Kembali ponselku berdering, kupelankan laju mobilku untuk melihat siapa yang menelpon. Nama Mbak Sita tertera dilayar, ada apa pengasuhnya Diyara menelpon, karena tak biasanya mengubungiku.Segera saja aku menepi dan berhenti sejenak menerima panggilan teleponnya, suara cemas Mbak Sita terdengar, membuatku sedikit panik."Bu, tolong cepat pulang, Diyara ...""Ada apa dengan Diyara Mbak?"***"Ada apa dengan Diyara Mbak?" Aku menyela ucapannya cepat."Badannya tiba tiba panas. Sudah saya kasih obat penurun panas tapi panasnya tidak turun. Ibu cepat pulang, saya takut bu," suaranya terdengar begitu cemas."Lima belas menit lagi aku akan tiba dirumah, siapkan semua keperluan Diyara, begitu aku sampai kita segera kerumah sakit" pintaku."Baik bu."Aku menutup teleponnya dan berusaha untuk tenang, ini pertama kalinya Mbak Sita sepanik ini. Ku putar kembali kemudi mobilku, menekan pedal gas, berharap segera tiba dirumah. Sepanjang perjalanan ke rumah, Pikiranku tidak fokus, rasanya ingin
Kami bicara tak begitu jauh dari pintu masuk IGD. Entah mengapa rasanya ada yang aneh, tapi aku tak tahu apa itu. Hanya saja ada perkataannya yang begitu mengganjal di dalam benakku.Pintu ruang IGD tiba tiba berderit. Seraut wajah menyembul begitu pintunya terbuka sempurna. Sosok pria kini tengah berdiri di hadapan kami, menatap Erika dengan tajam."Erika, kau disini?" Tanya Mas Reyhan dengan raut wajah terkejut.***"Mas Reyhan?!" Wanita itu balas menyapa, tak kalah terkejutnya.Aku menyeringai, sesuatu yang mengganjal di hati yang kurasakan sedari tadi seolah terjawab sudah. Jika dugaanku benar, mengapa ia melakukannya? Aku sungguh tak mengerti apa maksud dan tujuan wanita ini sebenarnya."Ada apa kesini? Apa ada anggota keluargamu yang sakit?" Mas Reyhan bertanya sambil melirik padaku.Erika menggeleng," tidak, mama dan papa, baik baik saja. Aku kesini karena menjenguk teman."Jawab Erika kemudian melangkah ke sisi kanan Mas Reyhan. Tanpa rasa canggung, wanita itu langsung memegan
Mas Reyhan diam, menungguku bicara. Kuhela nafas panjang, kuberanikan diri untuk menanyakannya langsung padanya, menanyakan tentang masa lalunya, karena aku sangat yakin jika si pengirim kiriman misterius masih ada kaitan dengannya.Kurasa ini waktu yang tepat untuk menanyakannya. "Mas, bisakah aku mengetahui bagaimana hubunganmu dan Aisyah berakhir?***Mas Reyhan memandangku tanpa berkedip. Seakan pertanyaanku begitu melukainya. Sesaat, aku merasa jika dirinya mengetahui apa yang ada dalam pikiranku saat ini. Aku tahu, rasanya tak sopan untuk mengorek masa lalu seseorang. Hanya saja, aku merasa teror kiriman misterius itu ada hubungannya dengan masa lalu Mas Reyhan.Pengakuan tak sadar yang di ungkapkan oleh Erika tadi, semakin menyadarkanku akan hal itu. Karena, sebelumnya tidak pernah ada yang mengirim sesuatu yang aneh kerumahku, sampai aku mengenal wanita itu.Mungkinkah dugaanku ini benar? "Apa sebenarnya yang ingin kau ketahui, Alina?" Tanya Mas Reyhan membuyarkan lamunanku.
Lagi, sebuah panggilan telepon tanpa nama membuat pikiranku seketika mengingat kiriman misterius itu, ada rasa ingin mengabaikan panggilan ini, tetapi rasa penasaran akhirnya mengalahkannya, tanganku kini bergerak menggeser tombol hijau dilayar."Assalamualaikum, halo?" Aku menyapanya lebih dulu.****Tak terdengar balasan dari lawan bicaraku, hingga tiga kali aku menyapanya, seseorang di sana tetap diam."Siapa ini?" Tanyaku untuk yang terakhir kalinya."Batalkan pernikahanmu!" Suara berat seseorang menjawabnya. Suara yang sengaja disamarkan, tak jelas apakah suara laki laki atau perempuan."Apa maksudmu?" Aku balas bertanya."Turuti saja, jika kau ingin hidupmu tenang."Klik.Sambungan telepon terputus. Aku menghela nafas panjang, entah apa kali ini maksud si peneror itu. Mbak Sita melirik dengan tatapan tanya, aku memaksa diri untuk tersenyum agar ia tidak khawatir. Bagaimanapun aku juga harus memastikan pengasuh anakku itu merasa aman berada di rumahku. Aku tak ingin karena teror
Yah, Inilah wanita, kadang tak tahu mengapa, tiba tiba menyimpan kecemburuan yang besar pada wanita lain yang pernah singgah dihati pasangannya.Mas Reyhan diam sejenak begitu mendengarnya. Tak lama, ia tersenyum."Sepertinya trauma masa lalumu belum hilang. Alina. Baiklah, setelah selesai urusan di butik, aku akan mengajakmu bertemu dengannya." Ucapnya menyerah mengikuti keinginanku.****Pov. ReyhanWajah Alina tampak begitu bersemu ketika aku memujinya, Gaun pengantin berwarna putih pucat berbahan Lace dibagian depan itu sangat cocok di tubuhnya.Sejak pertemuan pertama, aku sudah merasa dia sosok wanita yang berbeda. Awalnya, aku mengira senyumannya yang begitu mirip dengan Alm, Jeni. Adik perempuanku, yang membuatku langsung menyukainya, ternyata aku salah. Alina begitu serupa dengan Aisyah.Beberapa kemiripan mereka kadang membuatku merasa seperti melihat Aisyah, hanya saja, Alina lebih sedikit terbuka daripada Aisyah yang begitu pendiam dan tertutup.Tampak wanitaku itu sangat
Alina mengalihkan pandangannya padaku, sorot mata dan tatapan nampak melihatku dengan penuh arti. Aku yakin, setelah ini, ia akan meminta penjelasan lain padaku. Kurasa, mungkin sudah saatnya Alina mengetahui semua tentang Aisyah, tentang kebersamaanku yang singkat bersamanya. Dan juga, memberitahu padanya siapa sebenarnya Erika, wanita yang selalu menjadi benalu dalam hubungan kami dulu.****PoV Reyhan. Keluar dari butik, aku mengantar Alina pulang kerumahnya, hari mulai menjelang gelap begitu melangkahkan kaki meninggalkan rumahnya. Syukurlah, semua urusan pernikahan kami sudah hampir selesai, hanya tinggal menunggu hari pelaksanaannya saja.Aku mengemudikan mobilku cukup pelan karena jalanan yang masih begitu padat, mobil mewah ini bergerak menuju salah satu rumah yang kubeli dua tahun lalu di daerah selatan Jakarta. Sebuah rumah mewah yang dijual karena penghuninya yang dulu terlilit hutang dengan salah seorang rekan bisnisku. Rumah berdesain Mediterania klasik yang indah.L
Bab 112"Ucapanmu tidak salah. Hanya saja, wanita tidak suka dengan kebohongan, nak. Wanita lebih suka pria yang terbuka pada dirinya." Ujar mama cepat.Aku mengangguk membenarkan ucapannya."Mama harap kau bisa perlahan-lahan menceritakan semua padanya, rasanya itu terdengar cukup adil untuk Alina." Lanjut mama menimpali kemudian mengakhiri sarapannya.****"Bu Alina, anda tinggal tanda tangani di sini, sini, dan disini," tunjuk Customer Service cantik bernama Gita ini pada beberapa lembar dokumen yang ada di meja depanku."Ada lagi?" Tanyaku begitu selesai menandatanganinya."Selesai." ucapnya sambil merapikan kembali dokumennya. Tak lama, ia kembali fokus pada layar komputer di hadapannya, menginput data yang ada dalam dokumen yang baru saja kutanda tangani tadi.Sambil menunggunya, aku mengambil ponselku lalu menyandarkan punggungku ke sandaran kursi. Beberapa menit berlalu dalam diam, menunggunya selesai.Lelah menatap layar ponsel, aku melempar pandangan ke sekeliling. Suasana
"Aku tak punya banyak waktu apa yang ingin kau bicarakan denganku, Erika?""Aku juga tak akan bicara basa basi denganmu. Langsung saja, aku mencintai Mas Reyhan, aku ingin kau membatalkan pernikahanmu dengannya." Ucapnya tegas dengan tatapan penuh kebencian padaku***Kerongkonganku rasanya tercekat begitu mendengar ucapannya. Cinta? Ia mencintai Mas Reyhan? Apakah ia bertepuk sebelah tangan, karena sepanjang yang ku ketahui, wanita yang pernah begitu dicintai Mas Reyhan adalah mendiang Aisyah."Benarkah?" Aku memiringkan kepalaku balas bertanya padanya."Iya, aku mencintainya dan sejak dulu selalu mencintainya." Ucapnya tegas."Tapi, Mas Reyhan tak membalasnya kan?" Ejekku."Diam kau, jika kau tidak hadir dalam hidupnya. Sekarang mungkin kami sudah bersama." Desisnya begitu yakin."Apa itu hal penting yang ingin kau sampaikan? Maaf, pernikahanku tinggal seminggu lagi, aku tak ingin merusak hariku dengan membicarakan hal yang tak masuk akal seperti ini." "Aku mencintainya, Alina." Ia