Sepanjang perjalanan pulang, Angel terus memerhatikan rambutnya melalui kaca kecil yang selalu dia bawa dan berada di dalam tas. Sejak tadi senyum tipis begitu betah berada di bibirnya. Anak itu merasa senang hari ini karena apa yang sudah lama diimpikannya akhirnya dikabulkan Bian. Kalau dengan Tatiana mana bisa dia begini. “Kamu senyum terus dari tadi,” ujar Bian memerhatikan dari balik kacamata hitamnya.“Aku senang banget soalnya, Pi, tapi nanti Amy bakal marah nggak ya?” “Kamu tenang aja. Ada Papi, Amy kamu nggak akan berani marah-marah. Kamu nggak usah khawatir, okay?”“Okay, Pi!” Angel tersenyum senang. Baginya Bian adalah sumber lain kebahagiaannya. Andai saja dari dulu mereka bisa bersama.Angel tidak sabar ingin menunjukkan penampilan barunya pada Tatiana. Begitu turun dari mobil anak itu langsung berlari masuk ke dalam rumah.“Amy…! Amy…!” Suaranya menggema ke setiap penjuru ruangan.Tidak ada sahutan apa pu
Bian menggendong Angel yang ketiduran di mobil. Mungkin anaknya itu lelah berceloteh hingga ngantuk sendiri. Tadi dia bercerita mengenai banyak hal. Mulai dari teman-teman sekolahnya sampai kebiasaannya waktu masih tinggal berdua dengan Tatiana.Tatiana masih cemberut ketika Bian dan Angel akhirnya pulang. Sebenarnya ngambek-ngambekan atau pun merajuk bukanlah dirinya. Tapi kali ini dia benar-benar kecewa dengan sikap Bian.“Yang, tolong ambilin minum,” pinta Bian setelah membaringkan Angel di atas tempat tidur.Tatiana bergerak malas mengambil air mineral di dalam kulkas kemudian memberikannya pada Bian yang duduk di tepi ranjang. Baru saja Tatiana hendak beranjak Bian menahan dan menarik tubuhnya hingga jatuh terduduk di sebelahnya.“Kamu nggak usah ngambek-ngambekan kayak gitu.”“Aku nggak ngambek.”“Kalau bukan ngambek apa dong namanya?”“Aku cuma nggak suka sama cara kamu. Kamu nggak bilang-bilang dulu kalau mau mewarnai rambutnya Angel.”“Iya deh, aku minta maaf, aku salah. Tapi
Bian mengesah pelan. Dia baru saja keluar dari ruang rapat. Pertemuan yang diharapkan menemui solusi itu nyatanya berlangsung alot dan belum mencapai titik terang. Di sebelahnya Jamie juga menunjukkan muka lesu. Mereka sudah habis-habisan tapi malah merugi. Bukannya untung tapi malah buntung.Seperti dugaan Bian tadi, ternyata Wiryawan juga ada di sana. Tapi pria tua itu terlihat biasa-biasa saja. Padahal dia juga terlihat proyek sejenis dengan Bian dan kerugiannya pasti juga tidak sedikit. Mereka memang sempat beradu mata, tapi Bian segera memalingkan wajah. Menjijikkan, pikirnya.“Nggak usah terlalu di pikirin, Pi,” komentar Bian saat melihat Jamie termenung di sebelahnya. Sedangkan dirinya sendiri sedang fokus menyetir.“Tapi kita sudah rugi banyak, Bi. Papi belum pernah menggelontorkan dana sebesar ini.”“Tenang aja, Pi, itu semua nggak bakalan bikin kita collapse kok. Toh proyek kita bukan itu satu-satunya kan?”Helaan napas Jamie terdengar lagi. Meskipun berat mungkin lebih bai
Berita tentang penangkapan Wiryawan sudah menyebar di mana-mana. Banyak orang yang tidak menyangka kalau pengusaha sekelas Wiryawan yang selama ini terlihat baik ternyata sangat culas. Semua aset yang dimilikinya disita. Seluruh dana yang dipunyainya di berbagai lembaga keuangan dibekukan. Hingga tidak menyisakan apa pun selain rasa malu dan merasa terhina.Kejadian yang begitu mendadak itu membuat Amelia shock berat. Jiwanya terguncang hebat. Selama ini biasa hidup senang dan dimanjakan dengan kemewahan, sekalinya ditimpa ujian bertubi-tubi seperti ini membuatnya tidak sanggup. Bukan hanya hatinya yang sakit, tapi juga fisik dan mentalnya.Tidak kuat menanggung beban sendiri akhirnya Amelia kehilangan kewarasan dan akal sehatnya. Pada akhirnya perempuan itu pun ikut mendekam di rumah sakit jiwa seperti anak kesayangannya.“Kasihan Dylan, Bi,” kata Tatiana pada Bian begitu mendapat informasi bahwa saat ini anak itu dititip pada tetangganya karena tidak seorang pun dari keluarga Amelia
“Kamu yakin mau ngajak mama sama Sandra ketemu sama pak tua bangke itu?” tanya Bian kurang percaya kalau Tatiana benar-benar akan membawa ibu dan adiknya menemui sang ayah.“Kalau mama dan Sandra mau sih. Kalau nggak mau aku juga nggak akan maksa,” sahut Tatiana seraya mencomot selembar tisu dari dalam kotak yang berada di atas dashboard.“Mudah-mudahan aja mereka nggak mau,” harap Bian. Wiryawan pasti akan tersiksa penyesalan saat tahu anak dan mantan istrinya tidak mau bertemu apalagi memaafkannya.“Bi, nggak boleh kayak gitu ah!” “Dasar manusia nggak punya otak, giliran udah susah baru minta maaf sana sini.” Bian mengomel sendiri.“Justru itu, Bi, sebagai sesama manusia kita harus bisa saling memaafkan.”“Kamu itu ya ngejawab mulu.”Tatiana tersenyum kecil melihat muka frustrasi Bian.***“Enak aja minta maaf, emang dia pikir dia siapa?” komentar Sandra saat hari itu Tatiana datang menemuinya dengan tujuan mengajaknya dan Alya mengunjungi Wiryawan.“Dia papa kita, Ra. Kesalahan d
“Wah, kapalnya besar banget, Pi!” Angel berputar-putar di depan Bian dan Tatiana. Dari tadi tak henti-henti anak itu mengagumi kemegahan Heaven Carribean—nama kapal pesiar yang akan membawa mereka berlayar.Berangkat dengan pesawat pagi, pukul sebelas siang, Bian, Tatiana, Angelica serta Sandra tiba di Changi Airport, Singapura. Pelayaran kali ini adalah dalam rangka mengganti honeymoon mereka yang batal dan tidak jadi terlaksana. Tadinya mereka hanya ingin pergi berdua tanpa membawa anak. Tapi Tatiana bersikeras ingin membawa Angel. Tatiana bilang Angel belum pernah liburan sehingga Bian pun menyetujui keinginan Tatiana dengan satu syarat, membawa seseorang yang bisa menjaga anak mereka saat hanya ingin berdua nanti. Keduanya akhirnya menjatuhkan pilihan pada Sandra yang dianggap sebagai orang yang paling tepat.Di dalam kapal dengan kapasitas penumpang lebih dari 3000 orang serta kru kapal yang lebih dari 1000 orang, mereka mendapatkan kamar dengan balkon yang menghadap ke laut.“S
Kapal yang membawa mereka berlabuh di Penang. Mereka diberikan waktu untuk jalan-jalan di sana sampai sore. Dengan didampingi guide, mereka menuju beberapa tempat wisata di Penang. Kalau di Jakarta ada monas sebagai menara tertinggi, Penang juga memiliki menara top Tun Abdul Razak sebagai menara tertinggi. Tingginya ditaksir mencapai 251.438 meter.Sama seperti jembatan kaca Zhangjiajie Glass Bridge di Cina. Ternyata di Penang juga ada jembatan kaca bernama Rainbow Skywalk. Bedanya, jembatan ini hanya melingkar saja dan tidak sepanjang di Cina. Dari Rainbow Skywalk, mereka melihat pemandangan George Town yang indah. Di sini juga tersedia beberapa paket aktivitas yang menantang adrenalin, seperti selfie dari ketinggian, flyfox, dan lain-lain. Angelica terlihat kurang menikmati suasana dan kegiatan yang dilakukan di sana. Dia lebih tertarik untuk menghabiskan waktu di dalam kapal yang sudah sangat lengkap tanpa perlu keluar lagi.“Pi, balik ke kapal aja, yuk!” Setelah merengek ingin di
Lelaki muda nan gagah itu itu lantas duduk sembari meletakkan cangkir kopi dan croissant di atas meja yang sama dengan Tatiana.“Kamu mau ke Thailand juga?” Tatiana tersenyum simpul mendengar pertanyaan bodoh yang meluncur keluar dari mulut pria itu. Begitu kontras dengan muka baby face-nya. Bukankah tujuan akhir semua makhluk hidup yang ada di kapal ini adalah Thailand? Dan destinasi mereka di negeri gajah putih itu adalah Phuket.Tatiana lantas berpikir, mungkin pria itu tidak menemukan kata-kata yang pas untuk mengawali percakapan sehingga mengucapkan apa yang saat itu melintas di kepalanya.“Iya, saya mau ke sana. Kamu juga kan?”“Iya, tentunya tujuan kita sama. Bukankah kita menumpang kapal yang sama?” Pria itu tertawa dan membalikkan fakta bahwa Tatianalah yang bodoh. “Saya Michael, kamu siapa?” Pria itu mengulurkan tangan untuk mengenalkan diri.“Saya Tia.” Tatiana balas menyebutkan namanya tanpa menyambut uluran tangan pria itu.Michael melirik tangannya kemudian menariknya