Di sebelah wanita berhati malaikat, Angel duduk sambil termenung. Sorot matanya jauh dan kosong menatap jalanan melalui kaca mobil di sebelahnya. Rasa resah kian menguasai hatinya. Bagaimana hidupnya setelah ini? Apa yang harus dilakukannya tanpa uang di tangan? Sampai detik ini Angel masih menyesali kebodohannya. Entah mengapa dia sampai seceroboh itu, di negeri orang pula.“Sudahlah, jangan dipikirkan.” Akina—sang wanita penolong itu menepuk lembut paha Angel.Angel tersenyum kikuk. Bagaimana mungin dia tidak memikirkannya. Ini adalah masalah besar pertama dalam hidupnya yang membuatnya kelimpungan. Memangnya siapa yang tidak akan hilang akal kalau tidak memegang uang sepeser pun?“Di sini semuanya bersaudara, jadi jangan sungkan kalau ada apa-apa.” Akina menambahkan kalimatnya. Angel memang sudah bercerita bahwa dia orang Indonesia juga.Kata-kata Akina menyejukkan hati Angel. Ternyata ada orang sebaik wanita itu terhadap orang asing. Padahal mereka tidak saling kenal sebelumnya.
Sepeninggal Davin, Akina masih duduk di tempatnya. Perempuan itu merasa ada yang janggal dengan tingkah cucunya. Davin tidak pernah bersikap begini sebelumnya. Davin itu anak yang baik walaupun pada orang yang tidak dikenal. Lalu kenapa sekarang dia jadi aneh?Akina jadi kebingungan sendiri. Apa yang harus dilakukannya? Dia sungguh tidak tega. Apalagi saat membayangkan kondisi Angel saat ini. Berada di negara orang, jauh dari keluarga, serta tidak punya uang sepeser pun. Perempuan pula. Anggap saja Angel akan meminta bantuan ke KBRI, tapi bagaimana caranya dia pergi ke sana tanpa uang di tangan?Ah, Dave, kamu sungguh tidak berperasaan!Akina tidak peduli lagi pada larangan Davin tadi. Wanita itu kemudian berdiri dan bergegas melangkah ke luar. Semoga saja Angel belum jauh dan masih di sekitar di sini.Sepertinya Akina terlambat karena dia tidak menemukan Angel. Bayang-bayangnya pun tidak. Mungkin dia sudah pergi. Akina hanya berharap akan ada orang baik yang membantu gadis itu. Aki
‘Aku di mana sekarang? Tempat apa ini? Kenapa aku bisa berada di sini?’Hal itu yang ingin diketahui Angel begitu mendapatkan kembali kesadaran diri yang sempat pergi.Perempuan seperempat abad itu mengerjapkan mata. Kemudian mengamati sekelilingnya dan mencoba mengenali tempatnya berada sekarang. Tempat tidur beralas putih tempatnya membaringkan tubuh, gorden, serta dinding berwarna senada dengan gradasi coklat sama sekali bukan tempat yang familiar dengannya. Ini juga bukan hotel tempatnya menginap selama berada di Tokyo. Jadi di mana dia sekarang?Angel berusaha mengingat-ingat kejadian apa yang sudah menimpanya sehingga dia bisa berada di ruangan ini sendirian.Tadi saat Davin mengusirnya Angel langsung pergi dengan membawa air mata kesedihan. Angel tidak tahu harus ke mana tanpa uang dan tanpa seorang pun yang dikenalnya di negara sakura itu. Di tengah-tengah kebingungannya, tiba-tiba saja dia tumbang ke jalan. Untung saja tadi tidak sepenuhnya jatuh karena Angel masih bisa menya
Angel melepaskan pelukan dengan tiba-tiba yang membuat Davin terkesiap. Davin segera pasang sikap waspada. Dia sudah siap untuk menerima risiko terburuk sekali pun. Termasuk dihujani tamparan bertubi-tubi atas sikap lancangnya barusan.Ternyata dia salah. Angel tidak menamparnya atau menghadiahinya dengan bogem mentah. Gadis itu justru merasa malu. Mukanya merona.“Sorry, Dave, aku terlalu kebawa perasaan.”Davin tersenyum lega begitu mendapati dugaannya yang meleset. Dan lengkungan bibirnya semakin melebar saat Angellah yang meminta maaf terlebih dulu padanya. Dia tidak menghitung dengan jari. Dari tadi entah sudah berapa kali ucapan itu meloncat keluar melalui bibir tipis gadis cantik di hadapannya.“Memangnya kamu kebawa perasaan apa?” Davin mulai berani menggoda. Entah datang dari mana namun intuisi itu muncul tiba-tiba.Angel menjadi gugup seketika. Kulit putih terangnya yang memerah membuatnya terlihat sangat manis. Melihat Angel malu-malu seperti ini adalah keajaiban dunia kese
Davin membasuh mukanya di kamar mandi. Aliran air dingin terasa menyejukkan tubuhnya yang panas. Bersentuhan secara intense dengan Angel seperti tadi membuatnya panas dingin. Kalau berada lebih lama lagi bersamanya Davin tidak bisa menjamin kalau mereka tetap berada dalam koridor yang seharusnya.Hingga detik ini Davin masih berusaha memercayai apa yang sudah dilakukannya. Semua mengalir seperti air. Tanpa ada niat dan direncanakan. Nalurinya sebagai lelakilah yang mendorong untuk melakukan hal tersebut. Menyadari terlalu lama berada di kamar mandi, Davin lantas keluar. Biasanya saat sedang turn on seperti ini Davin biasanya mengalihkan pada hal-hal positif seperti bertemu dengan orang banyak atau mencari kesibukan lainnya. Yang penting dia tidak boleh sendiri. Namun sekarang, dia hanya sendiri di kamarnya. Daripada berpikiran yang macam-macam, satu-satunya pilihan baginya adalah tidur. Davin berharap, bangun dari tidur nanti tubuhnya jauh lebih segar. Namun sebelum terlelap Davin m
Hari ketiga di Tokyo, Davin menghabiskan waktu mereka di Taman Shinjuku Gyoen yang merupakan spot wisata populer di Shinjuku. Taman kekaisaran yang dibangun sejak seratus tahun yang lalu itu dibagi menjadi 3 taman luas, yaitu taman ala Jepang, taman ala Inggris, dan taman ala Prancis. Sejak bertahun lalu hingga sekarang, taman ini selalu ramai dikunjungi oleh banyak wisatawan. Di dalam area taman ini dihiasi oleh lebih dari 10.000 tanaman, termasuk tanaman sakura dan maple, serta bunga mawar dan camelia yang selalu berbunga tergantung dengan musimnya. Kebetulan saat ini adalah musim semi, jadi momennya sangat tepat untuk menikmati Hanami atau ohanami. Yaitu, tradisi Jepang dalam menikmati keindahan bunga, khususnya bunga sakura. Mekarnya bunga sakura merupakan lambang kebahagiaan telah tibanya musim semi. Selain itu, hanami juga berarti piknik dengan menggelar tikar untuk pesta makan-makan di bawah pohon sakura. Angel dan Davin memilih berjalan-jalan di tengah-tengah taman Jepang. A
Sudah sejak tadi Angel menunjukkan muka masam. Lebih tepatnya sejak mereka keluar dari taman Shinjuku Gyoen. Dan Davin tidak tahu apa yang membuat Angel berubah tiba-tiba. Seperti ada yang merenggut kebahagiaannya secara mendadak. Sialnya lagi setiap ditanya Angel selalu bilang tidak apa-apa. Bagaimana Davin tidak bingung kalau begini caranya.“Ngel, kita beli kimono dulu ya?” ujar Davin saat mereka akan bertolak ke Shibuya.“Aku nggak suka pake kimono,” sahut Angel kepedean. Dia menyangka kalau Davin akan membelikan pakaian tradisional Jepang itu untuknya.Sayangnya Davin yang tidak peka malah berbicara terlalu jujur yang membuat Angel bertambah jengkel.“Ngel, bukan buat kamu kimononya, tapi untuk Vivian. Dia nitip beli sama aku.”“Oh…” Angel melipat muka sehingga terlihat semakin kusut.“Ngel, menurut kamu bagusnya yang mana? Kalian kan sama-sama perempuan, pastinya tahu dong mana yang bagus. Kali aja selera kamu dan Vivian sama.”Angel mendengkus kesal. Di dalam hati dia mengump
Angel mengatur nafasnya yang tersengal. Dia rasa butuh lebih banyak oksigen sekarang. Begitu pun dengan Davin yang berada di hadapannya. Sudah sejak tadi keduanya berpagutan bibir dengan tubuh saling mendekap. Detak jantung keduanya saling berpacu seolah ingin menunjukkan siapa yang paling kencang.“Ngel, aku balik ke kamar dulu, udah malam,” ujar Davin setelah melirik arlojinya.“Dave, nggak tidur di sini aja?” “Ap-apa?” Davin seketika tergagap sembari melirik ke arah tempat tidur.“A-aku takut sendiri, Dave.” Angel ikut tergagap begitu menyadari kata-katanya barusan.Davin menangkup kedua pipi Angel. Gadis itu tampak seperti anak kucing manis yang butuh perlindungan. Dia juga terlihat manja. Di balik sikap keras yang ditunjukkannya sebenarnya Angel itu rapuh. Dia butuh seseorang untuk melindunginya, mengayominya serta berbagi apa pun yang selama ini disimpannya sendiri.“Kenapa takut? Biasanya kamu juga sendiri kan? Nggak perlu ada yang ditakutin, Ngel…,” ucap Davin lembut.Iris ma