutkan nama restoran tempat mereka pernah bertemu saat itu. Selain letaknya yang tidak terlalu jauh, jenis makanannya juga ramah di lidahnya.Tak lama kemudian jeep dengan warna eye catching itu sudah membelah jalan raya. Biasanya pada jam makan siang seperti ini
Di sela-sela kunyahannya Davin mencuri pandang pada Angel yang terlihat lahap menyantap makanannya. Davin mencoba membaca suasana hati Angel dengan mengamati ekspresi wajahnya. Davin memang sudah hafal karakter Angel sesungguhnya, tapi Davin tidak menyangka kalau Angel akan seberani tadi.Sampai selesai makan Angel tidak berkata apa pun sehingga membuat Davin menjadi salah tingkah harus bagaimana. Namun setelah berada di mobil, Angel meluapkan segalanya.“Dave, tindakan aku tadi bikin kamu malu ya?”Kalau ditanya malu atau tidaknya, tentu saja Davin malu menjadi pusat perhatian orang-orang. Pasti mereka berpikir yang macam-macam mengenai dirinya, Angel dan Vivian. Namun Davin tahu dia harus menjawab dengan bijak agar Angel tidak tersinggung.“Aku nggak malu, sikap kamu tadi sudah benar kok, tapi lain kali kalo bisa nggak usah pake tampar ya…”“Gimana aku nggak tampar, dia bilang aku murahan, padahal dia sendiri yang mau bukti. Lagian, aku ngelakuinnya cuma sama kamu kok.”Davin mengul
“Mau ke mana kamu, Dave?” Kiano bertanya heran melihat Davin yang sudah rapi jali.“Dia mau ketemu mertuanya, Pi.” Gendiz yang menjawab. Setelah berbicara dari hati ke hati tadi siang, Gendiz menghubungi Vivian dan menyampaikan keinginan Davin untuk bertemu dengan orang tuanya. Jelas saja Vivian langsung setuju karena memang hal itu yang sudah lama dia nantikan.“Pi, Mi, dan kamu, Ndiz, duduk dulu yuk!” Davin mengajak para orang tersayangnya duduk bersama. Ada sesuatu yang ingin dia jelaskan.“Ada apa? Jangan bilang kamu ngehamilin anak gadis orang terus kamu diminta tanggung jawab. Papi udah bilang sama kamu kan, kalo tebar benih hati-hati, jangan pake cinta dan jangan lupa pake pengaman.”“Astaga, Pi! Otak Papi kapan nggak gesreknya sih?” gerutu Davin kesal. Padahal dia sedang ingin bicara serius.Adizty tertawa dan mencubit lengan suaminya. Pun dengan Gendiz. Setiap hari ada saja ucapan dan tingkah Kiano yang mengocok perut mereka.“Ya udah, Dave, kamu mau ngomong apa?” Adizty mene