Share

18. Makan Hati

Author: Ajeng padmi
last update Huling Na-update: 2025-02-14 14:44:32

“Lun, pernahkah kamu berpikir kalau yang menjebakmu adalah Laksa sendiri?” tanya Vira pelan.

Luna memandang Vira dengan seksama, hal itu memang tak pernah dia pikirkan, dia terlalu terpaku untuk menyangkal tuduhan Laksa atau mencari bukti bahwa dia tak bersalah, meski sampai sekarang semua itu masih tak menampakkan hasil yang nyata.

“Aku rasa itu tidak mungkin,” kata Luna setelah sejenak berpikir. “Dia terlihat hampir putus asa saat pacarnya memilih meninggalkannya karena kejadian ini, mana mungkin dia yang merencanakannya.”

Vira menatap Luna tajam. “Kamu memang berpikir dengan otakmu atau dengan perasaanmu?” tanya Vira kejam.

Vira tentu tak akan lupa kalau Luna mengagumi laki-laki itu, meski tak pernah mengaku secara gamblang tapi Vira terlalu mengenal Luna untuk tapi kalau Laksa sosok laki-laki yang istimewa di hati Luna.

“Vir, kita baru ketemu setelah tidak bertemu....”

“Dua hari yang lalu, bahkan kamu sudah lupa pada semuanya, cinta pada laki-laki it
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Tati S
thooor lanjuuuttt
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

  • Wanita Yang Kau Pilih   19. Rumah Mertua Indah

    Hari sudah sore saat Luna sampai di rumahnya, dilihatnya mobil sang ayah yang sudah ada di halaman rumah. Luna menggigit bibirnya resah, bersama Vira dia jadi lupa waktu dan tidak menghubungi ayahnya, pasti sekarang sang ayah sangat cemas. “Luna, dari mana saja kamu, Nak?” Sang ayah terlihat lega luar biasa saat Luna ada di hadapannya. “Maaf, Yah, tadi Luna bersama Vira dan ngobrol sampai lupa waktu,” jawab Luna jujur, dia menundukkan wajahnya tak sanggup untuk menatap wajah ayahnya. “Ya sudah masuklah dulu.” “Ayah tidak marah?” tanya Luna. Ayahnya memang bukan orang yang suka marah senakal apapun Luna, tapi sang ayah akan menasehatinya dengan lembut, yang malah membuat Luna kapok tak ingin mengulanginya lagi. “Ayah marah, Nak, tapi rasa marah ayah tertutup dengan kelegaan karena kamu pulang dalam keadaan baik-baik saja.” “Maaf Luna hanya bisa menyusahkan ayah saja,” jawab Luna dengan rasa bersalah. “Sudahlah, oh ya suamimu ada di sini.”

    Huling Na-update : 2025-02-14
  • Wanita Yang Kau Pilih   20. Tempat yang Dikatakan Rumah

    Hening dan mencekam. Itulah yang Luna rasakan saat ini, bahkan naik angkot yang panas dan berdesak-desakan lebih Luna sukai dari pada naik mobil mewah dengan keadaan yang seperti ini. Laki-laki yang mengemudi di sampingnya bahkan tak mau repot-repot untuk mengajaknya bicara, oh jangankan bicara menoleh saja enggan. Entah untuk alasan apa yang membuat Laksa mau repot-repot untuk menjemputnya sore ini. Sekali lagi Luna melirik laki-laki di sampingnya, wajahnya datar saja, meski begitu tak mengurangi ketampanan wajahnya yang memang Luna kagumi sejak dulu. Luna menghela napas dan membuang pandangan ke luar jendela. Laki-laki ini memang sekarang berstatus sebagai suaminya, tapi hubungan mereka bahkan lebih jauh dari pada saat mereka masih berstatus bos dan karyawannya. Kayak Laksa ingat kamu saja, Lun. Luna sedikit meringis saat ingat fakta kalau Laksa sama sekali tak ingat dirinya saat perjumpaan mereka di pesta itu. Mobil yang mereka tumpangi berhenti di

    Huling Na-update : 2025-02-14
  • Wanita Yang Kau Pilih   21. Aku Bukan Pelakor

    Jika di rumah Luna akan diperlakukan seperti kristal es oleh sang ayah, begitu istimewa begitu hati-hati dan penuh kasih, di sini Luna dipaksa untuk menjadi batu karang yang tetap berdiri kokoh meski hempasan air laut setiap hari menerjangnya. Luna masih memandnag laki-laki tua yang kini juga menjadi kakeknya, laki-laki tua yang sejak awal menginginkan Luna untuk menjadi menantu di keluarga ini. “Aku tahu,” jawabnya singkat. Luna sudah menduga, meski sudah tua dan terlihat sakit-sakitan tapi Tuan besar Sanjaya masih memiliki ketajaman pikiran yang tidak bisa diragukan lagi. “Kenapa, bukankah semuanya menuduhku menjebak kak Laksa?” tanya Luna penuh kepahitan. “Jika maksudmu kenapa aku membiarkan pernikahan kalian setelah apa yang terjadi, kamu jelas tahu jawabanku.” Luna menatap tak mengerti pada laki-laki tua di depannya ini, jawaban apa yang dimaksud? “Saya tidak mengerti?” Laki-laki itu tersenyum kecil, tangannya yang keriput mengambil seca

    Huling Na-update : 2025-02-15
  • Wanita Yang Kau Pilih   22. Apartemen Raya

    “Ternyata kamu sudah bergerak cepat dengan mendekati opa.” Luna menoleh mendengar suara yang sangat mengganggunya akhir-akhir in. Dia berdiri di sana dengan kedua tangan berada di saku celana, begitu tampan tapi juga membawa aura yang berbahaya, sejenak Luna terpaku memandang mahluk indah ciptaan Tuhan itu. “Saya hanya ngobrol dengan opa saja,” jawab Luna tak enak hati, kenapa laki-laki ini selalu berprasangka buruk padanya. “Ikut aku,” kata Laksa lalu melangkah keluar rumah. “Eh, Pak kita mau kemana?” tanya Luna yang kembali memanggil Laksa dengan sebutan pak, entah mengapa lidahnya sulit sekali memanggil Laksa dengan sebutan Kak, padahal tadi dihadapan sang kakek terasa baik-baik saja. Tanpa mempedulikan Luna Laksa berjalan ke arah mobilnya, Luna yang melihat itu buru-buru mengambil kopernya yang tadi dia letakkan di ruang tamu, lalu secepatnya menyusul Laksa. Laki-laki akan membuka pintu mobil saat menya

    Huling Na-update : 2025-02-15
  • Wanita Yang Kau Pilih   23. Malam Romantis

    “Bukankah kamu juga diuntungkan karena menikah denganku, apalagi sebelumnya kita juga sudah dijodohkan.” Untung katanya? Memang apa keuntungan yang dia dapatkan? Harta oh yang benar saja, Luna memang jobless saat ini, tapi dia bukan money digger yang ingin kaya dengan menikahi laki-laki kaya raya meski tanpa cinta.Luna rasanya ingin tertawa saja, laki-laki ini benar-benar sangat percaya diri. “Saya tahu anda laki-laki yang tampan dan kaya raya, tapi pernah menganggap anda adalah anugerah luar biasa yang diciptakan Tuhan, sampai semua wanita menginginkan anda dan bersedia melakukan hal tak bermoral seperti itu.” Luna memandang Laksa dengan tajam, napasnya terengah-engah menahan amarah yang membuncah dalam dadanya. “Aku tidak pernah berpikir begitu, tapi kamu juga jangan munafik kalau banyak orang yang berpendapat begitu dan mungkin kamu salah satunya.” Laksa ikut berdiri dari duduknya. Laki-laki itu lalu mengambil sesuatu di dalam tas yang sejak tadi dia bawa dan

    Huling Na-update : 2025-02-15
  • Wanita Yang Kau Pilih   24. Kesenjangan

    Luna hanya bisa duduk diam di atas ranjang yang dia tempati sekarang, malam sudah bergerak semakin menua, rumah besar nan mewah ini juga sudah sepi, tak ada lagi suara para asisten rumah tangga yang sibuk bekerja.Luna memeluk dirinya sendiri dengan posesif. Setelah makan malam romantis yang dia jalani bersama Laksa, laki-laki itu mengajaknya kembali ke rumah ini. Tidak ada acara saling sapa dengan kakek atau orang tua laki-laki itu seperti yang biasa Luna lakukan saat pulang dari suatu tempat, entah bagaimana mereka bisa menjalani hidup begitu dingin satu sama lain. Laksa langsung membawa Luna masuk ke dalam kamarnya, tepatnya sebuah ruangan yang ada di dalam kamar Laksa, dan itu bukan kamar itu. Kamar di mana Luna harus kehilangan semua, Luna masih sangat ingat kamar itu terletak di ujung sana, entah kamar siapa dan mengapa malam itu Laksa meminta Luna membawanya ke sana.Luna belum menanyakannya pada Laksa, atau lebih tepatnya tidak ingin menanyakannya, kejadian

    Huling Na-update : 2025-02-15
  • Wanita Yang Kau Pilih   25. Bagian dari Sandiwara

    “Opa senang kalian terlihat baik-baik saja dan bahagia,” kata sang opa begitu Laksa dan Luna sudah turun dari kamarnya, sudah rapi dan siap untuk pergi kemanapun yang mereka inginkan. Pagi ini hari pertama Luna akan makan pagi bersama keluarga ini, tidak ada adegan Luna yang harus memasak nasi pagi-pagi, di rumah ini sudah ada pembantu yang menyiapkan semuanya, bukan Luna tak mau membantu mereka, tapi Laksa bilang lebih baik dia segera bersiap jika ingin pergi keluar. Meja makan besar itu hanya diisi oleh sang kakek di ujung meja, ayah Laksa masih di rumah sakit menemani istrinya, Luna sedikit meringis, di rumah ayahnya meja makan hanya diisi dia dan sang ayah tapi meski hanya berdua meja makan selalu heboh, Baik Luna maupun sang ayah tak pernah bosan melemparkan guyonan yang mengundang gelak tawa mereka.Dengan manis Laksa menarik sebuah kursi untuk Luna, dan dengan kikuk gadis itu mengucapkan terima kasih. “Tapi aku rasa baju yang kamu gunakan terlalu rapi kalau

    Huling Na-update : 2025-02-15
  • Wanita Yang Kau Pilih   26. Laki-laki berbahaya

    “Luna syukurlah kamu masih hidup,” Vira memeluk Luna dengan heboh, bahkan beberapa orang yang sedang berada di lobi sampai menoleh pada mereka berdua dengan penasaran. “Apa sih kamu, Vir, ngomongnya gitu banget.” Luna berusaha melepaskan pelukan Vira, kalau dibiarkan temannya yang agak sableng itu bisa memeluknya lama sekali seolah mereka tidak pernah bertemu dalam waktu seabad.Vira memang melepaskan pelukannya tapi sebagai gantinya wanita itu memegang kedua bahu Luna dan memutar-mutar tubuh Luna seolah gadis itu adalah manekin.Setelah yakin Luna baik-baik saja, Vira mengiring Luna ke dalam ruangannya, bahkan dia tak peduli pada orang yang tadi bicara dengannya di lobi sebelum kedatangan Luna. Benar-benar memang anak yang satu ini. Pagi ini Luna memang menyempatkan diri ke sanggar milik Vira, oh salah milik Vano, kakak Vira tepatnya. Dia akan menerima tawaran gadis itu. Sanggar “Kreaso” begitu nama yang tertera di papan nama yang terletak di depan, kegiatan yang dilakukan di sin

    Huling Na-update : 2025-02-16

Pinakabagong kabanata

  • Wanita Yang Kau Pilih   116. Wanita Sepertimu

    Luna meremas rok yang dipakainya saat ini, setelah makan siang yang sangat terlambat yang mereka lakukan Luna kira Laksa akan langsung kembali ke kantornya tapi ternyata dia salah, suaminya itu malah duduk berselonjor di atas karpet tebal di depan televisi besar yang ada di ruangan itu. Luna membulatkan tekad, menekan gengsi dan rasa malunya yang setinggi gunung itu, dia sadar jika ingin hubungan mereka berhasil bukan hanya Laksa yang harus berjuang, dia juga tak boleh pasif dan hanya bisa menerima saja, dan salah satu cara untuk semakin meningkatkan hubungan mereka yang diajarkan guru besarnya -VIRA- adalah dengan menjalin komunikasi yang baik dengan Laksa, hal kecil yang sejak dulu adalah penyakit Luna yang sangat sulit dicari obatnya. Luna berjalan pelan mendekati Laksa, dengan sedikit canggung dia duduk tepat di samping Laksa, tapi laki-laki itu rupanya cepat tanggap tangan kirinya yang sedang tidak memegang remot televisi merengkuh tubuh Luna hingga tak ada jarak

  • Wanita Yang Kau Pilih   115. Rencana Jahat

    Luna kembali berguling-guling di atas ranjang hotel yang empuk itu, ternyata menjadi tidak hanya saat bekerja dia bisa kelelahan, menjadi pengangguran seperti sekarang ini juga membuatnya lelah. Yah, meski Laksa memberikannya fasilitas mewah di hotel ini, tetap saja Luna yang biasa bekerja dan bergerak ke sana kemari sangat bosan kalau harus tiduran saja. Dia sedang tidak ingin menonton drama yang biasanya sangat dia sukai itu, pun demikian ebook yang sering dia baca juga terlihat tak menarik lagi. Intinya Luna sangat bosan, dia ingin berbicara dengan seseorang, oh... Ini memang bukan kebiasaannya, biasanya Luna bahkan begitu betah mendekam di dalam kamar semdirian.Dilihatnya jarum jam berdetak dengan sangat lambat menurut Luna dan berat. Kapan Laksa akan kembali?Luna menghela napas berat. Kalau tahu dia dianggurin seperti ini, lebih baik tadi dia pulang ke rumah keluarga Sanjaya saja, setidaknya di sana ada mama mertuanya atau para asisten rumah tangga yang meski tidak terlalu r

  • Wanita Yang Kau Pilih   114. Dia yang Tak Merindu

    Seperti memahami suasana hati Laksa yang segelap malam, Luna memutuskan diam saja di kursinya, kalau bisa ingin sekali berkamuflase agar sama dengan kursi mobil Laksa. Suasana hati suaminya ini benar-benar sedang tidak baik. Setelah mereka mengantarkan nenek ke stasiun tadi, Laksa memang akan langsung mengantar Luna ke rumah keluarganya, tapi siapa sangka tepat saat mereka akan keluar dari stasiun, mereka bertemu dengan ibu kandung Laksa bersama seorang laki-laki yang mungkin usianya hanya beberapa tahun lebih tua dari suaminya itu, mereka terlihat mesra bergandengan berdua. Luna sampai meringis karena Laksa mencengkeram tangannya terlalu kuat. Tapi tanpa Luna duga Laksa memutuskan untuk mengikuti mereka. Laki-laki yang bersama ibu Laksa itu langsung naik begitu kereta yang akan menuju ke Jakarta datang, meninggalkan sang ibu yang tersenyum lebar setelah memeluknya sebentar. Pemandangan yang jamak memang, tapi tidak untuk Laksa, meski mereka tak tahu apa hubungan keduanya tapi dari

  • Wanita Yang Kau Pilih   112. Jujur lebih Baik

    Luna masih sibuk dengan ponsel di tangannya saat Laksa masuk kamar dan mengerutkan kening tak suka. Dengan pelan dia mendekati Luna dan mengintip apa yang sedang dilakukan sang istri sampai mengabaikan mahluk setampan dirinya begitu saja. “Kukira ngapain ternyata ngasih makan zombie.” Luna yang sedang sangat sibuk memberi makan zombienya langsung mendongak mendengar Laksa sudah ada didekatnya. Sejak kapan? “Aku kira kakak akan menemani ayah sampai malam,” kata Luna sambil meletakkan ponsel di sampingnya dan melupan kalau masih ada zombie kelaparan di sana. Laksa mengangguk. “Hanya ngobrol ringan, kami sudah selesai ngobrol serius tadi sore.” Mereka memang baru saja makan malam dengan makanan buatan nenek yang lezat itu, tapi nenek memutuskan tidur lebih awal, karena badannya terasa pegal setelah menempuh perjalanan jauh dan dia juga memerintahkan Luna untuk cepat masuk kamar dan tidur juga. Meninggalkan Pak Edwin dan Laksa yang atas perintah nenek, harus membersihkan mej

  • Wanita Yang Kau Pilih   113. Bimbang

    Malam sudah sangat larut saat Laksa memasuki pelataran rumah mertuanya, dia menengok pada arloji yang melingkar di tangannya, sudah hampir pukul sebelas malam memang, pantas saja semua rumah di kiri kanan sudha tertutup rapat. Untunglah Laksa sempat meminta kunci cadangan pada Luna, khawatir dia pulang cukup larut dan harus membangunkan orang rumah. Saat pintu terbuka dia masih bisa mendegar suara televisi yang dinyalakan di ruang tengah. Ternyata ayah mertuanya belum tidur, dalam hati Laksa sedikit mengeluh, tubuh dan pikirannya terasa lelah, dan dia ingin sekali langsung istirahat, tapi dia tak mungkin melewati ayah mertuanya begitu saja tanpa berbasa-basi sebentar minimal menanyakan apa yang dia tonton. Laksa tidak bisa bersikap seperti saat berada di rumahnya ayah mertuanya bukan papanya yang terlihat tidak peduli padanya. “Malam, Yah, belum tidur,” sapa Laksa berbasa basi. “Belum, ayah masih nonton bola.” Mau tak mau Laksa duduk sebentar menanyakan skor pero

  • Wanita Yang Kau Pilih   111. Cinta dan Luka

    Kalau mau tahu rasanya jatuh cinta sama cowok dan sudah dari laaama... tapi si cowok nggak notice juga yang berujung pada putus asa, Luna sangat tahu jawabannya. Sakitnya nylekit banget lebih sakit dari pada saat Luna digigit kalajengking waktu kecil. Dulu waktu Laksa bersikap sangat baik padanya –dan itu terjadi mungkin karena tidak sengaja– Luna sudah menggelepar kegeeran tidak karuan, dia selalu ingin melihat Laksa setiap saat., meskipun secara sembunyi-sembunyi dari tempat yang agak jauh dan yang pasti tidak ada yang curiga kalau dia sedang memperhatikan :Laksa. Saat Laksa jadian dengan teman seangkatannyanyapun yang terkenal sebagai primadona kampus, Luna tak langsung patah hati, dia selalu percaya kalau suatu saat dialah yang akan jadi jodoh Laksa, kepercayaan konyol memang yang langsung terkikis begitu dia bertemu Laksa pertama kali di tempat kerja dan tampak sangat tidak mengenali Luna, yang selama ini diam-diam memendam asa untuknya. Bego memang, Luna tahu it

  • Wanita Yang Kau Pilih   110. Usaha Dong

    Laksa bukan orang yang suka menunda masalah memang, baginya lebih cepat masalah bisa diselesaikan lebih cepat pula hasilnya akan kelihatan, begitulah yang dia lakukan selama ini. Akan tertapi serang bukan waktunya untuk memikirkan tentang hal lain, Luna masih sangat perlu perhatian darinya, apalagi hubungan mereka yang barusan membaik membuat Laksa berharap banyak. “Ada apa, Kak? Siapa yang menelepon?” tanya Luna yang melihat Laksa tiba-tiba terdiam di tempat duduknya. Laksa memandang Luna sejenak, menimbang apa akan mengatakan semuanya atau tidak, sejujurnya dia tak ingin membebani pikiran Luna dengan perkara itu, tapidia sudah banyak belajar dari kesalahan sebelumnya. Sekarang dia bukan lagi laki-laki lajang yang bisa memutuskan apapun sekehendak hatinya, ada Luna di sisinya yang akanberbagi suka dan duka dengannya. “Aku harap kamu tidak berpikir yang berlebihan.” Dirga menghela napasnya sebentar dan memandang Luna dalam. “Beberapa hari yang lalu aku min

  • Wanita Yang Kau Pilih   109. Bahagia dalam Gelap

    “Dua menit sepuluh detik.” Dirga mematikan stopwatch dari ponselnya dengan gembira. “Kamu menghitung apa?” tanya Laksa penasaran. Saat ini mereka sedang duduk di taman rumah sakit, saat Laksa dan Luna terlibat percakapan tadi, tiba-tiba sang mama datang bersama Dirga, membawakan makanan kesukaan Laksa dan Luna. Sungguh perhatian yang membuat dada Laksa menghangat, meski rasa malu dan gengsi masih membatasinya untuk kembali masuk dalam pelukan mamanya. Dirga menoleh pada Laksa, terlihat sangat gembira, membuat Laksa mengerutkan keningnya bingung. “Rekor sebelumnya ternyata sudah terpecahkan.” “Rekor apa? sebenarnya apa yang sedang kamu bicarakan?” Dirga mengarahkan telunjuknya pada Luna dan mama mertuanya yang sedang asyik bersenda gurau. “Bagiamana menurutmu pemandangan di sana, maksudku saat dua orang itu tertawa lepas?” Laksa tersenyum, “sangat indah, aku suka melihatnya.” “Keduanya atau salah satu?” “Keduanya tentu saja, a

  • Wanita Yang Kau Pilih   108. Ada Kamu di Dompetku

    Hal yang paling dibenci Luna adalah mencurahkan isi hati pada seseorang, selain ayah dan Bundanya juga Vira, belum pernah sekalipun Luna bicara panjang lebar menyangkut tetang perasaan di hatinya. Sekarang dia tentu saja sangat kesulitan untuk mengungkapkan semua isi hatinya pada Laksa, meski sudah tak terhitung jumlahnya mereka berbagi keringat bersama. Bahkan beberapa kali Vira sudah mendorongnya untuk berbicara pada Laksa secara terus terang, Luna sangat kesulitan mengatakan maksud hatinya. “Bagaimana jika aku tak ada di sini?” Laksa menatap Luna dengan kening berkerrut. “Apa maksudmu?” Luna menghela napas, kali ini dia ingi menguatkan tekad, mengatakan apa yang menjadi kehendak hatinya. Vira benar ini hidupnya dan jika dia ingin bahagia, maka dia harus tegas untuk menyikapi semua. “Hubungan kita hanya sebuah kecelakaan yang direncanakan seseorang, dasarnya sama sekali tak kuat, banyak faktor yang menyebabkan kita sangat berbeda, dan aku rasa kak Lak

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status