“Percayalah, kita nggak akan pernah berpisah sampai kapan pun. Aku milikmu dan kamu milikku. Yang penting kita saling sayang dan percaya satu sama lain.” Kalimat itu yang dibisikkan Davin di telinga Angel beberapa saat sebelum mereka landing. Selama hampir delapan jam penerbangan Angelica nyaris tak lepas dari pelukan Davin. Lelaki itu mendekapnya, menempelkan bibir berkali-kali pada bagian mana pun yang dia inginkan. Seolah Angel adalah mainan baru baginya yang membuat ketagihan.“Besok aku akan bawa kamu ke kantor. Aku akan kenalin sama teman-temanku juga.” Davin menambahkan kalimatnya sambil mengusap pundak gadis muda dalam dekapannya. Semua sudah dia rencanakan dan berada dalam angan-angannya. Sudah terbayang olehnya ekspresi kaget, kagum dan tidak percaya orang-orang saat tahu dirinya menggandeng perempuan cantik. Dan maminya pasti akan senang kala mengetahui anak kesayangannya ternyata memilih perempuan yang dia restui.Angel tidak banyak bicara. Mulutnya yang sudah dicekoki ka
Sampai tengah malam Angel masih belum tidur. Gadis itu masih asyik bercerita dengan Tatiana. Angel menceritakan apa saja yang dialaminya selama di Tokyo. Tapi tentu saja melewatkan bagian di mana dia kehilangan tas serta hubungannya yang baru terjalin dengan Davin.“Selama kamu pergi papi kamu hampir tiap malam nggak bisa tidur.”“Halah… kamu juga kan?” timpal Bian tidak mau kalah. Sejujurnya, sebenarnya dirinya dan Tatiana terus gelisah selama Angelica pergi. Padahal dulu selama bertahun-tahun putri kesayangan itu tinggal di benua nan jauh di sana, tapi rasanya mereka tidak pernah sekhawatir ini.“Beneran kamu baik-baik aja selama di sana? Nggak ada yang ngeganggu sama godain kamu kan?” tanya Bian kurang yakin.“Nggak ada kok, Pi, Papi tenang aja ya…”“Ngel, papi kamu mau kita tidur bertiga malam ini,” ujar Tatiana menyampaikan keinginan Bian yang diungkapkannya kemarin malam.“Serius, Pi? Udah segede gini?” Angel mengernyit heran. Dulu setiap libur kuliah dan pulang ke rumah mereka
Rubicon merah itu meluncur mulus di jalan raya. Di belakang kemudi Davin duduk dengan menegakkan badan. Sedangkan tangannya dengan cetakan mengendalikan setir. Tujuannya sekarang adalah Danner Property, kantor sang kekasih.Kondisi lalu lintas yang ramai menempatkannya pada posisi yang tidak diuntungkan. Maklum saja, sekarang adalah jam-jam sibuk karena sudah saatnya makan siang. Dimana saat ini adalah waktu rehat sebagian besar pekerja kantoran. Dan kebanyakan dari mereka juga bertebaran memenuhi jalan.“Dave, jadi makan siangnya?” Davin membaca sebaris pesan singkat yang Angel kirimkan untuknya.“Kenapa? Udah nggak sabar ya pengen ketemu kekasih tampan?” balas Davin menyelipkan gurauan. Selama ini Davin memang jarang melempar candaan pada orang yang tidak benar-benar dekat dengannya. Namun bukan berarti dirinya adalah orang yang kaku. Tiga detik berikutnya balasan pesan dari Angel masuk ke ponselnya. Bukan kata-kata apalagi kalimat. Hanya sebua
Kalau saja bukan karena pintu lift yang terbuka karena sudah tiba di lantai dasar mungkin Angel dan Davin belum akan saling melepaskan. Keduanya kemudian berjalan ke luar. Beberapa pasang mata yang melihat mereka memfokuskan perhatiannya pada rangkulan Davin di pinggang Angel. Mereka menduga-duga ada hubungan apa di antara keduanya.Angel menyunggingkan senyum begitu Davin membukakan pintu mobil untuknya dan memintanya masuk lantas menutupkannya kembali. Baru Davin yang memperlakukannya seperti tuan putri begini. Sepasang mata bulatnya kemudian mengawasi Davin yang memutari mobil dan masuk melalui pintu sebelah kanan.“Kita makan di mana, Dek?” Davin meminta pendapat sebelum menyalakan mesin.“Delicious aja, Dave.” Angel menyebutkan nama restoran tempat mereka pernah bertemu saat itu. Selain letaknya yang tidak terlalu jauh, jenis makanannya juga ramah di lidahnya.Tak lama kemudian jeep dengan warna eye catching itu sudah membelah jalan raya. Biasanya pada jam makan siang seperti ini
Di sela-sela kunyahannya Davin mencuri pandang pada Angel yang terlihat lahap menyantap makanannya. Davin mencoba membaca suasana hati Angel dengan mengamati ekspresi wajahnya. Davin memang sudah hafal karakter Angel sesungguhnya, tapi Davin tidak menyangka kalau Angel akan seberani tadi.Sampai selesai makan Angel tidak berkata apa pun sehingga membuat Davin menjadi salah tingkah harus bagaimana. Namun setelah berada di mobil, Angel meluapkan segalanya.“Dave, tindakan aku tadi bikin kamu malu ya?”Kalau ditanya malu atau tidaknya, tentu saja Davin malu menjadi pusat perhatian orang-orang. Pasti mereka berpikir yang macam-macam mengenai dirinya, Angel dan Vivian. Namun Davin tahu dia harus menjawab dengan bijak agar Angel tidak tersinggung.“Aku nggak malu, sikap kamu tadi sudah benar kok, tapi lain kali kalo bisa nggak usah pake tampar ya…”“Gimana aku nggak tampar, dia bilang aku murahan, padahal dia sendiri yang mau bukti. Lagian, aku ngelakuinnya cuma sama kamu kok.”Davin mengul
“Mau ke mana kamu, Dave?” Kiano bertanya heran melihat Davin yang sudah rapi jali.“Dia mau ketemu mertuanya, Pi.” Gendiz yang menjawab. Setelah berbicara dari hati ke hati tadi siang, Gendiz menghubungi Vivian dan menyampaikan keinginan Davin untuk bertemu dengan orang tuanya. Jelas saja Vivian langsung setuju karena memang hal itu yang sudah lama dia nantikan.“Pi, Mi, dan kamu, Ndiz, duduk dulu yuk!” Davin mengajak para orang tersayangnya duduk bersama. Ada sesuatu yang ingin dia jelaskan.“Ada apa? Jangan bilang kamu ngehamilin anak gadis orang terus kamu diminta tanggung jawab. Papi udah bilang sama kamu kan, kalo tebar benih hati-hati, jangan pake cinta dan jangan lupa pake pengaman.”“Astaga, Pi! Otak Papi kapan nggak gesreknya sih?” gerutu Davin kesal. Padahal dia sedang ingin bicara serius.Adizty tertawa dan mencubit lengan suaminya. Pun dengan Gendiz. Setiap hari ada saja ucapan dan tingkah Kiano yang mengocok perut mereka.“Ya udah, Dave, kamu mau ngomong apa?” Adizty mene
Davin tidak langsung pulang. Seperti niatnya tadi, dia ingin mampir dulu ke rumah Angel. Setelah masalah di rumah Vivian tadi mood-nya tiba-tiba saja memburuk. Yang Davin yakini sekarang, bertemu kekasihnya adalah mood booster yang ampuh baginya. Dalam kesendiriannya, Davin memikirkan yang baru saja terjadi. Sebegitu terobsesinya Vivian pada dirinya sampai-sampai mengarang cerita sendiri. Sebenarnya Davin juga kasihan pada Vivian. Tindakannya itu sedikit banyak terdorong oleh rasa tertekan akibat orang tuanya yang terus-terusan menuntutnya untuk segera menikah. Tapi apa boleh buat, cinta tidak bisa dipaksa, iya kan?Rumah Angel tampak sepi saat Davin tiba di sana. Hanya ada sepeda motor 250cc. Tapi tidak ada sebuah mobil pun di halamannya. Termasuk mobil Bian. Syukurlah. Itu artinya dia bisa sedikit leluasa karena bebas dari interogasi pria protektif itu. Atau jangan-jangan mobilnya sudah masuk ke garasi?Ah, sudahlah, walaupun ada Bian, Davin harus pandai-pandai menghadapinya. Davin
Hari semakin gelap saat Davin dan Angel masih berkeliling. Bukan karena malam yang menua tapi karena mendung hitam yang menggayut di langit. Pertanda sebentar lagi hujan akan turun. Mereka tidak tahu apa saat ini semesta sedang merestui atau malah sebaliknya.“Dek, kayaknya bakalan hujan deh,” ujar Davin pada Angel yang sejak tadi tak lepas memeluk tubuhnya dan menyandarkan kepala ke punggungnya.“Terus gimana, Dave?” Angel menengadahkan kepala menatap langit.“Kita berhenti dulu ya?” Davin meminta pendapat.“Berhenti di mana?”“Ntar, aku lihat dulu.”Tanpa terasa ternyata mereka sudah berada jauh dari rumah. Jalan yang tadi ramai sekarang hanya dilintasi satu dua kendaraan. Padahal maksud awal hanya keliling di dekat rumah Angel.Tetesan air langit mulai turun dan jatuh ke bumi. Dari yang awalnya kecil pelan-pelan menjelma menjadi hujan deras dan besar. Kilat ikut menunjukkan wujudnya. Begitu juga dengan petir yang mulai bersahutan. Angel bergidik, merapatkan tubuh dan mengeratkan