"Aku masih menunggumu, Alina."Ucapan Mas Reyhan sontak mengejutkanku. Aku tercekat tak mengira jika pria yang duduk tak jauh dariku ini masih mengharap dan menyimpan perasaannya untukku. Aku menunduk, memalingkan wajahku darinya. menjaga pandanganku untuk tidak menatapnya. Sungguh aku masih tak menyangka jika ia kembali mengungkapkan perasaannya padaku. Apa yang dilihatnya dariku? Seorang janda satu anak. Haruskah kali ini aku mematahkan harapannya lagi?***Tubuhku masih terasa gemetar, meski aku sudah menduganya tetap saja mendengar ucapannya membuatku gugup. Kedatangan Bu Maryam yang menemani putranya ke sini seolah menjadi satu persetujuan atas keseriusan Mas Reyhan untuk meminangku.Aku tak tahu apakah harus merasa gembira atau sedih karena hal ini. Sebuah lamaran adalah kabar yang baik, namun sekarang, aku tak bisa memutuskan apakah harus menerimanya atau tidak, karena ada perasaan Diyara yang harus kujaga. Sejak kecil Diyara memang sudah begitu dekat dengan Mas Reyhan, bahka
SEASON KEDUAEnam bulan kemudian."Hati hati sayang, Jangan lari," teriakku pada Diyara yang berlari tergesa-gesa menyambut kepulanganku.Gadis kecilku tersenyum dan memanggilku, sambil memamerkan sebuah gambar yang baru saja diwarnai olehnya."Ma-ma lihat, bagus kan?" Lapornya padaku sambil memperlihatkan hasil karyanya. "Iya, bagus banget, nak. Pintar!" Aku memuji gambar sebuah Disney Princess yang diperlihatkannya."Diyara yang buat?" tanyaku lembut."Iya. sama Mbak," jawabnya. Sungguh ia terlihat sangat menggemaskan, membuatku menjawil Pipinya yang chubby."Diyara sayang, sini gendong sama Mbak dulu yuk, mama capek baru pulang kerja." Mbak Sita datang menghampiri. "Ngga apa apa mbak. Sini sayang, mau mama gendong, ngga?." Tanyaku lalu merentangkan tangan.Tanpa membuang waktu, Diyara langsung mengangkat kedua tangannya, isyarat bahwa ia menginginkannya, sambil menggendong Diyara, aku menyeret langkah ke kamar lalu meletakkan tas dan ponselku di atas tempat tidur."Kesorean bu?"
"Oh, maaf. Mungkin aku salah mengenali orang. Kupikir kau wanita yang bernama Alina." Deg. Jantungku berdegup kencang begitu mendengarnya, untuk sesaat aku mengerutkan kening, bertanya dalam hati, siapa wanita ini dan mengapa ia seakan telah mengenalku sebelumnya? karena aku sangat yakin belum pernah bertemu dengannya apalagi mengenalnya. "Iya, saya Alina. Maaf, jika saya boleh tahu siapa anda?" Jawabku balik bertanya.****"Benarkah? Jadi kau benar Alina?" Ia terlihat senang."Iya, saya Alina. Maaf, apakah ada yang perlu apa dengan saya?" Aku mencoba mencari tahu."Tidak, aku hanya menebak, karena pernah melihat anda sekali." Jawabnya."Oh ya, dimana?" Aku menyipitkan mata."Iya, waktu itu saya tak sengaja melihat anda di rumah salah seorang kerabat." Ujarnya beralasan."Maaf, anda siapa?" Tanyaku penasaran."Oh maaf, perkenalkan, saya Erika." Ucapnya dengan tersenyum lalu mengulurkan tangannya."Alina," sahutku menerima tangannya.Wanita yang cantik, dengan tubuh yang ramping da
Aku mengambil ponselku yang sejak tadi kuabaikan. Nampak banyak sekali notifikasi yang masuk. Satu persatu ku baca pesan yang masuk, salah satunya pesan WA dari Mas Reyhan.[Alina, apa aku bisa bicara denganmu?]***Deg.Entah mengapa jantungku tiba-tiba berdegup kencang, dari kalimat yang dalam pesannya, Mas Reyhan mengisyaratkan sesuatu hal penting yang ingin dibicarakan denganku. Apakah ini berkaitan dengan lamarannya padaku?"Meski beberapa pertanyaan melintas di benakku, kucoba untuk berprasangka baik. Segera saja ku ketik balasan pesannya. Malam semakin larut, aku melirik Diyara yang mulai tertidur, kelihatannya ia cukup kelelahan. Ku matikan lampu kamar hanya tinggal menyisakan satu lampu saja yang masih menyala. Aku meletakkan ponselku di atas nakas, lalu mengganti chanel televisi, mencari acara menarik yang bisa kunikmati. Beberapa saat kemudian, terdengar ponselku berdering dengan nama Mas Reyhan tertera di layar.Apakah begitu penting hal yang ingin dibicarakan denganku,
Rasa penasaran masih ada dalam benakku. Sosok Aisyah yang dikatakan Erika benar-benar mengacaukan pikiranku. Sudah kuputuskan untuk segera menanyakannya pada Mas Reyhan. Semoga saja, ini bukan suatu alasan untuk menghalangi hubungan kami, hubungan yang baru beberapa jam lalu terjalin.***Jam Tujuh malam akhirnya kami tiba kembali di rumah, lampu rumah terlihat menyala, kelihatannya Mbak Sita sudah pulang kerumah. Aku memang memberikan duplikat kunci rumah padanya sebelum ia pulang, karena khawatir ia akan kembali lebih dulu daripada kami.Begitu mendengar suara mobil. Mbak Sita bergegas keluar, dan membukakan pagar, melihat penampilannya yang sedikit berbeda membuatku pangling melihatnya. Ia memotong rambut panjang sepinggang miliknya menjadi sebatas bahu, terlihat lebih segar dan cantik.Aku mengeluarkan semua barang dari mobil, dan memintanya untuk membawanya masuk ke dalam rumah, nampak Diyara yang terbangun dari tidur, bergegas mengulurkan tangannya untuk masuk ke dalam gendonga
Aku kembali menatap kantong keresek hitam itu dengan penuh tanya, pikiranku kini dipenuhi prasangka. Mungkinkah ada seseorang yang begitu tidak menyukaiku selama ini. Tapi siapa?"Siapa yang sengaja ingin menerorku seperti ini?" Batinku mulai bertanya****Kejadian semalam membuat tidurku tak begitu pulas. Aku bermimpi buruk. Dalam mimpiku semalam, nampak ada seseorang yang hendak mendorongku ke dalam jurang, ketika hendak menoleh, mencari tahu wajah pelakunya. Mendadak kulihat wajah Mas Reyhan berdiri diam tak jauh dari tempatku berada.Orang bilang mimpi adalah bunga tidur. Mungkin ungkapan itu tidak sepenuhnya salah. Tapi, ada perasaan aneh yang kurasakan ketika mengingat mimpi itu kembali. Semoga bukan suara pertanda buruk atau bahaya, karena trauma atas tragedi Kania masih membekas dalam diriku.Aku masih menyisir rambutku, seperti biasa, pagi pagi aku akan ke ruko, mengecek beberapa laporan. Ruko itu sebenarnya adalah kantor milikku. Tempat dimana semua kegiatan bisnis kosmetikk
"Bu, apa kau kenal seorang wanita bernama Erika?"Pertanyaanku sontak membuat mereka berdua menyipitkan mata padaku, senyum yang selalu menghiasi wajah Bu Maryam menghilang dan berganti dengan rahang wajahnya yang mengeras.***"Erika?" "Darimana kau tahu nama itu? Apa kau mengenalnya?" Tanya Bu Maryam, manik matanya masih fokus menatapku.Aku menggeleng pelan." Tidak.""Aku tak sengaja bertemu dengannya di sebuah hotel di Bandung. Sewaktu aku dan Diyara pergi untuk berlibur kesana minggu lalu," Jawabku."Siapa dia, bu? Apakah wanita itu masih ada hubungan keluarga dengan kalian? Karena wanita itu bilang jika dia mengenal keluarga ibu," Aku kembali bertanya hati-hati."Bisa dibilang begitu, Alina. Kerabat jauh." Mas Reyhan menjawabnya."Apa dia mengganggumu?" Tanya Bu Maryam kembali.Aku kembali menggeleng," tidak, kami hanya berkenalan saja. Tepatnya ia yang mengenaliku dan mengajakku berkenalan lebih dulu.""Begitukah?" Mata Bu Maryam kembali menyipit menatapku "Iya, kami hanya be
"Wanita akan bersikap berbeda jika mencintai seseorang, mas. Rasanya aku mulai bisa mengerti mengapa Kania begitu terobsesi pada Mas Bayu dulu." Aku mencibir."Bolehkah aku bertanya satu hal saja padamu, Mas?" "Apapun itu, Alina." Sahutnya cepat"Apa kau masih mencintainya?"***Raut wajah Mas Reyhan nampak berubah, helaan nafasnya terdengar berat. Aku sudah menduganya jika ia tidak nyaman membicarakan hal ini. Hanya saja rasa penasaran membawaku untuk mengetahuinya.Sesekali ia menunduk lalu memalingkan wajahnya dariku, entahlah, mungkin ingin mencoba menutupi perasaannya saat ini. "Maaf mas, aku tak bermaksud untuk mengorek masa lalumu atau ...""Aku bisa mengerti, Alina." Ia memotong perkataanku.Mas Reyhan diam, nampak seperti sedang mengumpulkan kata-kata untuk menjelaskannya padaku, aku masih bergeming, menunggu ia bicara."Aku menunggu penjelasanmu," ujarku memberanikan diri menatapnya.Kali ini Mas Reyhan tersenyum. Entah apa makna dibalik senyuman itu karena aku merasa ada