Angel melepaskan pelukan dengan tiba-tiba yang membuat Davin terkesiap. Davin segera pasang sikap waspada. Dia sudah siap untuk menerima risiko terburuk sekali pun. Termasuk dihujani tamparan bertubi-tubi atas sikap lancangnya barusan.Ternyata dia salah. Angel tidak menamparnya atau menghadiahinya dengan bogem mentah. Gadis itu justru merasa malu. Mukanya merona.“Sorry, Dave, aku terlalu kebawa perasaan.”Davin tersenyum lega begitu mendapati dugaannya yang meleset. Dan lengkungan bibirnya semakin melebar saat Angellah yang meminta maaf terlebih dulu padanya. Dia tidak menghitung dengan jari. Dari tadi entah sudah berapa kali ucapan itu meloncat keluar melalui bibir tipis gadis cantik di hadapannya.“Memangnya kamu kebawa perasaan apa?” Davin mulai berani menggoda. Entah datang dari mana namun intuisi itu muncul tiba-tiba.Angel menjadi gugup seketika. Kulit putih terangnya yang memerah membuatnya terlihat sangat manis. Melihat Angel malu-malu seperti ini adalah keajaiban dunia kese
Davin membasuh mukanya di kamar mandi. Aliran air dingin terasa menyejukkan tubuhnya yang panas. Bersentuhan secara intense dengan Angel seperti tadi membuatnya panas dingin. Kalau berada lebih lama lagi bersamanya Davin tidak bisa menjamin kalau mereka tetap berada dalam koridor yang seharusnya.Hingga detik ini Davin masih berusaha memercayai apa yang sudah dilakukannya. Semua mengalir seperti air. Tanpa ada niat dan direncanakan. Nalurinya sebagai lelakilah yang mendorong untuk melakukan hal tersebut. Menyadari terlalu lama berada di kamar mandi, Davin lantas keluar. Biasanya saat sedang turn on seperti ini Davin biasanya mengalihkan pada hal-hal positif seperti bertemu dengan orang banyak atau mencari kesibukan lainnya. Yang penting dia tidak boleh sendiri. Namun sekarang, dia hanya sendiri di kamarnya. Daripada berpikiran yang macam-macam, satu-satunya pilihan baginya adalah tidur. Davin berharap, bangun dari tidur nanti tubuhnya jauh lebih segar. Namun sebelum terlelap Davin m
Hari ketiga di Tokyo, Davin menghabiskan waktu mereka di Taman Shinjuku Gyoen yang merupakan spot wisata populer di Shinjuku. Taman kekaisaran yang dibangun sejak seratus tahun yang lalu itu dibagi menjadi 3 taman luas, yaitu taman ala Jepang, taman ala Inggris, dan taman ala Prancis. Sejak bertahun lalu hingga sekarang, taman ini selalu ramai dikunjungi oleh banyak wisatawan. Di dalam area taman ini dihiasi oleh lebih dari 10.000 tanaman, termasuk tanaman sakura dan maple, serta bunga mawar dan camelia yang selalu berbunga tergantung dengan musimnya. Kebetulan saat ini adalah musim semi, jadi momennya sangat tepat untuk menikmati Hanami atau ohanami. Yaitu, tradisi Jepang dalam menikmati keindahan bunga, khususnya bunga sakura. Mekarnya bunga sakura merupakan lambang kebahagiaan telah tibanya musim semi. Selain itu, hanami juga berarti piknik dengan menggelar tikar untuk pesta makan-makan di bawah pohon sakura. Angel dan Davin memilih berjalan-jalan di tengah-tengah taman Jepang. A
Sudah sejak tadi Angel menunjukkan muka masam. Lebih tepatnya sejak mereka keluar dari taman Shinjuku Gyoen. Dan Davin tidak tahu apa yang membuat Angel berubah tiba-tiba. Seperti ada yang merenggut kebahagiaannya secara mendadak. Sialnya lagi setiap ditanya Angel selalu bilang tidak apa-apa. Bagaimana Davin tidak bingung kalau begini caranya.“Ngel, kita beli kimono dulu ya?” ujar Davin saat mereka akan bertolak ke Shibuya.“Aku nggak suka pake kimono,” sahut Angel kepedean. Dia menyangka kalau Davin akan membelikan pakaian tradisional Jepang itu untuknya.Sayangnya Davin yang tidak peka malah berbicara terlalu jujur yang membuat Angel bertambah jengkel.“Ngel, bukan buat kamu kimononya, tapi untuk Vivian. Dia nitip beli sama aku.”“Oh…” Angel melipat muka sehingga terlihat semakin kusut.“Ngel, menurut kamu bagusnya yang mana? Kalian kan sama-sama perempuan, pastinya tahu dong mana yang bagus. Kali aja selera kamu dan Vivian sama.”Angel mendengkus kesal. Di dalam hati dia mengump
Angel mengatur nafasnya yang tersengal. Dia rasa butuh lebih banyak oksigen sekarang. Begitu pun dengan Davin yang berada di hadapannya. Sudah sejak tadi keduanya berpagutan bibir dengan tubuh saling mendekap. Detak jantung keduanya saling berpacu seolah ingin menunjukkan siapa yang paling kencang.“Ngel, aku balik ke kamar dulu, udah malam,” ujar Davin setelah melirik arlojinya.“Dave, nggak tidur di sini aja?” “Ap-apa?” Davin seketika tergagap sembari melirik ke arah tempat tidur.“A-aku takut sendiri, Dave.” Angel ikut tergagap begitu menyadari kata-katanya barusan.Davin menangkup kedua pipi Angel. Gadis itu tampak seperti anak kucing manis yang butuh perlindungan. Dia juga terlihat manja. Di balik sikap keras yang ditunjukkannya sebenarnya Angel itu rapuh. Dia butuh seseorang untuk melindunginya, mengayominya serta berbagi apa pun yang selama ini disimpannya sendiri.“Kenapa takut? Biasanya kamu juga sendiri kan? Nggak perlu ada yang ditakutin, Ngel…,” ucap Davin lembut.Iris ma
Angelica terbangun pagi itu. Tangannya mengusap-usap permukaan kasur. Namun hanya kosong yang didapatinya. Seingatnya tadi malam ada Davin di sebelahnya yang memeluknya dan mengusap-usap kepalanya.Lalu, di mana Davin sekarang?“Dave…! Dave…!” Angel memanggil Davin dari tempatnya berbaring sekarang. Sepasang mata bulatnya ikut berpendar menjelajahi setiap sudut kamar. Namun tetap tidak menemukan sosok lelaki itu, bahkan bayang-bayangnya sekali pun.Angel bangkit dari tidurnya. Perempuan itu lantas duduk sembari menyandarkan tubuh ke headboard. Dia butuh waktu sejenak untuk mengumpulkan nyawa.Angel turun dari ranjang setelahnya. Tempat pertama yang ditujunya adalah kamar mandi. Siapa tahu Davin ada di sana. Namun ternyata sama saja. Area kering dan area basah di ruangan itu kosong tak berpenghuni. Apa mungkin Davin sudah kembali ke kamarnya?Di kamarnya, Davin baru saja selesai mandi. Rambut kastanye-nya yang basah dan acak-acakan karena belum disisir membuatnya terlihat semakin me
“Percayalah, kita nggak akan pernah berpisah sampai kapan pun. Aku milikmu dan kamu milikku. Yang penting kita saling sayang dan percaya satu sama lain.” Kalimat itu yang dibisikkan Davin di telinga Angel beberapa saat sebelum mereka landing. Selama hampir delapan jam penerbangan Angelica nyaris tak lepas dari pelukan Davin. Lelaki itu mendekapnya, menempelkan bibir berkali-kali pada bagian mana pun yang dia inginkan. Seolah Angel adalah mainan baru baginya yang membuat ketagihan.“Besok aku akan bawa kamu ke kantor. Aku akan kenalin sama teman-temanku juga.” Davin menambahkan kalimatnya sambil mengusap pundak gadis muda dalam dekapannya. Semua sudah dia rencanakan dan berada dalam angan-angannya. Sudah terbayang olehnya ekspresi kaget, kagum dan tidak percaya orang-orang saat tahu dirinya menggandeng perempuan cantik. Dan maminya pasti akan senang kala mengetahui anak kesayangannya ternyata memilih perempuan yang dia restui.Angel tidak banyak bicara. Mulutnya yang sudah dicekoki ka
Sampai tengah malam Angel masih belum tidur. Gadis itu masih asyik bercerita dengan Tatiana. Angel menceritakan apa saja yang dialaminya selama di Tokyo. Tapi tentu saja melewatkan bagian di mana dia kehilangan tas serta hubungannya yang baru terjalin dengan Davin.“Selama kamu pergi papi kamu hampir tiap malam nggak bisa tidur.”“Halah… kamu juga kan?” timpal Bian tidak mau kalah. Sejujurnya, sebenarnya dirinya dan Tatiana terus gelisah selama Angelica pergi. Padahal dulu selama bertahun-tahun putri kesayangan itu tinggal di benua nan jauh di sana, tapi rasanya mereka tidak pernah sekhawatir ini.“Beneran kamu baik-baik aja selama di sana? Nggak ada yang ngeganggu sama godain kamu kan?” tanya Bian kurang yakin.“Nggak ada kok, Pi, Papi tenang aja ya…”“Ngel, papi kamu mau kita tidur bertiga malam ini,” ujar Tatiana menyampaikan keinginan Bian yang diungkapkannya kemarin malam.“Serius, Pi? Udah segede gini?” Angel mengernyit heran. Dulu setiap libur kuliah dan pulang ke rumah mereka
Tokyo pagi itu lebih dingin dari biasanya. Gerimis yang turun sejak tadi menimbulkan rasa sejuk yang menembus hingga ke tulang. Membuat sebagian orang enggan keluar dari rumah. Jangankan dari rumah, bahkan Davin terlalu malas keluar dari selimut dan memilih meringkuk di dalamnya bersama wanita tercintanya.Sudah satu tahun belakangan Davin memboyong Angel dan anak-anak ke negara sakura itu. Sesuai dengan keinginan opinya—Delta Mahendra, yang mewariskan seluruh aset padanya. Maka Davin pun menggantikan Delta yang sudah sepuh menjalankan tugas sebagai pemimpin perusahaan dan pemilik berbagai usaha.Si kembar tiga saat ini sudah berusia sembilan tahun, disusul dengan El yang tahun ini menginjak delapan tahun. Sedangkan Romeo, ini adalah tahun ketiga hidupnya di dunia. Repot? Itu pasti. Pusing apalagi. Sering kali terdengar keributan di rumah itu. Semakin bertambah usia anak-anak rumah itu semakin ramai dan ricuh. Setiap hari ada saja yang diributkan. Yang besar suka mengganggu, sedangka
Lima tahun kemudian.Davin mondar-mandir sepanjang lorong rumah sakit. Sudah sejak tadi dia melakukan hal tersebut. Pikirannya kacau balau. Hatinya resah dan gelisah memikirkan seseorang yang berada di dalam ruangan sana. Seharusnya Davin mendampinginya, menemaninya dan tetap berada di sisinya sambil membisikkan kata-kata cinta dan semangat, serta sesekali mengecup lembut keningnya dengan tangan saling menggenggam. Namun semua itu hanya ada di dalam angan-angannya. Karena…Sembilan bulan yang lalu.Saat itu Angel dan Davin sedang bercengkerama di suatu sore di teras belakang rumah mereka. Sementara itu El dan si kembar yang sudah bersekolah di bangku taman kanak-kanak sedang bermain di taman belakang rumah yang sudah mereka modifikasi menjadi mini playground lengkap dengan kolam renang.Anak-anak yang tumbuh dan berkembang dengan sehat dan cerdas membuat keduanya bahagia. Pelan-pelan mereka mulai menunjukkan bakat, minat, serta hobi masing-masing. Si kecil El mewarisi nyaris seratus
Angel dan Davin sama-sama menghempaskan badan ke kasur begitu mereka sampai di kamar hotel. Nyaris sembilan puluh menit tayangan film di bioskop, dan keduanya tidak tahu apa-apa. Mereka ikut keluar ketika para penonton lain juga keluar saat film sudah selesai.“Duh, capek banget…,” keluh Angel sambil mengembuskan nafas.“Nggak ngapa-ngapain kenapa capek?”Mereka mungkin hanya duduk saja, tapi tingkah Davin yang terus menggerayanginya membuat Angel lelah. “Capeknya kerena kamu.”“Memangnya aku ngapain?” tanya Davin pura-pura bodoh dengan ekspresi yang membuat Angel gemas. Angel mendekat, melingkari pundak Davin dengan tangannya lalu mengecup lembut bibirnya yang hangat.“Dave, kira-kira anak-anak sekarang lagi ngapain ya?” tanyanya kemudian. Seharian ini mereka sama sekali tidak tahu bagaimana keadaan para buah hati mereka.“Mungkin udah tidur,” jawab Davin mengira-ngira sambil melirik arloji mahalnya yang limited edition itu.“Kita telfon yuk, aku kangen.”“Nggal usah, Dek, katanya
Seperti rencana yang sudah tersusun di kepalanya, Davin membawa Angel ke hotel paling mewah di kota mereka. The Sun, namanya. Hotel itu teletak di pinggir kota dan jauh dari kawasan pemukiman penduduk. Namun sengaja dibangun dengan konsep all in one building. Semuanya ada di sana. Mulai dari pusat perbelanjaan, restoran, pusat kebugaran tubuh dan kecantikan hingga playground. Tempat itu memang dirancang bagi orang-orang yang ingin menghilangkan penat dan beristirahat sejenak, namun tetap bisa memanjakan diri dengan hal-hal apapun yang mereka butuhkan.Setelah check in dan meletakkan barang-barang di kamar hotel, Davin mengajak Angel ke pusat perawatan kecantikan. Davin memang paling mengerti perempuan dan memahami istrinya. Mereka akan melakukan perawatan tubuh di sana. Berpasang-pasang mata tertuju pada pasangan ideal tersebut ketika tangan Davin membuka pintu kaca dan mempersilakan Angel masuk terlebih dahulu. Untuk sesaat mata keduanya menyapu sekitar. Menyaksikan resepsionis dan
“Kita mau ngobrolin apa, Dave?” tanya Angel di atas pangkuan Davin. Embusan nafas hangat Davin menggelitik lehernya. Membuat sekujur tubuhnya meremang. Memanggil-manggil jiwa terdalamnya untuk datang.“Aku rasa kita perlu honeymoon lagi, Sayang…,” bisik Davin dari belakang. Tangannya melingkari Angel dengan erat dan rapat.“Maksudnya mau nambah anak lagi?” sahut Angle seperti tersentak.“Lho, kok nambah anak? Memangnya orang yang pergi honeymoon itu mau nambah anak?”“Tapi biasanya kan gitu. Aku nggak mau lagi lho, Dave, udah cukup El yang terakhir,” ucap Angel sambil memberengut.Davin tersenyum kecil. Dikecupnya pundak Angel yang membuatnya gemas. “Anak itu kan rezeki. Rezeki nggak boleh ditolak kan? Aku ngajak kamu honeymoon tapi kapan-kapan, kalo El udah bisa ditinggal lama-lama. Sekarang honeymoon-nya di sini aja dulu.”Bisikan Davin di telinganya membuat Angel kian meremang. Pasti sebentar lagi Davin akan mengeksekusinya.Davin membalikkan tubuh Angel mengarah padanya sehingga s
Jujur saja selama ada Gendiz sedikit banyak meringankan Angel dan Davin. Hampir setiap hari Gendiz bermain ke rumahnya, atau memboyong anak-anak ke rumah orang tua mereka. Saking sayangnya pada para bocah, Gendiz juga menahan si kembar agar menginap bersamanya dan tidak mengantarnya pulang. Sesekali Davin dan Angel membiarkan si kembar tidur bersama Gendiz di rumah Kiano dan Adizty. Mereka yakin dan percaya sepenuhnya kalau adiknya itu bisa menjaga ketiganya dengan baik. Meskipun sepanjang malam keduanya tidak bisa memejamkan mata karena tidak terbiasa berpisah dengan anak-anak mereka.“Kalian kalo mau kencan, pergi aja, biar anak-anak aku yang urus,” ucap Gendiz pada suatu hari. Melihat keseharian Angel yang disibukkan dengan mengasuh, menjaga, merawat dan mengurus anak-anaknya membuat Gendiz merasa kasihan. Begitu pula dengan Davin yang terlalu sibuk bekerja dari pagi hingga sore. Kadang sampai senja atau malam. Pasti keduanya butuh waktu untuk hanya berdua saja tanpa direcoki anak-
“Halo, Mbak Angel, masih ingat sama saya?” Suara Nilam mengagetkan Angel yang berdiri di tempatnya dan belum bergeming sejak berdetik-detik yang lalu.Angel maju beberapa langkah mendekati Gendiz dan Nilam. “Tentu saja aku ingat. Kamu yang dulu resek kan? Yang suka menggoda suamiku?” sahut Angel tidak suka. Kehadiran Nilam membuatnya merasa tidak nyaman. Bukan karena dia takut akan kehilangan Davin, tapi tingkah Nilam begitu meresahkan.“Hehe…” Nilam tertawa canggung sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. “maaf ya, Mbak Angel, tapi Mbak Angel jangan salah sangka dulu sama saya. Maksud saya baik kok. Saya hanya ingin menguji kadar cinta Mbak Angel sama mas Davin. Dan ternyata Mbak Angel cemburu sama saya. Hehehe…,” ucap Nilam penuh percaya diri.Angel tidak mengerti dengan gadis di hadapannya. Setelah minta maaf, eh bisa-bisanya bicara sesantai itu. Tidak ingin ambil pusing, Angel beralih pada Gendiz dan memeluk adik iparnya itu. Wangi vanila dari tubuh dan rambut Gendiz me
“Halo, Mas Davin, masih ingat siapa saya?” Nilam memamerkan senyum lebar pada Davin yang termangu saat beradu mata dengannya. Nilam harap pemuda tampan yang menawan hatiya sejak awal perkenalan itu tidak melupakannya.Davin membalas senyum Nilam sekenanya dan berbasa-basi sekadarnya. “Hai, apa kabar?”“Baik, Mas, bapak sama ibu juga sehat. Mereka titip salam buat Mas Davin.”“Terima kasih,” jawab Davin singkat, lalu segera menarik tangan Gendiz menjauh dari sana diiringi tatapan penuh tanda tanya Kiano, Adizty serta Nilam. Sedangkan anak-anak sibuk bermain dengan bonekanya.“Ada apa sih, Dave?” tanya Gendiz tidak mengerti karena Davin menarik tangannya tiba-tiba.“Ndiz, kenapa kamu bawa dia ke sini?” Suara Davin setengah berbisik. Meskipun saat itu mereka berada di ruangan yang terpisah, tapi bisa saja dinding mempunyai telinga dan menyampaikannya.“Maksudnya Nilam?”“Iya, siapa lagi kalo bukan dia,” jawab Davin kesal. D
“Dave, jangan lupa nanti jemput anak-anak di rumah mami,” kata Angel mengingatkan saat menelepon Davin melalui panggilan video sore itu, meskipun dia tahu kalau Davin tidak akan pernah melupakan hal tersebut.Davin tersenyum sambil merebahkan kepala ke sandaran kursi. Mendengar suara Angel mengusir penat yang menderanya.“Iya, Dek, aku nggak akan lupa kok. Mana mungkin aku bisa lupa. Kamu pasti modus kan?”“Modus apa?”“Bilang aja kalo sebenarnya kamu lagi kangen sama aku, pengen dengar suara aku terus pake alasan mengingatkan aku biar nggak lupa jemput anak-anak.”“Ih, apaan sih, Dave?” Angel tertawa saat merasakan pipinya menghangat digoda Davin.“Jadi serius kamu nelfon aku cuma buat kasih tahu jemput anak-anak?”“Kangen juga sih sebenarnya.”“Tuh kan ngaku akhirnya.” Davin tertawa karena berhasil menggoda Angel dan membuatnya mengakui perasaannya. “Aku juga kangen kamu, suara kamu itu bagai candu buat aku. Kamu nelfon kayak gini udah bikin aku bersemangat dan ngilangin semua rasa